ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN MUSKULOSKELETAL DENGAN METODE QUICK EXPOSURE CHECKLIST (QEC) PADA PERAJIN GERABAH DI KASONGAN YOGYAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
Kata Kunci: metode QEC, pekerja gerabah, sepuluh postur duduk

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan tersebut. Risiko-risiko tersebut dapat menimbulkan berbagai penyakit. Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit

Penentuan Faktor Resiko Musculetal Disorder (MSDs) Bagi Pekerja Pengglasir Keramik

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk berusaha atau bekerja dalam rangka memenuhi

HUBUNGAN SIKAP KERJA STATIS TERHADAP NYERI BAHU PADA PEKERJA MEMBATIK TULIS DI KAMPUNG BATIK LAWEYAN SURAKARTA

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu

BAB I PENDAHULUAN. penyakit akibat kerja, keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan suatu produksi. Tidak sedikit proses produksi yang

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

Hubungan Tingkat Risiko Ergonomi Dan Masa Kerja Dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Pekerja Pemecah Batu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GAMBARAN POSISI KERJA DAN KELUHAN GANGGUAN MUSCULOSKELETAL PADA PETANI PADI DI DESA KIAWA 1 BARAT KECAMATAN KAWANGKOAN UTARA

Analisis Postur Kerja Menggunakan Metode Ovako Work Posture Analysis System (OWAS) (Studi Kasus: PT Sanggar Sarana Baja Transporter)

Metode REBA Untuk Pencegahan Musculoskeletal Disorder Tenaga Kerja

ANALISIS POSTUR KERJA PADA MEKANIK BENGKEL SEPEDA MOTOR HIDROLIK X DAN NON-HIDROLIK Y KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan muskuloskeletal adalah kerusakan pada bagian-bagian otot

Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti

BAB I PENDAHULUAN. atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja menurut OSHA. tahun 1992, dimana sekitar 62% pekerja menderita Musculoskeletal

BAB 1 PENDAHULUAN. ergonomi yang kurang tepat yaitu Musculoskeletal disorder (MSDs). Keluhan

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR

Prosiding Seminar Nasional Ergonomi IX TI-UNDIP 2009 Semarang, November 2009 ISBN :

Penilaian Postur Kerja di Area Konstruksi CV. Valasindo dengan Metode Quick Exposure Check

Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya 60111

PERBANDINGAN PENILAIAN RISIKO ERGONOMI DENGAN METODE REBA DAN QEC (Studi Kasus Pada Kuli Angkut Terigu)

Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDS) Pada Aktivitas Manual Handling Pekerja Jasa Pengiriman Barang

USULAN PERBAIKA STASIUN KERJA MENCANTING DENGAN ANALISIS KELUHAN MUSKULOSCELETAL (Studi Kasus: Industri Batik Gress Tenan)

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebaliknya kesehatan dapat mengganggu pekerjaan. Tujuan pengembangan ilmu dan

terjadi karena kerja berlebihan (ougkverexertion) atau gerakan yang berulang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang memberikan sumbangan terbesar dalam industri tekstil pada

SimposiumNasional Teknologi Terapan (SNTT)2 2014

BAB I PENDAHULUAN. nyeri punggung semasa hidupnya. Nyeri punggung bawah tetap menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dunia perindustrian di era globalisasi dan Asean Free Trade

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan

Analisis Resiko Cidera Kerja pada Kegiatan Proses Produksi dengan Metode Quick Exposure Checklist (QEC) di PT. XYZ

PENILAIAN POSTUR OPERATOR DAN PERBAIKAN SISTEM KERJA DENGAN METODE RULA DAN REBA (STUDI KASUS)

IDENTIFIKASI POSTUR KERJA SECARA ERGONOMI UNTUK MENGHINDARI MUSCULOSKELETAL DISORDERS

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Saat ini pembangunan industri menjadi salah satu andalan dalam

TUGAS AKHIR. Diajukan guna melengkapi sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama : Nur Ngaeni NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tipe masalah ergonomi yang sering dijumpai ditempat kerja

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, pada

NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR ANALISIS MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) UNTUK MENGURANGI KELUHAN FISIK PADA OPERATOR TENUN IKAT TROSO

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ

STUDI RESIKO KERJA OPERATOR LABORATORIUM PENGUJIAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE QEC (QUICK EXPOSURE CHECK) (STUDI KASUS PT.

