BAB II ` KAJIAN PUSTAKA. orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2014 TENTANG SISTEM

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 26/PJ/2014 TENTANG SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGANTAR PERPAJAKAN BENDAHARA

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

PENGANTAR PERPAJAKAN BENDAHARA

KEUANGAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Implementasi E-billing Pada Perusahaan CV. TJ

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Definisi pajak menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. telah di tunjuk oleh mentri keuangan. (pasal 1 angka 14 UU, KUP) SSP

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Mekanisme Pemotongan Pajak PPH 22 Pada Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok

BAB II LANDASAN TEORI

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

PERPAJAKAN I KUP PENDAFTARAN NPWP & PEMBAYARAN PAJAK. By : SUHIRMAN MADJID, SE.,MSi.,AK., CA. HP :

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan usaha mengadakan perubahan-perubahan menuju keadaan yang lebih

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Resmi (2013:31) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III

LAPOR SPT TAHUNAN PPh OP MELALUI INTERNET

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

Cara Baru Bayar Pajak Lebih Mudah, Lebih Cepat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 38/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. karena sumber-sumber penerimaan yang lain, selain pajak seperti pendapatan

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Penghasilan : Definisi pajak yang dikemukakan oleh S.I.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan perekonomian Negara dewasa ini, pemerintah

ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH

SISTEM PENERIMAAN NEGARA

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Pelaksanaan Penelitian Dan Pemeriksaan Spt Tahunan Pph Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan Negara dan pembangunan nasional. memenuhi kewajiban dalam bentuk fasilitas telah diberikan untuk mempermudah

BAB II LANDASAN TEORI

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM

DIREKTORAT PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN DISAMPAIKAN PADA OKTOBER

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG

PERKEMBANGAN E-COMMERCE

AKUNTANSI PERPAJAKAN KELOMPOK : IV APRIDA DEWI DEVI JUNIANTY ( ) TASLIM GOTAMI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 213/PMK.04/2008

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

NPWP (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK), WAJIB PAJAK NON EFEKTIF, KODE AKUN PAJAK, SSP, JATUH TEMPO PEMBAYARAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN. 4.1 Kasus yang terjadi di CV. Indo Karya Konsultan terkait e-billing

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Transkripsi:

BAB II ` KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata secara partisipasi dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional. Adapun definisi pajak menurut UU KUP No. 16 tahun 2009, pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Mardiasmo (2016:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran. Pajak juga merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan pemerintahan. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak sebagai berikut. 1) Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang serta aturan pelaksanaanya yang bersifat dapat dipaksakan. 2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi atau jasa timbal individual oleh pemerintah. 7

3) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4) Pajak dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum pemerintah. 2.1.2 Fungsi Pajak Ada beberapa fungsi pajak menurut Waluyo (2010:3) yaitu. 1) Fungsi Anggaran (Budgetair) Fungsi budgetair disebut sebagai fungsi utama pajak atau fungsi fiskal (fiscal function), yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Fungsi ini disebut fungsi utama karena fungsi inilah yang secara historis pertama kali timbul. Di sini pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang terbesar. 2) Sebagai Alat Pengukur Fungsi ini mempunyai pengertian bahwa pajak dapat dijadikan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai contoh, ketika pemerintah berkeinginan untuk melindungi kepentingan petani dalam negeri, pemerintah dapat menetapkan pajak tambahan, seperti pajak impor atau bea masuk, atas kegiatan impor komoditas tertentu. 8

