6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel

dokumen-dokumen yang mirip
Bab IV. Analisa Fasies Pengendapan. 4.1 Data Sampel Intibor

Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Foto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung

Sejarah Dan Lokasi Lapangan IBNU-SINA

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

BAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN

BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR

ANALISA STRATIGRAFI SEKUEN DAN STUDI KARAKTERISTIK RESERVOIR PADA LAPANGAN IBNU, CEKUNGAN KUTAI, KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR.

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB IV PEMODELAN RESERVOAR

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

IV-15. Bab IV Analisis Asosiasi Fasies

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen

BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR

BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR

Porositas Efektif

BAB I PENDAHULUAN. usia produksi hidrokarbon dari lapangan-lapangannya. Untuk itulah, sebagai tinjauan

Ciri Litologi

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

Gambar 3.21 Peta Lintasan Penampang

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

Tekstur dan Struktur Pada Batuan Sedimen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

(Gambar III.6). Peta tuning ini secara kualitatif digunakan sebagai data pendukung untuk membantu interpretasi sebaran fasies secara lateral.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PEMODELAN RESERVOIR

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

BAB I PENDAHULUAN. BAB I - Pendahuluan

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Permasalahan 1.3 Masalah Penelitian

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

ANALISIS FASIES PENGENDAPAN DAN GEOMETRI RESERVOIR X, Y, DAN Z PADA ANGGOTA GITA FORMASI TALANG AKAR, LAPANGAN LOGAN, CEKUNGAN SUNDA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

Arus Traksi dan Arus Turbidit

BAB V FASIES BATUGAMPING DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA

ANALISIS STATIK DAN DINAMIK KARAKTERISASI RESERVOIR BATUPASIR SERPIHAN FORMASI BEKASAP UNTUK PENGEMBANGAN LAPANGAN MINYAK PUNGUT

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

3.1. Penentuan Batas Atas dan Bawah Formasi Parigi

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy

BAB III Perolehan dan Analisis Data

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang

BAB V SEKUEN STRATIGRAFI

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang...

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal)

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang

BAB I PENDAHULUAN. cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Transkripsi:

BAB VI KARAKTERISTIK RESERVOIR Bab VI. Karakteristik Reservoir 6.1 Analisa Porositas Fasies Distributary Channel Dari hasil analisa LEMIGAS (lihat Tabel 6.1 dan 6.2) diketahui bahwa porositas yang ada cenderung berkurang seiring dengan peningkatan kedalaman dari endapan yang ada, pada satu intibor yang sama, yaitu intibor ibnu-3 terlihat bahwa distributary channel yang berada pada kedalaman 2138.6 m hingga kedalaman 2148 m memilki porositas 29.49%, sedangkan distributary channel yang berada pada kedalaman 2151.6 m sampai kedalaman 2160 m cenderung memilki nilai porositas yang lebih rendah yaitu sebesar 28.60%, perbedaan kedalaman yang ada ialah sekitar 3.5 meter (dihitung dari bottom distributary channel atas dengan top distributary channel di bawahnya). Gbr 6.1. Peningkatan Kedalaman dapat Mengurangi Nilai Porositas Yang Ada Contoh Distributary channel Pada Intibor Nu-4 (B) Dan Intibor Nu-3 (A) Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon -12004056. 65

