TATA CARA PELAPISAN ULANG DENGAN CAMPURAN ASPAL EMULSI NO. 05/T/BNKT/1992

dokumen-dokumen yang mirip
TATA CARA PELAKSANA LABURAN ASPAL DUA LAPIS (BURDA) UNTUK PERMUKAAN JALAN

TATA CARA PELAKSANAAN LABURAN ASPAL SATU LAPIS (BURTU) UNTUK PERMUKAAN JALAN

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL)

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

Cape Buton Seal (CBS)

DIVISI 6 PERKERASAN BERASPAL SEKSI 6.1 LAPIS RESAP IKAT DAN LAPIS PEREKAT UMUM PERSYARATAN

TATA CARA PERENCANAAN PENGHENTIAN BUS NO. 015/T/BNKT/1990

DIVISI 6 PERKERASAN ASPAL SEKSI 6.1 LAPIS RESAP PENGIKAT DAN LAPIS PEREKAT. 2) Pekerjaan Seksi Lain Yang Berkaitan Dengan Seksi Ini

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

PROYEK AKHIR PU. Perencanaan Pelaksanaan Proyek Pengaspalan Jalan Bungadidi Poreang STA STA Kab. Luwu Utara Prov.

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

SEKSI Skh 6.8 CAPE BUTON SEAL

PEDOMAN Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil

TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODA PELAKSANAAN PEKERJAAN PAKET 34 (JALAN SERUNAI MALAM II, JALAN SERUNAI MALAM I, JALAN BERSAMA)

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Cara identifikasi aspal emulsi kationik mantap cepat

Spesifikasi bahan lapis penetrasi makadam (LAPEN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

PENGARUH KARAKTERISTIK AGREGAT TERHADAP CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

DIVISI 6 PERKERASAN ASPAL SEKSI 6.1 LAPIS RESAP PENGIKAT DAN LAPIS PEREKAT. 2) Pekerjaan Seksi Lain Yang Berkaitan Dengan Seksi Ini

PELAKSANAAN KONSTRUKSI JALAN. KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA Jln. Pattimura 20 Jakarta Selatan

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan

A N A L I S A H A R G A S A T U A N P E K E R J A A N UNTUK JALAN DAN JEMBATAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG SEMESTER I TAHUN 2015

TATA CARA PELAKSANAAN LAPIS ASBUTON AGREGAT (LASBUTAG)

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 PEKERJAAN PENDAHULUAN

PEDOMAN. Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan

Lapisan-Lapisan Perkerasan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,seba

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

PENGARUH PENAMBAHAN SEMEN PADA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II STUDI PUSTAKA

Spesifikasi aspal emulsi kationik

EVALUASI BAHAN PRODUKSI ASPAL JALAN PROVINSI LUMPANGI BATULICIN. Asrul Arifin ABSTRAK

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB III LANDASAN TEORI

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

TKS 4406 Material Technology I

BAB III LANDASAN TEORI

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

KONSTRUKSI JALAN PAVING BLOCK

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan analisis data dan pembahasa, maka dapat diambil kesimpulan sebagi berikut :

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

TINJAUAN PELAKSANAAN PEMADATAN TANAH UNTUK PEKERJAAN JALAN DI KABUPATEN PURBALINGGA

BAB III METODOLOGI 3.1 Umum 3.2 Tahapan Penelitian

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

DIVISI 5 PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN SEKSI 5.1 LAPIS FONDASI AGREGAT. 1) Standar Rujukan Metode Pengujian Kepadatan Berat untuk Tanah.

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

EVALUASI PELAKSANAAN PROYEK PEMELIHARAAN BERKALA JALAN PRACIMANTORO-GEDANGKLUTUK KABUPATEN WONOGIRI TESIS

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN

melalui daerah berbentuk kerucut di bawah roda yang akan mengurangi tegangan

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS)

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

PENGGUNAAN RECLAIMED ASPHALT PAVEMENT

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

EFISIENSI PENGGUNAAN ECOMIX PADA KONSTRUKSI FLEXIBLE PAVEMENT

Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KARAKTERISTIK DAN APLIKASI CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN SPESIFIKASI CAMPURAN ASPAL PANAS

