PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARETMESH #80 PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

BAB III LANDASAN TEORI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

METODOLOGI PENELITIAN

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

NASKAH SEMINAR INTISARI

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

BAB III LANDASAN TEORI

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

BAB I PENDAHULUAN. terjadi berlebihan (overload) atau disebabkan oleh Physical Damage Factor (P.D.F.)

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA CAMPURAN ASPAL BETON

PERBANDINGAN FILLER PASIR LAUT DENGAN ABU BATU PADA CAMPURAN PANAS ASPHALT TRADE BINDER UNTUK PERKERASAN LENTUR DENGAN LALU LINTAS TINGGI

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

BAB III METODE PENELITIAN. aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

PENGARUH SIFAT FISIK AGREGAT TERHADAP RONGGA DALAM CAMPURAN BERASPAL PANAS

BAB III METODELOGI PENELITIAN. (AASHTO,1998) dan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan tahun 2010.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PERENCANAAN GRADASI AGREGAT CAMPURAN. dari satu fraksi agregat yang penggabungannya menggunakan cara analitis.

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB III METODE PENELITIAN. Berikut adalah diagram alir dari penelitian ini : MULAI. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. mengizinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas yang terjadi.

BAB IV. HASIL dan ANALISA Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

BAB III LANDASAN TEORI. perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran

INVESTIGASI KARAKTERISTIK AC (ASPHALT CONCRETE) CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN RAP ARTIFISIAL

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

JURNAL PORTAL, ISSN , Volume 4 No. 1, April 2012, halaman: 1

Transkripsi:

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR Michael Kevindie Setyawan 1, Paravita Sri Wulandari 2, Harry Patmadjaja 3 ABSTRAK : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi agregat kasar Luar Pulau Jawa untuk dijadikan material pembangunan infrastruktur di daerahnya. Agregat kasar Pulau Jawa dijadikan pembanding karena sudah diakui mutunya untuk pembangunan infrastruktur Pulau Jawa. Setiap daerah memiliki sumber daya yang sangat kaya untuk pembangunan infrastruktur, namun setiap daerah memiliki karakteristik material yang berbeda-beda. Agregat kasar yang digunakan sebagai pembanding dari Pulau Jawa adalah dari Pandaan dan Pacitan. Sedangkan untuk agregat kasar dari Luar Pulau Jawa memakai agregat dari Bali dan Kalimantan. Penelitian ini menggunakan spesifikasi Laston WC dan agregat kasar berdasarkan SNI 8198:2015. Hasil penelitian adalah agregat kasar dari Bali tidak memenuhi spesifikasi berat jenis dan penyerapan. Agregat kasar dari Kalimantan tidak memenuhi spesifikasi kepipihan dari BS 812 part 105:1990. Agregat kasar Pandaan dijadikan sebagai acuan sedangkan agregat kasar Pacitan tidak dikarenakan kekekalan agregat tidak memenuhi spesifikasi. Kadar aspal dari agregat kasar Pandaan yang memenuhi persyaratan Laston WC adalah 5%. Agregat kasar Bali dan Kalimantan dengan hot mix design Laston WC 5% didapati tidak memenuhi dalam spesifikasi MQ, pelelehan, VIM dan VFA. Kesimpulan dari penelitian ini, agregat kasar Bali dan Kalimantan tidak bisa langsung dipakai untuk Laston WC. Namun pencampuran agregat kasar Bali dan Kalimantan bisa dijadikan anternatif solusi. KATA KUNCI : agregat kasar, laston WC, material, agregat Pandaan, agregat Pacitan, agregat Bali, agregat Kalimantan, karakteristik agregat. 1. PENDAHULUAN Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Salah satunya adalah material untuk perkerasan jalan. Pulau Jawa menjadi pulau yang maju di Indonesia salah satunya dikarenakan oleh infrastruktur transportasi yang sangat baik. Sedangkan Pulau yang lain tidak semaju Pulau Jawa disebabkan oleh infrastruktur transportasi yang kurang memadai. Setiap agregat memiliki karakteristik yang berbedabeda dari satu daerah dengan daerah lain, bahkan dari satu lokasi dengan lokasi yang lain dalam daerah yang sama. Oleh karena itu penelitian ini ingin meninjau material yang ada di Luar Pulau Jawa guna pembangunan infrastruktur di daerah tersebut. Dengan menggunakan agregat kasar Pandaan dan Pacitan sebagai acuan pembanding dari agregat Pulau Jawa yang sudah dikenal memiliki karakterstik yang baik. Agregat kasar Luar Pulau Jawa dari Bali dan Kalimantan yang dibandingkan dengan agregat kasar Pulau Jawa. Menggunakan SNI 8198:2015 sebagai standar spesifikasi agregat kasar dan Laston WC. Penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian studi material local Pulau Jawa yang berasal dari Pandaan dan Pacitan oleh Gunawan (2010). Penelitian ini menjadi salah satu dasar pertimbangan untuk memakai agregat local sebagai acuan. Dikarenakan pada penelitian ini telah didapati bahwa agregat dari Pandaan dan Pacitan dalam karakteristik agregatnya sudah memenuhi persyaratan. Dalam penelitian Gunawan (2010) juga ditinjau lapisan permukaan Laston dengan menggunakan agregat dari Pandaan dan Pacitan yang juga diujikan dalam penelitian ini. 1

