BAB IV KONDISI EKSISTING JARINGAN DISTRIBUSI PDAM KOTA BANDUNG

dokumen-dokumen yang mirip
Gambaran Umum Wilayah Studi

BAB V ANALISIS HASIL SIMULASI HIDROLIS JARINGAN DISTRIBUSI PDAM BADAKSINGA

Analisis Perencanaan dan Pengembangan Jaringan Distribusi Air Bersih di PDAM Tulungagung

BAB VI PERHITUNGAN RINCI PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 TATA LETAK JARINGAN PIPA

EVALUASI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR MINUM KOTA MOJOKERTO

BAB III. METODE PENELITIAN

INFOMATEK Volume 19 Nomor 2 Desember 2017

4.1. PENGUMPULAN DATA

Oleh : Made Bayu Yudha Prawira ( ) Dosen Pembimbing: Ir. Hari Wiko Indarjanto, M.Eng

PERENCANAAN JARINGAN AIR BERSIH DESA KIMA BAJO KECAMATAN WORI

PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR MINUM KOTA BANGKALAN

Analisis dan Rencana Pengembangan Jaringan Distribusi Air Bersih Unit Cabang Timur PDAM Kabupaten Klaten

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah dan Perkembangan PDAM Kabupaten Sukabumi. Pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Sukabumi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

pekerjaan yang sistematis mulai dari awal sampai selesainya pekerjaan, sehingga

BAB III METODOLOGI PENGERJAAN

BAB 1 Pendahuluan. Secara umum air yang terdapat di alam yang dapat dikonsumsi oleh manusia bersumber dari:

PENINGKATAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KELURAHAN PINARAS

Bab V Analisa dan Diskusi

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II GAMBARAN UMUM PDAM KOTA BANDUNG DAN IPAM RENCANA CIMENTENG

BAB IV DASAR PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH

Perencanaan Pengembangan Sistem Distribusi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kedunguling Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur

BAB V ANALISIS MODEL HIDROLIS JARINGAN DISTRIBUSI AIR BERSIH UTAMA KOTA NIAMEY

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KECAMATAN POSO KOTA SULAWESI TENGAH

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KAWASAN PERUMAHAN GRIYA PEMULA (WELONG ABADI) KECAMATAN PALDUA MANADO

BAB III KONDISI EKSISTING SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH

BAB VII PERHITUNGAN RINCI PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH UTAMA KOTA NIAMEY

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Visi, Misi, Strategi dan Tujuan

Tabel IV.1 Guna Lahan Perumahan Dan Proyeksi Jumlah Penduduk

PENGEMBANGAN SISTIM PELAYANAN AIR BERSIH

PERENCANAAN PENINGKATAN PELAYANAN AIR BERSIH DI KECAMATAN TANJUNGPANADN KEBUPATEN BELITUNG

ANALISIS SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH BERDASARKAN PARAMETER DEBIT DAN TEKANAN AIR (STUDI KASUS PERUMAHAN NUSANTARA LESTARI KM.

BAB III OBJEK PENELITIAN. Ibu kota Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak di antara Bintang

BAB II GAMBARAN UMUM DAN KONDISI EKSISTING PELAYANAN PDAM TIRTA DARMA AYU

EVALUASI DAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH DI KECAMATAN KOTA WAINGAPU KABUPATEN SUMBA TIMUR

SUMBER AIR BAKU. Kapasitas Kapasitas Tahun Pembuatan. Kondisi (l/det) (l/det)

STANDAR KEBUTUHAN AIR DAN KOMPONEN UNIT SPAM I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.ENG

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH UNTUK ZONA PELAYANAN IPA PILOLODAA KOTA GORONTALO

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013

STRATEGI PENINGKATAN PELAYANAN PDAM KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN GUNA PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH MASYARAKAT KOTA SO E

PERENCANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA RANOLAMBOT KECAMATAN KAWANGKOAN BARAT KABUPATEN MINAHASA

PEMODELAN PENGEMBANGAN JARINGAN DISTRIBUSI PDAM KOTA BANDUNG DENGAN EPANET 2.0 (Kajian Penambahan Intake Dago Bengkok)

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB III SOLUSI BISNIS

LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JARINGAN PIPA UTAMA PDAM KABUPATEN KENDAL

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN (Kasus di Kota Bandung Bagian Barat)

PERENCANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA TANDENGAN, KECAMATAN ERIS, KABUPATEN MINAHASA

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR ISI iv. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR TABEL... xii. DAFTAR NOTASI... xiii

DATA KECAMATAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG

BAB II LANDASAN TEORI. ketersediaan air dengan tingkat pemenuhan yang dapat ditelorir di daerah yang

Perencanaan Sistem Penyediaan Air Bersih Di Desa Taratara Kecamatan Tomohon Barat

PERMASALAHAN ALIRAN AIR

Tabel 4.1 Wilayah Perencanaan RTRW Kota Bandung

PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM GRESIK WILAYAH KOTA. Choiriyah Hastuningtiyas Handoko Dosen Pembimbing : Ir. Hari Wiko Indarjanto, MEng.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Air bersih merupakan kebutuhan dasar bagi manusia, sehingga

PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH KELURAHAN KAYAWU KOTA TOMOHON

BAB V EVALUASI PENGOLAHAN AIR MINUM EKSISTING KAPASITAS 233 L/det

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Perusahaan Visi, Misi dan Logo PDAM Kota Bandung Visi PDAM Kota Bandung

DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DESAIN SISTEM JARINGAN DAN DISTRIBUSI AIR BERSIH PEDESAAN (STUDI KASUS DESA WAREMBUNGAN)

BAB I PENDAHULUAN I-1

Peningkatan Pelayanan Penyediaan Air Minum Kota Blitar

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap instalasi pengolahan air tersebut memiliki zona distribusi pengairannya masing-masing, yaitu:

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN

1.1 Latar Belakang 1

Penyediaan Air Minum di Dalam Gedung 1

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI DAN PENYEDIAAN AIR BERSIH KABUPATEN SUBANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KELURAHAN LAHENDONG KECAMATAN TOMOHON SELATAN KOTA TOMOHON

Perencanaan Sistem Penyediaan Air Bersih Di Desa Manembo Kecamatan Langowan Selatan Kabupaten Minahasa

PEDOMAN STANDAR HARGA SATUAN INVESTASI SPAM

BAB V PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI AIR MINUM

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

Instalasi hydrant kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui

PENGEMBANGAN SISTEM PELAYANAN AIR BERSIH DI KELURAHAN GURABUNGA KOTA TIDORE KEPULAUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Wilayah Cibeunying merupakan salah satu wilayah yang berada di wilayah

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA DUMOGA II KECAMATAN DUMOGA TIMUR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH KOTA PALANGKARAYA

Peningkatan Pelayanan Penyediaan Air Minum Kota Blitar

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum

EVALUASI PENGALIRAN AIR PADA JARINGAN PIPA SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM) KOTA MENGWI KABUPATEN BADUNG

BAB IV PENGOLAHAN DATA dan ANALISIS

-1- DOKUMEN STANDAR PERENCANAAN TEKNIS TERINCI

BAB III METODE PENELITIAN

Daftar Kode Pos Kota Bandung

PERENCANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA MOTONGKAD UTARA KECAMATAN NUANGAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR

Transkripsi:

BAB IV KONDISI EKSISTING JARINGAN DISTRIBUSI PDAM KOTA BANDUNG IV.1 SUMBER AIR BAKU Air baku yang digunakan dalam sistem produksi air bersih PDAM Kota Bandung saat ini berasal dari 3 (tiga) jenis sumber, yaitu air permukaan yang merupakan sumber utama air baku, air tanah dalam dan mata air. Berikut adalah sumber-sumber air baku yang digunakan oleh PDAM Kota Bandung (PDAM Kota Bandung, 2007): a. Sungai Cisangkuy Mutu Air Sungai Cisangkuy di Cikalong cukup baik karena telah dilakukan proses prasedimentasi terlebih dahulu. b. Sungai Cikapundung Sungai Cikapundung telah memasok air baku untuk PDAM Kota Bandung sebesar 820 l/dtk dari 840 l/dtk yang diijinkan, yaitu terdiri dari 600 l/dtk untuk IPA Dago Pakar, 40 l/dtk untuk IPA MP Dago Pakar dan pemompaan di sekitar Jembatan Jalan Siliwangi 180 l/dtk dari ijin sebesar 200 l/dtk untuk IPA Badaksinga. Rekapitulasi debit produksi PDAM Kota Bandung tahun 2006 dari setiap unit produksi yang ada adalah sebagai berikut ditunjukkan pada Tabel 2. IV. 2 KONDISI PELAYANAN DAN SISTEM DISTRIBUSI IV. 2.1. Kondisi Pelayanan Jumlah penduduk yang sudah terlayani PDAM pada tahun 2006 adalah sebesar ± 65% dari total penduduk Kota Bandung yaitu 2.296.848 jiwa, dengan jumlah pelanggan sebanyak 139.889 SL. Pelanggan tersebut tersebar di 4 wilayah 46

pelayanan distribusi yaitu wilayah Utara, Timur, Barat, dan Tengah-Selatan (PDAM Kota Bandung, 2007). 47

Batas wilayah pelayanan distribusi serta pola penyebaran pelanggan saat ini sebagaimana terlihat pada Gambar IV.1 dan Gambar IV.2. PETA DAERAH PELAYANAN PDAM KOTA BANDUNG Cipanjalu Cisurupan Gambar IV.1 Peta daerah pelayanan PDAM Kota Bandung (PDAM Kota Bandung, 2008) 47

Gambar IV.2 Peta penyebaran pelanggan PDAM Kota Bandung (PDAM Kota Bandung, 2008) 48

Adapun jumlah pelanggan berdasarkan klasifikasi jenis pelanggan ditunjukkan pada Tabel IV.1 Tabel IV.1 Klasifikasi pelanggan tahun 2006 No. Jenis pelanggan Satuan Jumlah 1 Rumah tangga SL 117668 2 Niaga SL 17435 3 Industri SL 543 4 Pemerintah SL 2200 5 Sosial SL 141 6 Kran umum SL 1902 Jumlah SL 139889 Sumber : PDAM Kota Bandung, 2007 IV. 2.2. Sistem Distribusi Sistem perpipaan distribusi PDAM Kota Bandung pada dasarnya merupakan gabungan sistem ring dan sistem cabang. Akibat keterbatasan suplai, jaringan pipa terutama pipa dengan diameter besar saling terhubung satu sama lain untuk memberikan tambahan suplai ke daerah/jaringan yang tidak teraliri air dan tekanan yang sangat rendah. Untuk itu pelayanan distribusi dilakukan dengan sistem gilir sebagai upaya agar semua pelanggan dapat teraliri. Sistem gilir ini dilakukan di sebagian besar wilayah distribusi. Hanya wilayah utara saja yang mendapatkan aliran secara kontinu selama 24 jam perhari. Akibatnya saat ini ratarata jam pengaliran baru mencapai ± 15 jam/hari Total panjang perpipaan pada jaringan distribusi saat ini adalah ± 2.000 km, terdiri dari beberapa jenis pipa yaitu Steel, DCIP, ACP, HDPE, PVC, & GIP, dengan diameter terbesar 1000 mm dan terkecil 50 mm. Jenis yang terbanyak terpasang saat ini pada jaringan distribusi adalah PVC (± 590 km), steel (± 598 km), ACP (± 65 km), serta GIP (± 60 km). Pada dasarnya perpipaan tersebut dipasang pada beberapa peride tahun pemasangan. Sebanyak ± 400 km dipasang pada masa pemerintahan Belanda (tahun 1920an), ± 450 km pada proyek BAWS-I (tahun 1980an), ± 1200 km pada proyek BAWS-II (tahun 1990an) serta sisanya oleh rutin. Hal ini perlu mendapatkan perhatian karena dengan umur pipa yang 49

