PENGENDALIAN BAHAYA KEBAKARAN MELALUI OPTIMALISASI TATA KELOLA LAHAN KAWASAN PERUMAHAN DI WILAYAH PERKOTAAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 4 TAHUN TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kebutuhan tanah untuk tempat tinggal dan kegiatan aktifitas lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mempunyai tempat penyimpanan barang yang cukup rentan terhadap

BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini perkembangan industri di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL

WALI KOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PENDAHULUAN BAB I. Latar Belakang. Kota Jakarta, ibukota negara sekaligus sebagai pusat ekonomi dan pusat

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aktivitas di kawasan ini menjadi semakin tinggi. Hal ini akan

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Tentang Perberdaan pengetahuan Responden Mengenai Emergency Preparedness Berdasarkan Masa Kerja...

BAB 1 : PENDAHULUAN. potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga

I. PENDAHULUAN. Sebagai Ibukota Negara dan pusat pemerintahan Provinsi Daerah. Khusus Ibukota Jakarta menjadi titik sentral aktivitas pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pusat aktivitas dari penduduk, oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian kota

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

Walikota Tasikmalaya

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAKA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN.

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAMPANYE ANTISIPASI KEBAKARAN DI PEMUKIMAN PADAT

BAB I PENDAHULUAN. Markas Pusat Pemadam Kebakaran Pemkot Semarang 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

TUGAS AKHIR DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANAGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MARKAS PUSAT PEMADAM KEBAKARAN DI SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN. K3 menjadi salah satu bagian penting dalam dunia pekerjaan dewasa ini.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran memiliki visi dan misi sebagai berikut. Visi dan misi Dinas Kebakaran yaitu:

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan aspek fisik maupun aspek sosial dan budaya. Pembangunan

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id

1 Universitas Indonesia

Kata Kunci : Kebakaran, Penanggulangan, Permukiman Padat

DESAIN KESELAMATAN TERHADAP RISIKO KEBAKARAN (FIRE SAFETY ENVIRONMENT AREA) PADA LINGKUNGAN PERUMAHAN & PERMUKIMAN DI DKI JAKARTA.

PERATURAN BANGUNAN /BUILDING REGULATION

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI FASILITAS SAFETY BUILDING SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN DI GEDUNG INSTITUSI PERGURUAN TINGGI

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Keselamatan dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

RPJMD Kab. Temanggung Tahun V I 19

BAB VI RENCANA DAN GAGASAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS TAMMUA

Penggunaan APAR dan Kedaruratan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG

RUMAH DAN PERMUKIMAN TRADISIONAL YANG RAMAH LINGKUNGAN

KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

RPJMD Kab. Temanggung Tahun V 29

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

128 Universitas Indonesia

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2000 TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