3) Sebagai Alat Penjaga Stabilitas Pemerintah dapat menggunakan sarana perpajakan untuk stabilisasi ekonomi. Sebagian barang-barang impor dikenakan pajak agar produksi dalam negeri dapat bersaing. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga agar defisit perdagangan tidak semakin melebar, pemerintah dapat menetapkan kebijakan pengenaan PPnBM terhadap impor produk tertentu yang bersifat mewah. Upaya tersebut dilakukan untuk meredam impor barang mewah yang berkontribusi terhadap defisit neraca perdagangan. 4) Fungsi Redistribusi Pendapatan Pemerintah dapat menggunakan sarana perpajakan untuk stabilisasi ekonomi. Sebagian barang-barang impor dikenakan pajak agar produksi dalam negeri dapat bersaing. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga agar defisit perdagangan tidak semakin melebar, pemerintah dapat menetapkan kebijakan pengenaan PPnBM terhadap impor produk tertentu yang bersifat mewah. Upaya tersebut dilakukan untuk meredam impor barang mewah yang berkontribusi terhadap defisit neraca perdagangan. 2.1.3 Jenis-jenis Pajak Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua yaitu Pajak Daerah dan Pajak Pusat. Pajak Pusat adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak- Departement Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun 9

Kabupaten/Kota. Ada beberapa Pajak Pusat yang dikelola Oleh Direktorat Jenderal Pajak yaitu. 1) Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lainnya. 2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang pribadi, Perusahaan, maupun Pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang PPN, Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%, sedangkan untuk ekspor tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat perairan dan ruang udara diatasnya. 10

3) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Selain dikenakan PPN, atas barang-barang tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPnBm. yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah adalah. a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat. 2.2 Pajak Penghasilan Umum 2.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (1) pengertian pajak penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh WP, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan WP yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. yang menjadi subyek pajak adalah. 11

1) Orang Pribadi a. Orang pribadi sebagai subyek pajak dapat bertempat tinggal di Indonesia maupun di luar Indonesia. b. Warisan yang belum terbagi sebagai kesatuan, menggantikan yang berhak yaitu ahli waris. Penujukan warisan yang belum terbagi subyek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atau penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan. 2) Badan Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian badan adalah sekumpulan oaring dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha. 3) Bentuk Usaha Tetap Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (Place Of Business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin dan peralatan yang sifatnya permanen dan dipergunakan untuk menjalankan usaha atau kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia. Subyek pajak dibedakan dalam subyek pajak dalam negeri dan subyek pajak luar negeri (Pasal 2 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Adapun yang dinyatakan sebagai subyek pajak dalam negeri adalah. 12

a. Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang yang berada (untuk sementara waktu) di Indonesia lebih dari 183 hari (6 bulan) dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang yang selama satu Tahun Pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; b. Badan yang didrikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, untuk menggantikan yang berhak; d. Badan Usaha Tetap yang mana induk dari BUT tersebut yang berupa badan atau perusahaan berkedudukan di luar negeri tetapi menjalankan kegiatan usaha secara teratur di Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan subyek pajak luar negeri adalah Subyek Pajak yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia. 13

2.3 e-billing 2.3.1 Pengertian e-billing Salah satu fasilitas tersebut adalah sistem pembayaran elektronik (Billing system). Sistem pembayaran pajak secara elektronik adalah bagian dari sistem Penerimaan Negara secara elektronik yang diadministrasikan oleh Biller Direktorat Jenderal Pajak dan menerapkan Billing System. Billing System adalah metode pembayaran elektronik dengan menggunakan Kode Billing. Saat ini Wajib Pajak dapat lebih mudah dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas elektronik yang telah disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran/penyetoran pajak dengan sistem pembayaran pajak secara elektronik. Pembayaran/penyetoran pajak meliputi seluruh jenis pajak, kecuali. 1) Pajak dalam rangka impor yang diadministrasikan pembayarannya oleh Biller Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan 2) Pajak yang tata cara pembayarannya diatur secara khusus. Pembayaran/penyetoran pajak tersebut, meliputi pembayaran dalam mata uang Rupiah dan Dollar Amerika Serikat. Pembayaran dalam mata uang Dollar Amerika Serikat hanya dapat dilakukan untuk Pajak Penghasilan Pasal 25, Pajak Penghasilan Pasal 29 dan Pajak Penghasilan yang bersifat Final yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat. Transaksi pembayaran/penyetoran pajak secara 14

