BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK McClelland (1953) Ken & Kate Back (1982)

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah ( Menurut UU No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Individu mulai mengenal orang lain di lingkungannya selain keluarga,

LAMPIRAN C ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

LAMPIRAN. PDF created with FinePrint pdffactory Pro trial version

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

Jangan takut menjawab ya, jawaban anda sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terperinci serta dapat mengaplikasikan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

Identitas diri Fakultas : Angkatan : Petunjuk Pengisian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB II LANDASAN TEORI. Santrock (2007) menyatakan bahwa keterampilan komunikasi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menciptakan berbagai hal seperti konsep, teori, perangkat teknologi yang sangat

Bandung, Agustus Peneliti. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa adalah rangkaian bunyi-bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN KREATIVITAS PADA MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap perilakunya seseorang perlu mencari tahu penyebab internal baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Oleh sebab itu, sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Aktifitas yang dijalani dalam kehidupan sehari-hari bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya maupun mengenai diri mereka sendiri. dirinya sendiri dan pada late childhood semakin berkembang pesat.

Lampiran 1. Uji validitas dan reliabilitas. Hasil try out Penyesuaian diri

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

BAB I. PENDAHULUAN. perkembangan siswa karena siswa menghabiskan hampir sepertiga waktunya berada

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah karyawan yang relatif banyak dan memiliki karakteristik pola

V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Pertama, terdapat kecenderungan semakin tinggi motivasi belajar, aktivitas belajar

BAB I PENDAHULUAN. potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran (Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi

BAB I PENDAHULUAN. dengan komunikasi adalah kecemasan komunikasi. masalah-masalah yang banyak terjadi pada remaja maupun dewasa dikarenakan

PROSES DAN TEKNIK-TEKNIK KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

: PETUNJUK PENGISIAN SKALA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi. Melalui perguruan tinggi dapat dihasilkan orang-orang muda yang tidak hanya menjadi sekedar siap dipakai tetapi menjadi siap belajar setelah diwisuda, bahkan siap hidup dalam masyarakat. Selain itu, kegiatan belajar mengajar juga penting untuk selalu diperhatikan dan dikembangkan supaya program pendidikan bisa menghasilkan individu-individu yang kompeten, bertanggung jawab, dan berkualitas (Andrias Harefa, 2002). Dalam studinya di perguruan tinggi, mahasiswa dituntut untuk dapat berprestasi dengan baik. Kegiatan kuliah berbeda dengan kegiatan belajar yang diberikan guru di sekolah. Oleh sebab itu mahasiswa perlu mempersiapkannya sehingga sukses dapat diraih sebagaimana yang diharapkan. Menurut D.A. Soetisna (1998), mahasiswa butuh perjuangan untuk menguasai materi kuliah baik yang tersirat maupun tertulis. Mereka dituntut mencari sendiri bagaimana cara untuk menyerap apa yang ada di kuliah. Karena itu cara belajar efektif dan efisien harus dilakukan. Saat kuliah berlangsung selalu serius dan mencari tahu, mengerti semaksimal mungkin, dan kemudian membuat catatan. Hal yang kurang jelas dapat langsung ditanyakan karena mahasiswa memiliki hak untuk bertanya. Mereka

