Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pemanasan global (global warming) semakin terasa di zaman sekarang ini.

I. PENDAHULUAN. pemanfaatan energi terbarukan menjadi meningkat. Hal ini juga di dukung oleh

TURBO Vol. 6 No p-issn: , e-issn: X

Kata kunci : PATS, PCM, TES, HTF, paraffin wax, proses charging

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

I. PENDAHULUAN. Pengembangan energi ini di beberapa negara sudah dilakukan sejak lama.

Kata kunci : PATS, PCM, TES, HTF, paraffin wax, proses charging

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN

BAB II LANDASAN TEORI

PERANCANGAN TANGKI PEMANAS AIR TENAGA SURYA KAPASITAS 60 LITER DAN INSULASI TERMALNYA

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Perbandingan Perhitungan OTTV dan RETV Gedung Residensial Apartement.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu persyaratan ruangan yang baik adalah ruangan yang memiliki

PERANCANGAN THERMAL ENERGY STORAGE PADA KOLEKTOR SURYA BERBENTUK TABUNG SILINDER

PENINGKATAN KAPASITAS PEMANAS AIR KOLEKTOR PEMANAS AIR SURYA PLAT DATAR DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENYIMPAN KALOR

Perbandingan Perhitungan OTTV dan ETTV Gedung Komersial - Kantor

BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air. Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pendingin Ruangan (Air Conditioning) Di Gedung Direktorat Politeknik Negeri Pontianak

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERHITUNGAN ULANG SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA GERBONG KERETA API PENUMPANG EKSEKUTIF MALAM (KA. GAJAYANA)

BAB I PENDAHULUAN. refrijerasi. Teknologi ini bisa menghasilkan dua hal esensial yang

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

OPTIMASI PENGGUNAAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KERJA DENGAN MENGATUR PERBANDINGAN LUAS JENDELA TERHADAP DINDING

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

STUDI EVALUASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KAMPUS BUKIT JIMBARAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE

9/17/ KALOR 1

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

Muhammad Nadjib 1), Suhanan 2) Jl. Grafika No. 2, Kompleks UGM, Yogyakarta

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING

ANALISA KONSERVASI ENERGI SELUBUNG BANGUNAN BERDASARKAN SNI STUDI KASUS: GEDUNG P1 DAN P2 UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Saran. 159

KAJI EKSPERIMENTAL ALAT UJI KONDUKTIVITAS TERMAL BAHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

RANCANG BANGUN KONVERSI ENERGI SURYA MENJADI ENERGI LISTRIK DENGAN MODEL ELEVATED SOLAR TOWER

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA

STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC)

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON

BAB III PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN. Perhitungan beban pendinginan office PT. XX yang berlokasi di Jakarta

RANCANG BANGUN TEMPORARY AIR CONDITIONER BERBASIS PENYIMPANAN ENERGI TERMAL ES

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

METODOLOGI PENELITIAN

KAJIAN JURNAL : PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL BATA MERAH PEJAL

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012

ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA

BAB IV ANALISA DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN

BAB III PERANCANGAN.

BAB IV PERHITUNGAN PENDINGIN GEDUNG

OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DAMPAK PENGGUNAAN DOUBLE SKIN FACADE TERHADAP PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK UNTUK PENERANGAN DI RUANG KULIAH FPTK BARU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA:

PERHITUNGAN DAN METODE KONSTRUKSI SISTEM PENDINGINAN TERHADAP AUDITORIUM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Perancangan dan Pengujian Pemanas Air Tenaga Surya yang disertai Material Berubah Fasa (PCM) sebagai Medium Penyimpan Panas

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALATIHAN SOAL BAB 9

DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin

Perancangan Desain Ergonomi Ruang Proses Produksi Untuk Memperoleh Kenyamanan Termal Alami

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

III. METODOLOGI PENELITIAN. terhadap temperatur ruangan ini dilakukan melalui beberapa prosedur, yaitu:

ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN PANAS DAN PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING BERBAHAN BAKAR GAS DENGAN VARIABEL TEMPERATUR LINGKUNGAN

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

PENGUJIAN PROSES CHARGING KONTAINER INKUBATOR BAYI MENGGUNAKAN PCM DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambahnya ketinggian jelajah (altitude) pesawat maka tekanan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KALOR. system yang lain; ini merupakan dasar kalorimetri, yang merupakan pengukuran kuantitatif pertukaran kalor.

Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto)

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV: KONSEP Pendekatan Konsep Bangunan Hemat Energi

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

BAB I PENDAHULUAN. ruangan. Untuk mencapai kinerja optimal dari kegiatan dalam ruangan tersebut

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

ALAT PENGERING SINGKONG TENAGA SURYA TIPE KOLEKTOR BERPENUTUP MIRING

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingkat kehidupan dan perkembangan teknologi, kebutuhan

PEMINAR PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT. Oleh: Ir. Harman, M.T.

PERHI TUNGAN BEBAN PENDI NGI N PADA RUANG LABORATORI UM KOMPUTER PAPSI - I TS

PENENTUAN KOEFISIEN ABSORBSI DAN IMPEDANSI MATERIAL AKUSTIK RESONATOR PANEL KAYU LAPIS (PLYWOOD) BERLUBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE TABUNG

Pengembangan RS Harum

SEMINAR PROPOSAL TUGAS AKHIR OPTIMASI PENGGUNAAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KERJA DENGAN MENGATUR PERBANDINGAN LUAS JENDELA TERHADAP DINDING

FISIKA TERMAL Bagian I

MENGAMATI ARUS KONVEKSI, MEMBANDINGKAN ENERGI PANAS BENDA, PENYEBAB KENAIKAN SUHU BENDA DAN PENGUAPAN

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

Transkripsi:

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Lia Laila Prodi Teknologi Pengolahan Sawit, Institut Teknologi dan Sains Bandung Abstrak. Sistem pengondisian udara dibutuhkan untuk menjaga kondisi ruangan tetap sehat dan nyaman. Namun, biaya energi listrik untuk sistem pengondisian udara aktif yaitu Air Conditioning (AC) cukup tinggi. Sehingga diperlukan upaya untuk menurunkan beban pendinginan pada bangunan guna menghemat energi listrik melalui sistem pengondisian udara pasif menggunakan bahan berubah fasa. Bahan berubah fasa (phase change material-pcm) dapat menyimpan energi termal dari lingkungan sehingga temperatur dalam ruangan lebih rendah dan stabil. Penelitian ini mengkaji batako untuk dinding bangunan yang kualitasnya unggul, baik dari segi termal maupun kekuatan struktur. Terdapat dua metode yang dilakukan, yaitu pengujian langsung pada miniatur bangunan dan perhitungan beban pendinginan menggunakan software. PCM yang digunakan adalah minyak kelapa, sedangkan media penyimpannya adalah batu apung. Batu apung yang mengandung PCM dicampurkan dengan semen dan pasir untuk dijadikan batako penyusun miniatur dinding bangunan. Hasil pengujian temperatur pada dinding miniatur bangunan menunjukkan bahwa temperatur ruangan pada bangunan dengan PCM relatif lebih rendah rata-rata 1 C dibandingkan temperatur ruangan bangunan tanpa PCM dan temperatur dinding dalam bangunan dengan PCM lebih rendah sebesar 3,38 C. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa PCM dapat menurunkan beban pendinginan bangunan sekitar 3,8 W/m 2 luas lantai. Menurunnya beban pendinginan diharapkan dapat menurunkan daya AC yang dibutuhkan oleh suatu bangunan sehingga terciptanya penghematan energi. Kata Kunci: Bahan Berubah Fasa, PCM, Temperatur, Beban Pendinginan, Penghematan Energi 1. Pendahuluan Populasi manusia yang meningkat tiap tahun menimbulkan bertambahnya kebutuhan energi. Pertumbuhan konsumsi energi rata-rata 7% per tahun, sedangkan pertumbuhan kebutuhan energi listrik mencapai 9,2% per tahun. Sumber energi yang paling dominan digunakan berasal dari energi tak terbarukan yaitu energi fosil. Sisa pembakaran energi fosil mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan makhluk hidup karena melepaskan gas-gas pencemar udara diantaranya karbondioksida. Karbondioksida merupakan salah satu GRK (Gas Rumah Kaca) yang dapat meningkatkan temperatur permukaan bumi. Temperatur maksimum Indonesia mencapai 33 C pada bulan Oktober (Indonesia Climate, 2012). Hal ini dapat mengganggu produktivitas kerja karyawan di dalam ruangan karena tidak sesuai dengan standar kenyamanan yang berkisar pada temperatur 24 C - 27 C dan kelembaban relatif 55% - 65% (Standar Nasional Indonesia, 2011). Oleh karena itu, perlu adanya sistem pengondisi udara dalam ruangan untuk menunjang terciptanya kenyamanan termal. Sistem AC (Air Conditioning) umumnya digunakan untuk mengondisikan udara dalam bangunan. AC merupakan sistem pengondisi udara aktif. Namun, biaya energi listrik untuk sistem AC dapat mencapai 50% - 70% dari keseluruhan konsumsi energi listrik bangunan (Loekita, 2006). Sehingga perlu adanya alternatif lain untuk mengondisikan udara dalam bangunan yang lebih ramah lingkungan dan dapat menghemat energi listrik, salah satunya menggunakan sistem pengondisian udara pasif. Bahan berubah fasa (Phase Change Material-PCM) dapat digunakan sebagai pengondisi udara pasif. PCM dapat menyimpan panas dalam bentuk kalor laten, yakni kalor yang tersimpan dalam suatu zat untuk mengubah wujudnya dari satu bentuk ke bentuk lain tanpa mengalami kenaikan temperatur. PCM dapat digunakan sebagai bahan campuran untuk dinding bangunan. Bahan berubah fasa tersebut diharapkan dapat menurunkan beban pendinginan pada ruangan dan menghemat energi listrik dengan cara menyimpan energi termal dari lingkungan. SENIATI 2016 Institut Teknologi Nasional Malang A. 85