elektronik, dilakukan melalui Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan Kode Billing. Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui Sistem Billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan Wajib Pajak. 2.3.2 Keuntungan Dari e-billing Jika dulu menyetor pajak membutuhkan Surat Setoran Pajak, namun dengan adanya Billing System, Wajib Pajak tidak memerlukan waktu yang lama untuk menyetor pajak, cukup memerlukan device dan internet, Wajib Pajak dapat menyetor pajak dari mana saja. Beberapa keuntungan dari e-billing yang penulis ketahui yaitu. a. Lebih Mudah Wajib pajak tidak perlu lagi mengantri di loket teller untuk melakukan pembayaran. Wajib pajak telah dapat melakukan transaksi pembayaran pajak melalui Internet Banking cukup dari meja kerja atau melalui mesin ATM yang ditemui di sepanjang perjalanan. Wajib pajak juga tidak perlu lagi membawa lembaran SSP ke Bank atau Kantor Pos Persepsi. Sekarang hanya cukup membawa catatan kecil berisi Kode Billing untuk melakukan transaksi pembayaran pajak untuk ditunjukkan ke teller atau dimasukkan sebagai kode pembayaran pajak di mesin ATM atau Internet Banking. Sekarang dapat melakukan transaksi pembayaran pajak hanya dalam hitungan menit dari mana pun berada. Jika memilih teller Bank atau 15

Kantor Pos sebagai sarana pembayaran, sekarang tidak perlu lagi menunggu lama teller memasukkan data pembayaran pajak, karena Kode Billing yang ditunjukkan akan memudahkan teller mendapatkan data pembayaran berdasarkan data yang telah di input sebelumnya Antrian di Bank atau Kantor Pos akan sangat cepat berkurang karena teller tidak perlu lagi memasukkan data pembayaran pajak. b. Lebih Akurat Sistem akan membimbing Wajib Pajak dalam pengisian SSP elektronik dengan tepat dan benar sesuai dengan transaksi perpajakan, sehingga kesalahan data pembayaran, seperti Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran, dapat dihindari. Kesalahan entry data yang biasa terjadi di teller dapat terminimalisasi karena data yang akan muncul pada layar adalah data yang telah diinput sendiri sesuai dengan transaksi. c. Lebih Cepat Wajib Pajak dapat melakukan transaksi pembayaran pajak hanya dalam hitungan menit dari mana pun wajib pajak berada. Wajib Pajak yang memilih Teller Bank atau Kantor Pos sebagai sarana pembayaran tidak perlu menunggu lama saat teller memasukan data pembayaran pajak. Karena kode Billing yang ditunjukkan akan memudahkan teller untuk mendapatkan data pembayaran berdasarkan data yang telah diinput sebelumnya. Disamping itu antrian di Bank atau Kantor Pos akan sangat 16

cepat berkurang karena teller tidak perlu lagi memasukkan data pembayaran pajak. 2.3.3 Kerugian Dari E-Billing Tidak hanya mempermudah dalam membayar pajak, sistem e-billing ini juga mempunyai kelemahan seperti terjadinya gangguan pada jaringan internet saat pengisian SSE ataupun pembayaran pajak. Hal tersebut dapat membuat sedikit terhambatanya pembayaran yang dilakukan wajib pajak. 2.3.4 Perbedaan Antara e-billing Versi I dan e-billing Versi II Secara filosofis tidak ada perbedaan mendasar antara dua aplikasi e-billing pajak tersebut. Urutan logikanya sederhana yaitu datar, men-generate kode billing pajak, dan gunakan kode billing tersebut untuk membayar pajak. Ada beberapa perbedaan mendasar dari e-billing seperti pada Tabel 2.3 berikut. Tabel 2.3 Perbedaan Antara e-billing Versi I dan e-billing Versi II No E-Billing Pajak Generasi I 1 Alamat Situsnya : http://djponine.pajak.go.id 2 Laman situs tersebut tidak terintegrasi atau berdiri sendiri. E-Billing Pajak Generasi II Alamat Situsnya : http://sse.pajak.go.id Fitur e-billing Pajak (SSE) terintegrasi di situs DJP Online. 3 Kemampuan men-generate kode billing pajak untuk pemungut hanya terbatas pada bendahara. Dapat men-generate kode billing pajak untuk pemotongan/pemungutan yang lebih luas termasuk bagi lawan transaksi yang tidak bernpwp. 4 Satu akun (username) terpisah Satu akun (username) untuk beberapa layanan situs yang terhubung ke situs DJP Online 17