diharapkan tidak hanya menulis saja dalam arti merekam tetapi ikut serta aktif dengan seksama. Selain kemampuan untuk bertanya tentang uraian yang kurang jelas, kemampuan membuat pembedaan dan penilaian secara kritis terhadap bahan kuliah yang didengarkan juga sangat penting. Untuk menjadi pendengar kuliah secara efektif, mahasiswa tidak boleh menerima begitu saja semua bahan sebagai kebenaran yang tidak perlu diragukan lagi, tapi sebaliknya juga tidak boleh menolak terhadap setiap hal yang diterima. Selain itu, mahasiswa juga perlu berperilaku asertif dalam melaksanakan kegiatan belajarnya. Menurut Ken & Kate Back (1982) perilaku asertif meliputi mempertahankan hak-hak pribadi dengan cara tidak merugikan hak-hak orang lain, mengekspresikan kebutuhan, keinginan, pendapat, perasaan dan keyakinan secara langsung, jujur dan dengan cara yang tepat. Mahasiswa yang berperilaku asertif dalam kuliah memiliki ciri-ciri yaitu berani bertanya langsung kepada dosen yang bersangkutan bila ada materi yang belum dipahami ataupun ada instruksi tugas yang belum dimengerti, berani menyampaikan pendapat, ketidaksetujuan, penolakan, dan kritikan secara tegas dan sopan. Sebaliknya mahasiswa yang berperilaku nonasertif memiliki ciri-ciri yaitu bila ada materi yang belum dipahami mereka kurang berani bertanya langsung kepada dosen yang bersangkutan, biasanya mereka akan diam saja, dan kurang berani menyampaikan pendapat, ketidaksetujuan, penolakan, dan kritikan kepada orang lain. Di perguruan tinggi, mahasiswa dapat menghabiskan banyak waktu dengan teman seusianya, lebih banyak punya kesempatan untuk mengeksplorasi nilai-nilai

dan gaya hidup yang berbeda, menikmati kebebasan dari kontrol orangtua, dan terjadi peningkatan fokus pada pencapaian prestasi (Santrock, 2004). Dalam menghadapi tantangan dalam kegiatan belajar di perkuliahan ini, pencapaian prestasi ini perlu ditunjang motif berprestasi yang tinggi. Menurut McClelland bersama-sama dengan Atkinson, Clark dan Lowell (1953: 110-111) motif berprestasi adalah motif untuk mencapai keberhasilan dalam kompetisi dengan berbagai standar keunggulan. Mahasiswa yang memiliki motif berprestasi tinggi memiliki ciri-ciri yaitu bekerja keras dengan tekun belajar, tidak menyia-nyiakan waktu, cenderung bertindak kreatif dengan mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas seefisien dan seefektif mungkin, umpan balik penting sebagai perbaikan kerja, menyukai tugas yang menantang namun masih mungkin untuk diselesaikan dengan baik, dan merasa bertanggung jawab atas tugas yang dikerjakannya. Sebaliknya mahasiswa yang memiliki motif berprestasi rendah memiliki ciri-ciri yaitu malas belajar, kurang menyukai pekerjaan yang harus menentukan sendiri apa yang harus dikerjakan, tidak menyukai umpan balik, menyukai tugas yang sangat mudah atau sangat sukar, dan kurang bertanggung jawab terhadap tugas yang dikerjakan. Berdasarkan observasi, mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2002 Universitas X Bandung seringkali terlihat mengalami hambatan dalam menjalani perkuliahan secara aktif. Mereka kurang berani bertanya langsung mengenai materi perkuliahan yang belum dipahami kepada dosen, padahal ada juga di antara mereka termasuk sebagai mahasiswa yang berusaha mencapai prestasi akademik yang tinggi. Selain itu dari hasil survey awal, mereka mengemukakan bahwa dalam memahami

