ANALISIS KARAKTERISTIK BIOLOGI SAMPAH KOTA PADANG

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK FISIK SAMPAH KOTA PADANG BERDASARKAN SUMBER SAMPAH DAN MUSIM

1. Pendahuluan ABSTRAK:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN

STUDI TIMBULAN, KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH DOMESTIK KOTA BUKITTINGGI

STUDI TIMBULAN, KOMPOSISI, DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH KAWASAN PT SEMEN PADANG

SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH NON DOMESTIK KOTA BUKITTINGGI 1)

Studi Timbulan Komposisi Dan Karakteristik Sampah Domestik Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

SATUAN TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH INSTITUSI KOTA PADANG GENERATED SOLID WASTE AND COMPOSITIONS OF INSTUTIONAL WASTE IN PADANG CITY

ANALISIS TIMBULAN, KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH DI KOTA PADANG

STUDI TIMBULAN, KOMPOSISI, KARAKTERISTIK, DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH NON DOMESTIK KABUPATEN TANAH DATAR

SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU

Karakteristik Limbah Padat

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

BAB III STUDI LITERATUR

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

STUDI TIMBULAN DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA PADANG PANJANG

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN BERAT JENIS DAN KOMPOSISI SAMPAH

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS)

ANALISIS KONSENTRASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Mikrobiologis Kompos Organik dari Sampah Organik dengan Penambahan Limbah Tomat dan EM-4 SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN SERPIHAN KAYU TERHADAP KUALITAS KOMPOS SAMPAH ORGANIK SEJENIS DALAM KOMPOSTER RUMAH TANGGA

STUDI KARAKTERISTIK SAMPAH KANTOR WALIKOTA MAKASSAR DAN ALTERNATIF PENGOLAHANNYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

Pengaruh Reduksi Sampah di Tempat Penampungan Sementara (TPS) terhadap Produksi Gas Rumah Kaca di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Kota Madiun

Pengaruh Sistem Open Dumping terhadap Karakteristik Lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Air Dingin Padang

UJI ULTIMAT DAN PROKSIMAT SAMPAH KOTA UNTUK SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMBANGKIT TENAGA

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

KLASIFIKASI LIMBAH. Oleh: Tim pengampu mata kuliah Sanitasi dan Pengolahan Limbah

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin.

SATUAN TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH DOMESTIK KABUPATEN TANAH DATAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah

SATUAN TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH INDUSTRI KOTA PADANG

EVALUASI KAPASITAS LAHAN TPA LADANG LAWEH DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU PENERAPAN SISTEM CONTROLLED LANDFILL

Studi Timbulan, Komposisi dan Karakteristik Fisika dan Kimia (Proximate Analysis) Sampah Non Domestik di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

BAB I PENDAHULUAN. tidak diperlukan lagi. Pengelolaan sampah merupakan kegiatan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB II LANDASAN TEORI

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH

ANALISIS TEMBAGA, KROM, SIANIDA DAN KESADAHAN AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU

OPTIMALISASI MASA PAKAI TPA MANGGAR KOTA BALIKPAPAN

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

PENGELOLAAN SAMPAH DI KAWASAN PURA BESAKIH, KECAMATAN RENDANG, KABUPATEN KARANGASEM DENGAN SISTEM TPST (TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri

Potensi Pencemaran Lingkungan dari Pengolahan Sampah di Rumah Kompos Kota Surabaya Bagian Barat dan Pusat

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

Potensi Daur Ulang dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

Teknologi Pengolahan Limbah Padat. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH BANDARA HASANUDDIN. Yemima Agnes Leoni 1 D Mary Selintung 2 Irwan Ridwan Rahim 3 1

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah perlunya usaha untuk mengendalikan akibat dari peningkatan timbulan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi

Kata kunci : Sampah, Reduksi, daur ulang, kawasan komersial dan Malioboro

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

Karakteristik dan Komposisi Sampah di TPA Buku Deru-Deru, Takome Kota Ternate dan Alternatif Pengelolaannya

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012).