Bab VI. Karakteristik Reservoir Sedangkan pada intibor ibnu-4 terlihat bahwa fasies distributary channel yang berada pada kedalaman 2244 m hingga kedalaman 2252 m memilki nilai porositas sebesar 23.89%, sedangkan porositas untuk fasies distributary channel dibawahnya (kedalaman 2256 m hingga kedalaman 2260 m) diketahui sebesar 19.02%, perbedaan kedalaman yang ada ialah sebesar 4 meter (dihitung dari bottom distributary channel atas dengan top distributary channel di bawahnya). Sedangkan perbedaan kedalaman antara distributary channel pada intibor ibnu-3 dan distributary channel pada intibor ibnu-4 ialah 84 meter (dihitung dari bottom distributary channel pada kedalaman 2151.60 m 2160 m hingga top distributary channel pada kedalaman 2244 m 2252 m), sehingga semakin menguatkan dugaan bahwa terjadi proses penurunan nilai porositas sejalan dengan peningkatan kedalaman dari endapan sedimen yang ada. Penyebab dari adanya peristiwa pengurangan nilai porositas sejalan dengan bertambahnya kedalaman fasies sedimen yang terjadi, kemungkinan besar akibat dari proses kompaksi yang terjadi, dimana proses kompaksi tersebut disebabkan oleh adanya pembebanan lapisan reservoir dengan sedimen diatasnya (overburden pressure) dimana semakin dalam lapisan sedimen tersebut berada maka akan semakin tebal lapisan sedimen diatasnya yang akan menekan, akibat dari tekanan yang semakin besar tersebut ialah berkurangnya jarak antar butir yang ada akibat dari respon butiran terhadap peningkatan tekanan di sekitarnya, seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa, perubahan kemas butir yang ada dari kemas yang relatif longgar (loose) dengan bentuk cubic packing ke arah kemas butir yang relatif rapat (tight) dengan bentuk rhombohedral packing akan menyebabkan pengurangan porositas yang cukup drastis. Selain itu akibat dari adanya proses burial loading yang sangat tinggi maka butiran yang ada dapat saling bertemu dan bertumbukan, dikenal dengan istilah grain-to-grain contact pada kondisi penekanan yang sangat ekstrim maka dalam pengamatan mikroskopis akan ditemui adanya suture contact antar butiran yang ada, akibat dari melarutnya sebagian butiran (mineral kwarsa) akibat tekanan Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon -12004056. 66

Bab VI. Karakteristik Reservoir yang tinggi, proses ini dikenal sebagai overgrowth. Bila telah terjadi kontak antar butiran maka dapat dipastikan porositas yang ada dalam batuan akan berkurang, bahkan pada kasus suture contact porositas yang ada kemungkinan telah berkurang sangat drastis. Efek dari peningkatan kompaksitas akibat peningkatan kedalaman terhadap pengurangan nilai porositas dapat dibuktikan dengan melihat data intibor yang ada, dimana fasies distributary channel pada intibor ibnu-3 dengan interval kedalaman 2138.6 m 2148 m memiliki kompaksitas yang paling rendah (terlihat dari bentuk bagian tepinya yang membulat akibat proses erosi) namun memilki nilai porositas yang paling tinggi dibandingkan semua distributary channel yang terdapat di intibor ibnu-3 dan ibnu-4, sedangkan distributary channel pada intibor ibnu-4 dengan interval kedalaman 2256 2260 yang memilki kompaksitas paling tinggi namun nilai porositas paling rendah. Kompasitas Rendah. Pemilahan Butir Baik, Kedalaman + 2160 M,Porositas Tinggi (30.38%) Kompasitas Tinggi. Pemilahan Butir Sedang, Kedalaman + 2246, Porositas Sedang (22.30%) Foto 6.1 Perbandingan Distributary channel Pada Kedalaman 2160 m (intibor Nu-3) Dengan Distributary channel Pada Kedalaman 2246 m (intibor Nu-4) Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon -12004056. 67