materi kuliah mereka lebih menyukai dengan cara membaca buku-buku, bertanya dan mendiskusikannya bersama dengan teman. Selain itu mereka juga kurang berani mengungkapkan perasaan baik terhadap dosen maupun terhadap teman-temannya dengan spontan dan jujur karena takut ditertawakan. Namun sebagian besar dari mereka masih mau mengemukakan pendapat ataupun ketidaksetujuan di hadapan anggota kelompok diskusi. Berikut ini disajikan hasil wawancara dengan 5 orang dosen pengajar mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2002 di Universitas X Bandung tentang perilaku asertif yaitu secara umum mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2002 di Universitas X Bandung kurang aktif dalam perkuliahan. Hanya sedikit mahasiswa yang mau memanfaatkan kesempatan yang diberikan dosen untuk menanyakan materi yang belum dipahami ataupun memberikan tanggapan dan komentar di dalam perkuliahan. Bila pada saat kuliah dosen bertanya kepada seluruh mahasiswa di kelas mengenai materi yang bersangkutan maka mereka akan diam saja dan menunggu sampai dosen meminta atau menunjuk salah satu dari mereka untuk menjawab. Meskipun demikian, ada juga beberapa mahasiswa yang aktif dan setiap kali dosen menyampaikan pertanyaan dalam kuliah, biasanya yang menjawab adalah mahasiswa yang sama. Berdasarkan hasil survey kepada 30 orang mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2002 Universitas X Bandung tentang hubungan antara motif berprestasi dengan perilaku asertif, diperoleh gambaran bahwa terdapat 56,7% (17 dari 30 orang) yang kurang tekun belajar, mereka belajar hanya bila ada kuis atau ujian. Mereka

senang mengerjakan tugas yang sudah terdapat langkah-langkah pengerjaan yang telah dijelaskan oleh dosen sehingga mereka dapat mengerjakannya dengan benar. Mereka kurang bertanggung jawab terhadap tugas misalkan bila dosen memberikan target waktu pengumpulan tugas yang agak lama, maka mereka akan mengerjakannya pada waktu mendekati pengumpulan tugas, bahkan ada pula yang terlambat mengumpulkannya. Mereka mengutamakan waktu mereka dihabiskan untuk bersantai dibandingkan untuk mengerjakan tugas maupun belajar. Bahkan bila dosen memberikan tugas kepada mahasiswa dan tugas tersebut sering tidak dikumpulkan, maka mereka biasanya tidak mengerjakan tugas tersebut. Menurut mereka, feedback dari dosen bukan hal yang penting sehingga mereka malas melakukan perbaikan dan tidak jarang mereka melakukan kesalahan yang sama pada saat mengerjakan ujian. Ciri-ciri di atas menunjukkan mahasiswa yang bersangkutan memiliki motif berprestasi rendah karena kurang adanya usaha dan ketekunan dalam menghadapi tugas dan pekerjaan mereka sehingga mereka tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sebaik mungkin. Selain itu, terdapat juga 70,5% (12 dari 17 orang di atas) menunjukkan perilaku kurang berani bertanya langsung kepada dosen bila ada materi yang belum dipahami, kurang berani menyampaikan ide, pendapat, perasaan, ketidaksetujuan, dan penolakan kepada orang lain. Mereka tidak meminta masukan, pemikiran, opini, ataupun keinginan orang lain baik dari teman, dosen maupun keluarga tentang pekerjaan ataupun tindakan mereka karena mereka menganggap hal tersebut kurang penting. Mereka sulit memberikan penjelasan kepada orang lain tentang pekerjaan atau tindakan yang telah mereka lakukan karena kurang adanya

tanggung jawab terhadap pekerjaan mereka. Selain itu, mereka malu untuk mengekspresikan sesuatu karena merasa takut pendapat mereka akan dinilai salah. Ciri-ciri di atas menunjukkan mahasiswa yang bersangkutan berperilaku nonasertif karena mereka kurang menyadari hak-hak yang mereka miliki seperti hak untuk mengekspresiakan opini, pandangan dan ide-ide serta hak untuk menolak suatu permintaan. Sisanya 25,5% (5 dari 17 orang di atas) menunjukkan perilaku berani bertanya langsung kepada dosen bila ada materi yang belum dipahami, berani menyampaikan penjelasan, pendapat, perasaan, ketidaksetujuan, dan penolakan kepada orang lain baik kepada teman, dosen maupun keluarga secara tegas dan sopan karena mereka merasa berhak untuk menyampaikannya dan berharap pendapatnya dapat menjadi masukan ataupun membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Bila mereka merasa tidak nyaman dengan suatu situasi misalkan pembagian tugas yang tidak adil terhadap dirinya, mereka berani mengutarakan keberatan mereka dihadapan pihak yang berkaitan. Ciri-ciri di atas menunjukkan mahasiswa yang bersangkutan berperilaku asertif karena mereka menyadari akan hak-hak yang mereka miliki dan berusaha mempertahankannya seperti hak untuk mengekspresikan opini, pandangan, ide-ide, hak untuk menolak suatu permintaan, dan hak meminta respon dari orang lain kebutuhan dan keinginannya. Terdapat juga 43,3% (13 dari 30 orang) menunjukkan perilaku tekun belajar dan senang mengerjakan tugas yang cara pengerjaannya dapat ditentukan sendiri. Apabila mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas, mereka biasanya membahasnya bersama dengan teman-temannya yang juga mengerti tentang tugas