METODE PELAKSANAAN JALAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

MANUAL. Pekerjaan Lapis Pondasi Jalan Buku 8 PERMASALAHAN LAPANGAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA. Konstruksi dan Bangunan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

TATA CARA PELAPISAN ULANG DENGAN CAMPURAN ASPAL EMULSI NO. 05/T/BNKT/1992 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

PRAKATA Dalam rangka mengembangkan jaringan jalan perkotaan yang efisien dengan kualitas yang baik, perlu diterbitkan buku-buku standar mengenai perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan. Untuk maksud tersebut Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Direktorat Jenderal Bina Marga, selaku pembina pengembangan jalan-jalan di kawasan perkotaan berusaha menyusun standarstandar yang diperlukan sesuai dengan prioritas dan kemampuan yang ada. Sesuai dengan ketentuan-ketentuan Dewan Standarisasi Indonesia yang diberikan oleh Panitia Tetap Standarisasi Departemen Pekerjaan Umum, standar-standar bidang konstruksi di kelompokan kedalam standar mengenai Tata Cara Pelaksanaan, Spesifikasi dan Metode Pengujian. Buku standar "Tata Cara Pelapisan Ulang dengan Campuran Aspal Emulsi" ini ah satu konsep dasar yang dihasilkan oleh Direktorat Pembinaan Jalan Kota yang masih memerlukan persetujuan Menteri Pekerjaan Umum untuk menjadi Standar Konsep Nasional Indonesia (SKSNI) dan persetujuan Dewan Standarisasi Nasional Indonesia untuk menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI). Namun demikian sambil menunggu persetujuan tersebut, kiranya standar ini dapat diterapkan di dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan penataan pelapisan ulang aspal emulsi. Dan kami harapkan dari penerapan dilapangan, dapat kami peroleh masukan-masukan kembali berupa saran dan tanggapan guna penyempurnaan selanjutnya. Jakarta, Januari 1993 DIREKTUR PEMBINAAN JALAN KOTA SUNARYO SUMADJI i

DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii I. DESKRIPSI... 1 1.1 Maksud dan Tujuan... 1 1.2 Ruang Lingkup... 1 1.3 Pengertian... 1 II. PERSYARATAN - PERSYARATAN... 4 III. KETENTUAN-KETENTUAN... 5 3.1 Peralatan Produksi Campuran Dingin... 5 3.2 Peralatan Untuk Pelaksanaan Perkerasan Aspal Dingin... 5 3.3 Peralatan Untuk Pelaksanaan Perkerasan Burtu dan Burda... 5 3.4 Bahan Untuk Burtu dan Burda... 5 3.5 Bahan Untuk Aspal Dingin... 7 IV. PELAKSANAAN... 10 4.1 Pelaksanaan Pekerjaan Burtu dan Burda... 10 4.2 Pelaksanaan Pekerjaan Campuran Dingin... 21 LAMPIRAN...24 ii

I. DESKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan Buku Tata Cara ini dimaksudkan untuk menjadi pegangan bagi pelaksana pekerjaan dan pengawas dalam melakukan pelapisan ulang dengan menggunakan campuran emulsi, dengan tujuan agar dapat melaksanakan pelapisan ulang dengan baik dan menghasilkan pekerjaan yang tepat dan benar. 1.2. Ruang Lingkup Ruang lingkup buku Tata Cara ini yaitu a. Jenis pekerjaan untuk lapis perkerasan yang menggunakan aspal emulsi, seperti : Burtu, Burda, dan Campuran Dingin (Cold Mix) yang pada buku ini hanya diuraikan Campuran Emulsi Bergradasi Terbuka dan Campuran Emulsi Bergradasi Rapat. b. Langkah-langkah pekerjaan dimulai dari tahap persiapan, pencampuran bahan, pengaturan lalu-lintas, pelaksanaan penghamparan serta pemadatan. 1.3. Pengertian. a. Burtu (Laburan Aspal Satu Lapis) merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal emulsi yang ditaburi agregat berukuran nominal 13 mm atau 20 mm. b. Burda (Laburan Aspal Dua Lapis) merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal emulsi yang ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan dengan tebal maksimum 35 mm. c. Chips atau batuan yaitu agregat pecah atau batu berukuran tunggal (single size) yang digunakan untuk menutupi aspal. 1

