ANALISIS TINGKAT KETELITIAN PENGUKURAN BEDA TINGGI DENGAN POWERSET SET1010 UNTUK MENUNJANG KELANCARAN PEKERJAAN TEKNIK SIPIL

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS TINGKAT KETELITIAN PENGUKURAN POLIGON DENGAN POWERSET SERI SET1010

Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten

Studi Perbandingan GPS CORS Metode RTK NTRIP dan Total Station dalam Pengukuran Volume Cut and Fill

Pengaruh Sudut Vertikal Terhadap Hasil Ukuran Jarak dan Beda Tinggi Metode Trigonometris Menggunakan Total Station Nikon DTM 352

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR

Modul 10 Garis Kontur

dimana, Ba = Benang atas (mm) Bb = Benang bawah (mm) Bt = Benang tengah (mm) D = Jarak optis (m) b) hitung beda tinggi ( h) dengan rumus

STUDI PENERAPAN MODEL KOREKSI BEDA TINGGI METODE TRIGONOMETRI PADA TITIK-TITIK JARING PEMANTAU VERTIKAL CANDI BOROBUDUR DENGAN TOTAL STATION

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika

P E N G U K U R A N S I P A T D A T A R

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

Sipat datar / Levelling/ Waterpassing

SALMANI SALEH ILMU UKUR TANAH

TIM PENYUSUN LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH DENGAN WATERPASS MEI 2014

TUJUAN INSTRUKSIONAL

BAB II LANDASAN TEORI

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

Membandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar

3.4 PEMBUATAN. Program D3/D4 Teknik Sipil FTSP ITS Mata Kuliah : Ilmu Ukur Tanah

5/16/2011 SIPAT DATAR. 1

ILMU UKUR TANAH. Oleh: IDI SUTARDI

PENGECEKAN KETEGAKAN KOLOM BANGUNAN DENGAN METODE PEMOTONGAN SISI. D.Bambang Sudarsono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unika Soegijapranata

STUDI EVALUASI METODE PENGUKURAN STABILITAS CANDI BOROBUDUR DAN BUKIT

Bahan ajar On The Job Training. Penggunaan Alat Total Station

Kontrak Pembelajaran

LEVELLING 3 SIPAT DATAR MEMANJANG & MELINTANG (UNTUK MENDAPATKAN BENTUK PROFIL POT.TANAH) Salmani,, ST, MS, MT 2012

Analisa Perbandingan Volume Cut and Fill menggunakan Total Station dan GPS CORS (Continouosly Operating Reference Station) Metode RTK NTRIP

Home : tedyagungc.wordpress.com

Definisi, notasi, glossary. Program D3/D4 Teknik Sipil FTSP ITS. Kode Nama Mata Kuliah 1

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Tinjauan Umum Deformasi

Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

Metode Ilmu Ukur Tanah

LAPORAN PRAKTIKUM PEMETAAN DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian

ILMU UKUR TANAH. Oleh: IDI SUTARDI

Ilmu Ukur Tanah (Plan Survaying)

Pengukuran Tachymetri Untuk Bidikan Miring

PROFIL MEMANJANG. Program Studi D3/D4 Teknik Sipil ITS. Mata Kuliah : Ilmu Ukur Tanah

PRESENTASI TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PEMETAAN SITUASI DENGAN PLANE TABLE

Gambar Sket posisi sudut di sebelah kanan arah jalur ukuran polygon terbuka terikat

TEORI SIPAT DATAR (LEVELLING)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

TACHIMETRI. Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil. lengkap (situasi) yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip

Dosen : Haryono Putro, ST.,SE.,MT.

