2013, No

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2012, No.1156

2 Pecandu Narkotika dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 80 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahg

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : 1. c. bahwa Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Yang Dalam Pr

Indonesia Nomor 5211); 8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit; 9.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG

2016, No Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lemb

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

17. Keputusan Menteri...

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kementerian Sosial RI

SOSIALISASI INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) OLEH : AKBP AGUS MULYANA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

KEBIJAKAN NARKOTIKA, PECANDU DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

PELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI

3 Badan Narkotika Provinsi Sulut, Op Cit, h.43 4 Pasal 1 angka 16 UU No 35 tahun 2009 tentang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

FORMAT LAPORAN REKAPITULASI KLIEN REHABILITASI LAPORAN KEPADA BNN / BNNP / BNN KAB/KOTA REKAPITULASI DATA KLIEN YANG DILAYANI BULAN LEMBAGA..

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Nasional tentang Tata Cara Peningkatan Kemampuan Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial Yang Diselenggarakan oleh Pemerintah/Pemerintah

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

panduan praktis Penjaminan di Wilayah Tidak Ada Faskes Penuhi Syarat

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 25 TAHUN 2011

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang S

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Prosedur Pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon. pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Korban penyalah guna dan

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG

Pertemun Koordinasi Dinas Kesehatan Jawa Tengah

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 57 TAHUN 2013 enkes/s TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADONA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

Pedoman Penyelenggaraan Program Terapi Rumatan Metadona

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

PROGRAM BANTUAN FASILITASI BIAYA PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN KOPERASI BAGI PELAKU USAHA MIKRO DAN ATAU KELOMPOK MASYARAKAT TAHUN 2018

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

1 of 5 18/12/ :36

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

2017, No Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil N

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2016, No Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Pasal 64D ayat (4) Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 05/BC/2012 TENTANG

2013, No.96 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari ta

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DINAS KESEHATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 36/PMK.02/2011 TENTANG PELAKSANAAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MENTERI DAN PEJABAT TERTENTU

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 12.1 TAHUN 2010 TENTANG PEMBIAYAAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN PURWOREJO

Implementasi Kebijakan dan Program AIDS pada Kelompok Pengguna Napza

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 37/PMK.02/2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

Lampiran 1. Struktur organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan

WALIKOTA PROBOLINGGO

Transkripsi:

2013, No.749 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA TATA CARA PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA I. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, khususnya Pasal 55 menyebutkan tentang kewajiban lapor diri bagi pecandu pada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Secara lebih rinci, pelaksanaan wajib lapor diri pecandu narkotika dituangkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika. Melalui program wajib lapor diharapkan pecandu dapat memperoleh bantuan medis, intervensi psikososial, dan informasi yang diperlukan untuk meminimalisasi risiko yang dihadapinya dan memperoleh rujukan untuk perawatan lanjutan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang bersangkutan. Dengan demikian program wajib lapor diharapkan memberi kontribusi nyata atas program penanggulangan dampak buruk yang seringkali dialami pecandu narkotika. Sesuai dengan Pasal 2 dari PP Nomor 25 Tahun 2011, pengaturan wajib lapor pecandu narkotika bertujuan untuk : 1. Memenuhi hak pecandu narkotika dalam mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. 2. Mengikutsertakan orang tua, wali, keluarga, dan masyarakat dalam meningkatkan tanggung jawab terhadap pecandu narkotika yang ada di bawah pengawasan dan bimbingannya. 3. Memberikan bahan informasi bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Fasilitas kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan wajib mempersiapkan diri untuk menjalankan proses penerimaan wajib lapor. Pengaturan Tata Cara Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika ini memuat beberapa hal yang esensial dari proses wajib lapor, yaitu penetapan institusi penerima wajib lapor, penetapan tim penerima wajib lapor, jam layanan wajib lapor, komponen dan prosedur layanan wajib lapor, tarif, jumlah, mekanisme, pembayaran, dan utilisasi dana klaim, serta penerbitan kartu lapor diri.