2. LANDASAN TEORI 2.1. Lapisan Aspal Beton (Laston) Laston adalah suatu lapis permukaan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampurkan, dihamparkan, dan dipadatkan dalam kondisi panas dan suhu tertentu (Hardiyatmo, 2011, p.84). Laston merupakan salah satu campuran panas yang sering dipakai di Indonesia. Sifat yang dimiliki oleh Laston ini antara lain kedap air, awet, kadar aspal 4-7% dari berat campuran, mempunyai nilai struktural serta Laston dapat digunakan pada lalu lintas ringan sampai lalu lintas berat. Pada penelitian ini, campuran yang digunakan adalah lapisan aus. Berikut pada Tabel 1. ditampilkan spesifikasi Laston WC berdasarkan SNI 8198:2015: Tabel 1. Persyaratan Sifat-Sifat Campuran Laston WC Sifat Campuran Standar Uji Laston WC Jumlah tumbukan per bidang ASTM D6926-10 75 Rasio abu terhadap aspal AASHTO M323 0,6-1,2 Rongga dalam campuran (VIM), % AASHTO M323 3,0 5,0 Rongga dalam mineral agregat (VMA), % AASHTO M323 Min. 15 Rongga terisi aspal (VFB), % AASHTO M323 Min. 65 Stabilitas Marshall, kg ASTM D6927-06 Min. 800 Pelelehan, mm dan 2 4 ASTM D6681-07a Tensile Strength Ratio (TSR) pada VIM 7% ± 0,5% (1), % SNI 6753:2008 Min. 80 Rongga dalam campuran pada kepadatan membal (refusal ) (2), BS 598 Part 104 Min. 2 % Sumber : SNI 8198:2015 2.2. Agregat Kasar Pengertian dari agregat kasar dari SNI 8198:2015 adalah agregat yang tertahan pada saringan No.4 (4,75 mm). Tetapi pada penelitian ini agregat kasar yang dipakai memiliki definisi agregat yang tertahan pada saringan No. 8 (2,38 mm) sesuai dengan standar sebelumnya. Agregat kasar yang dimaksudkan berupa batu pecah atau kerikil pecah yang bersih, keras, nonplastis dan bebas dari bahan yang menurunkan kualitas campuran. Pada penelitian ini hanya beberapa karakteristik dari agregat kasar yang ditinjau antara lain berat jenis, penyerapan, keausan, kelekatan, kepipihan (menggunakan standar BS 812 part 105:1990), dan kekekalan. Berikut pada Tabel 2 ditampilkan spesifikasi agregat kasar berdasarkan SNI 8198:2015: Tabel 2. Persyaratan Agregat Kasar Pengujian Standar Uji Nilai Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan: SNI 3407:2008 - Natrium Sulfat/Sodium Sulfat (5 siklus) Maks. 12 % - Magnesium Sulfat Maks. 18 % Keausan agregat pada 500 putaran dengan mesin abrasi Los SNI 2417:2008 Maks. 40% Angeles Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 2439:2011 Min. 95% Butir pecah pada agregat kasar SNI 7619:2012 95/90(1) Partikel pipih dan lonjong (perbandingan dengan lengan alat ASTM D4791 Maks. 10% uji terhadap poros = 1:5) Material lolos ayakan No.200 Sumber : SNI 8198:2015 SNI ASTM C117:2012 Maks. 1% 2