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

Gambar 2.1 organik dan anorganik

Pengolahan Sampah. Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember Disampaikan oleh: Dr. Ridwan, MT- UG

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

PROPOSAL PROYEK AKHIR. Yayuk Tri Wahyuni NRP Dosen Pembimbing Endang Sri Sukaptini, ST. MT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah

PEMANFAATAN KULIT SINGKONG MENJADI PAVING BLOCK SEBAGAI UPAYA MENGURANGI TIMBULAN SAMPAH

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E ANALISIS TERAHADAP KINERJA MODEL-MODEL EMPIRIK DALAM MENENTUKAN KANDUNGAN ENERGI DARI SAMPAH PERKOTAAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

Transkripsi:

ANALISIS KARAKTERISTIK BIOLOGI SAMPAH KOTA PADANG Yenni Ruslinda*, Raida Hayati Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis, 25163 *E-mail: yenni@ft.unand.ac.id ABSTRAK Data analisis karakteristik sampah diperlukan dalam perencanaan dan pengembangan sistem pengelolaan sampah kota. Dalam penelitian ini karakteristik biologi sampah yang dianalisis adalah biodegradabilitas, populasi lalat, serta pengukuran bau dari berbagai sumber sampah, meliputi sumber domestik, komersil, institusi, industri, pelayanan kota, serta. Hasil analisis biodegradabilitas sampah dari berbagai sumber berkisar 18,35%-58,02% dengan rata-rata biodegradabilitas sampah sebesar 38,93%. Rata-rata populasi lalat yang menghinggapi sampah dari berbagai sumber berkisar 6-10 ekor/m 2 dengan rata-rata populasi lalat untuk sampah sebesar 8 ekor/m 2. Berdasarkan musim, rata-rata populasi lalat pada musim hujan (6-10 ekor/m 2 ) lebih besar dibandingkan dengan musim kemarau (5-9 ekor/m 2 ). Pengukuran bau dengan uji organoleptik menunjukkan bahwa bau sampah mengalami peningkatan bau setiap harinya selama waktu penelitian 3 hari berturut-turut. Komponen sampah makanan memiliki tingkat kebauan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampah halaman. Nilai konsentrasi gas H 2 S dan NH 3 pada komponen sampah makanan, sampah halaman, serta rata-rata sampah telah melewati baku tingkat kebauan sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 50 Tahun 1996. Kata Kunci: biodegradabilitas, karakteristik biologi, populasi lalat, pengukuran bau, sampah 1. Pendahuluan Dalam perencanaan dan pengembangan sistem pengelolaan persampahan kota diperlukan data awal berupa timbulan, komposisi dan karakteristik sampah. Informasi mengenai komposisi dan karakteristik sampah sangat diperlukan untuk memilih dan menentukan cara pengoperasian setiap peralatan dan fasilitas-fasilitas sistem pewadahan, pengumpulan dan pengangkutan sampah, memperkirakan kelayakan pemanfaatan kembali sumberdaya dan energi dalam sampah, serta untuk merencanakan fasilitas pembuangan akhir sampah (Damanhuri dan Tripadmi, 2004). Karakteristik sampah adalah sifat-sifat sampah yang meliputi sifat fisik, kimia, dan biologinya. Karakteristik sampah meliputi karakteristik fisik yaitu berat jenis, kelembapan, ukuran partikel dan distribusi ukuran, field capacity serta permeabilitas sampah. Karakteristik kimia meliputi proximate analysis (kadar air, kadar volatil, kadar fixed carbon dan kadar abu), titik lebur abu, nilai kalor sampah dan ratio C/N. Karakteristik biologi meliputi biodegrabilitas komponen organik, bau dan populasi lalat (Damanhuri dan Tripadmi, 2004). Karakteristik sampah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pendapatan masyarakat (low, medium, dan high income), pertumbuhan penduduk, produksi pertanian, pertumbuhan industri dan konsumsi, serta perubahan musim (Tchobanoglous, G and Frank K., 2002). Penentuan karakteristik biologi digunakan untuk menentukan karakteristik sampah organik di luar plastik, karet dan kulit. Parameter-parameter yang umumnya dianalisis untuk menentukan karakteristik biologi sampah organik terdiri atas (Tchobanoglous, G and Frank K., 2002): a. Biodegrabilitas Komponen Organik Fraksi biodegrabilitas dapat ditentukan dari kandungan lignin dari sampah. Pengukuran biodegrabilitas dipengaruhi oleh pembakaran volatile solid pada suhu 550 0 C, jika nilai volatile solid besar maka biodegrabilitas sampah tersebut kecil. Kandungan lignin merupakan estimasi dari biodegradabilitas, sebagai berikut: dimana : BF = 0,83-0,028 LC (1.1) BF = Fraksi biodegradabilitas dinyatakan dalam volatile solid basis LC = kandungan lignin pada volatile solid dinyatakan dalam % berat 0,83 dn 0,028 = konstanta empiris b. Bau Bau dapat timbul jika sampah disimpan dalam jangka waktu lama di tempat pengumpulan, transfer station, dan di landfill. Bau dipengaruhi TeknikA 33