BAB I PENDAHULUAN I-1

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

I. PENDAHULUAN. Keluhan low back pain (LBP) dapat terjadi pada setiap orang, dalam kehidupan

EVALUASI MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA AKTIVITAS PEMBATIKAN MENGGUNAKAN METODE BRIEF SURVEY

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERBAIKAN METODE KERJA OPERATOR MELALUI ANALISIS MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs)

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

Corelation Between Ergonomics Exposure And Musculosceletal Disorder of Dentist Working

BAB I PENDAHULUAN. produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar S-1 Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu bidang kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. belum bisa dihindari secara keseluruhan. Dunia industri di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

ANALISIS POSTUR KERJA MENGGUNAKAN METODE QUICK EXPOSURE CHECK (QEC) SEBAGAI DASAR KAJIAN PERANCANGAN ALAT BANTU DI PT. ASIA FORESTAMA RAYA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA BATIK DI KECAMATAN SOKARAJA BANYUMAS

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil analisa data di 3 group pekerjaan

SARANA KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS MENINGKATKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA GARMENT DI BALI

GAMBARAN RISIKO ERGONOMI PADA PEKERJA CUCI SEPEDA MOTOR DI JAKARTA PADA BULAN MEI 2013

USULAN PERBAIKAN POSTUR KERJA KARYAWAN CV ATHAM TOY S MAINAN KAYU (ATMK) DENGAN METODE QUICK EXPOSURE CHECK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA PADA STASIUN PEMOTONGAN UNTUK MENGURANGI KELUHAN MUSCULOSKELETAL DI CV. XYZ

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada

BAB I PENDAHULUAN. Laundry dikenal sebagai kegiatan binatu atau pencucian pakaian dengan. mencucikan pakaian-pakaian (Samsudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Health Association) adalah beberapa kondisi atau gangguan abnormal

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN MUSKULOSKELETAL PADA PENGAYUH BECAK (STUDI KASUS DI PASAR PAGI KABUPATEN PEMALANG)

Anggit Paramitha, Hendra. Dept. Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun Kerja Bawahan. Stasiun Kerja Finishing. Gambar 1.1 Stasiun Kerja Pembuatan Sepatu

permukaan pekerjaan, misalnya seperti proses menjahit. Secara langsung maupun tidak langsung aktivitas kerja secara manual apabila tidak dilakukan sec

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 Universitas Indonesia

KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA LAUNDRY DI KECAMATAN DENPASAR SELATAN, BALI

PENILAIAN POSTUR KERJA PADA PEKERJA PEMBUAT BATAKO DI GORONTALO

ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI MENGGUNAKAN METODE REBA TERHADAP KELUHAN MSDs PADA PENGRAJIN BATIK DI NISYA BATIK, KUNINGAN

