Studi Karakteristik Baut Mutu Tinggi (A325 dan Grade 8.8) Terhadap Tarik dan Pengaruhnya pada Perencanaan Sambungan

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI EKSPERIMENTAL VARIASI PRETENSION SAMBUNGAN BAUT BAJA TIPE SLIP CRITICAL

STUDI EKSPERIMENTAL DAN ANALITIS KAPASITAS SAMBUNGAN BAJA BATANG TARIK DENGAN TIPE KEGAGALAN GESER BAUT

PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Bab II STUDI PUSTAKA

Pengaruh Pemakaian Baut Mutu Tinggi dan Baut Biasa terhadap Kinerja Sistem Sambungan dengan Ring-Khusus-Beralur

Pertemuan IX : SAMBUNGAN BAUT (Bolt Connection)

SLIP KRITIS PADA SAMBUNGAN PELAT BAJA COLD-FORMED (TIPIS) DENGAN MANIPULASI KETEBALAN PELAT

STUDI EKSPERIMENTAL GESER BLOK PADA BATANG TARIK KAYU INDONESIA

STUDI PERBANDINGAN STRESS RATIO DENGAN ELM (EFFECTIVE LENGTH METHOD) DAN DAM (DIRECT ANALYSIS METHOD) BANGUNAN WORKSHOP PADA PROYEK DI CIREBON

PERILAKU MEKANIK SAMBUNGAN BAUT MUTU TINGGI DENGAN SISTEM INJEKSI FILLER

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

Nessa Valiantine Diredja 1 dan Yosafat Aji Pranata 2

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Sambungan Baut Pertemuan - 12

PERENCANAAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS PADA KOMPONEN BALOK KOLOM DAN SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA GEDUNG BPJN XI

PENELITIAN EKSPERIMENTAL KUAT LELEH LENTUR (F yb ) BAUT

MODUL 3 STRUKTUR BAJA 1. Batang Tarik (Tension Member)

Analisis Perkuatan Balok Baja dengan Memperhitungkan Efek Redistribusi Momen

Materi Pembelajaran : 10. WORKSHOP/PELATIHAN II PERENCANAAN DAN EVALUASI STRUKTUR.

MODUL 3 STRUKTUR BAJA 1. Batang Tarik (Tension Member) Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

Penggunaan Washer Khusus (Besar) pada Sambungan Baja Cold-Formed

Baja merupakan alternatif bangunan tahan gempa yang sangat baik karena sifat daktilitas dari baja itu sendiri.

BAB V KESIMPULAN. jembatan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : pondasi, masih dalam batas parameter yang diijinkan.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan, struktur sipil. yang mutlak harus dipenuhi seperti aspek ekonomi dan kemudahan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis pelat buhul pada struktur baja dengan rangka

PEMBANDINGAN DISAIN JEMBATAN RANGKA BAJA MENGGUNAKAN PERATURAN AASHTO DAN RSNI

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Sambungan Baut.

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

STUDI NUMERIK POLA GESER BLOK ALTERNATIF PADA SAMBUNGAN UJUNG BATANG TARIK PROFIL T

STUDI KEKUATAN SAMBUNGAN BATANG TARIK PELAT BAJA DENGAN ALAT SAMBUNG BAUT

PERENCANAAN ELEMEN STRUKTUR BAJA BERDASARKAN SNI 1729:2015

STUDI NUMERIK: PERILAKU PELAT BERLUBANG AKIBAT PROOF LOAD BAUT MUTU TINGGI DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS KONTAK

KOMPUTERISASI SAMBUNGAN LAS YANG MEMIKUL MOMEN SEBIDANG DENGAN METODE KEKUATAN BATAS BERDASARKAN SPESIFIKASI AISC LRFD 1999

MODUL 5. Addendum Perencanaan Lantai Kenderaan Dengan Corrugated Steel Plate STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir.