d. Campuran Dingin (cold mix), yaitu campuran batuan dengan aspal tanpa memerlukan proses pemanasan. e. Aspal Emulsi yaitu aspal yang dilarutkan dalam air melalui proses teknologi tertentu, berwarna coklat kehitaman dan encer. f. Emulsi Kationik merupakan aspal emulsi yang partikel partikel aspalnya bermuatan listrik positif, cara penguraian air dan aspal dengan proses reaksi, mempunyai variabilitas yang luas, baik untuk kelekatan terhadap batuan asam dan dapat disimpan (stock). g. Aspal Emulsi dibagi atas 3 jenis, yaitu : - Rapid Setting Emulsions Aspal emulsi ini mempunyai waktu setting yang singkat sehingga hanya cocok untuk pelaburan seperti Burtu, Burda, Buras, Penetrasi Makadam, Lapis Resap Pengikat (Prime Coat) atau Lapis Pengikat (Tack Coat). - Medium setting Emulsions Aspal emulsi ini mempunyai waktu setting yang sedang sesuai untuk digunakan dalam campuran dengan agregat kasar. - Slow Setting Emulsions Aspal emulsi ini mempunyai waktu setting yang lambat sehingga memungkinkan untuk digunakan pada pencampuran dengan agregat halus yang tinggi atau agregat bergradasi menerus. h. Setting yaitu pemisahan aspal dari air dan melekatnya pada permukaaan agregat telah sempurna. i. Campuran Emulsi Bergradasi Terbuka (open Graded Emulsion Mix) yaitu campuran emulsi dengan agregat bergradasi tunggal yang digunakan sebagai lapis pondasi atau lapis permukaan, serta untuk penambalan. 2

j. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (Dense Graded Emulsion Mix) yaitu campuran emulsi dengan agregat bergradasi menerus dan digunakan sebagai lapis pondasi atau lapis permukaan, serta penambalan. 3

II. PERSYARATAN-PERSYARATAN Dalam pelaksanaan pelapisan ulang dengan pengikat emulsi harus diperhatikan beberapa hal, antara lain yaitu : a. Saluran samping harus terpelihara dengan baik agar kadar air pada campuran tidak terganggu. b. Distributor aspal telah dikalibrasi sehingga mampu menyemprotkan aspal secara merata sesuai takaran rencana. c. Penggunaan peralatan harus tepat sesuai dengan peruntukan dan kebutuhannya. d. Agregat agar dijaga jangan sampai mengandung kadar air yang tinggi, karena dengan penambahan kadar air yang berasal dari emulsi maka menyebabkan tingkat kepadatan tidak maksimum. e. Air yang digunakan harus bersih. f. Pemakaian batuan kapur hendaknya memenuhi spesifikasi Bina Marga. g. Agar mendapatkan kualitas pekerjaan yang baik perlu dilakukan desain campuran dan pengujian di laboratorium. h. Untuk mengetahui tebal hamparan gembur dilakukan percobaan terlebih dahulu di laboratorium agar tebal padat yang diinginkan tercapai. i. Sebelum melakukan penghamparan dilakukan penambalan terhadap lubang-lubang. j. Penghamparan sebaiknya dilakukan pada waktu cuaca baik, atau paling terpaksa diperbolehkan pada waktu gerimis. k. Pelaksanaan penghamparan tidak boleh di atas perkerasan yang basah, serta bebas dari debu. l. Untuk melindungi pekerjaan dari hujan, maka pelaksana menyiapkan penutup konstruksi (terpal/plastik) m. Jalan dibuka untuk lalu-lintas dua jam setelah pemadatan akhir pada pekerjaan Burtu/Burda dan enam jam pada campuran dingin, dengan catatan kecepatan kendaraan diusahakan rendah (30 km/jam). 4

