PEMBUATAN PELAT ELEMEN BAKAR (PEB) U-10Zr/Al UNTUK BAHAN BAKAR REAKTOR RISET

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBUATAN PELAT ELEMEN BAKAR MINI U-7Mo/Al

STUDI TENTANG KEKERASANCLADDING PEB U3Sh-AL TMU RENDAH - TINGGI PRA IRADIASI

PENGARUH FABRIKASI PELAT ELEMEN BAKAR U-7Mo/Al DENGAN VARIASI DENSITAS URANIUM TERHADAP PEMBENTUKAN PORI DI DALAM MEAT DAN TEBAL KELONGSONG

PENGARUH DENSITAS URANIUM DALAM PELAT ELEMEN BAKAR U-7Mo/Al-Si MENGGUNAKAN KELONGSONG AlMgSi1 TERHADAP HASIL PROSES PENGEROLAN

PEMBUATAN SAMPEL INTI ELEMEN BAKAR U 3 Si 2 -Al

KARAKTERISASI INGOT PADUAN U-7Mo-Zr HASIL PROSES PELEBURAN MENGGUNAKAN TUNGKU BUSUR LISTRIK

Supardjo (1) dan Boybul (1) 1. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang

PEMBUATAN INTI ELEMEN BAKAR DAN PELAT ELEMEN BAKAR U-7MO/AL-SI DENGAN TINGKAT MUAT 3,6 G U/CM 3

PENGEMBANGAN PADUAN URANIUM BERBASIS UMo SEBAGAI KANDIDAT BAHAN BAKAR NUKLIR UNTUK REAKTOR RISET MENGGANTIKAN BAHAN BAKAR DISPERSI U3Si2-Al

KARAKTERISASI SIFAT TERMAL DAN MIKROS- TRUKTUR PELAT ELEMEN BAKAR (PEB) U 3 SI 2 -AL DENSITAS 4,8 GU/CM 3 DENGAN PADUAN ALMGSI SEBAGAI KELONGSONG

PABRIKASI FOIL URANIUM DENGAN TEKNIK PEROLAN

KEUNGGULAN SIFAT METALURGI DAN LAJU KOROSI PADUAN AlMgSi UNTUK KELONGSONG BAHAN BAKAR U 3 Si 2 -Al DENSITAS 4,8 gu/cm 3

PEMBUATAN FOIL TARGET DENGAN TINGKAT PENGKAYAAN URANIUM RENDAH

PENGARUH POROSITAS MEAT BAHAN BAKAR TER- HADAP KAPASITAS PANAS PELAT ELEMEN BAKAR U 3 Si 2 -Al

PENGARUH UNSUR Nb PADA BAHAN BAKAR PADUAN UZrNb TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

ANALISIS POLA DIFRAKSI PADA INGOT PADUAN Zr-1%Sn1%Nb-0,1%Fe DAN Zr- 1%Sn-1%Nb-0,1%Fe-0,5%Mo

PEMBUATAN KOMPONEN INNER TUBE LEU FOIL TARGET UNTUK KAPASITAS 1,5g U-235

PENENTUAN SIFAT THERMAL PADUAN U-Zr MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

KOMPARASI ANALISIS KOMPOSISI PADUAN AlMgSI1 DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK X RAY FLUOROCENCY (XRF) DAN EMISSION SPECTROSCOPY (

ANALISIS KOMPOSISI BAHAN DAN SIFAT TERMAL PADUAN AlMgSi-1 TANPA BORON HASIL SINTESIS UNTUK KELONGSONG ELEMEN BAKAR REAKTOR RISET

ANALISIS SIFAT TERMAL PADUAN AlFeNi SEBAGAI KELONGSONG BAHAN BAKAR REAKTOR RISET

KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR PADUAN UZrNb PASCA PERLAKUAN PANAS

REAKSI TERMOKIMIA PADUAN AlFeNi DENGAN BAHAN BAKAR U 3 Si 2

ANALISIS SIFAT TERMAL LOGAM URANIUM, PADUAN UMo DAN UMoSi MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2012 di Instalasi Elemen

PENETAPAN PARAMETER PROSES PEMBUATAN BAHAN BAKAR UO 2 SERBUK HALUS YANG MEMENUHI SPESIFIKASI BAHAN BAKAR TIPE PHWR

ANALSIS TERMAL PADUAN AlMgSi UNTUK KELONGSONG BAHAN BAKAR U 3 Si 2 -Al DENSITAS TINGGI

ANALISIS SIFAT TERMAL LOGAM URANIUM, PADUAN UMo DAN UMoSi MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