TUGAS AKHIR ANALISA AKTIVITAS KERJA FISIK DENGAN METODE STRAIN INDEX (SI)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENILAIAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO PADA SAAT MELAKAKUKAN PEKERJAAN DENGAN METODE MANUAL TASKS RISK ASSESSMENT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN MUSKULOSKELETAL DENGAN METODE QUICK EXPOSURE CHECKLIST (QEC) PADA PERAJIN GERABAH DI KASONGAN YOGYAKARTA Artikel Ilmiah MIFTAH INDRIASTUTI *)Alumnus FKM **) Dosen Bagian Keselamatan Dan Kesehatan Kerja FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO Jalan Prof. Soedarto, SH. Tembalang, Semarang Email: miftah.indriastuti@gmail.com ABSTRACT Implementation of ergonomics and occupational safety and health (OSH) of the informal sector are less noticed by the owners of the industry. The activity of pottery artisans was repetitive work,with a long duration, be done with less ergonomic working posture, static posture, bent and requiring considerable force. Twelve of 30 pottery artisans feels pain on the neck muscles, shoulders, arms, hands and back. The author would like to know those risk factors by using the Quick Exposure Checklist, which is one of the tools to assess the risk factors of musculoskeletal disorders. The purpose of this study was to analyze the risk factors of the musculoskeletal disorder among the pottery artisans in Kasongan based on the assessment results by using the Quick Exposure Checklist (QEC). The design of this research is qualitative with descriptive analysis and with observational approach. Survey results revealed that all tasks in the process of making pottery in the Loro Blonyo Kasongan studio was done with awkward postures on certain body parts i.e. back, shoulder/arm, wrist and neck, with routine movements and repetitive motion. The force factor and the maximum weight that can be lifted by the craftsmen are still below the maximum allowable limit which is 23-25kg. The entire activity of each task is performed within the period of time of > 4hours/day. The six respondents are male, in the reproductive age and with the longest tenure of 17 years. Key Word : QEC, risk factors, MSDs Literature : 32, 1983-2011 PENDAHULUAN Keselamatan dan kesehatan kerja yang telah popular dengan sebutan K3, dewasa ini implementasinya telah menyebar

41,6%. Rata-rata semua pekerja mengeluhkan nyeri di punggung, bahu, dan pergelangan tangan. (5) Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan di Sanggar Loro Blonyo didapatkan bahwa 12 dari 30 orang perajin gerabah mengalami keluhan pegal- secara luas di hampir setiap sektor industri. Namun, penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di sektor informal seringkali tidak diperhatikan oleh pemilik usaha. Jumlah total tenaga kerja Indonesia menurut BPS sebesar 116 juta orang pada tahun 2010, lebih dari 73 juta orang terserap ke sektor informal. (1) Penerapan K3 dan ergonomi yang baik telah terbukti meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja sekaligus meningkatkan produktivitas kerjanya. Kenyataannya penerapan ergonomi dan K3 di perusahaan terutama di perusahaan kecil dan menengah (sektor informal) belum berjalan dengan baik karena terdapat beberapa hambatan. Menurut Sutjana, hambatan penerapan K3 dan ergonomi di perusahaan antara lain, tidak memberikan keuntungan pada perusahaan/pemilik industri, prioritas manajemen K3 masih rendah, kurangnya program promotif tentang K3 dan ergonomi di perusahaan sehingga banyak pemilik industri yang tidak mengetahui tentang pentingnya K3 dan ergonomi. (2) Salah satu masalah ergonomi yang sering terjadi pada pekerja sektor perajin onix di Jawa Barat, 16,4% penambang emas di Kalimantan Barat, 14,9 % perajin sepatu di Bogor, dan 8% perajin kuningan di Jawa Tengah. Perajin batu bata di Lampung dan nelayan di DKI Jakarta adalah kelompok pekerja yang paling banyak menderita gangguan muskuloskeletal, masing-masing sekitar 76,7% dan pegal dan nyeri pada bagian tubuh tertentu terutama pada bagian leher, bahu, punggung, pinggang, tangan, pergelangan tangan, pergelangan kaki dan lutut. Keluhan tersebut dirasakan oleh perajin gerabah selama melakukan informal adalah keluhan musculoskeletal. Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian otot-otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya disebut dengan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem musculoskeletal. (3) Bagian otot yang sering dikeluhkan meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, punggung dan pinggang dan otot-otot bagian bawah. (4) Hal tersebut bisa dilihat dari data yang dikumpulkan oleh, peneliti dari Pusat Riset dan Pengembangan Ekologi kesehatan Departemen Kesehatan pada 2004. Penelitian ini melibatkan 800 orang dari 8 sektor informal di Tanah Air. Hasilnya menunjukkan bahwa gangguan muskuloskeletal dialami oleh sekitar 31,6 % petani kelapa sawit di Riau, 21% perajin wayang kulit di Yogyakarta, 18% tugasnya dalam proses pembuatan gerabah. Proses pembuatan gerabah memiliki beberapa tahapan yaitu proses pengolahan bahan, pembentukan baik dengan tangan langsung, cara putar, maupun cetak, pengeringan,