ANALISIS DIMENSI PELAT DASAR (BASE PLATE) PADA KOLOM STRUKTUR BAJA YANG MAMPU TAHAN TERHADAP EFEK PRAY

FENOMENA CURLING PELAT SAMBUNGAN DAN JUMLAH BAUT MINIMUM Studi Kasus : Sambungan Pelat Tipe Geser (lap-joint) dengan Baut Tunggal

UJI EKSPERIMENTAL KUAT CABUT PAKU PADA KAYU

Kajian Eksperimental Kapasitas Sambungan Material Fiber Reinforced Polymer

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

Latar Belakang 1) Struktur baja untuk gedung membutuhkan truss dengan bentang 6-8 m, sedangkan untuk bentang lebih besar dari 10 m, struktur baja menj

BAB 1 PENDAHULUAN. perhitungan analisis struktur akan dihasilkan gaya-gaya dalam dari struktur baja

KAJIAN STRUKTUR BAJA SEBAGAI ALTERNATIF REVIEW DESIGN STRUKTUR BETON BERTULANG (STUDI KASUS PADA GEDUNG LPTK FT UNY) PROYEK AKHIR

ANALISIS KEKUATAN LENTUR DAN DAKTILITAS PADA PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG, KOLOM BAJA DAN KOLOM COMPOSITE DENGAN SOFTWARE XTRACT

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang

BEBERAPA KETENTUAN BARU MENGENAI DESAIN STRUKTUR BAJA TAHAN GEMPA

BAB I PENDAHULUAN. Suatu konstruksi tersusun atas bagian-bagian tunggal yang digabung membentuk

ANALISIS SAMBUNGAN PORTAL BAJA ANTARA BALOK DAN KOLOM DENGAN MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT MUTU TINGGI (HTB) (Studi Literatur) TUGAS AKHIR

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

STUDI KOMPARASI STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN PROFIL WF TERHADAP PROFIL HSS PADA KOLOM STRUKTUR

ABSTRAK. Kata Kunci : LRFD, beban, lentur, alat bantu, visual basic.

PRILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT DENGAN INTERAKSI PARSIAL

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

ANALISIS STABILITAS STRUKTUR BAJA DENGAN PROGRAM MASTAN2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS SAMBUNGAN KOLOM BAJA DENGAN PONDASI BETON YANG MENERIMA BEBAN AXIAL, GESER, DAN MOMEN

ANALISIS PENGARUH DIMENSI DAN JARAK PELAT KOPEL PADA KOLOM DENGAN PROFIL BAJA TERSUSUN

PERBANDINGAN KEHILANGAN GAYA PRATEKAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR BALOK DI GEDUNG*

PENGARUH KELANGSINGAN PORTAL BAJA TERHADAP EFEKTIVITAS DAM (DIRECT ANALYSIS METHOD) DIBANDING METODE LAMA (KL/R) (027S)

JURNAL TEKNIK SIPIL USU

MODUL PERKULIAHAN. Struktur Baja 1. Batang Tarik #1

KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2

Oleh : Irsyad Septian B. ( ) Dosen Pembimbing II : Budi Suswanto ST., MT., Ph.D. Hidayat Soegihardjo., Ir., MS., Dr.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

STUDI VARIASI PRATEGANG EKSTERNAL DALAM REHABILITASI JEMBATAN RANGKA BAJA TIPE WARREN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON

PERENCANAAN GEDUNG PERKANTORAN DENGAN STRUKTUR BAJA 4 LANTAI PADA DAERAH GEMPA RESIKO TINGGI DENGAN METODE LRFD (LOAD RESISTANCE AND FACTOR DESIGN)

ANALISIS SAMBUNGAN ANTARA RIGID CONNECTION DAN SEMI-RIGID CONNECTION PADA SAMBUNGAN BALOK DAN KOLOM PORTAL BAJA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Perencanaan letak sendi plastis dengan menggunakan reduced beam

Tahanan Lateral Bambu Laminasi dengan Konektor Pelat Disisipkan Menggunakan Sambungan Baut

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

TUGAS AKHIR DESAIN ALTERNATIF PENGGUNAAN HONEYCOMB DAN SISTEM RANGKA BATANG PADA STRUKTUR BAJA BENTANG PANJANG PROYEK WAREHOUSE

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

STUDI PERBANDINGAN SPECIAL TRUSS MOMENT FRAME

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja

ANALISIS TEGANGAN DAN REGANGAN SEBAGAI FUNGSI WAKTU PADA STRUKTUR BETON PRATEKAN APLIKASI PADA JEMBATAN CABLE-STAYED

Komponen Struktur Tarik

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

PERANGKAT LUNAK UNTUK PERENCANAAN SAMBUNGAN BAJA

yang optimal sehingga dapat menekan biaya konstruksi namun tetap memenuhi persyaratan. Jenis jembatan rangka yang digunakan penulis dalam penelitian i