relatif tua akan sangat rentan terhadap resiko kebocoran, apalagi jika pada saat pemasangannya tidak dilakukan dengan cara yang benar. Di samping itu juga terdapat pipa asbestos cement sepanjang ± 63 km yang juga sangat rentan terhadap kebocoran serta disinyalir bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), sehingga perlu dilakukan penggantian. Gambar IV.3 menunjukkan pola jaringan pipa induk dalam sistem distribusi PDAM Kota Bandung, sedangkan pola distribusi PDAM Kota Bandung ditunjukkan pada Gambar IV.4. 50

Gambar IV.3 Peta jaringan pipa induk PDAM Kota Bandung (PDAM Kota Bandung, 2008) 51

Gambar IV.4 Pola distribusi air bersih PDAM Kota Bandung (PDAM Kota Bandung, 2008) 52

IV.3 JARINGAN PERPIPAAN PRIMER DISTRIBUSI PDAM KOTA BANDUNG PDAM Kota Bandung melayani penduduk Kota Bandung dengan luas wilayahnya adalah 10800 ha (PDAM Kota Bandung, 1990). Sejak tahun 1990, PDAM Kota Bandung tidak melakukan pengembangan jaringan pada perpipaan primernya. Pada tahun 2006, jumlah penduduk yang terlayani oleh sistem penyediaan air minum dari PDAM Kota Bandung adalah 1.802.356 jiwa, sehingga jika diperhitungkan dari jumlah penduduk Kota Bandung yang sebesar 2.293.283 jiwa (PDAM Kota Bandung, 2007), cakupan pelayanan air minum PDAM Kota Bandung sampai dengan Bulan Agustus 2006 adalah 78,6%. Dari jumlah tersebut di atas, penduduk yang terlayani dengan sambungan langsung adalah 1.364.245 jiwa atau sebesar 49.2% dari total jumlah penduduk Kota Bandung dan 283.109 jiwa dan sebesar 10.21% terlayani dengan sambungan KU/HU. Jumlah sambungan PDAM Kota Bandung sendiri adalah sebanyak 143.041 sambungan, dimana 15,81% merupakan sistem gilir. IV.3.1 Zona Pelayanan Pada saat ini, jaringan distribusi primer PDAM Kota Bandung dibagi menjadi dua zona, yaitu: a. Zona Utara, meliputi Bandung bagian utara di atas garis kontur 720 m dpl. b. Zona Selatan, meliputi Bandung bagian selatan di bawah garis kontur 720 m dpl. Kedua zona tersebut disuplai oleh delapan sumber air, yaitu Sungai Cibeureum, IPAM Pakar, IPAM Badak Singa, mata air Cikutra (Reservoir-IX), mata air Cipedes (R-X), mata air Ledeng (R-XI), sumur bor lokal, dan IPAM Cipanjalu. Jaringan pipa distribusi primer menggunakan berbagai jenis pipa sesuai dengan diameternya. Berikut ditampilkan klasifikasi beberapa jenis pipa berdasarkan diameternya pada Tabel IV.2. 53