pengecatan/glasir, pengovenan/pembakaran dan finishing. Proses pembuatan gerabah tersebut membutuhkan waktu yang lama, pekerjaan perajin gerabah merupakan pekerjaan berulang (repetitive), dengan durasi kerja yang lama dengan postur kerja yang kurang ergonomis, duduk statis dan membungkuk, serta membutuhkan tenaga yang cukup besar. Sanggar Loro Blonyo merupakan salah satu usaha kerajinan gerabah di Kasongan yang memiliki 30 orang pekerja yang terdiri dari 3 wanita dan 27 pria. Dusun Kasongan terletak di Desa Bangunjiwo Kecamatan Kasihan Bantul yang terkenal sebagai desa wisata Kasongan sentra kerajinan gerabah di Kabupaten Bantul. Hampir setiap penduduk di Dusun Kasongan berprofesi sebagai perajin gerabah yang usahanya sudah dimulai secara turun temurun. Berdasarkan data dari Seperti halnya pada pekerjaan pembuatan gerabah ini dilakukan dalam postur kerja yang tidak normal seperti punggung terlalu membungkuk, beberapa tugas dalam pembuatan gerabah ini dilakukan dalam posisi statis, serta dilakukan beberapa kali pengulangan gerakan dan dilakukan dalam waktu yang lama atau selama jam kerja yakni 8 jam. Selain itu, gerabah yang dibentuk memiliki berat patung beragam antara 5 hingga 20 kg sehingga terdapat variasi beban yang mampu diangkat oleh setiap pekerja. Aktivitas pekerjaan perajin gerabah merupakan pekerjaan berulang (repetitive), dengan durasi kerja yang lama dan dilakukan dengan postur kerja yang kurang ergonomis, duduk statis dan membungkuk, serta membutuhkan tenaga yang cukup besar. Aktvitas yang dilakukan oleh perajin gerabah tersebut UPT Kasongan tahun 2008 terdapat 593 orang perajin yang terbagi dalam 38 kelompok, sedangkan yang masuk dalam wilayah Dusun Kasongan (Pedukuhan Kajen) terdapat 270 orang perajin yang terbagi dalam 18 kelompok. (6) Keluhan muskuloskletal terjadi karena dipengaruhi beberapa faktor risiko antara lain adalah postur kerja yang tidak normal, pembebanan statis pada otot, beban kerja yang tinggi, repetitive work (pekerjaan berulang), serta stress.. (4) Faktor risiko musculoskeletal disorders dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu faktor pekerjaan, lingkungan dan karakteristik individu. Faktor pekerjaan meliputi postur tubuh, beban, durasi dan frekuensi. Faktor lingkungan meliputi temperatur, kelembapan, dan sirkulasi udara serta vibrasi. Faktor karakteristik individu meliputi Usia, masa kerja, kelamin dan kebisaan merokok. (7) berisiko mengalami gangguan musculoskeletal apabila dilakukan berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang lama sehingga dibutuhkan suatu upaya untuk melakukan pencegahan terjadinya gangguan musculoskeletal pada perajin gerabah. Upaya pencegahan ataupun perbaikan memiliki banyak cara untuk melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan tekanan fisik dengan risiko keluhan muskuloskletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, (3) harapan dan toleransi kelelahan. Sebelum melakukan evaluasi ergonomi perlu diketahui faktor risiko gangguan musculoskeletal yang ada terlebih dahulu dengan dilakukan penilaian faktor risiko. Penilaian faktor risiko ergonomi dapat dilakukan dengan