Gambar 1 PENGARUH KONFIGURASI BAJA DAN FAKTOR KELANGSINGAN TERHADAP KAPASITAS TEKAN KOLOM

PENGARUH PENGENCANGAN BAUT TERHADAP LENDUTAN PADA MODEL JEMBATAN RANGKA BAJA

Universitas Sumatera Utara

STUDI EKSPERIMENTAL PERBAIKAN KOLOM LINGKARAN BETON BERTULANG ABSTRAK

PENGARUH KONFIGURASI RANGKA DAN OPTIMASI PROFIL TERHADAP KINERJA PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA BAJA

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG SAMBUNGAN SEDERHANA PENDAHULUAN

ANALISA SAMBUNGAN BATANG TARIK STRUKTUR BAJA DENGAN METODE ASD DAN METODE LRFD

STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Desain Review Pier Flyover Bridge di Jakarta Jalur Tn.Abang Kp.Melayu

Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur

E-Journal Graduate Unpar Part C Civil Engineering

PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG KANTOR KALIMANTAN SAWIT KUSUMA

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga jenis bahan bangunan yang sering digunakan dalam dunia

KAJIAN KINERJA STRUKTUR RANGKA BRESING V-TERBALIK EKSENTRIK DAN KONSENTRIK (215S)

Transkripsi:

Studi Karakteristik Baut Mutu Tinggi (A325 dan Grade 8.8) Terhadap Tarik dan Pengaruhnya pada Perencanaan Sambungan Wiryanto Dewobroto (Dosen, Universitas Pelita Harapan), Lanny Hidayat (Widyaiswara, Pusdiklat PU), Jack Widjajakusuma (Dosen, Universitas Pelita Harapan), Kelvin (Alumni, Universitas Pelita Harapan) ABSTRAK Sambungan konstruksi baja adalah bagian kritis dan menentukan kekuatan struktur keseluruhan. Jika memakai baut, kekuatannya tergantung dari spesifikasi mutunya. Pada perencanaan gedung mengacu SNI 1729:2015, ada dua tipe baut mutu tinggi : A325 dan A490. Untuk jembatan yang mengacu Pedoman Pemasangan Baut Jembatan PU (2015), maka pilihannya lebih bervariasi. Ada mutu Grade 8.8, yang setara A325; dan Grade 10.9 & F10T yang setara A490. Setara dalam arti, kuat leleh dan kuat tariknya, sama. Adapun konfigurasi geometrinya, bisa berbeda. Apakah baut yang setara tersebut dapat saling menggantikan. Ini perlu dipahami karena harganya yang berbeda, maka bisa saja para kontraktor memilihnya untuk keuntungan satu pihak. Itu perlunya studi karakteristik baut mutu tinggi Grade 8.8 dan A325 melalui uji tarik sampai putus. Hasilnya, baut Grade 8.8 keruntuhan tariknya didominasi stripping (ulir rontok), itu berbeda dari A325 yang umumnya putus pada penampangnya. Keruntuhan stripping lebih sulit diidentifikasi secara visual dibanding baut yang putus di penampang. Risiko keruntuhan tarik akan tinggi terjadi pada proses pengencangan baut mutu tinggi, dimana AISC (2015) mensyaratkan minimum 70% kuat tariknya. Itu penting karena terkait dengan besarnya gaya prategang perlu untuk sambungan baut dengan mekanisme slip-kritis, yang banyak dipakai di konstruksi jembatan. Jadi cara pengencangan dari kedua mutu baut tersebut tidak bisa dianggap sama. Oleh sebab itu, studi karakteristik baut mutu tinggi ini penting karena membantu mencapai mutu pelaksanaan sambungan baja yang tepat. Kata kunci: sambungan dengan mekanisme slip-kritis, baut mutu tinggi, Grade 8.8, dan A325 ABSTRACT In construction, steel connections play critical role and they determine the strength of the overall structures. The quality of the bolt determines the bolt strength. According to SNI 1729: 2015 (Indonesian Standard Code for Designing Building) there are two types of high-strength bolts: A325 and A490. Meanwhile, Bolt Installation Guidelines for Bridges by Ministry of Public Works (2015) provide more options in choosing the grade of bolts. There are bolts of quality Grade 8.8, which are equivalent A325; and Grade 10.9 & F10T which are equivalent to A490. Equivalent means both bolts having the same yield and tensile strengths. However, the geometrical properties of both bolts and the prices are quite different. If both bolts are in the same quality, the contractors may choose the cheapest one.therefore, it needs a study of the characteristics of high strength bolts subjected to tensile loads in order to prove the equivalency of bolts of Grade 8.8 and those of A325. As the results, the failures of bolts Grade 8.8 are dominated by collapses due to the stripping, meanwhile the failures of bolts A325 are generally breaking in cross-section. Collapses due to the stripping are more difficult to visually identify than breaking in cross-section. The risks of bolts collapses after tightening are higher as AISC (2015) requires a minimum of 70% of their tensile strength during tightening.it is important as it related to the magnitude of prestressing force, which is needed for bolt connection with slip-critical mechanism. The slipcritical mechanism is widely used in bridge construction. Since the fastening methods of those type of bolts are not equivalent, the study of the characteristics of both types bolts is important. This study will give a guideline to achieve the required quality of steel connections. Keywords: slip-critical bolted connections, high-strength bolts, Grade 8.8, and A325 Wiryanto Dewobroto Seminar HAKI 2016 1