Tabel IV.2 Klasifikasi Jenis Pipa Berdasarkan Diameter IV. 3.2 Suplai dan Zona Tekanan Diameter Pipa Jenis Pipa 200 mm PVC 250 400 mm semen asbes 500 mm Baja Sumber: PDAM Kota Bandung, 2007 Pada saat jaringan pipa dibangun, jaringan pipa dibagi menjadi empat dimana masing-masing bagian disuplai oleh reservoirnya masing-masing. Satu bagian terletak di utara Kota Bandung, sedangkan yang lainnya terletak secara paralel dengan ketinggian yang hampir sama (Barat, Selatan-Tengah dan Timur). Masing-masing bagian yang saling berhubungan dihubungkan oleh valve pada titik perhubungan, tetapi biasanya kondisi valve dalam keadaan tertutup. Detail suplai utama di tiap bagian dijelaskan melalui Tabel IV.3. Area Suplai Tabel IV.3 Suplai Utama Masing-Masing Zona Suplai Sebelum BWSAI Phase 2 Nama Data Reservoir Inflow (LPS) Elevasi (m) Elevasi Terendah yang Dapat Disuplai (m) Tekanan Statik Minimum (mwc) Pakar 40 938.5 720 221 Utara R-XI 150 924.15 720 208 Cikendi 40 818 720 98 Cibeureum 3 1050 Selatan- Tengah Badak Singa 800 744.6 678 70 Selatan- Barat R-X 170 748.7 685 75 Timur R-IX 165 747.4 670 77 Sumber: PDAM Kota Bandung, 1988 Dengan kondisi seperti ini, pada tahun 1988 pun kondisi tersebut sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Bandung akan air minum. Pada beberapa bagian di wilayah selatan pun walau tampaknya mempunyai kondisi tekanan statik yang baik, tetapi dalam kenyataannya di lapangan air minum tidak pernah bergerak sedemikian jauhnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 54

Melalui program BWSAI Phase 2-1988, keempat zona telah ditransformasi menjadi dua zona saja, yaitu zona suplai Utara dan Selatan. Suplai zona Utara terdiri dari R-XI, Pakar, IPAM Cikapundung dan Cibeureum. R-XI, Pakar dan IPAM Cibeureum akan mensuplai kebutuhan air bagi masyarakat di Barat Daya Kota Bandung (Kelurahan Sarijadi, Sukawarna, Cipedes, Sukabungah dan Husein Sastaranagara) dan di tenggara Kota Bandung (Kelurahan Ciumbuleuit, Dago,Cibeunying, Sekeloa dan Sadangserang) sedangkan daerah di kelurahan Isola dan Ledeng akan menerima suplai dari Cibeureum. Zona utara ini akan dibagi menjadi beberapa subzona untuk mempertahankan kelebihan tekanan. Sementara itu, zona selatan merupakan gabungan dari bagian selatantengah, selatan-barat dan timur namun memilliki pelayanan yang lebih luas. Jika pada awalnya interkoneksi antar bagian dihubungkan oleh valve tertutup maka pada saat ini seluruh zona selatan merupakan gabungan dari bagian selatantengah, selatan-barat dan timur yang dihubungkan oleh valve yang terbuka penuh, sehingga bagian selatan merupakan bagian yang saling terinterkoneksi. Berikut ditampilkan perubahan suplai utama masing-masing zona suplai setelah program BWSAI Phase 2 dan sumber air untuk masing-masing reservoir pada Tabel IV.4 dan Tabel IV.5. Tabel IV.4 Suplai Utama Masing-Masing Zona Suplai Setelah BWSAI Phase 2 Area Suplai Nama Data Reservoir Inflow (LPS) Elevasi (m) Elevasi Terendah yang Dapat Disuplai (m) Tekanan Statik Minimum (mwc) Pakar 60 938.5 720 221 Utara R-XI 150 924.15 720 208 Cikendi 600 818 720 98 Cibeureum 40 1050 Selatan-Tengah Badak Singa 1800 744.6 678 70 Selatan-Barat R-X 40 748.7 685 75 Timur R-IX 60 747.4 670 77 Sumber: PDAM Kota Bandung, 1988 55