2. Sistem Pengondisian Udara Sistem pengondisian udara merupakan suatu sistem yang digunakan untuk mengatur dan mempertahankan keadaan udara yang meliputi temperatur, kelembaban relatif, kecepatan sirkulasi udara, maupun kualitas udara dalam suatu ruangan untuk mencapai kondisi sesuai dengan persyaratan kenyamanan dan kesehatan. Perangkat pengondisian udara berfungsi menyerap kalor yang ditimbulkan oleh panas matahari, lampu penerangan, peralatan listrik, dan tubuh manusia. 3. Beban Pendinginan Beban pendinginan dalam bangunan didefinisikan sebagai energi per satuan waktu yang harus dikeluarkan dari dalam bangunan agar temperatur dan kelembaban di dalam ruangan dapat terjaga pada kondisi sesuai desain dan kenyamanan termal. Jumlah energi ini bergantung pada perpindahan kalor yang terjadi antara bangunan dan lingkungan. Beban pendinginan pada ruangan disebabkan oleh pengaruh kalor dari luar maupun dari dalam. Radiasi matahari sebagai sumber kalor dari luar merupakan kalor sensibel yang cukup besar. Radiasi matahari dipengaruhi oleh posisi gedung terhadap mata angin, sudut datang sinar matahari dan lamanya penyinaran. Sedangkan sumber kalor dari dalam ruangan yaitu kalor dari tubuh manusia, lampu penerangan, dan peralatan lainnya. Selain itu, terdapat transmisi kalor melalui beban bangunan secara konduksi, diantaranya adalah kaca, dinding, atap, dan konduksi dari partisi. 4. Pembuatan Batu Apung PCM Batu apung PCM adalah batu apung yang mengandung bahan berubah fasa. Bahan yang digunakan dalam pembuatan batu apung PCM adalah batu apung dan minyak kelapa (lihat Gambar 1). Minyak kelapa tersebut dipanaskan bersama batu apung di dalam tungku (lihat Gambar 1), sehingga minyak masuk ke dalam pori-pori baru apung. Tungku baja ini berukuran diameter 6 in dan tinggi 30 cm. Minyak kelapa membeku pada temperatur 24 C dan mencair kembali pada 26 C. Pada rentang temperatur tersebut, kalor yang masuk tidak berfungsi untuk menaikkan temperatur melainkan untuk merubah fasa dari padat ke fasa cair. 5. Pembuatan Batako (a) (b) (c) Gambar 1. (a) Batu Apung, (b) Minyak Kelapa, (c) Tungku Pemanas Batako yang digunakan untuk pembuatan miniatur bangunan adalah bataton H yang diisi oleh adonan berisi semen, pasir, batu apung, dan air. Bataton merupakan batako yang berlubang dengan ukuran 29 cm x 14 cm x 10 cm. Gambar batako dan bataton H dapat dilihat pada Gambar 2. A. 86 Institut Teknologi Nasional Malang SENIATI 2016