Studi Karakteristik Baut Mutu Tinggi (A325 dan Grade 8.8) Terhadap Tarik dan Pengaruhnya pada Perencanaan Sambungan Wiryanto Dewobroto (Dosen, Universitas Pelita Harapan), Lanny Hidayat (Widyaiswara, Pusdiklat PU), Jack Widjajakusuma (Dosen, Universitas Pelita Harapan), Kelvin (Alumni, Universitas Pelita Harapan) 1. PENDAHULUAN Dalam praktik umumnya jika bahan material yang dispesifikasikan tidak ada, maka dapat dicari gantinya dengan bahan sejenis yang mempunyai spesifikasi setara. Jika yang setara itu masih mengacu spesifikasi mutu dari sumber code yang sama, seperti misal ASTM, atau Eurocode saja, maka biasanya hasilnya cukup memuaskan. Hanya saja di Indonesia, yang terbiasa menjadi konsumen dan faktor ekonomis menjadi pertimbangan utama, maka tidak aneh jika digunakan spesifikasi bahan dari sumber-sumber berbeda. Hanya saja yang namanya setara, tidak berarti itu sama persis. Bisa saja ada bagianbagian tertentu yang memang sama, tetapi tidak menutup kemungkinan ada bagian lain yang jadi berbeda. Akibatnya, hasilnya belum tentu seperti yang diharapkan semula. Tentang hal itu, akan dibahas baut mutu tinggi terkait istilah setara yang dimaksud. 2. KESETARAAN MUTU BAUT dan MASALAHNYA Pembahasan tentang kesetaraan bahan material pada konstruksi baja adalah penting. Itu bisa terjadi karena pada konstruksi baja terdapat komponen struktur yang relatif kecil bentuk fisiknya tetapi sangat besar peranannya, bahkan menentukan kekuatan struktur secara keseluruhan. Komponen struktur yang kecil tersebut adalah baut mutu tinggi. Dimulai dari Surat Edaran Menteri PU dan Perumahan Rakyat No.14/SE/M/2015 tentang Pedoman Pemasangan Baut Jembatan, yang menyebutkan bahwa baut pada jembatan, rentan terhadap fatig, sehingga harus memakai baut mutu tinggi - tipe friksi. Untuk itu tahap pemasangan sangat penting karena menentukan besarnya gaya pra-tegang yang diperlukan untuk mekanisme friksi. Hal menarik dari surat edaran itu adalah dimuat tabel yang berisi tipe-tipe baut mutu tinggi dari berbagai code yang berbeda, yang dianggap mempunyai kesetaraan mutu bahan material. Tabelnya adalah sebagai berikut : Tabel 1. Kesetaraan Baut Berdasarkan Sifat Mekaniknya Tegangan leleh (MPa) (minimum) Tegangan tarik (MPa) (minimum) A325 Grade 8.8 A490 Grade 10.9 F10T 660 830 Tegangan proof load (MPa) 600 640 (1) (2) 940 940 900 660 800 (1) (2) 1040-1210 1040 1000-1200 830 580 (1) (2) 830 830-600 Sumber : Tabel A.3 "Pedoman Pemasangan Baut Jembatan" (2015) Selanjutnya dari tabel di atas, akan dibahas secara khusus tentang baut mutu A325 dan Grade 8.8 yang dianggap paling banyak dipakai. Untuk kedua mutu tersebut, isi materi Tabel 1 di atas tidak perlu diragukan, sebab hanya mengutip ASTM A325M-04 dan ISO 898-1:2009, mewakili dua tempat berbeda, Amerika dan Eropa. Adanya Tabel 1 dan adanya pedoman pemasangan baut yang kelihatannya juga berlaku untuk semua tipe, tentu dapat memicu kesalah-pahaman. Pasti akan ada yang berpikir bahwa baut A325 dan Grade 8.8 pada diameter baut yang sama, maka kinerjanya pasti akan sama pula. Perbedaan hanya dari negara yang mengeluarkan code saja. Itu bisa diartikan bahwa sambungan baut A325 dapat digantikan oleh baut Grade 8.8. Apalagi di dalam peraturan tersebut tidak disebutkan adanya larangan yang menyatakannya. Wiryanto Dewobroto Seminar HAKI 2016 2