Tabel IV.5 Sumber Air untuk Masing-Masing Reservoir Area Suplai Utara Selatan-Tengah Selatan-Barat Data Reservoir Sumber Air Nama Inflow (LPS) Kolam PLN Pakar 60 Mata Air Ledeng R-XI 150 S. Cikapundung Cikendi 600 S. Cibeureum Cibeureum 40 S. Cikapundung, S. Cikalong Sumur Bor, Mata Air Cipedes Badak Singa 1800 R-X 40 Timur Sumur Bor, IPA Pakar, Mata Air Cikutra R-IX 60 Sumber : PDAM Kota Bandung, 2006 Tekanan minimum pada jaringan distribusi primer adalah 15 mwc pada saat kondisi aliran puncak dan tekanan maksimum pada kondisi aliran malam dibatasi dengan menggunakan alat penurunan tekanan sedemikian rupa sehingga tekanan pada jaringan distribusi sekunder adalah 60 mwc. Untuk pipa dengan fungsi sebagai jaringan distribusi primer atau sebagai pipa transmisi maka tekanan yang lebih besar dari 60 mwc masih diperkenankan. Tekanan itu sendiri diperoleh dari perbedaan elevasi antara titik suplai tertinggi dengan titik penerima terendah dan diperhitungkan dengan besarnya headloss yang terjadi sepanjang pipa yang menghantarkannya. Zona utara dan zona selatan dibagi atas beberapa zona tekanan yang lebih kecil berdasarkan penurunan tekanannya. IV.3.3 Faktor Aliran Puncak dan Faktor Aliran Malam Faktor aliran puncak (faktor peak) merupakan perbandingan antara debit maksimum harian dengan debit harian rata-rata. Faktor peak merupakan salah satu parameter penting dalam membuat desain jaringan distribusi air bersih. Faktor peak berbeda-beda untuk setiap wilayah tergantung pada tata guna lahannya, tetapi untuk kota Bandung secara keseluruhan digunakan satu nilai yang menunjukkan rata-rata faktor peak di seluruh wilayahnya. 56

Faktor aliran malam adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara debit harian minimum dengan debit harian rata-rata. Sama halnya dengan faktor peak, faktor aliran malam yang berbeda-beda untuk setiap wilayahnya karena dipengaruhi oleh tata guna lahannya. Pada tahun 1988, PDAM Kota Bandung telah menetapkan faktor peak dan faktor aliran malam rencana sebagai berikut ditampilkan pada Tabel IV.6. Akan tetapi, sampai saat ini, belum pernah dilakukan validasi sehingga tidak diketahui nilai faktor peak dan faktor aliran malam yang sebenarnya. Tabel IV.6 Perencanaan Faktor Aliran Puncak dan Faktor Aliran Malam Tahun 1990 2000 2010 Faktor aliran puncak 1.78 1.82 1.81 Faktor aliran malam 0.5 0.45 - Sumber : PDAM, 2006 IV.3.4 Gambaran Sistem Jaringan Distribusi Primer untuk Zona Utara Pada saat proyek BWSAI-Phase 2 dimulai, diperoleh tambahan debit sebesar 600 LPS dari IPAM Cikapundung sehingga tambahan debit tersebut sangat mempengaruhi desain yang direncanakan melalui proyek BWSAI-Phase 2 tersebut. Pada tahun 1990, debit sebesar 200 LPS dialirkan dari IPAM Cikapundung untuk mensuplai kebutuhan masyarakat di zona suplai selatan melalui R-IX dan direncanakan pada tahun 2000 tidak akan ada lagi suplai dari IPAM Cikapundung. Saat ini. tahun 2007, R-IX tetap memperoleh suplai dari IPAM Cikapundung dengan debit sebesar 40 LPS. IPAM Cikapundung yang berada pada elevasi +928,5 m dpl dan R-IX yang berada pada elevasi +745,5 m dpl sehingga akan memberikan tekanan statik sebesar 183 mwc. Hal tersebut membuat penggunaan aksesoris yang bertujuan untuk mengurangi tekanan menjadi tak terhindarkan. Sepanjang pipa transmisi dari IPAM Cikapundung sampai dengan R-IX digunakan dua buah bak pelepas tekanan (Break Pressure Tank). 57