beberapa metode baik itu dengan RULA, REBA, BRIEF, OWAS maupun QEC. (8) Metode tersebut merupakan tools / alat yang digunakan dalam upaya penilaian risiko ergonomi terutama yang berkaitan dengan gangguan musculoskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan. Metode tersebut memiliki cara penilaian, jenis pekerjaan, subjek, variabel penilaian yang berbeda dan memiliki kelebihan serta kekurangan masing masing. Quick Exposure Checklist (QEC) secara cepat dapat menilai paparan QEC merupakan metode yang sesuai dalam penelitian ini karena telah memperhitungkan paparan risiko Berdasarkan uraian tersebut perlu dilakukan suatu analisis tentang faktor risiko gangguan muskuloskletal (MSDs) pada perajin gerabah di Kasongan dengan menggunakan metode Quick Exposure Checklist (QEC) sehingga dapat diketahui faktor risiko MSDs serta dapat dilakukan evaluasi risiko untuk setiap bagian tubuh yang berisiko gangguan musculoskeletal seperti durasi, frekuensi, postur kerja dan (9, 10) beban kerja. MATERI DAN METODE Penelitian deskriptif dengan pendekatan observasional terhadap faktor risiko terjadinya gangguan musculoskeletal pada perajin gerabah di Kasongan Yogyakarta, untuk mengidentifikasi faktor risiko terjadinya gangguan musculoskeletal pada perajin gerabah dengan menggunakan metode ergonomi risk assessment QEC ( Quick Exposure Checklist). Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan risiko dari work-related musculoskeletal disorders, menilai gangguan risiko yang terjadi pada bagian belakang punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan dan leher. Serta dapat mengidentifikasi faktor risiko musculoskeletal disorders terutama pada faktor pekerjaan yaitu postur tubuh, beban, durasi dan frekuensi. Metode ini dapat diterapkan untuk jenis pekerjaan yang lebih beragam. Metode ini melibatkan kedua pihak yakni observer (pengamat/peneliti) dan pekerja dalam melaksanakan identifikasi dan penilaian risiko. tujuan utama untuk memuat gambaran deskriptif suatu keadaan secara objektif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perajin gerabah di Sanggar Loro Blonyo. Pengambilan sampel disesuaikan dengan jumlah tugas dalam proses pembuatan gerabah yakni 6 macam tugas, meliputi proses pengolahan bahan baku, pembentukan dengan tangan langsung, pembentukan dengan cara cetak, pengamplasan, pengecatan/glasir, dan bagian detail (pernik kecil). HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Karakteristik Pekerja Tabel 1 Karakteristik Perajin Gerbah di Sanggar Loro Blonyo Kasongan Tahun 2012 No. Karakteristik 1. Jenis Kelamin a.laki laki 100 b.perempuan 0 2. Usia a.remaja (12 20) Presentase (%) 0

b.dewasa (21 100 50) 3. Masa Kerja a. 1 5 tahun 16,7 b. 6 10 tahun 33,3 c. > 10 tahun 50 Analisis Faktor Postur Kerja dengan QEC Berdasarkan analisis faktor risiko pada enam jenis tugas yaitu pengolahan bahan, pembentukan dengan tangan langsung, pembentukan dengan cara cetak, pengamplasan, pengecatan/glasir, dan pemberian bagian detail/pernik dapat diketahui bahwa seluruh tugas dalam proses pembuatan gerabah di Sanggar Loro Blonyo Kasongan dilakukan dengan postur janggal (awkward posture) pada bagian tubuh tertentu yakni punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan dan leher, dengan pergerakan rutin dan melakukan gerakan berulang (repetead motion) dan dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Sebagian besar tugas dalam pembuatan gerabah ini dilakukan dalam posisi statis dan hanya dua jenis tugas yang mengalami pergerakan punggung lebih dari 2 kali per menit. Hal tersebut Analisis Faktor Force dengan Metode QEC Berdasarkan analisis faktor risiko pada enam jenis tugas yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa rata rata force yang mampu dilakukan oleh perajin gerabah dalam masing masing tugasnya adalah Sedang. Hal tersebut dapat diketahui bahwa 4 perajin dengan masing - masing tugasnya mampu mengangkat beban dengan berat 1 4 kg menggunakan satu tangan (force), sedangkan sisanya hanya mampu mengangkat beban dengan berat < 1 kg sesuai dengan apa yang dikemukakan Humantech, bahwa gerakan postur janggal tersebut merupakan faktor risiko terjadinya gangguan, penyakit atau cidera pada sistem musculoskeletal. (11) Selain itu aktivitas pekerjaan perajin gerabah berdasarkan jenis tugasnya dilakukan dengan postur yang tidak seimbang. Menurut Simoneue et. al(32), postur tubuh yang tidak seimbang dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan postural stress atau stress pada bagian tubuh tertentu. Gejala postural stress yang timbul yaitu kelelahan, nyeri, gelisah. Oleh karena itu diperlukan adanya perbaikan postur kerja maupun desain ulang stasiun kerja untuk masing masing jenis tugas yang dilakukan oeh perajin dalam proses pembuatan gerabah ini. Postur kerja yang baik menjamin kerja otot statis seminimal mungkin, sehingga memungkinkan seseorang melakukan pekerjaan dengan efektif tanpa kerja otot tambahan. Selain itu, postur kerja bervariasi lebih baik daripada postur kerja yang monoton, dan postur kerja yang statis dan santai lebih baik daripada postur kerja yang statis dan tegang. (12) menggunakan 1 tangan (force). Berat beban yang mampu diangkat menggunakan kedua tangan adalah sebagai berikut 3 perajin mampu mengangkat beban dengan berat beban 11 20 kg, 2 perajin mampu mengangkat beban dengan berat 6 10 kg dan 1 perajin hanya mampu mengangkat beban dengan berat < 5 kg. Berat hanya salah satu aspek dari force dalam penilaian risiko, beban maksimal yang diperbolehkan diangkat oleh orang dewasa yaitu 23 25 kg untuk pengangkatan single (tidak