3. EVALUASI FISIK BAUT A325 dan GRADE 8.8 Material baut A325 dan Grade 8.8 dianggap mempunyai mutu yang setara. Tetapi untuk diameter sama, apakah bentuk geometrinya juga sama persis. Untuk menjawabnya, ada baiknya dibandingkan dua baut tersebut untuk diameter yang sama, sebagai berikut. Gambar 1. Baut Grade 8.8 dan A325 untuk Diameter yang Sama (Kelvin 2016) Dari perbandingan visual, tampak fisik keduanya tidak sama. Baut A325 untuk diameter yang relatif sama, terkesan punya kepala baut dan mur (nut) yang lebih besar. Untuk mendapatkan berapa besar perbedaan fisik keduanya, akan dilakukan pengukuran tiga diameter baut berbeda, masing-masing tiga sampel. Bagian yang diukur seperti pada Gambar 2 dan 3, adapun hasilnya ada di Tabel 2 dan 3. Tabel 2. Hasil Pengukuran Dimensi Kepala Baut (Kelvin 2016) A325 Gr 8.8 1(mm) 2(mm) 3 (mm) 26.2 23.7 9.9 10.2 30.0 26.9 5/8 M16 26.3 23.7 10.0 10.1 30.0 27.1 26.2 23.7 9.8 10.2 29.8 27.1 100% 90% 100% 103% 100% 90% 30.9 29.8 11.9 12.4 35.4 34.1 3/4 M 20 31.1 29.7 12.0 12.4 35.3 34.1 30.8 29.7 11.9 12.4 35.3 34.1 100% 96% 100% 104% 100% 97% 35.8 31.8 13.8 13.8 41.2 36.5 7/8 M 22 35.7 31.9 13.7 14.0 41.2 36.4 36.0 31.8 13.9 13.9 40.7 36.5 100% 89% 100% 101% 100% 89% Gambar 2. Bagian Kepala Baut yang Diukur Selain kepala baut, maka mur (nut) juga diukur dimensinya sebab terlihat berbeda, tidak bisa saling dipertukarkan. Hasilnya adalah : Tabel 3. Hasil Pengukuran Dimensi Mur atau Nut (Kelvin 2016) A325 Gr 8.8 1(mm) 2(mm) 3 (mm) 26.1 23.7 15.0 14.1 29.9 27.2 5/8 M16 26.2 23.7 15.0 14.1 29.9 27.1 26.3 23.8 15.0 14.2 29.8 27.1 100% 91% 100% 94% 100% 91% 31.1 29.4 18.6 17.4 35.5 33.6 3/4 M 20 31.2 29.4 18.3 17.5 35.5 33.5 31.3 29.4 18.2 17.5 35.5 33.6 100% 94% 100% 95% 100% 95% 35.6 31.4 21.5 19.4 40.0 35.9 7/8 M 22 35.6 31.1 21.6 19.4 40.6 35.7 35.5 31.2 21.5 19.5 40.6 35.9 100% 88% 100% 90% 1005 89% Wiryanto Dewobroto Seminar HAKI 2016 3