PENGENDALIAN BAHAYA KEBAKARAN MELALUI OPTIMALISASI TATA KELOLA LAHAN KAWASAN PERUMAHAN DI WILAYAH PERKOTAAN Yulia Setiani Jurusan Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Pekanbaru yuliasetiani@gmail.com ABSTRAK Terjadinya bencana kebakaran di kota kota besar di Indonesia terutama dikawasan perumahan jumlahnya meningkat dengan cukup cepat. Kawasan perumahan yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi dan jarak antar rumah yang cukup rapat, merupakan salah satu tempat yang sering mendapat bencana tersebut. Penataan lahan perumahan yang mendukung terhadap pengendalian bencana kebakaran dirasa sangat diperlukan. Penelitian ini akan mengkaji undang undang dan peraturan pemerintah lainnya serta standar nasional Indonesia yang terkait dengan pengelolaan kawasan perumahan dan bencana kebakaran. Perbandingan tata kelola lahan perumahan dengan negara lainnya juga ditampilkan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas. Selanjutnya juga diberikan rekomendasi agar pengelolaan tata lahan perumahan dapat mendukung terhadap pengendalian bahaya kebakaran. Kata kunci: Kawasan perumahan, Kebakaran, Peraturan pemerintah, Tata kelola lahan. 1. PENDAHULUAN Kebakaran merupakan bencana yang lebih banyak disebabkan oleh kelalaian manusia (human error) dengan dampak kerugian harta benda, stagnasi atau terhentinya usaha, terhambatnya perekonomian dan pemerintahan bahkan korban jiwa. Informasi yang diperoleh dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui situs sigana.web.id diketahui ada tiga jenis kelas kebakaran di Indonesia, yaitu A, B dan C. Kelas tersebut dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu yang disebabkan oleh benda benda padat seperti kertas, kayu, karet, plastic, busa dsbnya (kelas A), cairan yang mudah terbakar misalnya bensin, solar, minyak tanah, spiritus, alcohol dan lainnya (kelas B), dan terakhir disebabkan oleh listrik (kelas C) Bencana kebakaran merupakan salah satu ancaman bagi perumahan atau gedung dimana saja, apalagi untuk daerah perkotaan. Kebakaran tidak mengenal waktu, bisa terjadi kapan saja. Untuk data kebakaran dapat dilihat jumlah yang terjadi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai data acuan. Informasi dari Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) DKI, Peristiwa kebakaran masih saja menghantui warga Jakarta, khususnya bagi yang tinggal di pemukiman kumuh dan padat. Data tersebut memperlihatkan, hingga 5 Maret 2015 saja sudah terjadi 165 kasus kebakaran. Dari ratusan kasus kebakaran di tahun 2015 ini, kerugian yang diprediksi mencapai Rp 51.1 miliar. Kemudian korban meninggal ada sebanyak dua orang dan luka-luka ada sebanyak 11 orang. Penyebab terbanyak kebakaran, menurut data tersebut adalah diakibatkan korsleting listrik. Korsleting listrik menyebabkan 648 kebakaran di Jakarta sepanjang tahun 2014. Akses jalan yang sempit juga sangat mempengaruhi jalannya proses pemadaman dengan cepat. Petugas kesulitan dengan jalan yang sempit sehingga sulit menjangkau rumah rumah yang terbakar tersebut. Mantra (2005) dalam penelitiannya tentang pencegahan kebakaran pada suatu kawasan perumahan di kota Bandung, menyatakan bahwa akses jalan yang sempit dapat menyulitkan proses pemadaman api jika terjadi kebakaran. Pencegahan kebakaran sebenarnya dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran warga akan bahaya kebakaran. Masyarakat harus bisa mengantisipasi sejak dini akan potensi ancaman kebakaran di lingkungannya masing-masing, dengan mempersiapkan diri menghadapi ancaman kebakaran. Selama ini antisipasi tersebut biasanya dengan menyiapkan hidran saluran air, atau tabung pemadam kebakaran di beberapa titik di kompleks perumahan atau perkantoran. Cara pencegahan tersebut hanya dapat dilakukan bila telah terjadi bencana kebakaran, namun bagaimana agar bencana tersebut tidak menyebar dengan cepat 55