5 2013, No.749 Mengingat tujuan utama wajib lapor adalah untuk memenuhi hak seseorang dalam mendapatkan proses pengobatan dan perawatan melalui rehabilitasi medis ataupun sosial, maka penerimaan layanan di Institusi Penerima Wajib Lapor tidak hanya ditujukan bagi pecandu narkotika, melainkan juga bagi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza). Dengan demikian cakupan layanan di Institusi Penerima Wajib Lapor diharapkan dapat diperluas. II. PENETAPAN INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) Proses penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dengan terlebih dahulu diusulkan oleh dinas kesehatan setempat, sedangkan persyaratan untuk dapat ditetapkan sebagai IPWL yaitu telah memberikan pelayanan terapi rehabilitasi Napza sebelumnya dan/atau pernah menerima pelatihan di bidang gangguan penggunaan Napza yang tercatat pada Kementerian Kesehatan. III. PENETAPAN TIM PENERIMA WAJIB LAPOR DI IPWL Tim Penerima Wajib Lapor (tim PWL) adalah tim yang terdiri dari dokter sebagai penanggung jawab dan tenaga kesehatan lain yang terlatih dalam bidang adiksi Napza, khususnya yang telah mengikuti pelatihan modul asesmen dan penyusunan rencana terapi (Subdit Napza Pusdiklat Kementerian Kesehatan). Penunjukan tim PWL dilakukan oleh pimpinan IPWL, yaitu Direktur Rumah Sakit/Kepala Balai Kesehatan Masyarakat atau Kepala Puskesmas. Masa kerja tim PWL ditetapkan oleh pimpinan IPWL, diharapkan berlaku sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun. Tim dapat bekerja secara eksklusif untuk proses penerimaan wajib lapor atau bekerja secara paruh waktu, di luar pekerjaan utamanya, bergantung pada ketersediaan sumber daya manusia pada masing-masing IPWL. IV. JAM LAYANAN WAJIB LAPOR Waktu layanan penerimaan wajib lapor pada Rumah Sakit berlaku pada hari kerja, dengan jam layanan menyesuaikan. Apabila waktu layanan pada Puskesmas atau Balai Kesehatan Masyarakat terkendala dengan jumlah pasien dan terbatasnya SDM, dapat berlangsung 2 (dua) hari kerja dalam seminggu, dengan jam layanan menyesuaikan. Pada fasilitas kesehatan yang telah memberikan pelayanan terapi rehabilitasi Napza, jam layanan penerimaan wajib lapor disesuaikan dengan jam layanan terapi rehabilitasi Napza. Jam layanan hendaknya mengakomodasi kebutuhan pasien wajib lapor. V. KOMPONEN DAN PROSEDUR LAYANAN a. Komponen layanan meliputi: 1. Proses wajib lapor 2. Proses konseling adiksi lanjutan (dilakukan setelah menjalani proses wajib lapor)

2013, No.749 6 b. Prosedur layanan proses wajib lapor yaitu: 1. Asesmen menggunakan Formulir Asesmen Wajib Lapor. Formulir Asesmen Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis beserta petunjuk pengisian Formulir sebagaimana tercantum dalam Formulir 1 terlampir. 2. Tes urin (urinalisis) untuk mendeteksi ada atau tidaknya narkotika dalam tubuh pecandu. Alat yang digunakan adalah untuk mendeteksi paling sedikit 3 (tiga) jenis narkotika, yaitu opiat, ganja, metamfetamin, atau MDMA. 3. Pemberian konseling dasar adiksi Napza, yang ditujukan untuk mengkaji pemahaman pasien atas penyakitnya serta pemahamannya akan pemulihan. Pemberian konseling dasar juga dimaksudkan untuk meningkatkan motivasi pasien dalam melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih positif. 4. Bagi pecandu narkotika yang memiliki riwayat penggunaan narkotika dengan cara suntik, diberikan konseling pra-tes HIV dan ditawarkan untuk melakukan pemeriksaan HIV mengikuti prosedur yang berlaku. 5. Pemeriksaan penunjang lain (bila perlu). 6. Pengobatan simtomatik (bila perlu). 7. Penyusunan rencana terapi, meliputi rencana rehabilitasi medis dan/atau sosial, intervensi psikososial yang diperlukan, serta pemeriksaan dan/atau perawatan HIV bila diperlukan. c. Prosedur konseling adiksi lanjutan, yaitu: 1. Dilakukan setelah proses wajib lapor selesai dilaksanakan. 2. Konseling adiksi merupakan bentuk rehabilitasi medis sederhana. 3. Konseling adiksi Napza dilakukan secara berkelanjutan, dengan frekuensi menyesuaikan kondisi pasien, setidaknya berlangsung 4 (empat) kali pertemuan. Konseling dapat bersifat jangka panjang, namun untuk kepentingan klaim hanya ditanggung hingga 8 (delapan) kali pertemuan. d. Prosedur urinalisis yaitu: 1. Monitoring penggunaan narkotika melalui urinalisis secara random, hanya satu kali sepanjang tahun berjalan. Apabila membutuhkan urinalisis lanjutan, biaya dibebankan pada pasien atau sumber lain yang tidak mengikat. 2. Pengambilan sampel urin perlu observasi seksama agar sampel urin sungguh-sungguh berasal dari pasien yang bersangkutan, tidak dicampur dengan air ataupun dengan zat-zat lain. 3. Pemeriksaan sampel urin dalam proses wajib lapor bersifat skrining, menggunakan stik. Biaya yang disediakan untuk proses wajib lapor hanya terkait dengan jasa pelayanan/belanja bahan. Apabila pada IPWL tersebut berlaku sistem karcis