PENGARUH SERBUK U-Mo HASIL PROSES MEKANIK DAN HYDRIDE DEHYDRIDE GRINDING MILL TERHADAP KUALITAS PELAT ELEMEN BAKAR U-Mo/Al

PROSES MANUFACTURING

B64 Pembuatan Green Pellet U-ZrHx Untuk Bahan Bakar Reaktor Riset. Peneliti Utama : Ir.Masrukan, M.T

PENGARUH PROSES QUENCHING TERHADAP LAJU KOROSI BAHAN BAKAR PADUAN UZr

IDENTIFIKASI SENYAWA YANG TERBENTUK AKIBAT REAKSI TERMOKIMIA PADA INGOT BAHAN BAKAR

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

ABSTRAK PENDAHULUAN. ISSN HasH-hasH Penelitian EBN Tahun 2010

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PADUAN UMo SEBAGAI KANDIDAT BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE DISPERSI

PENGUKURAN SIFAT TERMAL ALLOY ALUMINIUM FERO NIKEL MENGGUNAKAN ALAT DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

MODEL PERHITUNGAN DISTRIBUSI SUHU SEPANJANG PELAT ELEMEN BAKAR (PEB) U 3 Si 2 Al PADA PENGURANGAN TEBAL DAN WAKTU PEMANASAN

PERHITUNGAN BURN UP BAHAN BAKAR REAKTOR RSG-GAS MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM BATAN-FUEL. Mochamad Imron, Ariyawan Sunardi

PEMERIKSAAN MIKROSTRUKTUR, KOMPOSISI KIMIA DAN KEKERASAN HASIL PENGELASAN PADUAN Al-6061

MODEL DISTRIBUSI TEMPERATUR SEPANJANG PELAT ELEMEN BAKAR U 3 O 8 Al PADA PENGURANGAN TEBAL DAN WAKTU

PENENTUAN RASIO O/U SERBUK SIMULASI BAHAN BAKAR DUPIC SECARA GRAVIMETRI

KARAKTERISASI INGOT PADUAN Zr-Mo-Fe-Cr PASCA PERLAKUAN PANAS

PENENTUAN FRAKSI BAKAR PELAT ELEMEN BAKAR UJI DENGAN ORIGEN2. Kadarusmanto, Purwadi, Endang Susilowati

PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO AKIBAT PROSES ROL DAN LAS PADA PADUAN ZR-NB-MO-GE UNTUK MATERIAL KELONGSONG PLTN

ANALISIS STRUKTUR DAN KOMPOSISI FASE PADUAN U-7%Mo-x%Zr (x = 1, 2, 3% berat) HASIL PROSES PELEBURAN

BAB II KERANGKA TEORI

RANCANG BANGUN AUTOCLAVE MINI UNTUK UJI KOROSI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

PENGARUH WAKTU SINTER TERHADAP DENSITAS PELET UO 2 DARI BERBAGAI UKURAN SERBUK

EVALUASI PERILAKU SWELLING IRADIASI BAHAN BAKAR RSG GAS

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PRODUKSI BAHAN BAKAR REAKTOR DAYA

RANCANG BANGUN ALAT UJI MEKANIK BATANG KENDALI RSG-GAS

I. PENDAHULUAN. kelongsong bahan bakar, seperti sedikit mengabsorpsi neutron, kekerasan

Persentasi Tugas Akhir

KARAKTERISTIK INGOT PADUAN U-Zr-Nb PASCA PROSES QUENCHING

TEKNIK PERBAIKAN SAMBUNGAN TERMOKOPEL TEMPERATUR TINGGI PADA HEATING-01

MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW)

KETAHANAN KOROSI BAHAN STRUKTUR AlMg-2 DALAM MEDIA AIR PASCA PERLAKUAN PANAS DAN PENDINGINAN

1. Pendahuluan Pembentukan Logam

PEMBUATAN SERBUK U-6Zr DENGAN PENGKAYAAN URANIUM 19,75 % UNTUK BAHAN BAKAR REAKTOR RISET

Pembuatan LEU Foil dengan Teknik Pengerolan untuk Produksi Mo-99

KARAKTERISTIK HASIL PENGELASAN PIPA DENGAN BEBERAPA VARIASI ARUS LAS BUSUR LISTRIK

STUDI TENTANG PENGARUH NITROCARBURIZING DC-PLASMA TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL Zr-4

Gambar 1.1. Rear Axle Shaft pada mobil diesel disambung dengan pengelasan. (

KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN KEKASARAN PERMUKAAN KELONGSONG BAHAN BAKAR NUKLIR DENGAN ROUGHNESS TESTER SURTRONIC-25