Gambar 3. Bagian mur (nut) yang diukur Selain cara pengukuran dimensi, dilakukan juga cara penimbangan berat dari masingmasing komponen (kepala baut dan mur). Hasilnya sebagai berikut. Tabel 4. Hasil Pengukuran Berat (gr) Bagian Baut (Kelvin 2016) Baut Kepala baut Mur (nut) A325 Gr 8.8 A325 Gr 8.8 A325 Gr 8.8 5/8 M16 3/4 M 20 7/8 M 22 132 127 193 221 314 272 132 127 194 220 315 271 132 127 195 221 315 270 100% 96% 100% 114% 100% 86% 47 29 81 54 121 65 48 28 81 54 122 64 48 30 81 53 121 67 100% 61% 100% 66% 100% 54% 4. EVALUASI KUAT TARIK BAUT A325 dan GRADE 8.8 Hasil pengukuran (Kelvin 2016) menunjukkan bahwa dimensi kepala baut Grade 8.8 dan A325 hampir sama. Adapun yang berbeda nyata adalah ukuran mur (nut), dimana baut A325 lebih besar dibanding baut Gr.8.8. Itu artinya kedua tipe tidak bisa otomatis saling menggantikan, khususnya mur (nut). Karena kepala baut hampir sama, maka untuk sambungan tumpu tipe geser untuk diameter baut yang sama, tentunya tidak masalah. Adapun untuk sambungan tipe tarik, karena mur ukurannya berbeda, tentu berpengaruh. Hasil uji tarik apakah sama, tentu diragukan. Untuk menjawab keraguan, dilakukan uji tarik baut sampai putus, mengacu ASTM F606. Uji tarik dilakukan di UPT LUK - BPPT Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang. Gambar 4. Uji tarik baut tunggal (Kelvin 2016) Pengujian tarik dilakukan dua kali untuk setiap bautnya, pertama sampai beban proofload, yaitu beban maksimum baut masih dalam kondisi elastis. Selanjutnya pengujian diulang dan diteruskan sampai bautnya putus untuk uji kuat tariknya. Seluruh baut yang diuji ada 3 3 2 atau 18 uji tarik. Wiryanto Dewobroto Seminar HAKI 2016 4

Contoh kurva perilaku keruntuhan baut 7/8 in atau M22 sebagai berikut. Gambar 5. Kurva Perilaku Putus Baut Mutu Tinggi A325 dan Gr 8.8 (Kelvin 2016) Dari data pengujian tarik di atas, selanjutnya disajikan dalam bentuk tegangan putus, yaitu beban putus dibagi luas penampang baut. Luas penampang diambilkan dari data pabrik terkait diameter baut yang digunakan. Ini penting karena baut A325 pakai satuan imperial 7/8 19 mm, sedangkan baut baut Grade 8.8 pakai metrik, diameter M20. Pada kurva ditampilkan juga tegangan putus minimum, yaitu 830 MPa, sebagai acuan. Gambar 6. Kuat putus (MPa) baut A325 dan Grade 8.8 (Kelvin 2016) Dari hasil uji tarik, semua baut mutu tinggi yang diuji (A325 dan Grade 8.8) menghasilkan tegangan putus yang lebih besar dari tegangan putus minimum yang disyaratkan (830 MPa). Hanya memang, ada kesan bahwa baut A325 lebih kuat dari baut Grade 8.8. 5. POLA KERUNTUHAN TARIK : PUTUS atau ULIR RONTOK (STRIPPING) Jika kriterianya adalah kuat tarik minimum, maka kedua tipe baut (A325 dan Gr. 8.8) memenuhi spesifikasi Tabel 1. Tidak ada masalah. Hanya saja jika diperhatikan bentuk keruntuhan yang terjadi, diketemukan pola kerusakan yang tidak biasa. Umumnya yang disebut baut putus adalah di bagian ulir atau luas penampang minimum. Untuk itulah pada tiap hitungan kekuatan baut, parameter yang penting adalah baut, karena berkorelasi langsung dengna luas penampangnya. Jika kerusakan baut ternyata tidak putus pada penampang, tetapi ulirnya yang mengalami kerontokan (stripping), maka tentunya prediksi kekuatan berdasarkan baut, menjadi dipertanyakan. Wiryanto Dewobroto Seminar HAKI 2016 5