7 2013, No.749 bagi setiap pasien yang datang, maka pasien harus membayar karcis oleh dirinya sendiri. VI. TARIF KLAIM Tarif wajib lapor pecandu narkotika sesuai dengan tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Asesmen dan Penyusunan Rencana Terapi sebesar Rp75.000,00 (tujuh puluh lima ribu rupiah). 2. Konseling Dasar Adiksi Napza Sesi Pertama sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah). 3. Terapi Simtomatik sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah). Apabila pasien menderita gangguan kejiwaan atau penyakit kronis lainnya, maka biaya obat ditanggung sendiri oleh pasien/keluarga/sumber lainnya sesuai ketentuan yang berlaku. 4. Pemeriksaan Urinalisis 3 (tiga) jenis (opiat, ganja, metamfetamin, atau MDMA) dengan rapid tes sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah). Menteri dapat menetapkan perubahan tarif klaim sepanjang diperlukan. VII. JUMLAH KLAIM 1. Untuk proses wajib lapor dengan jumlah paling banyak sebesar Rp275.000,00 (dua ratus tujuh puluh lima ribu rupiah). 2. Untuk proses konseling lanjutan sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) setiap sesi konseling, paling sedikit 4 (empat) kali dan paling banyak 8 (delapan) kali sepanjang tahun berjalan. 3. Untuk monitoring urinalisis sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) sebanyak 1 (satu) kali sepanjang tahun berjalan. VIII. MEKANISME KLAIM Klaim diajukan setiap bulan kepada Subdit Napza Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan. Klaim wajib lapor yang telah diajukan dan dibayarkan pada tahun berjalan tidak dapat diklaim lagi pada tahun berikutnya. Sedangkan untuk klaim yang belum diajukan pada tahun berjalan, dapat diajukan pada tahun berikutnya dengan catatan bahwa klaim tersebut akan diproses mengikuti ketentuan peraturan yang berlaku. Klaim proses wajib lapor mengikuti alur sebagai berikut: Wajib Lapor Kelengkapan administrasi Dikirim ke Subdit Napza Dit Bina Kesehatan Jiwa maksimum tanggal 25 setiap bulannya Verifikasi oleh Tim Verifikator Pembayaran ditujukan ke rekening bank IPWL Persetujuan Pembayaran oleh Direktur Bina Keswa

2013, No.749 8 Berkas administrasi klaim wajib lapor meliputi: 1. Surat permohonan pengajuan klaim 2. Kwitansi asli bermaterai (jumlah total klaim yang diajukan) 3. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) IPWL 4. Fotokopi Rekening Koran IPWL 5. Fotokopi halaman depan rekening IPWL 6. Rekapitulasi penagihan pasien 7. Surat Perintah Tugas (SPT) bila pengajuan klaim di atas Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) 8. Surat Perintah Kerja (SPK) 9. Fotokopi hasil asesmen lengkap dan rencana terapi 10. Fotokopi kartu berobat (kartu pasien) 11. Fotokopi catatan konseling 12. Fotokopi catatan terapi simtomatik (termasuk fotokopi resep obat) 13. Fotokopi hasil urinalisis Dalam hal telah tersedia Sistem Informasi Napza, maka pengiriman berkas hasil asesmen lengkap dan rencana terapi dapat dilakukan dalam bentuk electronic file dan dikirim melalui alamat elektronik kepada Subdit Napza. IX. PEMBAYARAN KLAIM Klaim yang telah lolos verifikasi, diajukan oleh Subdit Napza kepada Kas Negara, dengan melampirkan Surat Perintah Kerja dan Surat Hasil Verifikasi. Pembayaran dilakukan langsung oleh Kas Negara kepada rekening IPWL disertai dokumen Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Salinan SP2D atas klaim yang telah dibayarkan akan dikirimkan oleh Subdit Napza kepada IPWL melalui fax atau email. X. UTILISASI DANA KLAIM Dana klaim yang telah dibayarkan kepada IPWL ditujukan untuk 2 (dua) hal: 1. Biaya operasional tim penerima wajib lapor 2. Pengadaan sarana/prasarana Adapun besaran proporsi kedua hal tersebut, disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing IPWL dan kebijakan daerah. XI. PENERBITAN KARTU LAPOR DIRI 1. Dalam masa transisi setiap peserta (dalam hal ini pasien) wajib lapor memperoleh kartu wajib lapor sementara sesuai Formulir 2 sebagaimana terlampir. 2. Penerbitan kartu lapor diri dalam skema Sistem Informasi Wajib Lapor (SIWAL) akan diatur kemudian.

9 2013, No.749 3. Masa berlaku kartu lapor diri sepanjang pasien aktif mengikuti program terapi rehabilitasi sesuai rencana terapi yang telah disusun. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NAFSIAH MBOI