III. KETENTUAN-KETENTUAN 3.1. Peralatan Produksi Untuk Campuran Dingin a. Beton Molen kapasitas 250 liter atau Asphalt Mixing Plant tanpa proses pembakaran atau Batching Plant tipe Pugmill. b. Wheel loader. c. Alat bantu (sekop, cangkul, gerobak dorong). 3.2. Peralatan Untuk Pelaksanaan Perkerasan Campuran Aspal Dingin a. Dump Truck. b. Asphalt Finisher. c. Asphalt Sprayer. d. Compressor. e. Tandem Roller 6-8 ton. f. Pneumatic Tire Roller 8-12 ton. g. Tangki Air. h. Alat Bantu Lainnya. 3.3. Peralatan Untuk Pelaksanaan Pekerasan Burtu atau Burda a. Compressor b. Distributor Aspal. c. Dump Truck. d. Pneumatic Tyre Roller 8-12 ton. e. Chip Spreader. f. Alat Bantu (sapu lidi, sikat baja, sikat ijuk kasar) 3.4. Bahan Untuk Burtu dan Burda a. Agregat yang digunakan harus berupa batu pecah/kerikil yang bersih, kuat, kering, bebas kotoran, lempung atau debu. b. Gradasi agregat pada lapis pertama lebih besar dari pada gradasi pada lapis kedua. 5

c. Ukuran nominal Burtu atau lapis pertama Burda yaitu 13 mm, dengan ukuran terkecil rata-rata antara 6,4-9,5mm. Sedangkan ukuran nominal lapis kedua Burda yaitu 6 mm. Agregat untuk lapis kedua Burda berbentuk kubus dan harus dapat saling mengunci ke dalam rongga - rongga permukaan lapis pertama. d. Aspal emulsi yang dipakai yaitu jenis Cationic Rapid Setting (tipe CRS-1 atau CRS-2). Tabel III-1. Persyaratan Ukuran Agregat. Ukuran nominal (mm) Ukuran terkecil rata rata (ALD) Presentasi ukuran terkecil ratarata diantara 2,5 mm Presentase maksimum lolos saringan 4,75 mm 13 6-4 9,5 65 2 Tabel III-2. Gradasi Agregat Lapis Penutup Kedua Burda Ukuran ASTM (mm) ayakan Presentase Lolos menurut berat 9,50 6,25 2,36 1,18 100 95 100 0-15 0-8 6

3.5. Bahan Untuk Campuran Aspal Dingin 3.5.1 Campuran Emulsi Bergradasi Terbuka (OGEM) a. Agregat yang dihasilkan oleh Crushing Plant harus bersih, keras dan awet.tidak kurang dari 75 %berat agregat harus mempunyai sekurang-kurangnya dua bidang pecah. Agregat harus mempunyai nilai abrasi Los Angeles lebih kecil dari 35 % untuk lapisan base, dan lebih kecil dari 25 % untuk lapis aus. Agregat gabungan lolos ayakan no 4 tetapi di luar bahan pengisi yang ditambahkan harus mempunyai nilai setara pasir lebih besar 45 % jika diuji dengan metode ASTM 02419. Agregat harus mempunyai indeks kepipihan lebih kecil 30 jika diuji dengan BS 812. b. Aspal Emulsi yang digunakan tipe CMS-2 atau CMS-2h yang memenuhi AASHTO M 208-81. 3.5.2 Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (DGEM) a. Agregat yang dihasilkan oleh Crushing Plant harus bersih, keras dan awet. Agregat berupa batu pecah, kerikil bercampur pasir, abu batu atau terak. Nilai abrasi Los Angeles agregat kasar lebih kecil dari 40 %, kecuali untuk lapis aus mempunyai nilai lebih besar dari 35 % pada 500 putaran. b. Agregat halus terdiri dari salah satu atau lebih pasir hasil pecahan batu atau pasir alam yang bebas dari gumpalan atau butiran lempung atau tanah. c. Bahan pengisi jika 'dibutuhkan untuk menghasilkan campuran harus berupa Semen PC maksimum 2 %. 7