yang diberikan. Bila dosen memberikan target waktu pengumpulan tugas yang agak lama, mereka akan mengerjakannya sesuai dengan rencana yang telah mereka buat sehingga mereka dapat menyelesaikan tugas sebaik mungkin dan mengumpulkannya tepat waktu. Sebagian besar kegiatan mereka telah direncanakan terlebih dahulu. Bila dosen memberikan tugas kepada mahasiswa dan tugas tersebut sering tidak dikumpulkan, maka mereka akan tetap mengerjakan tugas tersebut. Menurut mereka, feedback dari dosen merupakan hal yang sangat penting karena dapat mempengaruhi IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) mereka, dengan kata lain mereka dapat mengerjakan tugas lebih baik lagi dan tidak mengulang kesalahan yang sama pada saat mengerjakan ujian sehingga IPK yang diharapkan dapat tercapai. Ciri-ciri di atas menunjukkan mahasiswa yang bersangkutan memiliki motif berprestasi tinggi karena mereka memiliki tuntutan di dalam diri untuk berprestasi sebaik mungkin sehingga mereka akan berusaha keras dan tekun dalam menghadapi setiap tugas. Terdapat juga 84,6% (11 dari 13 orang di atas) yang kurang berani mengekspresikan apa yang ada di pikiran mereka langsung kepada orang lain karena takut akan konsekuensi yang dapat terjadi seperti ditertawakan, timbul masalah dengan teman, orang lain menjadi kesal dan lain-lainnya. Bila mahasiswa merasa tidak nyaman pada suatu situasi misalkan pembagian tugas yang tidak adil atau terganggu pada saat belajar, mereka hanya menggerutu dengan diri sendiri dan membiarkannya saja. Ciri-ciri di atas menunjukkan mahasiswa yang bersangkutan berperilaku nonasertif. Sisanya terdapat 15,4% (2 dari 13 orang di atas) yang menganggap perlu menyampaikan apa pun yang mereka pikirkan dan rasakan kepada

orang lain, karena mereka menyadari bahwa mereka memiliki hak-hak pribadi untuk dipertahankan dengan cara-cara yang tepat, dan adanya rasa tanggung jawab atas pekerjaan, perkataan dan tindakan yang telah dilakukan. Mereka merasa ide mereka dapat menjadi pertimbangan, dengan bertanya mereka menjadi mengerti tentang materi yang belum dipahami, ide dapat tersampaikan, hal yang menjadi pertanyaan dapat terjawab, dan mereka juga merasa didengarkan. Selain itu mereka juga meminta pendapat dan saran orang lain atas tindakan atau pekerjaan yang telah mereka lakukan, karena menurut mereka masukan merupakan hal yang sangat penting bagi mereka. Ciri-ciri di atas menunjukkan mahasiswa yang bersangkutan berperilaku asertif. Berdasarkan hasil survey di atas, mahasiswa yang memiliki motif berprestasi tinggi berperilaku asertif dan mahasiswa yang memiliki motif berprestasi rendah berperilaku nonasertif. Namun ada juga mahasiswa yang memiliki motif berprestasi tinggi berperilaku nonasertif dan mahasiswa yang memiliki motif berprestasi rendah berperilaku asertif. Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan antara motif berprestasi dengan perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2002 di Universitas X Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan fenomena yang ditemukan maka peneliti ingin mengetahui: Apakah terdapat hubungan antara motif berprestasi dan perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2002 di Universitas X Bandung? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud penelitian Maksud penelitian ini adalah memperoleh data dan gambaran mengenai hubungan antara motif berprestasi dengan perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2002 di Universitas X Bandung. 1.3.2 Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara motif berprestasi terhadap perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2002 di Universitas X Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan praktis Kegunaan praktis penelitian ini adalah : Sebagai informasi bagi mahasiswa dalam upaya mengatasi rintangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian keberhasilan.