3. METODOLOGI PENELITIAN Bahan material agregat kasar yang dipakai pada penelitian tugas akhir ini berasal dari Pandaan (Jawa Timur), Pacitan (Jawa Tengah), Kalimantan dan Klungkung (Bali). Sedangkan untuk material agregat halus menggunakan dari satu daerah saja yaitu daerah Pandaan (Jawa Timur). Sedangkan untuk aspal, memakai aspal keras dengan Pen.60 yang berasal dari Pertamina. Bahan pengisi atau filler yang dipakai berupa semen Portland. Penelitian dilakukan di Laboratorium Perkerasan Jalan dan Bahan Jalan Raya Universitas Kristen Petra. 3.1. Pengujian Laboratorium Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan karakteristik dari agregat kasar saja. Agar agregat halus dan aspal tidak dijadikan parameter, maka digunakan jenis agregat halus dan aspal yang sama untuk setiap jenis agregat kasar yang berbeda. Agregat kasar diuji untuk mengetahui karakteristik dari agregat kasar sesuai dengan SNI 8198:2015 tentang ketentuan agregat kasar. Setelah pengujian karakteristik agregat kasar sudah didapat, maka ditinjau apakah agregat dari Pulau Jawa dapat dijadikan acuan sebagai pembanding dengan agregat kasar dari Luar Pulau Jawa. Pada penelitian ini ada dua acuan, yang pertama dari Pandaan dan yang kedua dari Pacitan. Karakteristik agregat kasar untuk acuan harus memenuhi standar dari SNI 8198:2015. Apabila agregat kasar yang dipakai sebagai acuan tidak memenuhi syarat, maka agregat tersebut tidak dipakai sebagai acuan. Apabila agregat kasar untuk acuan sudah sesuai dengan SNI 8198:2015, maka proses selanjutnya adalah mencari kadar aspal yang memenuhi persyaratan Laston dari pengujian Marshall. Untuk mendapatkan kadar aspal dari tes Marshall, dibuat tiga sample untuk setiap kadar aspal. Kadar aspal yang akan diuji dari 5%, 5,5%, 6%, dan 6,5% sehingga keseluruhan ada dua belas sample untuk mendapatkan kadar aspal yang memenuhi. Setelah didapati kadar aspal yang memenuhi, maka Hot Mix Design dari campuran Laston Wearing Course tersebut diterapkan pada agregat kasar Luar Pulau Jawa. Untuk setiap daerah dibuat tiga sample lalu dirata-rata untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Setelah sample dari agregat Luar Pulau Jawa sudah siap dan telah melakukan tes Marshall, dilakukan pembandingan hasil tes dan diambil kesimpulan dari hasil tersebut. 4. HASIL DAN ANALISA DATA 4.1. Spesifikasi Agregat Halus dan Aspal Berikut ditampilkan hasil pengujian spesifikasi agregat halus pada Tabel 3 dan aspal pada Tabel 4 Agregat halus dan aspal ini dipakai pada campuran Laston WC untuk agregat dari Luar Pulau Jawa maupun agregat dari Pulau Jawa: Tabel 3 Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian Standar Uji Spesifikasi Hasil Uji Berat Jenis Bulk SNI 1969:2008 Min. 2,5 2,754 Berat Jenis Semu SNI 1969:2008-2,844 Penyerapan Air SNI 1969:2008 Maks. 3% 1,142 Tabel 4 Hasil Pengujian Aspal No. Pengujian Hasil Uji Persyaratan Pengujian A B Rata-Rata 1 Penetrasi 64-60 70 3 Titik Lembek (⁰C) 52 50,3 51,15 Min. 48 4 Daktilitas pada 25⁰C (cm) 105-105 Min. 100 5 Titik Nyala (⁰C) 357-357 Min. 232 7 Berat Jenis 1,033-1,033 Min. 1,0 3