Pengantar Surveying kelas Teknik Sipil

ba - bb j Gambar Pembacaan benang jarak pada bak ukur

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 4-5 : METODE PENGUKURAN SIPAT DATAR

BAB VII PENGUKURAN JARAK OPTIS

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-Titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

IMPLEMENTASI BAHASA PEMROGRAMAN UNTUK PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN HASIL PENGUKURAN DENGAN TS

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Ukur Tanah adalah suatu ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran yang

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) ILMU UKUR TANAH SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL

Jaring kontrol vertikal dengan metode sipatdatar

MODUL III WATERPASS MEMANJANG DAN MELINTANG

BAB I PEMETAAN 1. PENDAHULUAN 2. MAKSUD DAN TUJUAN 3. TEORI a. Skala

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

EVALUASI TITIK KONTROL TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG DENGAN METODE PENGUKURAN KERANGKA DASAR VERTIKAL BENCH MARK (BM)

Pengukuran Sipat Datar Memanjang dan Melintang A. LATAR BELAKANG

DASAR-DASAR PENGUKURAN BEDA TINGGI DENGAN ALAT SIPAT DATAR

EVALUASI KETINGGIAN BANGUNAN DALAM RANGKA UPAYA MENJAGA ZONA KKOP BANDARA JUANDA. (Studi Kasus : Masjid Ar-Ridlo Sedati Sidoarjo)

BAB I PENGANTAR. Universitas Gadjah Mada 1

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Maksud dan Tujuan

Tujuan Khusus. Tujuan Umum

PENGUKURAN WATERPASS

KETELITIAN CITRA SATELIT QUICK BIRD UNTUK PERANCANGAN PRASARANA WILAYAH

Pengukuran dan Pemetaan Hutan : PrinsipAlat Ukur Tanah

BAB III KAJIAN TEKNIS

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Geodesi mempunyai dua maksud yaitu:

LAPORAN PRAKTIKUM PEMETAAN SUMBERDAYA LAHAN (Pengukuran Beda Tinggi dengan Sipat Ukur Datar Profil Memanjang)

Pemetaan Eksterior Gedung 3 Dimensi (3D) Menggunakan Electronic Total Station (ETS)

BAB III PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pengukuran Detail Rehabilitasi Jaringan Irigasi tersier Pada UPTD. Purbolinggo

1.Sebagai kerangka Horizontal pada daerah pengukuran 2.Kontrol Jarak dan Sudut 3.Basik titik untuk pengukuran selanjutnya 4.

PENGENALAN MACAM-MACAM PENGUKURAN SITUASI

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

MAKALAH SURVEY DAN PEMETAAN

LAPORAN PEMETAAN DIGITAL

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH

PENYUSUNAN DAN PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM PADA KOMPETENSI KEAHLIAN TEKNIK SURVEI DAN PEMETAAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

BAB I PENDAHULUAN. Bengawan Solo merupakan sungai terbesar di pulau Jawa. Menampung air dari

BAB II LANDASAN TEORI

BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA. Hasanuddin Z. Abidin

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Gambar Penentuan sudut dalam pada poligon tertutup tak. terikat titik tetap P 3 P 2 P 5 P 6 P 7

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Mata Kuliah Praktik Dasar-Dasar Pengukuran Tanah. Kode

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) A-202

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

MIKHO HENRI DARMAWAN Ir.CHATARINA N,MT DANAR GURUH.ST,MT

Transkripsi:

Media Teknik Sipil, Volume XI, Juli 2011 ISSN 1412-0976 ANALISIS TINGKAT KETELITIAN PENGUKURAN BEDA TINGGI DENGAN POWERSET SET1010 UNTUK MENUNJANG KELANCARAN PEKERJAAN TEKNIK SIPIL Suryoto Staf pengajar Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret ( UNS Solo ), JL Ir. Sutami 36 A Solo telp. 0271632114 Email : Suryo_to91@yahoo.com Abstrak Setiap pekerjaan teknik sipil memerlukan media untuk perencanaan dan pelaksanaan. Media tersebut dinamakan peta topografi skala besar, berisi informasi tentang kenampakan permukaan bumi yang disajikan secara horisontal dan vertikal. Untuk keperluan pekerjaan teknik sipil, posisi vertikal atau ketinggian harus diukur dan disajikan secara kuantitatif. Oleh karena itu pengukurannya dilakukan secara trigonometris dengan PowersetSET1010 dan cara sipatdatar dengan waterpas B2, dengan maksud hasil ukurannya berupa numerik dan dapat diketahui tingkat ketelitiannya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui tingkat ketelitian masing-masing metode pengukuran sbb : [i] Hasil ukuran rata-rata cara trigonometris mencapai ketelitian ( 21 d ) mm. [ii] Hasil ukuran rata-rata cara sipat datar mencapai ketelitian ( 11 d ) mm. [iii] Perbedaan hasil ukuran rata-rata cara trigonometris terhadap sipat datar B2 pada setiap slag berkisar antara 3 mm s/d 7 mm. Kata kunci : Ketelitian, Beda tinggi, Trigonometris, PowersetSET1010 Abstract Every work in civil engeneering need the medium for desain and realitation. The medium is topographic map in big scale that consist of information about earth surface as man made and natural, that present in horizontal and vertical position. For civil engeneering work, the vertical position or ellevation have to be measured and presented in numerical data or kuantitatif. By the reason, the ellevation is measured by trigonometric methode with powersetset1010 instrument and waterpas methode with B2 instrument. According the research, the accuracy of each methode, tobe explanned like this : [i] The accuracy of Trigonometric methode in evarage value : ( 21 d ) mm. [ii] The accuracy of waterpas methode in evarage value : ( 21 d ) mm. [iii] The defferent of everage value in trigonometric methode to waterpas methode about 3 mm to 7 mm. Keywords : Accuracy, Trigonometris, PowersetSET1010 1. PENDAHULUAN Untuk melakukan pembangunan fisik diatas permukaan bumi, khususnya pekerjaan teknik sipil seperti pembuatan jalan raya, saluran air, penentuan tata letak bangunan, pembuatan jembatan dan sebagainya, keberadaan peta mutlak diperlukan YAITU untuk perencanaan dan pelaksanaan. Peta yang dibuat umumnya disebut dengan peta topografi skala besar ( skala 1 : 100 s/d 1 : 10 000 ) berisi informasi tentang keadaan permukaan bumi berupa hasil budi daya manusia ( Jalan, pemukiman, saluran dan sebagainya ) dan kenampakan alam ( bentuk permukaan bumi, sungai, danau dan informasi lain yang masih alami ) yang disajikan secara horisontal dan vertikal. Khususnya informasi ketinggian, dianggap sangat penting, terutama untuk menangani masalah banjir, perencanaan route jalan, tata letak bangunan sampai dengan pekerjaan tanah yaitu perhitungan galian dan timbunan tanah. Dengan demikian, hasil ukuran ketinggian atau beda tingi harus dapat dipertanggungjawabkan secara kuantitatif atau dapat diketahui tingkat ketelitiannya. 101 Supaya informasi ketinggian yang disajikan dalam peta dapat memenuhi tingkat ketelitian tertentu, sesuai permintaan pengguna peta, maka metode dan peralatan yang digunakan harus disesuaikan dengan persyaratan yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Soetomo W [1], metode pengukuran beda tinggi antara 2 titik dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu : Barometris, Trigonometris dan sipat datar. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, tergantung kondisi permukaan bumi yang dipetakan dan ketelitian yang dipersyaratkan. Dalam tulisan ini dibahas mengenai dua metode terakhir, yaitu Trigonometris dan Sipatdatar dalam hal cara pengukuran dan tingkat ketelitian pengukuran yang dihasilkan. Dengan harapan dapat diperoleh titik temu atau kesepakatan antara pemakai dan pembuat peta, dengan pertimbangan medannya sulit, keterbatasan waktu dan tuntutan ketelitian yang harus dipenuhi. Mengacu pada peralatan yang tersedia dan luasan areal yang sering dipetakan ( perbukitan ) dengan luasan kurang dari 20 Ha atau panjang kerangka vertikal kurang dari 2 km, maka metode yang