Gambar 2. Bataton H Komposisi adonan yang dimasukkan ke dalam bataton adalah semen: pasir : batu apung PCM = 1 : 2,5 : 1,5. Banyaknya adonan yang dimasukkan ke dalam bataton sesuai dengan volume bagian bataton yang kosong. 6. Pembuatan Miniatur Bangunan Miniatur bangunan dibuat dari bahan dasar kayu dengan ukuran alas 2 m x 1 m, tinggi dinding 1 m, dan tinggi atap 0,3 m dengan kemiringan sekitar 30. Di bagian belakang dan samping miniatur bangunan, dibuat lubang berukuran 20 cm x 10 cm sebagai ventilasi. Untuk membandingkan temperatur dinding batako PCM dan batako non-pcm, miniatur bangunan disekat pada bagian tengah dengan menggunakan bahan kayu yang sama. Bataton yang dibutuhkan untuk pembuatan miniatur bangunan sebanyak 21 buah bataton PCM dan 21 buah bataton non-pcm. Campuran adonan untuk bataton PCM membutuhkan semen sebanyak 12,6 kg, pasir 31,5 kg, batu apung PCM 18,9 kg, dan air 6 L. Sedangkan pembandingnya, bataton non- PCM, menggunakan bataton kosong. Persentase PCM di pada dinding berukuran 1 m x 1m adalah 4,09%. Kerangka miniatur bangunan bagian belakang dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Miniatur bangunan 7. Pengukuran Temperatur pada Miniatur Bangunan Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termokopel tipe K yang dihubungkan pada data acquisition. Data acquisition ini memiliki 8 channel, sehingga terdapat 8 termokopel yang dapat mengukur temperatur secara bersamaan. Alat ini dihubungkan pada komputer sehingga dapat terbaca secara langsung perbandingan temperatur yang terukur oleh termokopel. Pemasangan termokopel pada data acquisition terdapat pada Gambar 4. Titik pengukuran temperatur diambil pada bagian luar dinding, bagian dalam dinding, dan temperatur ruang. Sebagai pembanding, dilakukan pengukuran temperatur lingkungan dan intensitas radiasi matahari. Miniatur bangunan diukur temperaturnya setelah dinding bataton diplester. Selain temperatur, iradiasi matahari pun diukur menggunakan solarimeter. Pengukuran temperatur dan iradiasi pada miniatur bangunan ditunjukkan pada bataton dengan menggunakan metode kedua terdapat pada Gambar 4. SENIATI 2016 Institut Teknologi Nasional Malang A. 87