oleh iklim panas. Bau terbentuk sebagai hasil dari proses dekomposisi senyawa organik yang terdapat pada sampah kota secara anaerob. Sebagai contoh, pada kondisi anaerob, sulfat tereduksi menjadi sulfida (S 2- ) dimana jika zat ini bereaksi dengan hidrogen akan membentuk H 2 S. c. Perkembangan Lalat Pada musim panas, perkembangbiakan lalat perlu mendapat perhatian yang khusus. Lalat dapat berkembang biak pada tempat pengumpulan sampah dalam waktu kurang dari dua minggu. Penelitian tentang timbulan dan komposisi sampah dari berbagai sumber seperti domestik, komersil, institusi, industri dan pelayanan kota sudah dilakukan pada tahun 2008-2009. Untuk melengkapi data tersebut dilakukan penelitian terhadap karakteristik sampah, yang dalam penelitian ini dianalisis karakteristik biologi sampah meliputi analisis biodegradabilitas, populasi lalat, serta pengkuran bau. 2. Metodologi Tahapan penelitian analisis karakteristik biologi sampah dimulai dengan pengambilan sampel sampah di lapangan (sampling), dilanjutkan dengan pengkondisian sampel sampah berdasarkan komposisi sampah dari masing-masing sumber sampah sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya. Setelah pengkondisian sampel, dilakukan analisis laboratorium untuk menganalisis biodegradabilitas, pengukuran populasi lalat dan bau yang dihasilkan masing-masing sumber sampah. 4. Pengkondisian Sampel Pengkondisian sampel dilakukan berdasarkan komposisi sampah dari masing-masing sumber sampah hasil penelitian sebelumnya. Tabel 1 memperlihatkan data komposisi sampah dari masing-masing sumber sampah hasil penelitian sebelumnya. Dalam pengkondisian ini, sampah dari masing-masing sumber dipilah sesuai dengan komponen sampah organiknya, kemudian dikondisikan sesuai data komposisi sampah untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium. Berdasarkan SNI, berat sampel sampah yang diambil untuk analisis laboratorium sebanyak 2 kg. 5. Analisis Sampel di Laboratorium Pengujian laboratorium untuk analisis karakteristik biologi sampah meliputi pengukuran biodegradabilitas, populasi lalat dan bau. Pengukuran biodegradabilitas dilakukan dengan mengukur kandungan lignin sampah. Pengukuran populasi lalat dilakukan dengan meletakkan alat fly grill (Gambar 1) yang berbentuk persegi dengan ukuran 1 m x 1 m diatas tumpukan sampah dari masing-masing sumber sampah selama 30 detik. Pengukuran bau dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode organoleptik (penciuman dengan hidung manusia) serta pengukuran gas H 2 S dan Amonia (NH 3 ) dengan metoda spektrofotometri. Pengujian karakteristik biologi ini dilakukan di Laboratorium Buangan Padat Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas. 3. Pengambilan Sampel di Lapangan Sampel dari masing-masing sumber sampah yang diambil dalam penelitian ini diusahakan sama dengan lokasi pengambilan sampel sampah pada penelitian sebelumnya yaitu tentang pengukuran timbulan dan komposisi sampah dari berbagai sumber, agar hasil yang diperoleh lebih representatif. Gambar 1. Alat Fly Grill TeknikA 34