4.2. Perbandingan Karakteristik Agregat 4.2.1. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Pengujian berat jenis dan penyerapan merupakan salah satu pengujian yang penting dalam perencanaan campuran. Melalui pengujian ini didapatkan perbandingan antara volume dan berat yang pada akhirnya berpengaruh pada penyerapan agregat tersebut. Dengan menggunakan data berat agregat yang diambil ketika agregat pada saat kering oven, permukaan kering jenuh dan permukaan kering jenuh dalam air. Berikut pada Tabel 5. dan Tabel 6. ditampilkan hasil pengujian berat jenis dan penyerapan agregat kasar Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa: Tabel 5. Perbandingan Berat Jenis Agregat Kasar Fraksi I FI (10-15 mm) Syarat * Pandaan Pacitan Bali Kalimantan Berat Jenis (Bulk) Min.2,5 2,72 2,52 2,20 2,55 Berat Jenis (Apparent) - 2,85 2,65 2,48 2,69 Penyerapan (Absorption) Maks. 3 % 1,69 2,01 5,25 2,19 * Persyaratan mengacu pada SNI 1969:2008 Tabel 6. Perbandingan Berat Jenis Agregat Kasar Fraksi II FII (5-10 mm) Syarat * Pandaan Pacitan Bali Kalimantan Berat Jenis (Bulk) Min. 2,5 2,65 2,50 2,24 2,54 Berat Jenis (Apparent) - 2,77 2,71 2,58 2,69 Penyerapan (Absorption) Maks. 3 % 1,14 3,20 5,98 2,19 * Persyaratan mengacu pada SNI 1969:2008 Dari hasil berat jenis dan penyerapan agregat di atas, mengindikasikan bahwa agregat dari Pacitan tidak bisa dijadikan acuan dikarenakan penyerapan agregat tidak memenuhi spesifikasi dari SNI 8198:2015. Sedangkan untuk agregat Bali yang tidak memenuhi syarat dari berat jenis dan penyerapannya, tetap dibandingkan dengan agregat dari Kalimantan dan Pandaan untuk dijadikan pembanding dari sample yang sangat berbeda dengan acuan dan pembanding lain. Berat jenis dan penyerapan nantinya berpengaruh ke rongga udara pada campuran Laston WC. 4.2.2. Keausan Agregat Dari pengujian ini diharapkan bahwa agregat yang dipakai untuk perkerasan tidak menjadi aus ketika diaplikasikan dalam pelaksanaan di lapangan. Dikarenakan lapisan permukaan pada perkerasan lentur sangat sering merima gesekan dari ban kendaraan, sehingga nilai abrasi yang tinggi menyebabkan agregat pada lapisan tersebut menjadi aus dan lapisan perkerasan menjadi licin untuk ban kendaraan jika nilai abrasi dari agregat sangat tinggi. Berikut pada Tabel 7. ditampilkan perbandingan hasil pengujian abrasi pada agregat kasar: Tabel 7. Perbandingan Karakteristik Keausan Agregat Asal Agregat Syarat SNI 2417:2008 Hasil Pengujian Abrasi Pandaan Maks. 40% 28,76% Pacitan Maks. 40% 30,48% Bali Maks. 40% 36,39% Kalimantan Maks. 40% 22,54% Dari hasil abrasi keseluruhan agregat memenuhi persyaratan dari SNI 8198:2015. Menurut penelitian dari Arifin, Kasan, Pradani (2007) karakteristik keausan agregat berpengaruh pada stabilitas dari campuran aspal. Semakin besar nilai abrasi, semakin menurun nilai stabilitasnya. 4