Tabel 111-3. Batasan Komposisi Campuran Emulsi Bergradasi Terbuka (OGEM) Sifat Satuan Lapisan Pengasar Lapisan Base Ukuran 25,00 mm 100 100 19,00 mm 100 80-100 12,50 mm persen 100-9,50 mm lewat 80-100 20-55 6,75 mm 10-40 5-30 2,36 mm 0 10 0 5 1,18 mm 0 5-75 mikron 0-2 0-2 Tebal lapisan nominal mm 25 - Kadar aspal efektif % berat 3,9 3,3 total Minimum kadar emulsi % berat 6,6 5,7 total campuran Tabel 111-4. Persyaratan Sifat Campuran Emulsi Bergradasi Terbuka (OGEM). Sifat Satuan Lap.Binder Lap. Aus Penyelimutan I % > 75 > 75 Jumlah Pengaliran Air Jumlah tercuci % Bitumen sisa terhadap berat agregat % Bitumen sisa terhadap berat agregat < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 Tebal minimum Efektif Film Bitumen mikron 20 20 8

Tabel III-5. Persyaratan Gradasi Agregat Kasar Untuk Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (DGEM). Saringan (mm) Ukuran (ASTM) Presentase Berat Yang Lewat Untuk Semua DGEM 50,0 2" 100 37,5 1 1/2 90-100 25,0 1 20-100 12,5 1/2 5-100 9,5 3/8 0-100 4,75 #4 0-30 2,36 #8 0-10 0,075 #200 0-5 Tabel 111-6. Persyaratan Gradasi Agregat Halus Untuk Campuran Aspal Bergradasi Terbuka. Saringan (mm) Ukuran (ASTM) Presentase Berat Yang Lewat Untuk Semua DGEM 9,5 3/8 100 4,75 #4 90-100 2,36 #8 20-100 0,60 #30 5-100 0,075 #200 1-11 9

IV. PELAKSANAAN 4.1 Pelaksanaan Pekerjaan Burtu dan Burda 4.1.1 Penyemprotan Bahan Pengikat Ketidakrataan penggunaan aspal cenderung akan mengurangi umur pelaburan (batuan akan terlepas karena kekurangan aspal atau permukaan akan licin karena kelebihan aspal). Oleh karena itu diperlukan seorang operator yang berpengalaman. Distributor harus dikalibrasi terlebih dahulu dan diuji sebelum dibawa ke lapangan. Untuk mencapai keberhasilan pelaburan maka peralatan yang dibawah standar harus ditolak. Harus dimonitor jumlah penggunaan yang dicapai setiap lintasan penyemprotan (volume dipstick dalam liter /luas area dalam m 2 ) dan menjaga agar tinggi batang penyemprot serta sudut nozel disetel secara tepat pula. Takaran penggunaan untuk pelaburan lapis pertama: SR = (0,138 ALD + e) x Tf (liter/m 2 ) Dimana : ALD = ukuran rata-rata terkecil (mm) dari setiap stockpile e = jumlah emulsi yang diperlukan untuk mengisi rongga tekstur di bawahnya (lihat Tabel IV-1). Tf = angka faktor yang tergantung pada volume lalulintas (lihat Tabel IV-2) Takaran lapis kedua SR = SR = 0,8 liter/m 2, untuk Burda-1 dan 0,6 liter/m 2, untuk Burda-2. Takaran yang dicapai harus dimonitor setiap lintasan penyemprotan seperti halnya pada pelaksanaan lapis resap.panjang lintasan penyemprotan minimum 100 meter sehingga takaran dapat dimonitor secara tepat. 10

11

12

13

14

15

16

Tabel IV-1. Jumlah Emulsi Yang Diperlukan Untuk Mengisi Tekstur Di Bawahnya. Tabel IV-2. Angka Faktor Yang Tergantung Pada Lalu-lintas 17