dan menghabiskan sumber daya yang ada belum terlihat selama ini. Diperlukan adanya peraturan yang mengikat baik terhadap pemerintah dan masyarakat (dalam hal ini pengembang perumahan) terhadap bencana kebakaran di lingkungan masyarakat untuk meminimalisir terjadinya kebakaran, dengan adanya rencana tata lahan yang dapat memperkecil resiko kebakaran yang merembet dari satu bangunan ke bangunan yang lain. Terkait dengan hal tersebut, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang pengendalian bencana kebakaran ditinjau dari sisi tata lahan di kawasan perumahan terutama di kota kota besar. Sebagaimana diketahui bahwa dalam beberapa dasawarsa ini di kota kota besar, menengah dan bahkan di kota kota kecil di Indonesia, kawasan perumahan yang diusahakan oleh pengembang perumahan tumbuh dengan pesat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal yang layak. Diperlukan suatu tinjauan terhadap tata guna/kelola lahan perumahan yang mendukung terhadap pengendalian bencana kebakaran tersebut. Undang Undang/Peraturan/Standar Nasional tentang Kawasan Perumahan di Indonesia Beberapa peraturan dan undang undang yang mengatur tentang perumahan dan kawasan pemukiman akan dibahas pada bagian ini. Pembahasan akan difokuskan pada pasal pasal atau bagian dari undang undang atau peraturan tersebut yang terkait dengan pengendalian bencana kebakaran. a. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. Dalam pasal 1 dijelaskan bahwa kawasan perumahan harus dilengkapi fasilitas/utilitas umum yang meliputi antara lain jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan transportasi, dan pemadam kebakaran. Kemudian dalam pasal 7 juga dinyatakan adanya persyaratan teknis berkaitan dengan keselamatan dan kenyamanan bangunan, dan keandalan sarana serta prasarana lingkungannya. b. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam pasal 2 dinyatakan bahwa ada 12 azas yang menjadi landasan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, salah satunya adalah azas keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan. Dalam pasal 16 dinyatakan bahwa pemerintah dalam melaksanakan pembinaan perumahan dan pemukiman mempunyai wewenang menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan kriteria rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman; Dalam pasal 64 tentang perencanaan kawasan permukiman butir 7, bahwa perencanaan pemukiman harus mencakup: peningkatan sumber daya perkotaan atau perdesaan; mitigasi bencana; dan penyediaan atau peningkatan prasarana, sarana, dan utilitas umum. c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 tgl. 16 Maret 2007 tentang Pedoman umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Peraturan ini memuat tentang prinsip prinsip penataan intensitas pemanfaatan lahan. Di sini mencakup mengenai komponen penataan: - Pengaturan blok lingkungan, yaitu perencanaan pembagian lahan dalam kawasan menjadi blok dan jalan, dimana blok terdiri atas petak lahan/kaveling dengan konfigurasi tertentu. Pengaturan ini terdiri atas: bentuk dan ukuran blok, pengelompokan dan konfigurasi blok, dan ruang terbuka dan tata hijau - Pengaturan kaveling/petak lahan, yaitu perencanaan pembagian lahan dalam blok menjadi sejumlah kaveling/petak lahan dengan ukuran, bentuk, pengelompokan dan konfigurasi tertentu. Pengaturan ini terdiri atas: bentuk dan ukuran kaveling, pengelompokan dan konfigurasi kaveling, dan ruang terbuka dan tata hijau - Pengaturan Bangunan, yaitu perencanaan pengaturan massa bangunan dalam blok/kaveling. Pengaturan ini terdiri atas: pengelompokan bangunan, letak dan orientasi bangunan, sosok massa bangunan, dan ekspresi arsitektur bangunan Tata cara pelaksaanaan untuk Peraturan Menteri ini dimuat dalam beberapa Standar Nasional Indonesia, seperti berikut ini. d. SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Standar ini memuat uraian detail prinsip-prinsip perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan. e. SNI 03-2846-1992, tentang Tata Cara Perencanaan Kepadatan Bangunan Lingkungan, Bangunan Rumah Susun Hunian f. SNI 03-1735-1993, Tata Cara Perencanaan Bangunan dan Lingkungan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung 56