4.2.3. Kelekatan Agregat Pengujian ini melihat karakteristik dari agregat terhadap kelekatannya dengan aspal. Pengujian ini didasari dari SNI 2439:2011. Salah satu karakteristik yang dapat ditinjau dari pengujian ini adalah adhesi dari agregat. Menurut Hardiyatmo (2011) aspal yang melapisi seluruh permukaan agregat tidak boleh terdegradasi terhadap air dan ini merupakan sifat adhesi. Berikut pada Tabel 8. ditampilkan perbandingan dari karakteristik kelekatan agregat terhadap aspal: Tabel 8 Perbandingan Karakteristik Kelekatan Agregat terhadap Aspal Asal Agregat Kesimpulan > 95% < 95 % Pandaan v Pacitan v Kalimantan v Bali v Dari hasil pengujian karakteristik kelekatan agregat, dapat disimpulkan semua agregat tidak mudah terdegradasi terhadap air. Pengaruh dari karakteristik ini salah satunya untuk aplikasi di lapangan juga pengujian ini dapat memberikan gambaran karakteristik agregat untuk campuran aspal pada lapisan permukaan yang terendam air ketika tergenang tidak langsung merusak lapisan permukaan dengan cepat. 4.2.4. Kepipihan Agregat Tujuan dari pengujian ini untuk mengetahui indeks kepipihan dari agregat. Agregat yang pipih memiliki kelemahan yaitu kurang bisa menerima beban kejut dari kendaraan serta lemah dalam interlocking satu sama lain. Ketika agregat yang pipih menerima beban kejut, kemungkinan agregat itu untuk menahan beban dibandingkan dengan agregat tersebut patah akan lebih besar kemungkinan agregat tersebut patah terlebih dahulu. Berikut pada Tabel 9. ditampilkan perbandingan karakteristik kepipihan agregat berdasarkan BS 812 part 105:1990: Tabel 9 Perbandingan Karakteristik Kepipihan Agregat Asal Agregat Syarat Kepipihan * Nilai Kepipihan Pandaan Maks. 25% 28,88% Pacitan Maks. 25% 24,75% Bali Maks. 25% 9,97% Kalimantan Maks. 25% 33,43% * Persyaratan mengacu pada BS.812 part 105:1990 Dari hasil tes karakteristik kepipihan agregat dapat sedikit disimpulkan bahwa nilai stabilitas dan karakteristik campuran aspal dari agregat Kalimantan mengalami penurunan dibandingkan dengan yang lainnya. Sedangkan untuk agregat bali dengan tingkat kepipihan yang sangat baik diharapkan dapat meningkatkan nilai stabilitas dan karakteristik campuran. Tetapi tidak bisa hanya disimpulkan berdasarkan karakteristik ini saja dikarenakan pengaruh dari karakteristik agregat lainnya juga mempengaruhi campuran aspal. 4.2.5. Kekekalan Agregat Kekekalan agregat merupakan salah satu karakteristik yang penting dikarenakan agregat dikondisikan seperti menerima perubahan cuaca ekstrim, sehingga karakteristik dari kekekalan ini tidak bisa diabaikan. Agregat diberi larutan asam yang mensimulasikan perubahan cuaca yang bisa membuat lapisan permukaan tergerus apabila agregat memiliki nilai kekekalan yang tinggi. 5