Rumus untuk pengendalian mutu volume penyemprotan W = N x S, dimana : W = lebar efektif yang disemprot W = jumlah lubang nozzle pada batang penyemprot W = jarak setiap nozzle yang digunakan (0,1 m) Luas efektif yang disemprot = L x W = L x N x 0,1 (m 2 ) Volume pemakaian = volume awal - volume akhir L xnx0,1 Sebelum penyemprotan dipasang lembaran kertas tebal penutup (misal: kertas semen) pada tempat awal dan akhir penyemprotan guna mendapatkan batas permukaan yang rapih. Pasang tanda (misal: dengan benang/tambang) pada batas tepi pengaspalan untuk pedoman operator. Asphalt Distributor dijalankan di atas kertas penutup awal dan pipa penyiraman dibuka. Asphalt Distributor dijalankan dengan kecepatan konstan sampai batas akhir. Penyemprotan emulsi kedua dilakukan setelah pemadatan lapis pertama. 4.1.2 Penghamparan Batuan Agregat penutup (chip) harus dihampar segera setelah penyemprotan lapis pengikat dan harus selesai dalam waktu 5 menit (maksimum 25 m di belakang Aspal Sprayer) terhitung selesainya penyemprotan. Takaran penggunaan batuan yang tepat ditetapkan secara visual. Pada saat pertama batuan dihampar, permukaan lapis binder (hingga 30 % luas hamparan) akan tampak di antara permukaan batuan tersebut. Bila kemudian hamparan batuan digilas seluruh permukaan bitumen tadi harus tertutup. Jika lebih dari 5 % batuan tidak melekat pada binder maka berarti jumlah batuan yang digunakan berlebihan. Agregat di- 18

19

CHIP SESUDAH DILEWATI KENDARAAN ( SUATU PEMECAHAN DAN PEMBENAMAN ) Gambar 7 Contoh hasil penghamparan agregat dengan ukuran agregrat dan penghomparan yang benar. 20

hampar merata di atas lapisan yang telah disemprot dengan menggunakan Chip Spreader. Setiap bagian yang tidak ter tutup hamparan agregat harus segera ditutup kembali. Penghamparan agregat agar sesuai dengan spesifikasi. Pelaburan yang menggunakan agregat penutup berukuran lebih kecil sebaiknya digunakan bila lapisan bawahnya adalah campuran aspal HRS atau Aspal Beton, karena batuan yang berukuran lebih besar jika dipasang di atas permukaan yang licin akan mudah lepas akibat lalu-lintas. 4.1.3 Penggilasan dan Penyapuan Penggilasan dengan Pneumatic Tyre Roller harus segera dimulai setelah batuan Burtu atau lapis pertama Burda ditaburkan, dan Pneumatic Tyre Roller dengan kecepatan 5 km/jam harus melakukan enam lintas di seluruh area. Batuan yang telah dipadatkan ini harus disapu dalam waktu 24-48 jam setelah pemadatan untuk membuang kelebihan batuan dan sebelum lapisan kedua dimulai sehingga tidak memecahkan kaca kendaraan yang lewat. 4.2 Pelaksanaan Pekerjaan Campuran Dingin 4.2.1 Pengendalian Lalu-lintas Keamanan pekerja maupun pemakai jalan pada saat pekerjaan harus dijaga. Pengaturan arus lalu-lintas dilakukan dengan menempatkan rambu-rambu atau kerucut lalulintas pada daerah kerja. Lalu-lintas dijaga agar tidak lewat di atas pekerjaan baru sebelum 3 kali lintasan pemadatan. Jika keadaan memaksa harus diberi rambu dengan tulisan "Aspal Cair" dan "20 km/jam". Kerucut lalu-lintas ditempatkan guna membatasi perkerasan yang belum dipadatkan. Pengawasan dan pengendalian penuh lalu-lintas dilakukan selama 48 jam. 21

4.2.2 Pekerjaan Persiapan - Lubang-lubang atau tonjolan-tonjolan dari bahanbahan perusak dikeluarkan dengan memakai penggaruk baja. - Bersihkan permukaan perkerasan lama dengan sapu atau peniup debu atau sikat kawat sebelum diberikan lapis resap pengikat dengan luas area yang dibersihkan dilebihkan 20 cm dari tiap-tiap tepi. - Semprotkan aspal emulsi jenis Rapid Setting sebagai lapis resap pengikat sebanyak 0,8 liter per meter persegi. 4.2.3 Pencampuran Emulsi Campuran Dingin Menggunakan Beton Molen - Pertama-tama bersihkanlah Beton Molen dari sisasisa campuran aspal yang masih tertinggal dari sisa pekerjaan terdahulu dengan menggunakan air. - Putarlah Beton Molen dengan kecepatan yang rata antara 25 sampai 30 putaran per menit. - Takarlah agregat sesuai dengan jumlah yang diperlukan untuk masing-masing fraksi batuan. - Masukkan batuan secara berurutan dimulai dari batuan kasar, sedang dan halus. - Periksa dengan tangan kelembaban batuan yang sedang dicampur. Bila batuan terlalu kering beri tambahan air secukupnya. - Setelah batuan tercampur merata maka tuanglah aspal emulsi sesuai dengan takaran secara perlahanlahan dan penuangannya tidak terlalu tinggi dari bibir Beton Molen. - Kontrol keadaan Campuran dan Usahakan agar proses pencampuran sekitar 6 menit. - Agar pencampuran berhasil baik, untuk satu Beton Molen tahap penuangan bahan dilakukan dalam 3 tahap dan setelah melakukan 10 kali pencampuran alat Beton Molen dibersihkan kembali. 22