Sebagai gambaran bagi dosen tentang derajat motif berprestasi dan perilaku asertif mahasiswa. 1.4.2 Kegunaan teoretis Kegunaan teoretis penelitian ini adalah : Sebagai informasi tambahan untuk menyumbang ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi pendidikan khususnya bahasan mengenai hubungan motif berprestasi dengan perilaku asertif. Bisa dijadikan sebagai referensi untuk penelitian lanjutan mengenai hubungan antara motif berprestasi dengan perilaku asertif dalam bidang pendidikan. 1.5 Kerangka Pikir Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2002 Universitas X Bandung termasuk pada perkembangan masa dewasa awal (18-25 tahun). Menurut Santrock (2004) masa dewasa awal merupakan masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Di perguruan tinggi, mahasiswa dapat menghabiskan banyak waktu dengan teman seusianya, lebih banyak punya kesempatan untuk mengeksplorasi nilai-nilai dan gaya hidup yang berbeda, dan menikmati kebebasan dari monitoring orangtua. Dalam menjalankan studinya di perguruan tinggi, mahasiswa dituntut untuk mencapai keberhasilan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan

mahasiswa adalah adanya motif berprestasi. Menurut McClelland bersama-sama dengan Atkinson, Clark dan Lowell (1953: 110-111), motif berprestasi adalah motif untuk mencapai keberhasilan dalam kompetisi dengan berbagai standar keunggulan. Ciri-ciri mahasiswa yang memiliki motif berprestasi tinggi dan rendah dapat dilihat berdasarkan empat aspek utama, yaitu kreatif inovatif, memperhatikan umpan balik, mempertimbangkan resiko, dan adanya tanggung jawab. Mahasiswa yang memiliki motif berprestasi tinggi akan cenderung bertindak kreatif menggunakan cara kerjanya sendiri untuk menyelesaikan tugas seefisien dan seefektif mungkin, memperhatikan umpan balik dan melaksanakannya untuk perbaikan kerja, mempertimbangkan hambatan dan resiko yang akan dihadapinya sebelum memulai suatu pekerjaan, dan merasa dirinya bertanggung jawab atas tugas yang dikerjakannya sehingga pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dan optimal. Begitu pula sebaliknya, mahasiswa yang memiliki motif berprestasi rendah akan cenderung bertindak kurang kreatif karena mereka lebih menyukai pekerjaan yang sudah jelas apa yang harus mereka kerjakan, kurang memperhatikan umpan balik karena takut memperlihatkan kesalahan, menyukai pekerjaan yang sangat mudah maupun sangat sukar, dan kurang bertanggung jawab atas tugas yang dikerjakan. Menurut McClelland (1987), tinggi rendahnya derajat motif berprestasi ini juga dipengaruhi oleh faktor inteligensi dan bagaimana mahasiswa menilai diri akan kemampuan dirinya. Selain itu, suasana keluarga yang harmonis dan hangat juga dapat mempengaruhi motif berprestasi mahasiswa. Dosen yang dapat membina relasi