Berikut pada Tabel 10. ditampilkan hasil perbandingan perbandingan kekekalan agregat: Tabel 10 Perbandingan Karakteristik Kekekalan Agregat Asal Agregat Syarat SNI 3407:2008 Hasil Pengujian Lab Pandaan Maks. 12% 1,16% Pacitan Maks. 12% 14,22% Bali Maks. 12% 0,59% Kalimantan Maks. 12% 0,29% Dari hasil pengujian didapati bahwa agregat Pandaan yang digunakan sebagai acuan dalam pengujian ini memenuhi syarat dari SNI 8198:2015. Tetapi agregat Pacitan yang digunakan sebagai acuan juga tidak memenuhi syarat, sehingga agregat Pacitan tidak bisa dijadikan acuan untuk pengujian marshall. Sedangkan untuk agregat dari Luar Pulau Jawa (Bali dan Kalimantan) semuanya memenuhi persyaratan minimum, bahkan dinilai sangat baik menghadapi perubahan cuaca dibandingkan dengan agregat dari Pulau Jawa (Pandaan dan Pacitan). 4.3. Pengujian Marshall 4.3.1. Design Hot Mix Agregat Pandaan Pada pengujian Marshall ini didapati hasil bahwa kadar aspal yang memenuhi standar spesifikasi Laston WC hanya 5%. Sehingga agregat dari Luar Pulau Jawa hanya kana menggunakan design hot mix dengan kadar aspal 5%. Untuk hasil pengujian Marshall dapat dilihat pada Tabel 11.: Tabel 11. Pengujian Marshall Agregat Pandaan Karakteristik Campuran Persyaratan Kadar Aspal Min. Maks. 5% 5,50% 6% 6,50% Stabilitas 800-1059,00 1231,54 989,67 1083,60 Flow 2 4 3,94 3,22 3,47 3,98 MQ 2,5-3,08 3,85 2,83 2,80 VIM 3 5 4,74 2,30 0,76 1,19 VMA 15-16,60 15,50 15,28 16,73 VFA 65-71,37 85,22 95,15 93,33 4.3.2. Perbandingan Pengujian Marshall Berikut hasil perbandingan pengujian Marshall agregat Pulau Jawa dengan Luar Pulau Jawa pada Tabel 12.: Tabel 12. Perbandingan Karakteristik Laston pada Agregat Pandaan, Bali dan Kalimantan Karakteristik Persyaratan * Asal Agregat Campuran Min. Maks. Pandaan Bali Kalimantan Stabilitas 800-1059 1494,3 1064,2 Flow 2 4 3,94 4,57 5,67 MQ 2,5-3,08 3,5 1,9 VIM 3 5 4,74 6,33 6,77 VMA 15-16,60 16,78 17,63 VFA 65-71,37 62,28 61,65 * Persyaratan mengacu pada SNI 8198:2015 Dari karakteristik campuran Laston, agregat Bali dan Kalimantan tidak memenuhi beberapa spesifikasi yang disyaratkan oleh SNI 8198:2015. Nilai pelelehan atau flow, koefisien marshall untuk agregat Kalimantan, rongga udara dalam campuran dan rongga terisi aspal. Sehingga jika material tetap dipakai 6