Oleh sebab itu dalam mengevaluasi kekuatan baut, tidak cukup hanya melihat kuat tarik minimum, tetapi juga bentuk kerusakan saat putus. Itu penting untuk mengetahui apakah kekuatan baut tetap dapat diprediksi berdasarkan parameter perencanaan yang ada atau tidak. Bentuk kerusakan tarik dari baut A325 dan Grade 8.8 adalah sebagai berikut. Gambar 7. Putus dan Stripping pada Baut Mutu Tinggi (Kelvin 2016) Dari hasil uji tarik yang dilakukan diketahui bahwa baut mutu tinggi A325, dari 9 sampel uji, 1 mengalami stripping atau 11%. Adapun baut mutu tinggi Grade 8.8, dari 9 sampel uji, maka 4 mengalami stripping, atau mencapai 44%. Itu berarti baut Grade 8.8 mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk stripping daripada baut A325. 6. BAUT FRIKSI dan BAUT TUMPU Meskipun kedua tipe baut (A325 / Gr. 8.8) memenuhi kriteria tegangan minimum yang disyaratkan, yang menunjukkan kemiripan di segi mutu material. Tidak berarti itu jadi alasan utama menjadikan baut Grade 8.8 sebagai pengganti baut A325. Perilaku adanya kerusakan stripping perlu dipertimbangkan. Maklum, kerusakan seperti itu tidak ada dalam kriteria kekuatan baut berdasarkan AISC atau AASHTO, yang mengacu spesifikasi material ASTM. Stripping pada baut adalah tipe kerusakan yang lebih susah terdeteksi dibanding baut yang putus secara langsung (Wallace 2004). Hasil diskusi dengan Ir. Lanny Hidayat, M.Si, widyaiswara madya PU dan ahli jembatan, menyatakan bahwa risiko stripping lebih banyak terjadi pada pekerjaan sambungan jembatan baja, yang memakai mekanisme slip-kritis (friksi). Agar mekanisme friksi terjadi, pemberian gaya pra-tegang pada baut sangat penting. AISC mensyaratkan minimum 70% dari kuat tarik baut. Itu berarti, semakin besar gaya pra-tegang maka mekanisme friksi semakin baik. Tetapi di sisi lain risiko adanya stripping baut juga semakin besar, dan itu susah terdeteksi, khususnya jika mengandalkan pemeriksaan secara visual saja di lapangan. Jadi bisa saja sambungan baut terlihat terpasang dengan baik ditempatnya, tetapi ternyata mengalami stripping. Pada kondisi seperti itu, gaya prategang baut, tidak ada. Itu berarti tidak ada gaya friksi yang terjadi. Di lapangan, pilihan paling mudah untuk menghindari risiko stripping adalah tetap memakai baut A325. Adanya keraguan mutu baut Gr. 8.8 pada sambungan friksi memicu dilakukan studi literatur. Akhirnya dapat diketahui bahwa Grade 8.8 adalah baut mutu tinggi, tetapi untuk sambungan friksi diperlukan baut tipe lain, yaitu HSFG (high-strength friction-grip), yang berbeda perilaku kekuatannya, lihat Gambar 8 (Morris 1988). Wiryanto Dewobroto Seminar HAKI 2016 6

Gambar 8. Perilaku Tarik-Geser Baut Mutu Tinggi Grade 8.8 dan HSFG (Moris 1988) Jadi baut Grade 8.8 adalah baut mutu tinggi, didasarkan pada tegangan tarik minimum. Tetapi tidak mesti dapat dipakai sebagai baut HSFG untuk sambungan friksi. Adapun baut A325 adalah baut mutu tinggi sekaligus baut HSFG versi ASTM (Amerika). 7. BAUT MUTU TINGGI : PRELOAD dan NON-PRELOAD Grade 8.8 hanya mengacu pada mutu material dengan F y dan F u tertentu (Tabel 1). Adapun HSFG adalah baut yang dipasang untuk gaya prategang tertentu agar bekerja dengan mekanisme slip-kritis atau friksi. Saat ini istilah HSFG berganti menjadi high strength structural assemblies for preloading. Baut ini di Inggris ada beberapa tipe, umumnya adalah sistem HR (mengacu BS EN 14399-3). Nama di brosur adalah Pre- Load Bolt Assemblies BS EN 14399-3. Sistem ini mempunyai mur yang lebih tebal dan ulir yang lebih panjang agar lebih daktail. Adanya ulir yang panjang seperti itu maka diharapkan regangannya tidak bersifat lokal (diperkirakan ini upaya untuk menghindari kerusakan stripping). Baut tipe HR ini tidak terlalu sensitif terhadap prategang berlebih selama pengencangan, meskipun demikian masih diperlukan pengawasan di lapangan. Alternatif lain, baut tipe HV (BS EN 14399-4) dari di Jerman. Tipe ini relatif lebih sensitif terhadap prategang berlebih, tetapi tidak dipakai di Inggris (ref. www.steelconstruction). Itu berarti Grade 8.8 adalah baut mutu tinggi, yang masih terbagi lagi jenisnya berdasarkan cara pemasangannya, yaitu [1] baut pre-load mengacu BS EN 14399-3, dan [2] baut non-pre-load mengacu BS EN 15048. Perbedaan terlihat dari tanda pada kepala bautnya sebagaimana terlihat pada Gambar 9 berikut. (a). Baut pre-load (kiri spesifikasi baru, kanan yang lama) (a). Baut non-pre-load (kiri spesifikasi baru, kanan yang lama) Gambar 9. Identifikasi Baut Mutu Tinggi Grade 8.8 (www.andrewsfasteners) Wiryanto Dewobroto Seminar HAKI 2016 7