digunakan adalah metode trigonometris dengan menggunakan POWERSET SET1010 dan sipat datar dengan menggunakan waterpas otomatis B2 (Automatic Levellin). Hasil yang diharapkan diantaranya : Tingkat keteltian pengukuran beda tinggi pada satu arah, rata-rata dari 2 arah pada masing masing slag and loop yang dinyatakan terhadap hasil ukuran sipat datar. 2. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini antara lain : i. Mengetahui pola dan perbedaan hasil ukuran beda tinggi dengan Powerset SET1010 tanpa koreksi refraksi, terhadap hasil ukuran beda tinggi sipat datar dengan alat ukur waterpas otomatis B2. ii. Mengevaluasi kemungkinan hasil ukuran beda tinggi dengan Powerset SET1010 pada masingmasing slag ( Hasil ukuran rata-rata ) pada jarak tertentu, dan salah penutup kerangka dengan bentuk geometris ( loop ). 3. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Parseno dan Yulaikhah [8], pengukuran beda tinggi dengan cara trigonometris menggunakan alat ukur TS NICON DTM 352 dan dilengkapi dengan koreksi refraksi, hasilnya masih dapat memenuhi persyaratan LC yaitu 12 d ( mm ). Secara teoritis hasil ukuran beda tinggi cara trigonometris yang dilakukan dari 2 arah dan diambil harga rataratanya, maka kesalahan refraksi akan terelimener atau hasilnya dapat dianggap benar. Dalam melakukan pemetaan sering dihadapkan pada medan yang sulit, waktunya mendesak namun ketelitiannya relatif longgar, sehingga dimungkinkan pengukuran kerangka horisontal dan vertikal dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan alat ukur POWERSET. Dengan pertimbangan seperti yang telah diuraikan, maka perlu dilakukan penelitian bagaimana tingkat ketelitian hasil ukuran cara trigonometris dengan menggunakan alat ukur Powerset SET1010 terhadap Sipat datar dalam hal : Hasil ukuran satu arah dan dua arah pada setiap slag serta dalam bentuk loop. Harapannya, meskipun pengukuran kerangka vertikal diukur dengan cara trigonometris, jika menggunakan alat yang memadai hasilnya dapat mencapai tingkat ketelitian yang diharapkan. Dengan kata lain pemetaan dapat dilakukan dengan lebih cepat namun hasilnya dapat memenuhi keinginan pemakai, atau pekerjaan berikutnya dalam hal ini pekerjaan teknik sipil dapat berjalan lebih lancar. 4. LANDASAN TEORI 4.1. Pengukuran beda tinggi dengan cara Trigonometris. Kelebihan alat ukur total Station termasuk powerset SET1010 adalah kemampuannya dalam mengukur jarak dan sudut secara elektronik dalam satu kali kedudukan, sehingga dapat digunakan untuk pengukuran kerangka horisontal ( Poligon ) dan kerangka vertikal ( trigonometris ) dalam waktu yang bersamaan. Dengan menggunakan rumus tertentu atau memanfaatkan software yang ada pada alat tersebut, langsung dapat dihitung sudut horisontal, sudut vertikal, jarak miring, jarak datar dan beda tinggi antar titik yang diduduki alat dan titik yang diamat. Prinsip pengukuran beda tinggi dengan cara trigonometris ( 6 ) dapat dilihat pada gambar 1. Berdasarkan gambar 1, maka beda tinggi antara titik A dan B ( h AB ) dapat dihitung dengan persamaan-persamaan sbb : h AB = ta + V tr (1) V = S sin h = D tan h (2) H B = H A + h AB = H A + ta + V tr (3) Dalam hal ini : H A : tinggi titik A ta : Tinggi alat H B : Tinggi titik B Tr : Tinggi reflector h AB : Beda tinggi antara titik A dan B S : jarak miring h : sudut vertikal ( helling ). D : Jarak datar h S V tr ta B Dh AB A D Gambar 1. Prinsip pengukuran beda tinggi dengan cara Trigonometris. 102