g. SNI 03-1736-2000. Tata Cara Sistem Proteksi Pasif untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung Peraturan atau standar di atas semuanya memberi perhatian pada keselamatan, kenyamanan, dan keandalan bangunan perumahan yang dibangun. Aturan dan pedoman yang diberikan lebih fokus pada struktur dan material yang dipakai untuk rumah dan bangunan. Namun tidak ada penjelasan teknis yang detil dan rinci tentang bagaimana pola tata kelola lahan di perumahan yang mendukung terhadap pengendalian bencana kebakaran. Selanjutnya pada bagian pembahasan akan ditampilkan pola penataan lahan yang umumnya terdapat pada kawasan perumahan di kota kota besar di Indonesia. Sebenarnya pemerintah telah mengeluarkan aturan yang cukup mendukung terhadap pengendalian bahaya kebakaran di perumahan melalui Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia No10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Pedoman ini mengatur tentang jarak bangunan yang aman terhadap bahaya kebakaran yaitu untuk bangunan dengan tinggi sampai 8 meter mempunyai jarak minimum 3 meter satu sama lainnya. Tetapi dalam pelaksanaannya tidak semua masyarakat mematuhinya, bahkan bisa dikatakan tidak mengetahui adanya aturan ini. Pada waktu rumah ditempati dalam ukuran asli, biasanya memang antar rumah berjarak bahkan lebih dari 3 meter, namun karena kebutuhan akan ruang yang mendesak, maka dilakukan penambahan bangunan. Penambahan tersebut menyebabkan tidak adanya jarak antara rumah. Dinding rumah pun sudah saling menempel satu sama lainnya. 2. METODOLOGI Metodologi penelitian yang digunakan pada penelitian ini pertama adalah penelusuran pustaka yang terkait dengan penataan perumahan/gedung serta peraturan tentang penanggulangan bencana kebakaran. Literatur yang diperlukan terutama adalah undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan menteri terkait dengan kajian ini. Selanjutnya dilakukan observasi lapangan ke beberapa kawasan perumahan yang ada di kota Pekanbaru, walaupun sebenarnya pengamatan tentang kondisi tata guna lahan di perumahan sudah berlangsung sejak sebelum makalah ini dibuat. Perbandingan dengan kondisi perumahan di Malaysia juga dibuat sebagai bahan untuk pembuatan rekomendasi atas hasil pengamatan. Terakhir adalah usulan atau rekomendasi untuk tata letak bangunan yang mendukung terhadap pengendalian bencana kebakaran. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan ditampilkan sketsa kondisi tata letak bangunan pada beberapa kawasan perumahan di Kota Pekanbaru, yang umumnya juga di Indonesia. Gambar 1 dan Gambar 2 memperlihatkan tata letak bangunan di kawasan perumahan yang umumnya terdapat di negara kita. Gambar 1 terlihat pada satu baris atau blok bisa terdapat 20 rumah, yang berdempet bagian belakangnya. Dengan kata lain hanya ada satu jalan masuk dari arah depan rumah saja. Jika misalnya lebar dan panjangnya 12 x 15 m, 12 m lebar dan 15 m panjang ke belakangnya, maka untuk dua rumah yang berdempet menjadi 30 m (garis a). Jika terjadi kebakaran di bagian belakang rumah rumah nomor R5, R6, R15 atau R16, maka akan cukup menyulitkan bagi pemadam kebakaran untuk menjangkaunya, Bagi rumah nomor R1, R10, R11 dan R20 cukup baik letaknya karena bisa dijangkau dari dua sisi yaitu muka dan samping rumah jika terjadi kebakaran. Pada gambar 2, hal sama juga bisa terjadi, yaitu kurang optimalnya proses pemadaman pada rumah rumah yang terletak di kavling tipe E,B, F dan D. Kemudian dengan posisi tersebut api dapat dengan cepat menjalar antara satu rumah ke rumah lainnya. Kurang lebarnya jalan dalam perumahan yang memenuhi standar sehingga tidak bisa dilewati mobil pemadam kebakaran juga menjadi salah satu halangan dalam proses pemadaman api. Selanjutnya, sering terjadi pada saat peristiwa kebakaran, ada penghuni yang terkepung tidak bisa menyelamatkan diri. Disebabkan oleh akses jalan keluar hanya ada di depan rumah, sehingga dengga kondisi seperti Gambar 1 dan 2 proses evakuasi lebih sulit dilakukan, jika api dengan cepat menyebar keseluruh bagian rumah. Tidak dapat dielakkan lagi, adanya korban jiwa akibat bencana ini, salah satunya adalah karena hal tersebut. Kemudian kelemahan lainnya dari pola atur rumah dibawah adalah sirkulasi udara yang kurang lancar. Udara tidak mengalir dari muka ke belakang rumah. Hal ini juga kurang baik untuk kesehatan penghuni rumah. Walapun hal ini mungkin bisa diatasi dengan menyediakan sedikit ruang udara terbuka di dalam rumah. Namun kebanyakan penghuni menghabiskan semua tanah yang ada untuk dibangun. Kelemahan lain adalah 57