IV.3.4.1 Batas Zona Utara Zona suplai uatara itu sendiri dibatasi oleh : Utara - R-XI - Cigadung Utara-Barat - Gegerkalong Girang - Pajajaran Utara-Timur - Sidomukti - Bojongkacor Timur - Surapati - Sungai Cidurian Selatan - Pasteur Selatan-Barat - Baladewa IV.3.4.2 Produksi Air Produksi air pada tahun 1990 sejumlah 830 LPS dan berangsur-angsur menurun menjadi 812 LPS pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 850 LPS pada tahun 2006. IV.3.4.3 Tekanan dan Zona Tekanan Di awal desain dengan kapasitas sebesar 830 LPS dapat memenuhi kebutuhan air di zona utara namun dengan berkurangnya kapasitas produksi sebesar 20 LPS sedangkan kebutuhan yang meningkat menyebabkan beberapa wilayah harus mendapat penggiliran suplai air. Zona utara memiliki karakteristik slope yangcukkup tajam dan dibeberapa wilayah elevasi turun dengan drastis pada jarak yang cukup pendek. Sistem zona tekanan dilakukan sedemikian rupa sehingga tekanan maksimum di jaringan sekunder tidak melebihi 60 mwc sedangkan tekanan yang melebihi 60 mwc pada jaringan distribusi primer dan pipa transmisi masih bisa diterima. Dengan karakteristik zona utara seperti itu, maka penempatan BPT dan PRV (Pressure Reducer Valve) tidak dapat dihindari dan ditempatkan di jaringan distribusi sekunder. Pada zona utara ditempatkan empat buah BPT, yaitu: - Reservoir Cikapundung dengan volume 7500 m3 58

- BPT di Tubagus Ismail dengan volume 50 m3 - BPT di Jalan Setiabudi - Reservoir di Jalan Sarijadi dengan volume 400 m3 IV.3.4.4 Kebutuhan Air Pada tahun 1988 jumlah penduduk di zona utara yang terlayani oleh PDAM Kota Bandung sebanyak 24% dari total penduduk di zona utara. Sedangkan pada tahun 1990, setelah proyek BWSAI-Phase 2, pelayanan ditingkatkan menjadi 65% dimana 63 % dilayani melalui sambungan pelanggan dan 37% dilayani melalui sambungan umum. IV.3.4.5 Reservoir dan Tanki Kapasitas produksi dari IPAM dan kapasitas reservoir penampung yang ada di zona utara akan ditunjukkan oleh Tabel IV.7. Penentuan besarnya reservoir diambil dengan mengasumsikan bahwa besarnya kebocoran di dalam jaringan distribusi, baik di zona utara maupun zona selatan, sebanyak 30% pada tahun 1990. Meningkatnya angka kebocoran akan menurunkan volume reservoir yang dibutuhkan. Tabel IV.7 Kapasitas Produksi dan Daya Tampung Reservoir Zona Utara Kapasitas Produksi Lokasi Daya Tampung Reservoir LPS m3/hari R-XI 150 12,960 3,500 IPAM Pakar 40 3,500 500 IPAM Cikapundung 600 51,840 4,700 Reservoir Sarijadi 0 0 400 Sumber: PDAM Kota Bandung, 1988 IV.3.5 Gambaran Sistem Jaringan Distribusi Primer untuk Zona Selatan Zona selatan disuplai, pada awalnya oleh empat reservoir utama dan sumur bor lokal. Masing-masing reservoir tersebut adalah R-X, R-IX dan R- Badaksinga serta R-Cipanjalu untuk mensuplai kebutuhan air masyarakat sebagian kecamatan Cicadas dan Kecamatan Ujungberung sedangkan sumur bor lokal digunakan untuk mensuplai masyarakat di sekitar Kecamatan Arcamanik. 59