6.2 Analisa Porositas Fasies Distributary Mouthbar Bab VI. Karakteristik Reservoir Seperti yang telah diketahui sebelumnya pada BAB IV bahwa ketebalan dari fasies distributary mouthbar di lapangan IBNU pada interval formasi fresh water sand atas sangatlah bervariasi mulai dari 1 m hingga 3.5 meter, sehingga pada saat melakukan perbandingan porositas pada fasies ini maka tidak semua distributary mouthbar yang ada kita bandingkan tetapi hanya pada fasies distributary mouthbar yang memilki ketebalan > 3 m sehingga hasil analisa porositas yang dilakukan diharapkan lebih dapat memberikan nilai porositas yang tepat. Seperti yang terdapat pada intibor ibnu-3 pada interval 2169 m 2172 m, 2185.4 m 2189 m, 2230 m- 2233.6 m dan 2257 m 2260 m, pada intibor ibnu-4 dengan interval 2183 m 2186.6 m dan 2228 m 2231.6 m, serta pada intibor ibnu-2 dengan interval 2084 m 2086.75 m dan 2208 m 2211 m. Dari hasil analisa porositas oleh LEMIGAS pada fasies distributary mouthbar pada intibor ibnu-2, ibnu-3 dan ibnu-4 (lihat Tabel 6.5, 6.6, dan 6.7) terlihat dari hasil analisa bahwa pada ibnu-3 nilai porositas pada fasies distributary mouthbar akan semakin berkurang sejalan dengan peningkatan kedalaman, pada interval kedalaman 2169 m 2172 m kita dapatkan nilai porositas yang ada ialah: 10.85% lalu pada kedalaman 2185.4 m 2189 m porositas yang ada berkurang menjadi: 9.67% kemudian pada kedalaman 2230 m 2233.6 m nilai porositas yang ada semakin berkurang menjadi 8.73% sedangkan pada kedalaman 2257 m 2260 m nilai porositas yang ada ialah 8.27%. Pada intibor ibnu-2 kita juga masih mendapatkan pola yang sama dimana pada interval 2084 m 2086.75 m kita dapatkan nilai porositas yang ada ialah 9.47% dan pada interval 2208 m 2211 m nilai porositas yang ada telah berkurang menjadi 8.43% sehingga dapat dikatakan pada intibor ibnu- 3 dan intibor ibnu-2 faktor pengurangan nilai porositas terhadap tingkat Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon -12004056. 70

Bab VI. Karakteristik Reservoir kompaksitas batuan masih berlaku sama seperti pada fasies distributary channel di intibor ibnu-3. Pada intibor ibnu-4 terjadi hal yang sebaliknya dimana fasies pada interval 2228 m 2231.6 m memiliki porositas 11.52% dan pada kedalaman yang lebih dangkal yaitu pada interval 2183 m 2186.6 m memilki nilai porositas yang lebih rendah yaitu 9.47% hal menarik yang perlu diperhatikan ialah pada data intibor terlihat bahwa fasies distributary mouthbar yang terdapat pada interval 2228 m 2231.6 m mengandung sedikit bioturbasi, dan fasies distributary mouthbar pada interval 2183 m 2186.6 m mengandung lebih banyak bioturbasi, namun secara kenampakan keduanya memilki ukuran butir dan tingkat kompaksitas yang relatif sama. A B Foto 6.2 Fasies Distributary mouthbar pada intibor Nu-4 Pada Interval 2183-2186.6 m (A) Dan Fasies Distributary mouthbar Pada Interval 2228-2231.6 m (B), Kotak Merah Menunjukan Kelimpahan Bioturbasi Pada Fasies Ini. Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon -12004056. 71

Bab VI. Karakteristik Reservoir Seperti yang telah diketahui bahwa fasies distributary mouthbar terendapkan pada daerah sekitar pantai hingga laut dangkal yang memiliki kondisi arus relatif tenang, sehingga memungkinkan suatu organisme untuk hidup dan berkembang biak dengan baik di sana, oleh sebab itu maka umumnya fasies distributary mouthbar ini akan banyak mengandung jejak bioturbasi akibat akivitas organisme bentonik di daerah tersebut. Umumnya bioturbasi yang ada ini akan merusak struktur sedimen yang ada sebelumnya. Selanjutnya pada saat arus melemah (seperti pada saat air laut surut) dan pengendapan secara suspensi menjadi lebih dominan sehingga banyak material klastik halus yang terendapkan kemudian akan mengisi lubang-lubang yang ada akibat proses bioturbasi sebelumnya, mengakibatkan nilai porositas yang sebelumnya relatif baik pada fasies tersebut akan berkurang akibat adanya kehadiran material sedimen klastik halus diantara butiran yang lebih kasar. Oleh sebab itu maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada fasies distributary channel yang mengandung sedikit bioturbasi maka faktor pengurangan nilai porositas akibat kehadiran bioturbasi relatif kurang berpengaruh dan yang lebih memegang peranan dalam mengontrol nilai porositas pada fasies ini kemungkinan hanyalah tingkat kompaksitas dan bentuk kemas butiran yang ada (dengan asumsi memilki keseragaman butiran yang sama), namun pada fasies distributary mouthbar di lapangan IBNU yang umumnya banyak mengandung bioturbasi maka tingkat intensitas bioturbasi yang ada juga memegang peranan penting dalam mengontrol nilai porositas pada fasies ini selain tingkat kompaksitas dan bentuk kemas yang ada. Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon -12004056. 72