Tabel 1. Analisis Komposisi Komponen Komposisi (%) Domestik a) Komersila a) Institusi b) Industri a) Pelayanan a) a) Organik Anorganik Makanan 67,68 38,27 34,39 9,90 14,38 32,92 Kertas 7,59 19,97 14,19 20,06 4,23 13,21 Plastik 12,23 16,94 14,92 18,86 8,81 14,35 Tekstil 0,74 1,83 1,48 8,69 0,51 2,65 Karet 0,42 2,15 0,08 1,62 1,63 1,18 Kulit 0,17 - - 5,47 0,50 1,23 Halaman 6,34 1,40 29,12 0,54 65,93 20,67 Kayu - 0,70 0,25 14,18 2,54 3,53 Total Organik 95,17 81,02 94,42 79,32 98,52 89,69 Kaca 2,12 3,32 0,81 0,26 0,16 1,33 Kaleng 0 6,03 1,33 1,36 0,32 1,81 Logam 0,71 6,97-0,12 0,08 1,58 Lain-lain 2 2,66 3,44 18,93 0,92 5,59 Total Anorganik 4,83 18,98 5,58 20,68 1,48 10,31 Sumber : a) Ruslinda (2011) b) Ruslinda ( 2012) 6. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan untuk mendapatkan karakteristik biologi sampah, yaitu: - Data biodegradabilitas sampah yang didapat dari hasil pengukuran kadar lignin dari masingmasing sumber sampah. - Data populasi lalat yaitu dari rata-rata hasil pengukuran populasi lalat untuk masing-masing sumber sampah. - Data bau sampah dari pengukuran dengan metoda organoleptik dan dibandingkan dengan pengukuran gas H 2 S dan Amonia (NH 3 ) untuk mempertajam analisis. 7. Hasil dan Pembahasan Analisis Komposisi Berdasarkan hasil penelitian komposisi sampah dari masing-masing sumber di yang diperoleh dari penelitian sebelumnya (Tabel 1) didapatkan persentase komposisi sampah organik jauh lebih besar bila dibandingkan dengan persentase komposisi sampah anorganik. Komposisi sampah organik berkisar 79,32%- 98,52% sedangkan komposisi sampah anorganik berkisar 1,48%-20,68%. Komposisi sampah didapatkan dari perhitungan rata-rata masing-masing komposisi sampah yang berasal dari sumber domestik, komersil, institusi, industri, serta daerah pelayanan kota. Komposisi terbesar yang terdapat pada sampah adalah sampah organik sebesar 89,69%, yang terdiri atas sampah makanan 32,92%, sampah halaman 20,67%, kertas 13,21%, serta kayu 3,53% (Ruslinda, Y., Aziz, R., Suarni, SA, 2011) Biodegradabilitas Pengujian parameter biodegradabilitas sampah organik didasarkan pada penentuan kandungan lignin terhadap sampel sampah. Dalam penelitian ini pengukuran lignin tidak dilakukan dengan perbedaan musim, dikarenakan pada penentuan kadar lignin, sampel yang akan diuji harus terbebas dari kadar air dan kadar volatil, untuk itu sampel dipanaskan pada suhu 550 o C. Penentuan kandungan lignin terhadap sampel sampah organik dilakukan pada kondisi volatile solid yang dinyatakan dalam % berat kering. Sehingga hasil penentuan kandungan lignin yang diperoleh tidak akan mengalami perbedaan yang signifikan apabila dilakukan dengan perbedaan musim. Hasil penelitian biodegradabilitas sampah dari berbagai sumber dapat dilihat pada Tabel 2. TeknikA 35

Tabel 2. Biodegradabilitas dari Berbagai Sumber Sumber % Kadar Volatil % Kadar Lignin % Fraksi Biodegrabilitas Domestik 24,82 8,92 58,02 Komersil 42,02 22,49 20,02 Institusi 38,91 13,43 45,40 Industri 42,99 23,09 18,35 Pelayanan 21,49 10,77 52,85 34,05 15,74 38,93 Dari hasil penelitian ini didapatkan nilai biodegradabilitas berdasarkan sumber berturut-turut dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sumber domestik 58,02%, pelayanan kota 52,85%, institusi 45,40%, komersil 20,02%, serta sumber industri 18,35%, sedangkan untuk sampah didapatkan nilai biodegradabilitas yaitu sebesar 38,93%. Nilai fraksi biodegradabilitas sangat dipengaruhi oleh nilai kadar volatil dan kadar lignin. Untuk sumber domestik dan pelayanan kota, dari hasil analisis didapatkan kadar volatil berkisar 21,49-24,82% dan kadar lignin 8,92-10,77%, menghasilkan nilai fraksi biodegradabilitas untuk kedua sumber cukup besar yaitu 52,85-58,02%. Untuk sumber institusi dan rata-rata sampah, didapatkan kadar volatil sebesar 34,05%- 38,91% dan kadar lignin sebesar 13,43-15,74% yang menghasilkan nilai fraksi biodegradabilitas sebesar 38,93-45,40%. Sebaliknya untuk sumber komersial dan industri, dengan kadar volatil sebesar 42,02-42,99% dan kadar lignin 22,49-23,09% dihasilkan nilai fraksi biodegradabilitas yang kecil sebesar 18,35-20,02%. Hubungan antara kadar lignin dan fraksi biodegradabilitas komposisi sampah organik dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Hubungan Kadar Lignin dan Fraksi Biodegradabilitas dari Berbagai Sumber Dari gambar tersebut diperoleh nilai kadar lignin berbanding terbalik dengan fraksi biodegradabilitas sampah, dengan nilai koefisien korelasi sama dengan satu (r =1) yang berarti keduanya memiliki hubungan korelasi linier sempurna. Semakin kecil nilai kadar lignin maka semakin besar fraksi biodegradabilitas sampah tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur dari Tchobanoglous, G and Frank K (2002) yang menunjukkan bahwa semakin kecil persentase nilai kadar lignin maka semakin besar nilai persentase fraksi biodegradabilitas. Penentuan Populasi Lalat Banyaknya jumlah populasi lalat dapat dijadikan sebagai indikator terjadinya degradasi sampah oleh mikroorganisme dan untuk penentuan frekuensi pengumpulan dan jenis pewadahan sampah yang akan digunakan (Ruslinda, Y., Indah S., Fauzi, A, 2009). Populasi Lalat Berdasarkan Sumber Berdasarkan sumber sampah, rata-rata populasi lalat yang menghinggapi sampah berkisar 6-10 ekor/m 2. Ini dipengaruhi oleh besarnya persentase komposisi sampah makanan yang mudah membusuk dari sumber domestik sebesar 67,68%, disusul oleh sumber komersil 38,18%, institusi 34,39%, pelayanan kota 14,38%, serta sumber industri 9,90%. Untuk sampah yang berasal dari rata-rata gabungan dari kelima sumber sampah memiliki populasi sebesar 8 ekor/m 2. Bila dibandingkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1405/MENKES/SK/ XI/2002 dengan indeks lalat maksimal adalah 8 ekor/m 2, maka populasi lalat untuk lingkungan kerja dan industri masih berada pada batas maksimal atau belum melewati indeks lalat maksimal. TeknikA 36