untuk lapisan permukaan nantinya, diperlukan solusi untuk mengatasi kekurangan spesifikasi yang tidak memenuhi dari kedua agregat tersebut. VIM yang terlalu tinggi disebabkan oleh salah satunya dari kurangnya dari kadar aspal. Filler juga merupakan komponen yang dapat memperkecil rongga udara dalam campuran dan itu sudah ditambahkan dalam campuran. Karena besarnya VIM menyebabkan kurangnya juga VFA. Penambahan aspal pada campuran agregat Bali dan Kalimantan dapat mengatasi dua kekurangan ini. Akibat dari kekurangan VIM adalah campuran nantinya tidak cukup padat dan bersifat porous yang dapat merusak aspal jika air masuk. Sedangkan nilai koefisien marshall dari agregat Kalimantan menurun salah satunya disebabkan oleh bentuk agregat Kalimantan yang cenderung pipih yang membuat koefisien marshall tidak memenuhi serta bentuk agregat dari Kalimantan yang cenderung halus permukaannya yang menyebabkan nilai flow tinggi karena tahanan geser yang kurang. Jika diaplikasikan dalam konstruksi jalan, perkerasan ini nantinya dapat mengalami kerusakan akibat kekakuan yang kurang sehingga membuat jalan retak dan bergelombang atau beralur. Namun perbandingan yang sangat berbeda adalah dari nilai stabilitas dari agregat Bali. Faktor yang sangat membedakan adalah bentuk dari agregat bali yang tidak cenderung pipih, berpermukaan kasar dan berbentuk kubikal yang membuat agregat Bali mampu memiliki nilai stabilitas yang tinggi. Namun di sisi lain kekurangan agregat Bali adalah memiliki berat jenis yang relatif rendah dan penyerapan yang tinggi sehingga membutuhkan kadar aspal yang lebih tinggi untuk menghasilkan campuran yang baik. 5. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan evaluasi yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain: 1. Karakteristik dari agregat kasar Pandaan sudah memenuhi standar SNI 8198:2015 untuk dijadikan acuan. Sedangkan karakteristik dari agregat kasar Pacitan tidak memenuhi standar SNI 8198:2015 untuk dijadikan acuan. Karakteristik yang tidak memenuhi diantaranya adalah kekekalan dari agregat kasar Pacitan. 2. Agregat kasar Klungkung (Bali) memiliki beberapa karakteristik yang tidak memenuhi standar SNI 8198:2015 untuk dijadikan material perkerasan jalan. Antara lain adalah berat jenis dan penyerapan agregat kasar. Berat jenis yang cenderung kecil dan penyerapan yang tinggi berpengaruh pada masalah rongga pada campuran aspal. Pencampuran agregat Klungkung (Bali) dengan agregat dari Bali lainnya yang memiliki berat jenis dan penyerapan yang lebih tinggi bisa menjadi solusi agar agregat kasar ini bisa dipakai untuk perkerasan jalan di Bali khususnya di Klungkung. Untuk karakteristik yang lain agregat kasar Bali sudah memenuhi standar. 3. Agregat kasar Kalimantan memiliki karakteristik yang tidak memenuhi yaitu kepipihan dari standar BS 812 part 105:1990 untuk dijadikan material perkerasan jalan. Beberapa persyaratan yang tidak memenuhi diantaranya kepipihan agregat kasar Kalimantan yang disyaratkan maksimum 25%. 4. Melalui perbandingan pengujian Marshall untuk campuran Laston WC, didapati hasil bahwa untuk kadar aspal 5% yang menggunakan agregat kasar dari Bali dan Kalimantan tidak memenuhi standar SNI 8198:2015 untuk spesifikasi Laston. Melalui analisa yang dilakukan, masalah yang terjadi adalah rongga dalam campuran yang relatif masih besar. Penambahan kadar aspal untuk kedua agregat kasar dari Luar Pulau Jawa bisa menjadi salah satu alternatif penyelesaian masalah rongga. Pencampuran agregat kasar Kalimantan untuk permasalahan pelelehan yang terlalu tinggi salah satu akibat dari tekstur agregat yang licin bisa menjadi salah satu solusi permasalah pelelehan. SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini diusulkan beberapa saran agar penelitian selanjutnya dapat berjalan lebih baik antara lain: 1. Menggunakan agregat kasar Luar Pulau Jawa dari tempat lainnya atau dari pulau yang sama dengan lokasi yang berbeda untuk melihat perbandingan karakteristik agregat kasar ditinjau dari perbedaan lokasi. 2. Melanjutkan penelitian ini dengan mencampurkan agregat kasar Bali dan Kalimantan dengan agregat kasar Bali dan Kalimantan lainnya yang berbeda lokasi untuk melihat perbedaan hasil campuran Laston. Apakah tetap tidak masuk atau memenuhi. 7

3. Hot mix design dengan kadar aspal yang berbeda dari agregat kasar Pulau Jawa diaplikasikan semua untuk agregat kasar Luar Pulau Jawa untuk dapat dilihat perbandingan secara lebih luas dan penentuan kadar aspal optimum untuk setiap daerahnya. Dapat dijadikan pembanding dari karakteristik tersebut kadar aspal yang diperlukan apakah lebih banyak atau tidak. 6. DAFTAR REFERENSI Arifin, S., Kasan, M., & Pradani, N. (Februari, 2007). Pengaruh Nilai Abrasi Agregat Terhadap Karakteristik Beton Aspal. Jurnal SMARTek Vol.5 No.1, 1-11. Gunawan, H. & Agung, S.T. (2010). Studi Material Pacitan, Madura dan Pandaan Sebagai Lapisan Permukaan Jalan. (TA No.13011707/SIP/2010). Unpublished undergraduate thesis, Universitas Kristen Petra, Surabaya. Hardiyatmo, H.C. (2011). Perancangan Perkerasan Jalan dan Penyelidikan Tanah. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press 8