4.2. Pengukuran beda tinggi dengan Cara Sipatdatar. Secara teoritis pengertian sipatdatar adalah penentuan beda tinggi antara dua titik atau lebih dengan garis bidik horisontal yang diarahkan pada rambu yang berdiri vertikal. Jika jarak antar rambu jauh atau tidak bisa dalam satu kali kedudukan ( satu slag ), maka antar titik tersebut perlu dibuat beberapa slag pengukuran yang dapat diukur pergi dan pulang ( PP ) dalam waktu satu hari. Cara pengukuran beda tinggi tersebut dinamakan pengukuran sipat datar berantai atau diferensial levelling. Pengukuran beda tinggi antar titik yang cukup jauh ( antar titik kontrol pemetaan ) dengan cara sipat datar berantai ( 6 ) secara grafis dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini. Berdasarkan gambar 2 tersebut, beda tinggi antara titik A dan B ( h AB ) dapat dihitung dengan persamaan-persamaan berikut : h AB = h = b - a (1) H B = H A + h AB Dalam hal ini ; h = beda tinggi tiap slag b = jumlah bacaan rambu belakang a = jumlah bacaan rambu muka 4.3. Desain bentuk geometris pengukuran di lapangan. Agar hasil masing-masing ukuran yaitu cara sipatdatar dan trigonometris dapat dikontrol berdasarkan pendekatan matematis yaitu dari titik awal kembali ke titik awal lagi, maka route pengukuran dibuat tertutup dan masing-masing slag diukur dua kali. Secara umum bentuk geometris yang digunakan seperti gambar 3: b4 a4 b1 a1 b3 a3 b2 a2 3 B h AB A 1 2 Gambar 2. Pengukuran Beda Tinggi dengan Sipatdatar berantai. Keterangan gambar 2 : A dan B : Titik kontrol pemetaan yang akan ditentukan beda tingginya. 1, 2, 3 : titik titik Bantu a1, a2, a3, a4 : bacaan rambu muka b1, b2, b3, b4 : bacaan rambu belakang BM/2 BM/3 BM/5 BM/4 BM/9 BM/6 BM/1 BM/8 BM/7 Gambar 3. Desain geometris route pengukuran. 103

5. CARA PENELITIAN 5.1. Alat dan Bahan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil pengukuran beda tinggi dengan menggunakan Powerset SET1010 dan waterpas B2, dengan lokasi pengukuran di Gondangrejo Jl Raya Solo Purwodadi, Km 11,6 tepatnya di sebelah selatan PT Menara Kartika Buana Gondangrejo, Karanganyar, Surakarta, Jawa Tengah. 5.2. Tahapan Penelitian Secara garis besar, tahapan penelitian dilakukan dengan urutan sbb : A. Persiapan, meliputi : i. Persiapan perijinan peminjaman alat ukur dan lokasi penelitian. ii. Pengecekan alat ukur Powerset dan sipat datar, untuk menghindari adanya kesalahan sistimatis. B. Pengumpulan data, meliputi : i. Pengumpulan data tentang kondisi lokasi penelitian serta bentuk geometris route pengukuran. Berdasarkan kondisi permukaan tanah dan bentuk areal penelitian, maka route penelitian yang dipilih adalah loop seperti yang disajikan pada gambar 3. ii. Pengukuran beda tinggi cara trigonometris dilakukan dengan menggunakan Powerset dengan mengamat kearah depan dan belakang, sehingga diperoleh 2 jenis data. iii. Pengukuran sipatdatar dilakukan pada route dan titik yang sama seperti poin b, dengan kedudukan alat diusahakan ditengah-tengah dan pengukuran dilakukan pergi-pulang (PP). C. Pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sbb : i. Perhitungan beda tinggi cara trigonometris dilakukan pada saat pengamatan ke titik belakang, titik depan dan rata-ratanya tanpa pemberian koreksi refraksi untuk masing-masing slag dan loop. ii. Beda tinggi cara sipat datar dihitung pada masingmasing slag dan loop, pada saat pengukuran pergi, pulang dan rata-ratanya.. iii. Perhitungan salah penutup pada kedua metode,dilakukan dengan menggunakan harga rata-ratanya berdasarka perhitungan poin a dan b. D. Analisis. i. Pada pengukuan beda tinggi cara trigonometris, analisis dilakukan pada masing-masing slag dan loop, dengan menggunakan data tunggal dan rataratanya. ii. Analisis hasil pengukuran beda tinggi cara sipatdatar dilakukan dengan cara : bacaan rambu belakang dikurangi bacaan rambu depan untuk masing-masing slag dan loop dengan menggunakan data tunggal dan rata-ratanya. iii. Untuk mengetahui tingkat ketelitian masingmasing metode, analisis dilakukan dengan membandingkan kedua hasil ukuran dengan mengacu pada standart baku tingkat ketelitian pengukuran secara nasional. E. Metode pelaksanaan Penelitian. Secara keseluruhan metode pelaksanaan Penelitian, dapat dilihat pada gambar.4. Persiapan : Perijinan Cek alat Pengumpulan data untuk evaluasi Pembentukan model Hasil Ukuran dengan sipat Datar Hasil ukuran dengan Powerset Model Matematik Hitungan kesalahan penutup Hitungan kesalahan penutup Analisis Hasil Gambar 4. Diagram alir Pelaksanaan Penelitian. 104

6. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Hasil analisis perbandingan tingkat ketelitian pengukuran. Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan, tingkat ketelitian pengukuran beda tinggi masingmasing metode dapat dijelaskan sbb : A. Hasil ukuran beda tinggi cara trigonometris dengan powerset SET1010 dapat dilihat pada tabel 1. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa selisih ukuran ke depan dan belakang untuk masing-masing slag tidak lenear terhadap jarak, dan selisih beda tinggi terbesar adalah 20 mm pada jarak 79,54 m yaitu beda tinggi BM/8 ke BM/9. Tabel 1.Hasil ukuran beda tinggi cara trigonometris dengan Poweset SET1010. No Kode 2 BM/2 3 BM/3 4 BM/4 5 BM/5 6 BM/6 h1 h2 h1-2 d / jarak h -0.547-0.560 +0.013 91.30-0.553-0.437-0.437 +0.000 121.80-0.437-1.349-1.354 +0.005 125.63-1.351-0.285-0.294 +0.009 96.48-0.289 +1.305 +1.312-0.007 106.72 +1.308-0.179-0.198-0.019 70.49-0.189 B. Hasil ukuran beda tinggi cara sipatdatar dengan alat ukur B2 dapat dilihat pada tabel 2, dan dapat dijelaskan bahwa beda tinggi hasil ukuran pergi dan pulang relatif stabil yaitu berkisar antara 0 s/d 2 mm pada masing-masing slag atau paling besar 2 mm pada jarak 125,60 m yaitu beda tinggi BM/6 ke BM/7. Tabel 2. Hasil ukuran Beda Tinggi cara sipatdatar dengan waterpas B2. No Kode h1 h2 2 BM/2 3 BM/3 4 BM/4 5 BM/5 6 BM/6 7 BM/7 8 BM/8 9 BM/9 h Jarak -0.547-0.545-0.546 91.30-0.435-0.433-0.434 121.80-1.352-1.354-1.353 125.60-0.288-0.286-0.287 96.48 +1.303 +1.305 +1.304 106.72-0.187-0.185-0.186 70.49 +0.479 +0.479 +0.479 99.73 +0.488 +0.490 +0.489 79.54 +0.526 +0.525 +0.525 101.64 7 BM/7 8 BM/8 9 BM/9 +0.490 +0.476 +0.014 99.73 +0.483 +0.498 +0.478 +0.020 79.54 +0.488 +0.516 +0.527-0.011 101.64 +0.521 0.012-0.050 893.33 +0.019 h1 = beda tinggi arah depan h2 = beda tinggi arah belakang h1-2 = beda tinggi (depan belakang) d = jarak h = Hasil ukuran rata-rata ke depan dan belakang 105