Populasi Lalat Berdasarkan Musim Berdasarkan musim, populasi lalat pada musim hujan lebih besar dibandingkan dengan musim kemarau. Populasi lalat pada musim kemarau untuk sampah dari berbagai sumber berkisar antara 3-12 ekor/m 2, dengan rata-rata sekitar 5-9 ekor/m2, sedangkan populasi lalat pada musim hujan untuk sampah dari berbagai sumber berkisar antara 4-12 ekor/m 2, dengan rata-rata sekitar 6-10 ekor/m 2. Hal tersebut dipengaruhi adanya kandungan air dari luar yang berasal dari air hujan yang membilas sampah, sehingga kadar air untuk sampel sampah pada musim hujan meningkat. Tingginya kadar air sampah menyebabkan komponen sampah yang mudah membusuk lebih cepat terdegradasi oleh mikroorganisme sehingga menghasilkan gas H 2 S (Tchobanoglous, G and Frank K., 2002). Gas ini lah yang memicu meningkatnya jumlah populasi lalat. Untuk lebih jelasnya, perbandingan populasi lalat sampah di berdasarkan pengaruh musim dapat dilihat pada Gambar 3. Pengukuran Bau Pengukuran Bau dengan Uji Organoleptik Pengukuran bau dengan uji organoleptik dilakukan dengan jumlah panelis sebanyak 10 orang. Parameter bau dinilai sangat rendah apabila tercium bau tidak sedap, sedangkan pada kondisi tidak ada bau parameter bau dinilai paling tinggi. Tabel 3 dan Tabel 4 memperlihatkan hasil uji organoleptik untuk komponen sampah halaman dan sampah makanan. Tabel 3. Hasil Uji Organoleptik pada Komponen Halaman No Hari Ke- Tidak Daun Lapuk Jumlah Panelis Daun Lapuk Sangat Daun Lapuk 1. Satu 8 2-2. Dua - 8 2 3. Tiga - - 10 Tabel 4. Hasil Uji Organoleptik pada Komponen Makanan No. Hari Ke- Tidak Makanan Basi Jumlah Panelis Makanan Basi Sangat Makanan Basi 1. Satu 2 8-2. Dua - 2 8 3. Tiga - - 10 Dari tabel di atas diperoleh bahwa dari uji organoleptik komponen sampah makanan dan sampah halaman sama-sama mengalami peningkatan kadar bau tiap harinya. Berdasarkan literatur dari Tchobanoglous, G and Frank K (2002), komponen sampah organik yang paling mudah terurai berasal dari komponen sampah makanan dengan fraksi biodegradabilitas sebesar 82%. Pengukuran bau dengan uji organoleptik berdasarkan sumber dilakukan terhadap rata-rata sampah. Hasil pengukuran bau pada sampah organik berdasarkan sumber sampah secara organoleptik dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Uji Organoleptik pada Sumber No. Hari Ke- Tidak Jumlah Panelis Sangat 1 Satu - 10-2 Dua - - 10 3 Tiga - - 10 Pengukuran Bau dengan Uji Spektrofotometri Untuk melengkapi hasil, analisis parameter bau dilakukan juga dengan pengukuran gas Hidrogen Sulfida (H 2 S) dan Amoniak (NH 3 ) dengan metoda spektrofotometri. Hasil analisis pengukuran gas H 2 S dan Amoniak (NH 3 ) terhadap komponen sampah dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 4 serta Gambar 5. TeknikA 37