berulang). Bentuk dan ukuran objek juga mempengaruhi hal tersebut, semakin kecil objek semakin baik agar dapat diletakkan sedekat mungkin dari tubuh. Bentuk objek harus mempunyai pegangan, tidak ada sudut tajam dan tidak dingin/panas ketika diangkat. Selain itu juga ada beberapa aspek lain yang mempengaruhi yaitu jarak beban dari tubuh, ketinggian beban, postur pengangkatan, jarak pengangkatan dan kecepatan pergerakan. Aktivitas mengangkat beban yang dilakukan dalam proses pembuatan gerabah ini antara lain pada saat mengangkat patung yang telah selesai dibentuk atau di cat/glasir, juga pada saat memindahkan patung ketika akan dibakar, selain itu juga pada saat pencampuran bahan membutuhkan tenaga untuk mengangkat karung yang berisi bahan baku. Objek patung yang berbeda ukuran dan bentuknya terkadang membuat perajin kesulitan dalam membawa serta memindahkan, sehingga untuk patung/guci ukuran besar membutuhkan lebih dari orang untuk memindahkan. Berdasakan uraian di atas bahwa faktor force dan berat beban yang maksimal dapat diangkat oleh perajin gerabah masih di bawah batas maksimal yang diperbolehkan. Namun demikian perajin gerabah tetap berisiko terhadap terjadinya gangguan musculoskeletal apabila dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan berulang-ulang. Sebaiknya ketika akan mengangkat patung dengan ukuran yang besar dan berat serta melebihi kemampuan dapat dilakukan secara bersama dengan catatan harus dilakukan dengan baik dan benar, yaitu pegangan harus tepat, postur tubuh tegak, dan beban diusahakan berada sedekat mungkin dengan tubuh, seperti yang diungkapkan oleh Suma mur (13). Analisis Faktor Frekuensi dengan Metode QEC Aktivitas pekerjaan dalam proses pembuatan gerabah/keramik merupakan kegiatan yang memerlukan gerakan berulang seperti pada saat mencampur bahan ketika mengayak dan menyaring bahan baku, saat pembentukan dengan tangan langsung, saat proses pengamplasan dan saat membuat bagian detail/ pernik. Berdasarkan hasil analisis pada enam jenis tugas dalam pembuatan gerabah dapat diketahui bahwa seluruh aktivitas yang dilakukan pada masing masing tugas dilakukan secara monoton dan berulang (repetitive), hal tersebut dapat diketahui bahwa pada seluruh aktivitas kerja, perajin melakukan gerakan bahu/lengan rutin dengan beberapa istirahat pendek terutama pada bahu/lengan. Gerakan berulang (repetead motion) dilakukan > 20 kali/menit oleh 4 perajin yang bertugas mencampur bahan, pembentukan dengan tangan langsung, pengamplasan dan bagian detail/pernik. Perajin yang bertugas dalam proses pengecatan/glasir melakukan gerakan berulang sebanyak 11 20 kali/menit, sedangkan pada proses pembentukan dengan cara cetak hanya dilakukan gelrakan berulang < 10 kali/menit. Gerakan yang berulang ulang secara terus-menerus (setiap beberapa detik) dalam jangka waktu yang lama (8 jam kerja) akan mendorong fatique dan ketegangan otot. dampak dari gerakan berulang akan meningkat bila gerakan tersebut dilakukan dengan postur janggal dan beban berat. Frekuensi gerakan postur janggal 2 kali/menit merupakan faktor risiko terhadap siku,