PENGARUH DEFORMASI DINGIN TERHADAP KARAKTER PADUAN Zr-0,3%Mo-0,5%Fe-0,5%Cr PASCA PERLAKUAN PANAS

PENGARUH TEKANAN PENGOMPAKAN, KOMPOSISI Er 2 O 3 DAN PENYINTERAN PADA TEMPERATUR RENDAH TERHADAP KUALITAS PELET UO 2 + Er 2 O 3

ELEMEN BAKAR NUKLIR (EBN) TYPE ClRENE

Pengaruh Temperatur Heat-Treatment terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Paduan Al-Fe-Ni

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

KARAKTERISASI PADUAN U-7%Mo DAN U-7%Mo-x%Si (x = 1, 2, dan 3%) HASIL PROSES PELEBURAN DALAM TUNGKU BUSUR LISTRIK

PENGARUH UNSUR Zr PADA PADUAN U-Zr DAN INTERAKSINYA DENGAN LOGAM Al TERHADAP PEMBENTUKAN FASA

PROSES PENGERJAAN PANAS. Yefri Chan,ST.MT (Universitas Darma Persada)

STRUKTUR MIKRO DAN KARAKTERISTIK MEKANIK PEB U3Si2- Al TMU 2,96 g/cm 3 PASCA PERLAKUAN PANAS SUHU 500 o C

BAB 3 METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KUALITATIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK DIFRAKSI SINAR X PADA PENAMBAHAN UNSUR Zr TERHADAP PEMBENTUKAN FASA PADUAN U-Zr

JURNAL PENGARUH PEMBERIAN PANAS AWAL PADA HASIL PENGELASAN TIG TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS BAJA TAHAN KARAT 316L

PENGARUH KANDUNGAN Nb DAN WAKTU PEMANASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR DALAM PEMBUATAN BAHAN BAKAR PADUAN U-Zr-Nb

PENGARUH DAYA TERHADAP UNJUK KERJA PIN BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE PWR PADA KONDISI STEADY STATE

KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR PADUAN INTERMETALIK AlFeNi SEBAGAI BAHAN KELONGSONG BAHAN BAKAR

PENGARUH DENSITAS URANIUM TERHADAP UMUR DAN BURN UP BAHAN BAKAR NUKLIR DI DALAM REAKTOR RSG-GAS DITINJAU DARI ASPEK NEUTRONIK

KEKUATAN MATERIAL. Hal kedua Penyebab Kegagalan Elemen Mesin adalah KEKUATAN MATERIAL

PENGARUH SUHU DAN WAKTU ANIL TERHADAP TEKSTUR PADUAN Al TIPE 2024

RANCANG BANGUN SPESIMEN UNTUK KEBUTUHAN ULTRASONIC TEST BERUPA SAMBUNGAN LAS BENTUK T JOINT PIPA BAJA. *

PENCIRIAN PADUAN ALUMINIUM-BESI-NIKEL SEBAGAI KELONGSONG ELEMEN BAICAR BERDENSITAS TINGGI ASEP ARY RAMMELYADI

04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI

BAB XX DEFORMASI PADA KONSTRUKSI LAS

PEMBUATAN GREEN PELLET U-ZrHx UNTUK BAHAN BAKAR PWR

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS

PENGARUH KANDUNGAN Si TERHADAP MIKROSTRUKTUR DAN KEKERASAN INGOT Zr-Nb-Si

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan

MODUL 6 PROSES PEMBENTUKAN LOGAM

Proses Lengkung (Bend Process)

PENGARUH PENAMBAHAN Cr2O3 TERHADAP DENSITAS PELET SINTER UO2

Transkripsi:

PEMBUATAN PELAT ELEMEN BAKAR (PEB) U-10Zr/Al UNTUK BAHAN BAKAR REAKTOR RISET Masrukan, Setia Permana, Yanlianastuti Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -BATAN Kawasan Pspiptek Serpong Tangerang Selatan 15310 Email : Masrukan2006@yahoo.com ABSTRAK PEMBUATAN PELAT ELEMEN BAKAR (PEB) U-10Zr/Al UNTUK BAHAN BAKAR REAKTOR RISET. Telah dilakukan pembuatan PEB U-10Zr/Al untuk bahan bakar reaktor riset. Penelitian dan pengembangan bahan bakar reaktor riset dimaksudkan untuk mendapatkan bahan bakar yang mempunyai densitas tinggi. PEB U-10Zr /Al dibuat dari serbuk U-10Zr yang diperoleh dari proses hydriding dehydriding, yang mana serbuk tersebut dicampur dengan serbuk Al dan dihomogenisasi. Setelah homogen campuran serbuk dimasukkan ke dalam cetakan dan dipress dengan mesin press berkekuatan hingga 20 ton/cm 3 menjadi inti elemen bakar (IEB). IEB yang diperoleh dimasukkan ke dalam frame dan cover serta dilas pada ujungujungnya untuk selanjutnya dirol panas dan dingin sehingga menjadi pelat elemen bakar (PEB). PEB yang diperoleh diuji merusak dan tidak merusak. Uji merusak meliputi ketebalan kelongsong dan kondisi meat, sedangkan pengujian tidak merusak meliputi white point, blister. Hasil pengukuran ketebalan IEB melebihi dari ketebalan frame yang digunakan. PEB yang diperoleh mempunyai ketebalan 1,42 mm (sampel M1) dan 1,43 mm (sampel M2) dengan panjang meat 167 mm (sampel M1) dan 165 mm (sampel M2). Dari pengujian merusak diperoleh ketebalan minimal kelongsong pada SD sebesar 0,244 mm dan pada SJ sebesar 0,234 mm (sampel M1), untuk sampel M2 ketebalan minimal pada SD sebesar 0,234 mm dan pada SJ sebesar 0,244 mm. Hasil pemeriksaan kondisi IEB menunjukkan bahwa pada SD maupun TG dari kedua PEB tidak terjadi dogbone maupun whisker, sedangkan pada SJ terjadi dogbone. Sementara itu, hasil pemeriksaan tidak merusak terlihat adanya white point pada SD, tetapi tidak ditemukan adanya blister. Melihat hasil pengujian PEB dapat disimpulkan bahwa kedua PEB belum memenuhi persyaratan kualitas untuk PEB. Kata kunci : PEB, U-Zr, reaktor riset. ABSTRACT THE MANUFACTURING FUEL ELEMENT PLATE (FEP) U-10Zr/Al FOR RESEARCH REACTOR FUEL.The U-10Zr/Al FEP has been fabricated for research reactor fuel. The research and development of fuel a research reactor intended to obtain the fuel with high density. The U-10Zr / Al FEP was made from U-10Zr powder that obtained from hydriding-dehydriding process, the powder is mixed with Al powder and then homogenized. The compositionof powders were analyzed and then to be made meat fuel elements (MFE). The powder mixture is inserted into a mold and pressed with press machine powered up to 20 ton/cm 3 to be meat fuel elements (MFE). MFE obtained were then inserted into the frame and cover and welded at its ends to the next hot and cold rolled into fuel elements plate (FEP). The FEP obtained then were destructive and non destructive test. Destructive testing includes the thickness of the cladding and condition of meat, while non destructive testing includes white points, and blisters. MFE thickness measurements indicate the thickness exceeds the thickness of the frame that used. The measurement of FEP results indicate that the FEP thickness respectively of 1.42 mm (sample M1) and 1.43 mm (sample M2) with a length of 167 mm meat (sample M1) and 165 mm (sample M2). Destructive testing results showed that minimum thickness of the cladding on the near side (NS) of 0.244 mm and on the far side (FS) by 0.234 mm (sample M1), and for sample M2 minimum thickness on the near side (SD) of 0.234 mm and on the far side (SJ) of 0.244 mm. MFE thickness measurements indicate the thickness exceeds the thickness of the frame that used. The FEP measurement results indicate that FEP thickness respectively of 1.42 mm (sample M1) and 1.43 mm (sample M2), while the meat length of 167 mm (sample M1) and 165 mm (sample M2). From destructive testing obtained of a minimum thickness of the cladding on the near side (NS) of 0.244 mm and on the far side (SJ) of 0.234 mm (sample M1), and for sample M2 minimal thickness on the near side (NS) of 0.234 mm and on the far side (FS) of 0.244 mm. Test results of 398