5 Satu alamat email dapat didaftarkan berkali-kali. 6 Pendaftaran baru tidak menggunakan e-fin. Satu alamat email hanya dapat didaftarkan satu kali. Pendaftaran baru mensyaratkan adanya e-fin. Sumber. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 & Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2007 2.3.6 Batas Waktu Pembayaran Pajak SPT Masa Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan dan Bendaharawan berdasarkan jenisnya. Menurut prosedurnya setelah membuat e-billing dan mencetak kode billingnya maka WP wajib membayar pajak sesuai dengan jadwal pembayaran yang selama ini dilakukan. Ada pun batas waktu pembayaran pajak masa yang sudah ditentukan seperti pada Tabel 2.3 berikut. Tabel 2.3 Batas Waktu Pembayaran Pajak SPT Masa Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan dan Bendaharawan berdasarkan jenisnya No Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran 1 PPh Pasal 4 ayat (2) Tgl 10 bulan berikutnya 2 PPh Pasal 15 Tgl 10 bulan berikutnya 3 PPh Pasal 21/26 Tgl 10 bulan berikutnya 4 PPh Pasal 23/26 Tgl 10 bulan berikutnya 5 PPh pasal 25 Tgl 10 bulan berikutnya (Angsuran Pajak) untuk Wp Orang Pribadi dan 18

Badan 6 PPh Pasal 22, PPN dan 1 hari setelah dipungut PPnBM oleh Bea Cukai 7 PPh Pasal 22 (Bendahara Pemerintah) 8 PPh Pasl 22 Pada hari yang sama saat penyerahan barang Sebelum delivery order dibayar (Pertamina) 9 PPh Pasal 22 Tgl 10 bulan berikutnya (Pemungut Tertentu) 10 PPN dan PPnBM (PKP) 11 PPN dan PPnBM (Bendaharawan Pemerintah) 12 PPN dan PPnBM (Pemungut Non Bendaharawan) 13 PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, 21, 23, PPN dan PPnBM untuk WP kriteria tertentu Akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan Tgl. 7 bulan berikutnya Tgl. 15 bulan berikutnya Sesuai batas waktu per SPT Masa Sumber. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 & Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2007 19

2.3.7 Batas waktu pembayaran Pajak Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan dan Bendaharawan berdasarkan jenisnya Menurut prosedurnya setelah membuat e-billing dan mencetak kode billingnya maka WP wajib membayar pajak sesuai dengan jadwal pembayaran yang selama ini dilakukan. Ada pun batas waktu pembayaran pajak tahunan yang sudah ditentukan seperti pada Tabel 2.3 berikut. Tabel 2.3 Batas waktu pembayaran Pajak Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan dan Bendaharawan berdasarkan jenisnya No Jenisnya Batas Waktu Pembayaran 1 PPh Orang Pribadi Sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan 2 PPh Badan Sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan 3 PBB 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT Sumber. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 & Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 JO. 80/PMK.03/2010 2.3.8 Sanksi Terlambat atau Tidak Membayar Pajak Sanksi keterlambatan membayar pajak pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu atas keterlambatan membayar SPT Masa misalnya sanksi terlambat membayar PPh pasal 21 atau terlambat membayar PPN dan SPT Tahunan. 1) Sanksi terlambat membayar SPT Masa Pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak dan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo 20

pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. (Pasal 9 ayat (2a) UU Nomor 28 Tahun 2007). 2) Sanksi terlambat membayar SPT Tahunan PPh pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan dan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu pembayaran SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. (Pasal 9 ayat (2b) UU Nomor 28 Tahun 2007). 2.3.9 Dasar Hukum Penerapan System e-billing 1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang- Undang. 2) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik. 3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 26/PJ/2014 tentang Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik. 21

22