pandangan yang ada hanya satu view saja, yaitu ke bagian belakang rumah. Hubungan dengan tetangga belakang rumah pun kurang terjalin walaupun berdekatan tapi tidak bisa bertegur sapa langsung, salah satu aspek non teknis yang bisa saja terjadi. R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 a Jalan dalam Perumahan Arah depan rumah Gambar 1. Tata letak rumah (blok) yang umumnya di Indonesia Sumber: Simanungkalit (2009) Gambar 2. Jenis-jenis kavling tanah perumahan. Jika melihat pada kondisi perumahan di negara tetangga yaitu Malaysia, terlihat bahwa mereka cukup memperhatikan masalah tata letak bangunan perumahan ini. Gambar 3 memperlihatkan tipikal pola rumah/blok di negara tersebut sebagai bahan perbandingan. Gambar 3 memperlihatkan pola letak rumah umumnya di kawasan perumahan di Malaysia. Terlihat bahwa ada dua tipe jalan, yaitu jalan yang terdapat di bagian belakang masing masing rumah dan jalan ruas utama perumahan. Jika terjadi bencana kebakaran, mobil pemadam dapat masuk ke jalan belakang antara rumah yang dibuat cukup untuk satu mobil pemadam. Sehingga proses pemadaman dapat berjalan optimal. Api dapat segera diatasi, penjalaran api dari rumah ke rumah dapat diminimalisir. Setiap rumah dapat dipadamkan minimal dari 2 sisi (muka dan belakang rumah). Untuk upaya penyelamatan penghuni juga lebih baik, ada dua akses yaitu muka dan belakang rumah. Proses evakuasi dapat lebih cepat, karena kemungkinan terkepung lebih kecil dibanding pola yang ada di Indonesia. Dari segi sirkulasi udara juga lebih baik, udara dapat mengalir dari muka dan belakang rumah, pencahayaan juga lebih optimal. Hal ini sejalan dengan upaya sustanaible environment/building, dimana diharapkan upaya pemakaian energi listrik seminimal mungkin. Namun tentu saja luas lahan yang terpakai untuk jalan akan lebih banyak, dibanding dengan pola yang umumnya ada di Indonesia 58

R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 Jalan antara rumah R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 Jalan dalam Perumahan R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 Gambar 3. Tata letak rumah umumnya di kawasan perumahan di Malaysia Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa pola blok perumahan di Malaysia lebih mendukung terhadap pengendalian bahaya kebakaran untuk kawasan perumahan. Pemerintah di sana nampak sangat ketat terhadap aturan yang sudah dibuat, sehingga pengembang perumahan mematuhi semua peraturan dari pemerintah 4. KESIMPULAN Dari pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu ; - Tata letak bangunan di kawasan perumahan dapat juga mengendalikan bencana kebakaran yang bisa terjadi. Perencanaan yang memperhitungkan adanya bencana kebakaran dapat mengurangi dampak kerugian dari bahaya kebakaran, terutama adanya korban jiwa - Pola letak bangunan di negara Malaysia dapat diadaptasi dengan diberikan penyesuaian dengan kondisi di Indonesia. Hal ini mengingat faktor faktor lain yang berbeda antara 2 negara. Faktor lahan yang semakin berkurang, permintaan akan kebutuhan perumahan yang banyak tentunya harus menjadi pertimbangan. - Pemerintah diharapkan dapat menambahkan dalam aturan2 yang telah ada, pertimbangan akan pengendalian bahaya kebakaran melalui pengaturan tata kelola lahan ini. Jika tidak diatur oleh pemerintah melalui kementrian yang terkait, maka akan sulit menerapkannya. Karena pihak pengembang tentu akan berusaha mengambil profit semaksimal mungkin dengan membangun rumah yang lebih banyak jumlahnya di atas lahan yang ada. - Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan pemerintah/menteri yang berkaitan dengan bahaya kebakaran ini harus lebih diperketat. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan pada Sekolah Tinggi Teknologi Pekanbaru (STT Pekanbaru) yang telah membantu untuk keikutsertaan dalam seminar ini. DAFTAR PUSTAKA Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). www.sigana.web.id Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) DKI. www.jakartafire.net. Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia No10/KPTS/2000. Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. 59

Mantra, I. B. G. W (2005). Kajian Penanggulangan Bahaya Kebakaran Pada Perumahan (Suatu Kajian Pendahuluan Di Perumahan Sarijadi Bandung). Jurnal Permukiman Natah. Vol. 3 N0. 1. Pebruari: 1-61 Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 tgl 16 Maret 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. SNI 03-1733-2004. Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Badan Standardisasi Nasional (BSN) Indonesia. SNI 03-2846-1992, Tata Cara Perencanaan Kepadatan Bangunan Lingkungan, Bangunan Rumah Susun Hunian. Badan Standardisasi Nasional (BSN) Indonesia. SNI 03-1735-1993, Tata Cara Perencanaan Bangunan dan Lingkungan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung. Badan Standardisasi Nasional (BSN) Indonesia. SNI 03-1736-2000. Tata Cara Sistem Proteksi Pasif untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung. Badan Standardisasi Nasional (BSN) Indonesia. Simanungkalit, P., (2009) Menjadi Kaya Melalui Properti. Pusat Studi Property Indonesia. Jakarta Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. 60