6.3 Analisa Penyebaran dan Properti Reservoir Bab VI. Karakteristik Reservoir Gbr 6.2. Hasil Interpretasi Penyebaran Dan Korelasi Reservoir Yang Ada Pada Interval parasekuen 1-7 Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon -12004056. 75

Bab VI. Karakteristik Reservoir Gbr 6.3. Hasil Interpretasi Penyebaran Dan Korelasi Reservoir Yang Ada Pada Interval parasekuen A-E Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon -12004056. 76

Bab VI. Karakteristik Reservoir Tabel 6.6 Analisa 40 Reservoir Berdasarkan Data Log Pada Interval Parasekuen 1-8 (Kedalaman 2000-2160 m) Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon -12004056. 77

Bab VI. Karakteristik Reservoir Tabel 6.7 Analisa 33 Reservoir Berdasarkan Data Log Pada Interval Parasekuen A-E (Kedalaman 2200-2300 m) Dari tabel diatas didapatkan nilai rata-rata porositas dari 8 fasies distributary channel pada interval parasekuen 1-8 ialah 17.76% dan nilai rata-rata porositas dari 16 fasies distributary mouthbar pada interval parasekuen 1-8 ialah 10.5%. sedangkan nilai rata-rata dari 9 fasies Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon -12004056. 78

Bab VI. Karakteristik Reservoir distributary channel pada interval parasekuen A-E ialah 21.32% dan nilai rata-rata dari 13 fasies distributary mouthbar pada interval parasekuen A-E ialah 9.71% Dari tabel 6.6 dan 6.7 dapat disimpulkan bahwa fasies distributary channel memilki nilai porositas yang lebih baik dibandingkan dengan fasies distributary mouthbar, selain itu nilai porositas fasies distributary channel lebih variatif dibandingkan dengan porositas pada fasies distributary mouthbar dari hasil analisa didapatkan beberapa pola log yang berbeda pada fasies distributary channel tersebut yang terdapat pada interval parasekuen 1-8 dan interval parasekuen A-E dimana adanya perbedaan pola log tersebut mencerminkan adanya perbedaan kondisi dan jenis endapan yang ada. Pada reservoir yang ditafsirkan sebagai fasies distributary channel ternyata berdasarkan pola log yang ada memilki beberapa tipe endapan yang berbeda (Gbr 6.4), pada interval fresh water sand bagian atas ini secara umum kita dapatkan dua tipe endapan utama pada fasies distributary channel yaitu tipe endapan sidebar channel dan creevase splay, dimana endapan side bar channel umumnya memilki pola log gamma ray berupa blocky shape yang menunjukkan bahwa batupasir yang ada relatif bersih artinya sedikit mengandung material lempungan sehingga memiliki porositas yang lebih baik dibandingkan dengan endapan creevase splay yang memilki pola log gamma ray yang gradasional menghalus ke atas yang menunjukan bahwa batupasir yang ada mengandung material lempungan di dalamnya sehingga seperti yang terlihat dari data sebelumnya bahwa nilai porositas dari tipe endapan ini kurang begitu baik. Cekungan Kutai, Kaltim / Rachman Phasadaon -12004056. 79