C. Hasil ukuran beda tinggi rata-rata dari kedua metode, perbedaan hasil ukuran untuk masing-masing slag dan salah penutup loop dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Hasil evaluasi kesalahan terkait tingkat ketelitian dan salah penutup. No Kode h T (hasil rata-rata Trigonometris 2 BM/2 h SD (hasil rata-rata Sipat Datar Selisih rata-rata (T SD) ( m ) Jarak ( m ) -0.553-0.546-0.007 (7) 91.30-0.437-0.434 +0.003 (3) 121.80 3 BM/3 4 BM/4 5 BM/5 6 BM/6 7 BM/7 8 BM/8 9 BM/9-1.351-1.353 +0.002 (2) 125.60-0.289-0.287-0.002 96.48 +1.305 +1.304-0.004 (4) 106.72-0.189-0.186-0.003 (3) 70.49 +0.483 +0.479 +0.004 (4) 99.73 +0.488 +0.489-0.001 (1) 79.54 +0.521 +0.525-0.004 (4) 101.64 T = +0.019 = + 19 mm SP = 21 D SD = -0.009 m = - 9 mm SP < 12 D mm d = 893.3 m. 12 D = 11.34 mm Catatan : T = Trigonometris SD = Sipat Datar SP = Salah penutup h T = Hasil rata-rata ukuran trigonometris h SD = Hasil rata-rata ukuran sipat datar 6.2. Hasil Analisis kelas pengukuran berdasarkan salah penutup Menurut spesifikasi jaring kontrol vertikal yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (8), kesalahan penutup yang masih dapat ditoleransi pada kelas pengukuran LC dan LD adalah ( 12 d ) mm dan ( 18 d ) mm dimana d adalah jarak pengukuran dalam satuan Km. Dengan melihat pada tabel 3, kesalahan penutup loop masing-masing metode dapat dijelaskan sbb : A. Salah penutup hasil ukuran rata-rata dengan cara trigonometris tidak memenuhi toleransi LD ( 18 d ), tepatnya adalah ( 21 d ) atau terjadi kesalahan ukuran beda tinggi sebesar 19 mm pada jarak 0, 8933 Km. B. Salah penutup hasil ukuran rata-rata dengan cara sipat datar dapat memenuhi toleransi LC ( 12 d ), tepatnya adalah ( 11 d ) atau terjadi kesalahan ukuran beda tinggi sebesar 9 mm pada jarak 0, 8933 Km. C. Selisih perbedaan ukuran rata-rata cara trigonometris tanpa koreksi refraksi, terhadap sipatdatar untuk setiap slag berkisar antara 3 mm s/d 7 mm dan tidak lenear terhadap jarak. 7. SIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh adalah : 1. Salah penutup hasil ukuran beda tinggi cara trigonometris dengan powerset ( harga rata-rata dan tanpa koreksi refraksi ), mencapai tingkat 106

ketelitian ( 21 d ) mm dimana d adalah jarak ukuran dalam satuan Km. 2. Salah penutup hasil ukuran beda tingi cara sipat datar dengan waterpas B2, mencapai tingkat ketelitian : ( 11 d ) mm atau memenuhi syarat kelas LC yaitu ( 12 d ) mm. 3. Perbedaan hasil ukuran rata-rata cara trigonometris dengan powerset terhadap sipatdatar B2 pada masing-masing slag berkisar antara 3 mm s/d 7 mm. 8. DAFTAR PUSTAKA [1] Soetomo Wongsotjitro, 1990, Ilmu ukur tanah, kanisius, Yogyakarta. [2] Suyono S dan M Takasaki, 1983, Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan, Pradnya Paramita, Jakarta. [3] Jacub Rais, 1976, Ilmu Ukur Tanah I, Cipta Sari, Semarang. [4] Barry F Kavanagh, 1992, Surveying with Construction Application, Prentice Hall. Inc, Upper Saddle River, New Jersey. [5] Sokkia Co, Ltd, 1998, Basic Operation manual for Powerset Series, Tokyo, Japan. [6] Basuki, S., 2006, Ilmu Ukur Tanah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. [7] Sokkia Co, Ltd, 1988, operator s manual B1 Automatic level, Tokyo, Japan. [8] Parseno dan Yuaikhah, 2008, MEDIA TEKNIK NO 4 Tahun XXX Edisi Nopember 2008, FT UGM, YOGYAKARTA. 107