(a) (b) (c) Gambar 4. (a) Pengukuran Temperatur pada Miniatur Bangunan, (b) Solarimeter, (c) Pemasangan Termokopel pada Data Acquisition Hasil pengukuran temperatur pada dinding bagian dalam dan pada ruangan miniatur bangunan terdapat pada Gambar 5. Gambar 5. Grafik temperatur terhadap waktu pada miniatur bangunan antara dinding PCM dan dinding non-pcm Pada Gambar 5, nampak bahwa dinding dalam PCM memiliki temperatur yang lebih rendah dibandingkan dinding dalam non-pcm. Perbedaan temperatur dinding dalam miniatur bangunan ratarata sebesar 1,76 C. Sedangkan perbedaan temperatur maksimum dinding dalam yang terjadi pada pukul 13:40 yaitu sebesar 3,38 C. Temperatur dinding dalam miniatur bangunan yang lebih rendah menyebabkan temperatur ruangan lebih rendah pula yang terlihat pada Gambar 5. Namun setelah pukul 12, temperatur temperatur ruangan PCM lebih tinggi, hal ini disebabkan karena arah pergerakan matahari. Dinding ruangan PCM terkena sinar matahari, bahkan sinar matahari langsung masuk ke dalam lubang jendela dinding yang mengakibatkan dinding bangunan PCM mendapat radiasi matahari yang relatif lebih tinggi. Temperatur rata-rata ruangan PCM adalah 26,79 C sedangkan temperatur rata-rata ruangan non- PCM adalah 27,71 C. Perbedaan temperatur ruang maksimum terjadi pada pukul 13:33 yaitu sebesar 2,90 C. Sedangkan perbedaan temperatur ruang bangunan PCM dengan ruang bangunan tanpa PCM rata-rata sebesar 1 C. 8. Pengujian Konduktivitas Termal Transmisi kalor pada bangunan secara konduksi salah satunya adalah melalui dinding. Nilai konduktivitas termal pada batako mempengaruhi besarnya beban pendinginan pada dinding. Pengukuran konduktivitas termal dilakukan untuk mengetahui kemampuan batako dalam menghantarkan panas. Batako PCM (batako yang mengandung PCM) diharapkan mempunyai nilai konduktivitas termal yang lebih rendah dibandingkan batako non-pcm. A. 88 Institut Teknologi Nasional Malang SENIATI 2016

Spesimen uji harus memiliki ukuran 20 cm x 10 cm x 5 cm. Terdapat dua jenis batako yang diukur ketahanan termalnya, yaitu batako non-pcm dan batako PCM. Nilai konduktivitas termal batako langsung ditampilkan setelah beberapa menit. Konduktivitas termal yang rendah dapat menghambat masuknya kalor ke dalam ruangan sehingga temperatur dinding dalam bangunan akan lebih rendah dan temperatur ruangan menjadi relatif lebih rendah pula. Dengan demikian, kenyamanan termal pada suatu ruangan akan tercapai dan dapat menghemat energi listrik. Hasil uji konduktivitas termal batako terdapat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Konduktivitas Termal Batako No. Jenis Batako Nilai konduktivitas termal (W/m.K) 1 Batako non-pcm 0.683 2 Batako PCM 0.436 Bataton PCM memiliki nilai konduktivitas termal ekuivalen yang lebih rendah dibandingkan dengan bataton non-pcm. Namun, nilai konduktivitas termal batako PCM tersebut merupakan nilai ekivalen yang hanya relevan pada kurun waktu tertentu, yaitu sekitar pukul 08:00 12:00. Dengan adanya bahan berubah fasa pada batako, maka nilai konduktivitas termal tidak konstan sepanjang waktu tergantung pada fasa PCM pada batako. 9. Pengujian Kekuatan Struktur Batako Pada penelitian ini, diharapkan dapat menghasilkan batako yang baik secara termal maupun kekuatan struktur. Dalam aplikasinya, kekuatan struktur batako untuk bangunan rumah atau gedung harus sesuai standar karena menyangkut keamanan hidup manusia. Pengujian ini dilakukan di Lab. Struktur Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Spesimen yang diuji adalah bataton kosong dan bataton PCM. Spesimen uji diberi beban tekan sampai terlihat retak. Gambar alat uji dan proses pengujian kekuatan batako terdapat pada Gambar 7. Gambar 7. Proses Pengujian Kekuatan Batako Sebelum pembuatan bataton untuk miniatur bangunan, dilakukan uji kekuatan struktur. Terdapat dua jenis bataton yang diuji, yaitu bataton kosong dan bataton PCM. Kekuatan tekan bataton PCM memenuhi kekuatan tekan bruto rata-rata minimum untuk batako pejal mutu I. Hasil uji kekuatan bataton terdapat pada Tabel 2. No. Jenis Batako Tabel 2. Kekuatan Struktur Batako Luas Bidang Tekan (cm 2 ) Beban Maks (kg) Kekuatan Tekan (kg/cm 2 ) 1 Bataton Kosong 246 31500 128 2 Bataton PCM 406 35300 87 SENIATI 2016 Institut Teknologi Nasional Malang A. 89