yang hangat dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengekspresikan kemampuannya juga akan mendorong mereka untuk lebih meningkatkan prestasi yang telah dicapainya. Hubungan dengan teman sebaya yang menyenangkan dan suasana kompetisi yang sehat diantara teman sebaya juga dapat mendorong mahasiswa untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. Apabila lingkungan di sekitar rumah memberi kesempatan pada mahasiswa untuk mengekspresikan kemampuannya, maka mereka menjadi percaya diri, tetap terdorong untuk mengatasi kegagalan dan berusaha lebih baik. Mahasiswa yang memiliki motif berprestasi tinggi memiliki tujuan yang ingin dicapainya yaitu memperoleh keberhasilan dalam pekerjaannya. Bila dalam mencapai tujuannya tersebut mahasiswa mengalami hambatan terhadap hak-hak mereka, maka mahasiswa akan memperlihatkan sikap mengatasi rintangan yaitu dengan berperilaku asertif. Menurut Ken & Kate Back (1982), perilaku asertif meliputi mempertahankan hak-hak pribadi dengan cara tidak merugikan hak-hak orang lain, mengekspresikan kebutuhan, keinginan, pendapat, perasaan dan keyakinan secara langsung, jujur dan dengan cara yang tepat. Hak merupakan hal yang penting dalam asertivitas. Bila mahasiswa tidak menyadari akan hak-hak yang dimilikinya, maka mahasiswa tersebut tidak tahu bahwa orang lain telah berperilaku agresif, asertif, atau nonasertif, dan mahasiswa juga sulit untuk berperilaku asertif. Ken & Kate Back (1982) juga mengemukakan tentang dua aspek untuk mengenali perilaku asertif yaitu aspek verbal dan aspek nonverbal. Aspek verbal meliputi apa yang ingin disampaikan. Jadi mahasiswa yang berperilaku asertif

memiliki ciri-ciri yaitu dapat mengemukakan pernyataan-pernyataan dengan ringkas, jelas, dan to the point, berani menyampaikan hasil pemikiran, ide, keinginan dan perasaan, berani mengemukakan opininya sendiri. Mereka juga dapat memberikan penjelasan atas tindakan yang telah dilakukan dan begitu pula sebaliknya meminta penjelasan kepada orang lain atas tindakan terhadap dirinya, dapat menyampaikan saran dan usul yang tidak bersifat memaksa, dapat menyampaikan dan menerima kritik yang membangun, bertanya untuk mengetahui pemikiran, opini, dan keinginan orang lain, serta berusaha mencari cara untuk menyelesaikan permasalahan. Sedangkan aspek nonverbal menjelaskan tentang aspek perilaku yang hanya dapat diobservasi seperti nada suara, kecepatan berbicara, ekspresi wajah, kontak mata, dan gerakan tubuh. Menurut Ken & Kate Back (1982) munculnya perilaku asertif dan nonasertif dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya ketakutan akan konsekuensi yang tidak menyenangkan dari berperilaku asertif, memandang situasi atau orang lain sebagai ancaman karena mahasiswa kurang yakin dengan kemampuannya sendiri, gagal menerima hak untuk asertif, gagal berpikir secara rasional tentang diri sendiri yang terjadi ketika mahasiswa berulang-ulang kali membandingkan dirinya yang kurang disukai dengan orang lain, dan gagal mengembangkan assertive skills. Selain itu, ada juga faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku nonasertif yaitu mahasiswa mengalami kebingungan antara asertivitas dan agresi karena dipengaruhi oleh lingkungan yang memiliki budaya berperilaku nonasertif, menyamakan