4.2.4 Pengangkutan, Penghamparan dan Pemadatan Perkerasan Campuran Dingin Pengangkutan campuran ke lokasi penghamparan dilakukan dengan menggunakan Dump Truck. Truck untuk mengangkut campuran harus mempunyai alas logam, bersih dan rata. Badan Truck disemprotkan air sedikit, minyak bakar encer atau larutan kapur untuk mencegah campuran melekat pada alas Truck. Campuran yang akan dihampar hendaknya masih berwarna coklat. Mengingat bahan ini bersifat permeable maka penting bahwa permukaan yang ada bebas aliran air dan harus kedap air sebelum bahan campuran dihampar. Penghamparan dilakukan memakai Asphalt Finisher. Pemadatan dilakukan dengan Tandem Roller dan Pneumatic Tyre Roller. Pemadatan awal dilakukan dengan Tandem Roller sebanyak 2-4 kali lintasan dengan kecepatan 5 km/jam. Penggilasan harus dimulai dari tepi yang lebih bawah dan berpindah ke arah bagaian tengah. Abu batu atau pasir dapat diberikan secara merata dengan takaran 2-4 k/m 2. Pemadatan lanjutan dengan menggunakan Pneumatic Tyre (Pemadatan Akhir) Roller sebanyak 2-10 lintasan. Hasil pemadatan perkerasan masih berwarna coklat. Sebelum jalan dibuka untuk dilalui oleh lalulintas hendaknya permukaan perkerasan ditaburi dengan pasir halus guna melindungi kontak langsung antara ban kendaraan dengan permukaan perkerasan. Apabila turun hujan pada saat setting belum sempurna, maka perkerasan dilabur dengan aspal dan pasir. Untuk mengetahui kapan proses penguapan air dalam campuran perkerasan telah 100% atau mendekati 100 %, maka diambil contoh dengan berbagai kadar emulsi diudara terbuka namun terlindung dari sinar matahari. (kurang lebih sekitar 9 hari). Proses setting telah sempurna apabila perkerasan telah berubah menjadi warna hitam. Pembukaan jalan dilakukan setelah 6 jam penghamparan dengan kecepatan rendah. Pemberian lapisan pasir yang agak kasar akan melindungi perkerasan dari roda kendaraan. 23