bahu, leher, punggung dan kaki. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya aktivitas kerja dalam pembuatan gerabah ini yang dilakukan secara repetitive dalam jangka waktu lama maka akan meningkatkan risiko MSDs apalagi bila ditambah dengan (14, 15) gaya/beban dan postur janggal. Analisis Faktor Durasi dengan Metode QEC Berdasakan analisis faktor risiko pada enam jenis tugas dalam proses pembuatan gerabah dapat diketahui bahwa seluruh aktivitas kerja pada masing masing tugas dilakukan dalam jangka waktu yang lama, hal tersebut diperkuat pula dengan hasil penilaian durasi pada tabel 4.10 dapat diketahui bahwa aktivitas kerja perajin gerabah membutuhkan waktu > 4 jam/hari untuk menyelesaikan tugasnya seperti pencampuran bahan, pembentukan dengan tangan langsung, pembentukan dengan cara cetak, dan pengecatan/glasir. Sedangkan pada aktivitas kerja perajin gerabah dengan tugas pengamplasan dan bagian detail /pernik selama 2 4 jam/hari dengan ketentuan satu buah patung berukuran kecil hingga sedang. Sehingga dapat diklasifikasikan bahwa seluruh aktivitas kerja perajin gerabah memiliki durasi lama yakni > 2 jam/hari. Aktivitas pekerjaan yang menggunakan otot yang sama untuk durasi yang lama dapat meningkatkan potensi timbulnya fatique dan dapat menyebabkan gangguan musculoskeletal, apabila waktu istirahat/pemulihannya tidak mencukupi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa durasi untuk postur janggal yang berisiko bila postur tersebut dipertahankan lebih dari 10 detik. Risiko fisiologis utama yang dikaitkan dengan gerakan yang sering dan berulang-ulang adalah keletihan dan kelelahan otot. Sepanjang otot mengalami kontraksi, otot tersebut harus menerima pasokan tetap oksigen dan bahan gizi dari aliran darah. Jika gerakan berulang-ulang dari otot menjadi terlalu cepat untuk membiarkan oksigen yang memadai mencapai jaringan atau membiarkan uptake kalsium, terjadilah kelelahan otot. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Karakteristik responden yang bekerja sebagai perajin gerabah di Sanggar Loro Blonyo Kasongan Yogyakarta terdiri dari 6 responden yang seluruhnya berjenis kelamin laki-laki, seluruhnya dalam usia produktif dan dengan masa kerja paling lama 17 tahun. 2. Berdasarkan hasil penilaian dengan metode QEC diketahui bahwa seluruh tugas dalam proses pembuatan gerabah di Sanggar Loro Blonyo Kasongan dilakukan dengan postur janggal (awkward posture) pada bagian tubuh tertentu yakni punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan dan leher, dengan pergerakan rutin dan melakukan gerakan berulang (repetead motion) dan sebagian besar tugas dalam pembuatan gerabah ini dilakukan dalam posisi statis. Exposure score tertinggi yakni level 4 didapatkan pada tugas pembentukan dengan tangan langsung dan yang terendah pada proses pengamplasan. 3. Hasil penilaian dengan metode QEC menunjukan bahwa rata rata