Vol. 20 No. 1 April 2013 ISSN : 0854-8471 Tabel 6. Gas H 2 S dan NH 3 Berdasarkan Komponen No. 1. 2. Komponen halaman makanan H 2 S NH 3 0,316 7,015 0,841 20,305 Populasi Lalat (ekor/m 2 ) 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Domestik Komersil Institusi Pelayanan Industri Populasi Lalat Musim Kemarau Populasi Lalat Musim Hujan Gambar 3. Perbandingan Populasi Lalat Berdasarkan Musim Gambar 4. Gas H 2 S pada Komponen Gambar 5. Gas NH 3 pada Komponen Dari hasil analisis didapatkan bahwa komponen sampah makanan memiliki konsentrasi gas H 2 S dan NH 3 yang lebih besar dibandingkan dengan komponen sampah halaman. Hasil analisis pengukuran gas H 2 S dan Amoniak (NH 3 ) terhadap sumber sampah dapat dilihat pada Tabel 7. Apabila nilai konsentrasi gas H 2 S dan NH 3 tersebut dibandingkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 50 Tahun 1996 tentang baku tingkat kebauan dengan nilai ambang batas untuk gas H 2 S dan NH 3 sebesar 0,02 ppm dan 2,0 ppm. Maka, nilai konsentrasi gas yang diperoleh telah melewati baku mutu dari standar yang telah ditetapkan baik nilai konsentrasi gas berdasarkan komponen maupun sumber sampah. Tabel 7. Gas H 2 S dan NH 3 Sumber H 2 S NH 3 1,532 40,425 TeknikA 38

8. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: Nilai biodegradabilitas dari masing-masing sumber sampah di berkisar 18,35%-58,02% dengan rata-rata biodegradabilitas sampah sebesar 38,93%. Rata-rata populasi lalat yang menghinggapi sampah dari berbagai sumber berkisar 6-10 ekor/m 2 dengan rata-rata populasi lalat untuk sampah sebesar 8 ekor/m 2. Berdasarkan musim, populasi lalat pada musim hujan lebih besar dibandingkan pada musim kemarau. Pengukuran bau dengan uji organoleptik menunjukkan bahwa bau sampah mengalami peningkatan bau tiap harinya selama waktu penelitian baik terhadap komponen sampah maupun sumber sampah. Nilai konsentrasi gas H 2 S dan NH 3 untuk komponen sampah makanan, sampah halaman, serta sumber sampah telah melewati baku tingkat kebauan sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 50 Tahun 1996. dari Berbagai Sumber di, Jurnal Purifikasi vol. 11 no. 2 (2011) 6. Ruslinda, Y., Aziz, R., Suarni, SA, Satuan Timbulan dan Komposisi Institusi, Jurnal Dampak vol. 9 no. 2 (2012) 7. Tchobanoglous, George and Frank Kreith. Handbook of Solid Waste Management, 2 nd ed. Mc Graw Hill Inc, New York (2002) Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan pada Ditjen Dikti yang telah mendanai penelitian ini dalam skim Hibah Bersaing tahun 2010 dan Lembaga Penelitian Universitas Andalas yang telah memfasilitasi kegiatan ini. Referensi 1. Damanhuri. E. dan Tripadmi. Pengelolaan, Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (2004) 2. Departemen Pekerjaan Umum. Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan Perkotaan. SNI 19-3962- 1994 (1994) 3. KLH. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 50 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan (1996) 4. Ruslinda, Y., Indah S., Fauzi, A., Karakteristik dan Kajian Kelayakan Teknis Daur Ulang, Pengomposan dan Insinerasi Domestik, Jurnal Dampak vol. 6 no. 1 (2009) 5. Ruslinda, Y., Aziz, R., Suarni, SA, Timbulan, Komposisi dan Potensi Daur Ulang TeknikA 39