LAMPIRAN

DAFTAR BUKU STANDAR DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA NO. JUDUL BUKU NO. REGIRTRASI 1. Peta Klasifikasi Fungsi Jalan Seluruh Indonesia Desember 1986 (Tentative) 2. Produk Sandar Untuk Jalan Perkotaan Februari 1987 3. Standar Specification For Geometric Design Of Januari 1988 Urban Roads 4. Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Januari 1988 Perkotaan 5. Manual Pemeliharaan Jalan 03/MN/B/1983 6. Panduan Survai dan Perhitungan Waktu Perjalanan 001/T/BNKT/1990 Lalu-lintas 7. Panduan Survai Wawancara Rumah 002/T/BNKT/1990 8. Petunjuk Perambuan Sementara Selama Pelaksanaan 003/T/BNKT/1990 Pekerjaan 9. Petunjuk Tertib Pemanfaatan Jalan 004/T/BNKT/1990 10. Petunjuk Pelaksanaan Pemasangan Utilitas 005/T/BNKT/1990 11. Petunjuk Pelaksanaan Pelapisan Ulang Jalan 006/T/BNKT/1990 PadaDaerah Kereb Perkerasan dan Sambungan 12. Petunjuk Perencanaan Trotoar 007/T/BNKT/1990 13. Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan 008/T/BNKT/1990 14. Petunjuk Pelaksanaan Perkerasan Kaku(Beton Semen) 009/T/BNKT/1990 15. Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan 010/T/BNKT/1990 di Wilayah Perkotaan 16. Standar Spesifikasi Kereb 011/S/BNKT/1990 17. Petunjuk Perencanaan Marka jalan 012/S/BNKT/1990 18. Petunjuk Lokasi dan Standar Spesifikasi Bangunan 013/S/BNKT/1990 Pengaman Tepi Jalan 19. Tata Cara Perencanaan Pemisah 014/T/BNKT/1990 20. Tata Cara Perencaanaan Peberhentian Bus 015/T/BNKT/1990 21. Tata Cara Pelaksanaan Survai Inventarisasi Jalan 016/T/BNKT/1990 dan Jembatan Kota 22. Tata Cara Pelaksanaan Survai Perhitungan 017/T/BNKT/1990 Lalu-lintas Cara Manual 23. Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan 018/T/BNKT/1990 Kota 24. Tata Cara Pemasangan Rambu dan Marka 001/T/BNKT/1991 Jalan Perkotaan 25. Tata Cara Perencanaan Persimpangan Sederhana 002/T/BNKT/1991 Jalan Perkotaan 26. Standar Perencanaan Geometrik Untuk 003/T/BNKT/1992 JalanPerkotaan 27. Tata Cara Survai Pendahuluan Jembatan di 004/T/BNKT/1991 Daerah Perkotaan 28. Tata Cara Survai Kondisi Jalan Kota 005/T/BNKT/1991 29. Tata Cara Penomoran Ruas dan Simpul Jalan Kota 006/T/BNKT/1991 30. Tata Cara Menyusun RPL dan RKL AMDAL Jalan 007/T/BNKT/1991 Perkotaan 31. Tata Cara Perencanaan Lansekap jalan 008/T/BNKT/1991

No. JUDUL BUKU NO. REGISTRASI 32. Spesifikasi Tanaman Lansekap Jalan 009/T/BNKT/1991 33. Tata Cara Pemeliharaan Perkerasan Kaku Rigit 010/T/BNKT/1991 Pavement) 34. Spesifikasi Penguatan Tebing 011/T/BNKT/1991 35. Spesifiksasi Lampu Penerangan Jalan Perkotaan 012/T/BNKT/1991 36. Standar Specification For Geometric Design of Urban Roads 37. Petunjuk Praktis Penataan Penghijauan Jalan dan Lingkungan 38. Tata Cara Pemasangan Blok Beton Terkunci untuk Permukaan Jalan Maret 1992 001/BNKT/1992 SNI03-2403-1991 (SK SNI T-04 1990-F) 39. Tata Cara Pelaksanaan Teluk Bis SK SNI T-40 1991-03 40. Tata Cara Pemasangan Ultilitas di Jalan SK SNI T-18 1991-03 41. Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan SK SNI T-22 1991-03 42. Spesifikasi Kurb Beton untuk Jalan SNI-03-2442-1991 SK SNI S-02 1990-F) 43. Spesifikasi Trotoar SNI-03-2442-1991 SK SNI S-03 1990-F) 44. Spesifikasi Bukan Pemisah Jalur SNI-03-2442-1991 SK SNI S-04 1990-F) 45. Spesifikasi Bangunan Pengaman Tepi Jalan SNI-03-2442-1991 SK SNI S-07 1990-F) 46. Tata Cara Perencanaan Persimpangan Sebidang Jalan Perkotaan 001/T/BNKT/1992 47. Spesifikasi Perencanaan Lansekap Jalan pada Persimpangan 48. Tata Cara Penanaman Tanaman Lansekap Jalan Perkotaan 002/T/BNKT/1992 003/T/BNKT/1992 49. Standar Produk untuk Jalan Perkotaan Volume II 004/T/BNKT/1992 50. Tata Cara Pelapisan Ulang dengan Campuran Aspal Emulsi 005/T/BNKT/1992