nonasertivitas dengan sopan santun, dan mengalami kebingungan antara nonasertif dengan pemberian bantuan. Mahasiswa yang memiliki motif berprestasi tinggi memiliki ciri-ciri perilaku yaitu cenderung bertindak kreatif, dengan mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas seefisien dan seefektif mungkin (McClelland, 1953). Dengan demikian dalam usahanya mencapai tujuannya tersebut, hal ini dapat mendorong mahasiswa untuk berperilaku asertif yaitu nampak dalam hal kemampuannya mengemukakan pernyataan-pernyataannya dengan ringkas, jelas, dan to the point (Ken & Kate Back, 1982). Selain itu, mahasiswa yang memiliki motif berprestasi tinggi merasa dirinya bertanggung jawab atas tugas yang dikerjakannya (McClelland, 1953). Dengan adanya tanggung jawab dalam diri mahasiswa, maka mahasiswa mengatasi rintangan dalam pencapaian tujuannya untuk berprestasi dengan berperilaku asertif yaitu mereka dapat memberikan penjelasan atas tindakannya dan juga dapat meminta penjelasan atas tindakan orang lain terhadap dirinya (Ken & Kate Back, 1982). Pada mahasiswa yang memiliki motif berprestasi tinggi, pemberian umpan balik atas hasil kerja yang telah dilakukan sangat disukai. Umpan balik akan diperhatikan dan dilaksanakan untuk perbaikan kerjanya (McClelland, 1953). Dengan demikian hal ini dapat mendorong mahasiswa untuk berperilaku asertif yaitu dengan bertanya untuk mengetahui pemikiran, opini, dan keinginan orang lain (Ken & Kate Back, 1982).

Mahasiswa yang memiliki motif berprestasi tinggi akan mempertimbangkan risiko yang akan dihadapinya sebelum memulai suatu pekerjaan. Ia akan memilih tugas dengan derajat kesukaran sedang, yang menantang kemampuannya untuk dikerjakan namun masih memungkinkan untuk berhasil diselesaikan dengan baik (McClelland, 1953). Mereka akan membuat rencana dan mempertimbangkan konsekuensi serta hambatan sebelum melakukan suatu pekerjaan atau tindakan agar pekerjaan mereka dapat diselesaikan dengan berhasil. Bila selama melakukan pekerjaannya tersebut mereka mengalami rintangan, maka mereka akan berperilaku asertif yaitu berusaha keras mencari cara untuk mengatasi masalah agar pekerjaannya tersebut dapat diselesaikan dengan berhasil. Menurut Morgan (1986), proses motif mengikuti suatu rangkaian siklus, mulai dari timbulnya suatu kebutuhan yaitu kebutuhan berprestasi sebaik mungkin yang dapat mengakibatkan ketegangan dan menimbulkan dorongan sebagai kumpulan energi yang belum terarah. Kemudian timbullah motif yang mempunyai arah tertentu pada suatu tujuan secara selektif yaitu motif berprestasi yang ada dalam diri mahasiswa. Mahasiswa yang motif berprestasinya tinggi memiliki tujuan (goal) yaitu memperoleh kemenangan atau mengerjakan sesuatu sebaik mungkin atau lebih baik dari yang dilakukan orang lain. Bila dalam pencapaian goal terdapat hambatan terhadap hak-hak mereka, maka mahasiswa akan memperlihatkan sikap mengatasi rintangan yaitu dengan berperilaku asertif. Apabila tujuan tercapai, maka timbul penurunan kebutuhan dan dorongan serta akan memperkuat tingkah laku individu lebih lanjut, jika kondisi yang sama terjadi maka keadaan ini akan ditimbulkan

kembali. Untuk lebih ringkas dan jelas mengenai dinamika kerangka pikir dapat dilihat pada skema berikut ini (skema kerangka pikir).

Oleh karena itu, peneliti berasumsi bahwa: Mahasiswa memiliki derajat motif berprestasi yang berbeda-beda. Mahasiswa memiliki derajat perilaku asertif yang berbeda-beda. 1.6 Hipotesis Penelitian Terdapat hubungan antara motif berprestasi dengan perilaku asertif pada mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2002 di Universitas X Bandung.