Pertumbuhan masyarakat Kota Bandung yang menyebar ke pinggiran kota dan angka pertambahan penduduk yang tinggi menyulitkan PDAM dalam mengimbangi kebutuhan airnya, disatu sisi sumber air semakin berkurang dan kondisi jaringan perpipaan yang semakin tua sedangkan disisi lain kebutuhan masyarakat akan air yang terus melonjak. Berdasarkan studi yang dilakukan pada tahun 1980-1990, surplus yang dialami zona utara akan ditransfer menuju zona selatan melaui R-IX dengan debit sebesar 200 LPS dan direncanakan berakhir pada tahun 2000. Karena itu, maka yang terjadi pada tahun 2003, air tanah yang diproduksi di R-IX sudah tidak ada lagi sehingga jika reservoir Pakar dan Cikapundung tidak mensuplai kembali R- IX akan menyebabkan masyarakat di kecamatan Cibeunying Kaler tidak akan memperoleh air maka diambil keputusan untuk tetap mensuplai R-IX dari Pakar dan Cikapundung sebesar 40 LPS. IV.3.5.1 Batas Zona Selatan Zona Selatan pelayanan PDAM Kota Bandung dibatasi oleh daerah-daerah berikut ini: Utara : Pasteur, R-Badak Singa, Jalan Surapati II-17 Barat : Jalan Soekarno-Hatta, Cimindi Timur : R-IX, Ujung Berung, Kiara Condong Selatan : Jalan Soekarno-Hatta IV.3.5.2 Tekanan dan Zona Tekanan Kondisi topografi zona selatan cukup landai dengan perbedaan elevasi terbesar sebesar 80 m terbentang sepanjang 9000 m. Dengan slope rata-rata sebesar 0,8% memungkinkan tidak digunakannya aksesoris pengurang tekanan, baik itu BPT maupun PRV tidak seperti halnya zona suplai utara. Dengan topografi yang cukup landai namun head yang tersedia mencukupi untuk mengantarkan air dari R-Badaksinga sampai titik terjauh di zona selatan namun walaupun demikian air tidak akan pernah mencapai titik sejauh itu, dikarenakan air telah habis di perjalanan, baik karena konsumsi, pemasangan liar maupun kebocoran. Seperti yang terjadi di kelurahan Margasari, pemasangan pipa 60

yang masih relatif baru, menjadi tidak berguna karena air tidak pernah mencapai daerah tersebut sehingga pipa yang menuju daerah tersebut akhirnya ditutup. Demikian juga pipa lain yang tidak dapat mengantarkan air harus mengalami nasib serupa. Berdasarkan perhitungan yang dibuat pada tahun 1988, saat peak flow, tekanan yang tersedia di titik terjauh mencapai 60,25 mwc sedangkan saat night flow tekanan yang tersedia di titik terjauh berkisar 81,73 mwc dengan menggunakan asumsi besarnya kebocoran air ditekan hingga mencapai 25% sedangkan pada kenyataannya pada tahun 1988 tingkat kebocoran mencapai 30,7%. IV.3.5.3 Kebutuhan Air Pada tahun 1988 jumlah penduduk di zona selatan yang dilayani oleh PDAM Kota Bandung sebanyak 43% dari total penduduk di zona selatan. Sedangkan pada tahun 1990, setelah proyek BWSAI-Phase 2, pelayanan PDAM ditingkatkan menjadi 79% dimana 61% dilayani melalui sambungan pelanggan dan 39% dilayani melalui sambungan umum. IV.3.5.4 Reservoir dan Tanki Tabel IV.8 di bawah ini menunjukkan kapasitas reservoir penampung yang ada di zona selatan. Tabel IV.8 Kapasitas Produksi dan Daya Tampung Reservoir Zona Selatan Lokasi Kapasitas Produksi LPS m3/hari Daya Tampung Reservoir R-Badak Singa 1,500 133,920 10,000 R-IX 60 5,184 11,000 R-X 40 3,456 11,000 Sumber: PDAM Kota Bandung, 2006 Penentuan besarnya reservoir diambil dengan mengasumsikan bahwa besarnya kebocoran di dalam jaringan distribusi, baik di zona utara dan zona selatan, 61

sebanyak 30% pada tahun 1990. Meningkatnya angka kebocoran akan menurunkan volume reservoir yang diperlukan. 62