10. Perhitungan Beban Pendinginan Perhitungan beban pendinginan dilakukan untuk membandingkan beban pendinginan antara bangunan PCM (bangunan yang menggunakan bahan berubah fasa sebagai campuran dinding bangunan) dengan bangunan non-pcm (bangunan yang tidak mengandung PCM). Perhitungan dengan software cooling load calculation Daikin ini menggunakan metode perhitungan beban dengan asumsi tunak. Perhitungan beban pendinginan ini bermaksud melihat efek PCM yang terdapat pada bangunan pada waktu tertentu dan membandingkannya dengan bangunan non-pcm, yaitu pukul 08:00 12:00. Semua data yang digunakan untuk kedua jenis bangunan adalah sama, kecuali nilai konduktivitas termal dari batako. Bangunan yang dianalisis adalah rumah dua lantai dengan luas tanah 280 m2 yang berlokasi di Jakarta. Hasil perhitungan beban pendinginan untuk bangunan standar, bangunan biasa dan bangunan PCM ditunjukkan pada Tabel 3. 11. Kesimpulan Nama Bangunan Tabel 3. Total Beban Pendinginan Konduktivitas Termal (W/mK) Total Beban Pendinginan (W) Bangunan Standar 1,4 31587 Bangunan Biasa 0,683 30568 Bangunan PCM 0,436 29908 Bataton PCM terbukti memiliki kualitas yang unggul, baik secara termal maupun kekuatan struktur. Hal ini telah dibuktikan dengan pengujian temperatur miniatur bangunan, konduktivitas termal batako PCM, dan pengujian struktur bataton. Bahan berubah fasa dapat menurunkan beban pendinginan pada ruangan dengan cara menyimpan kalor dari luar sehingga temperatur ruangan relatif lebih rendah dari bangunan yang tidak menggunakan bahan berubah fasa. 12. Daftar Referensi [1] Amar M. Khudhair and Mohammed M. Farid, A Review on Energy Conservation in Building Applications with Thermal Storage by Latent Heat Using Phase Change Materials, Energy Conversion and Management, 45:263 275, 2004. [2] V.V. Tyagi, S.C. Kaushik, S.K. Tyagi, T. Akiyama, Development of Phase Change Materials Based Microencapsulated Technology for Buildings: A Review, Renewable and Sustainable Energy Reviews 15:1373 1391, 2011. [3] Carrier Air Conditioning Company, Handbook of Air Conditioning System, McGraw Hil, New York, 1965 [4] S. M. Noerbambang, Sistem Pengkondisian Udara, dipresentasikan pada kuliah Sistem Pengkondisian Udara, Bandung, 2011. [5] DACCS-HKGSG, Operation Manual Heat Load Calculation Software, Edisi 2, Daikin Industries, LTD, 2008. [6] Loekita S, Analisis Konservasi Energi Melalui Selubung Bangunan, Dimensi Teknik Sipil, 8-12, 93-98, 2006. [7] Maritje Hutapea, Kebijakan dan Program Pengembangan Bahan Bakar Nabati, Bandung, 2012. [8] Michael J. Moran dan Howard N. Saphiro, Fundamental of Engineering Thermodynamics, Edisi 4, John Wiley & Sons, New York, 2000. [9] (2012) [Online]. Available: http://www.climatetemp.info/indonesia. A. 90 Institut Teknologi Nasional Malang SENIATI 2016