force yang mampu dilakukan oleh perajin gerabah dalam masing masing tugasnya adalah kategori Sedang atau mampu mengangkat beban dengan satu tangan seberat 1 4 kg. Sebagian besar responden mampu mengangkat beban dengan kedua tangan sebesar 11 20 kg.. Faktor force dan berat beban yang maksimal dapat diangkat oleh perajin gerabah masih di bawah batas maksimal yang diperbolehkan 23-25 kg. 4. Seluruh aktivitas kerja yang pada masing masing tugas dilakukan secara monoton dan berulang (repetitive), terutama pada bagian bahu/lengan dan bagian pergelangan tangan. Gerakan berulang (repetead motion) dilakukan oleh perajin terutama yang bertugas mencampur bahan, pembentukan dengan tangan DAFTAR PUSTAKA 1. BPS. Data Tenaga Kerja dan Angkatan Kerja. Jakarta : Badan Pusat Statistik. 2010. 2. Tarwaka, PGDip.Sc, M.Erg.. Ergonomi Industri, Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja Surakarta : Harapan Press. 2011 3. Sutjana, IDP. Hambatan dalam Penerapan K3 dan Ergonomi di Perusahaan. Bagian Fisiologi Facultas Kedokteran / Program Magister Ergonomi-Fisiologi Kerja Program Pascasarjana Universitas Udayana, 2006. 4. Attwood, Dennis A. et all. Ergonomic Solution for Process Industries. Elsevier Inc. 2004. 5. Herryanto. Dr., M.Kes. Kajian Masalah Kesehatan Kerja pada Pekerja Sektor Informal untuk Menyusun Strategi Kesehatan langsung, pengamplasan dan bagian detail/pernik. 5. Seluruh aktivitas kerja pada masing masing tugas dilakukan dalam jangka waktu yang lama yaitu membutuhkan waktu > 4 jam/hari untuk menyelesaikan tugasnya seperti pencampuran bahan, pembentukan dengan tangan langsung, pembentukan dengan cara cetak, dan pengecatan/glasir. Sedangkan pada aktivitas kerja perajin gerabah dengan tugas pengamplasan dan bagian detail /pernik selama 2 4 jam/hari dengan ketentuan satu buah patung berukuran kecil hingga sedang. Sehingga dapat diklasifikasikan bahwa seluruh aktivitas kerja perajin gerabah memiliki durasi lama yakni > 2 jam/hari. Kerja Sektor Informal. Jakarta : Pusat Riset dan Pengembangan Ekologi Kesehatan Departemen Kesehatan. 2004. 6. UPT Kasongan. Data Pembagian Kelompok Perajin Gerabah. Yogyakarta : UPT Kasongan. 2008. 7. Nursatya M. Risiko MSDs Pada Pekerja Catering di PT. Pusaka Nusantara. Jakarta: Universitas Indonesia.2008. 8. OSHA. Ergonomics : The Study of Work. U.S: Departement of Labour. 2000. 9. Li G. dan Buckle, P. Evaluating change in exposure to risk for musculoskeletal disorders - a practical tool. HSE Books CRR251. 1999. 10. Geoffrey David, Valerie Woods dan Peter Buckle. Further

development of the usability and validity of the Quick Exposure Check (QEC). Health and Safety Executive (HSE). University of Surrey. 2005. 11. Humantech. Applied Ergonomics Training Manual Second Edition. Australia: Barkeley Vale; 1995 [cited. 12. NIOSH. Muskuloskeletal Disorders and Workplace Factors : A Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work Related Muskuloskeletal Disorders. 1997:97-117. 13. Suma mur, P.K. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta : CV Haji Masagung. 1998 14. M Mirmohamadi JNS, et. all. Evaluation of Risk Factors Causing Musculoskeletal Disorders Using QEC Method in a Furniture Producing Unite. Iranian J Publ Health, Vol 33, No 2, pp24-27. 2004 15. Li G and Buckle P. A Practical Method For The Assessment Of Work-Related Musculoskeletal Risks - Quick Exposure Check (QEC). Proceedings Of The Human Factors And Ergonomics Society 42nd Annual Meeting- 1998.