8. PEMBAHASAN dan KESIMPULAN Melihat hasil uji tarik antara baut mutu A325 dan mutu Gr. 8.8 dapat diketahui bahwa keduanya mempunyai mutu material yang sama karena mempunyai rata-rata tegangan putus minimum yang hampir sama. Perbedaan keduanya adalah pada geometri fisik, dimana dimensi mur pada Gr. 8.8 yang lebih kecil memicu adanya kerusakan stripping. Kerusakan stripping hanya mungkin terjadi pada baut yang mengalami gaya tarik saja. Untuk yang mengalami gaya geser, maka kerusakan seperti itu tidak pernah terjadi. Adapun baut yang berisiko mengalami gaya tarik berlebih adalah baut friksi, khususnya saat pemasangan yang mensyaratkan minimum 70% kuat tariknya. Karena baut mutu Gr. 8.8 adalah standar mutu international, yang digunakan juga pada jembatan maka dilakukan studi literatur mendalam. Hasilnya, ternyata pada dasarnya ada dua tipe yang berbeda, meskipun sama-sama mutu Grade 8.8. Ini tentu penting untuk diketahui karena kalau hanya berdasarkan Tabel 1 dari PU tentang Pedoman Pemasangan Baut Jembatan, ada kesan semua baut mutu Grade 8.8 bisa dipakai untuk baut friksi. Jadi baut untuk struktur jembatan harus tipe pre-load, itu bisa terdiri dari baut A325 atau baut Grade HR 8.8 (BS EN 14399-3) yang khusus tipe pre-load. Akhirnya dapat disimpulkan juga bahwa baut Grade 8.8 yang diuji tarik sampai putus dan mengalami stripping, adalah baut tipe non-pre-load, yang tidak sesuai jika dipakai untuk konstruksi jembatan. Baut non-preload hanya cocok untuk sambungan geser berdasarkan mekanisme tumpu yang mengandalkan kuat geser bautnya. 9. DAFTAR PUSTAKA AASHTO. (2005). AASHTO LRFD Bridge Design Specifications SI Unit 3 rd Ed., American Association of State Highway and Transportation Officials, Washington DC AISC.(2010). Specification for Structural Steel Building (ANSI/AISC 360-10), American Institute of Steel Construction, Chicago, Illinois, June 2010 Kelvin.(2016). "Studi Perilaku Keruntuhan Tarik Baut A325 dan Grade 8.8", Skripsi Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan (unpublished) Morris, LJ.(1988)."Design Rules for Connections in the United Kingdom", Journal Construction Steel Research 10 (1988) 375-413 RCSC.(2009). Specification for Structural Joints Using High-Strength Bolts, Research Council on Structural Connections, Chicago, Illinois Wallace, W.(2004). "You Can't Tension All Bolts", Distributor's Link Magazine, << akses 31 Januari 2016 : http://www.appliedbolting.com/pdf/ you_cannot_tension_all_bolts.pdf >> Tentang Penulis Utama Dr. Ir. Wiryanto Dewobroto, MT., dosen di Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Tangerang. Bidang keahlian rekayasa struktur. Pendidikan S1-UGM (1989), S2-UI (1998), S3-UNPAR (2009) promotor Prof. Moh. Sahari Besari. Aktif menulis dan mengelola blog di http://wiryanto.wordpress.com. Buku karya terbaru dalam tiga tahun ini, adalah "Bridge Engineering in Indonesia", in : Chapter 21 of the Handbook of Inter-national Bridge Engineering, by Wai-Fah Chen, Lian Duan, CRC Press (October, 2013); "Komputer Rekayasa Struktur dengan SAP2000", LUMINA Press, Jakarta (April 2013), dan "STRUKTUR BAJA - Perilaku, Analisis dan Desain - AISC 2010", LUMINA Press, Jakarta (April 2015). Edisi ke-2 buku Struktur Baja dengan total 960 halaman terbit Juli 2016 dan launching pertama kalinya di Seminar HAKI 2016. Wiryanto Dewobroto Seminar HAKI 2016 8