the condition of meat on both NS and TG of both FEP showed that not occour dogbone or whisker, while the far side (FS) occour dogbone. Meanwhile, the results of the non distrcuctive test were seen the white point on the near side, but there were no blisters. Judging from the test results of FEP it can be concluded that the both of FEP not meet yet the quality requirements for the FEP. Keywords: FEP, U-Zr, the research reactor. PENDAHULUAN Pengembangan bahan bakar reaktor riset yang dilakukan di Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir (PTBN) ditujukan untuk memperoleh bahan bakar yang mempunyai densitas tinggi agar uranium yang dapat dimuatkan ke dalam bahan bakar persatuan volume lebih banyak. Hal ini sesuai dengan program pengalihan bahan bakar berpengayaan tinggi High Enrichment Uranium (HEU) ke Low Enrichment Uranium (LEU) yang disponsori oleh USA sejak tahun 1978 [1]. Reaktor riset G.A. Siwabessy di Serpong menggunakan bahan bakar LEU jenis U 3Si 2-Al yang mempunyai densitas lebih tinggi dibandingkan U 3O 8-Al. Kelemahan penggunaan U 3Si 2-Al adalah kesulitan dalam pemisahan unsur Si saat pemungutan kembali uranium dari gagalan dan limbah produksi U 3Si 2-Al. Untuk mengatasi permasalahan tersebut Pusat Tenologi Bahan Bakar Nuklir (PTBN)-BATAN tengah mengembangkan bahan bakar dispersi baru dengan melakukan penelitian berbagai paduan uranium, diantaranya : paduan U-Zr, U-N dan U- Mo [2]. Pengembangan bahan bakar jenis paduan U- Zr oleh Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir (PTBN)- BATAN telah dimulai sejak tahun 2007 diawali dengan pembuatan paduan U-Zr pada berbagai komposisi Zr yakni 2%, 6%, 10% 14 % dan 55%. Paduan U-Zr yang dibuat selanjutnya dikarakterisasi serta diperlakukan panas untuk mengetahui sifat-sifat yang berhubungan dengan penggunaan sebagai bahan bakar [2]. Penelitian dan pengem-bangan pembuatan bahan bakar berbasis paduan U-Zr terus dilanjutkan dan pada saat ini telah dibuat pelat elemen bakar mini (PEB mini), untuk selanjutnya dibuat pelat elemen bakar berukuran penuh serta dilakukan uji irradiasi. Penelitian pembuatan bahan bakar paduan U- 4wt%Zr-2wt%Nb dengan densitas 3,17 g/cm 3 telah dilakukan, dan didasarkan hasil uji irradiasi, sifat neutronik, dan fabrika-sinya diperoleh bahwa paduan terse-but cukup baik sebagai bahan bakar bila densitas paduan mencapai 8,0 g/cm 3 [3,4]. Selain itu, percobaan pembuatan PEB di PTBN dengan kandungan Zr sebesar 6% dan tingkat muat uranium/densitas sebesar 5,2 g/cm 3 telah dilakukan dan telah dikarakterisasi dengan hasil yang cukup memuaskan [5]. Dalam percobaan ini dibuat PEB berbahan bakar U-Zr dengan kandungan Zr sebesar 10% dan tingkat muat uranium sebesar 5,2 g/cm 3 serta dikarak-terisasi/diuji, meliputi pengujian tidak merusak maupun merusak. Hasil pengujian tersebut diharapkan dapat menjadi pertim-bangan dalam mengembangkan bahan bakar di masa mendatang. Pembuatan PEB ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik PEB dengan kandungan Zr sebesar 10% dan tingkat muat uranium sebesar 5,2 g/cm 3. Percobaan pembuatan PEB ini dimulai dari pembuatan komposit bahan bakar, pembuatan PEB, dan pengujian PEB. Pada pembuatan komposit bahan bakar, serbuk U-Zr yang diperoleh dari proses hydriding-dehydriding dicampur dengan serbuk Al dan dihomogenisasi (proses blending) untuk selanjutnya dipress sehingga membentuk komposit bahan bakar. Proses blending merupakan salah satu langkah penting dalam pembuatan bahan bakar dispersi melalui cara metalurgi serbuk. Pengepresan campuran serbuk U-Zr dan serbuk Al dilakukan dalam die yang dilengkapi dengan punch dan dipress dalam keadaan dingin (cold working). Tekanan press akan menentukan kualitas komposit bahaa bakar sehingga tekanan press harus diperhatikan. Apabila tekanan press kurang tinggi maka sebagian serbuk atau seluruh serbuk tidak kompak dan ketebalan komposit terlampau tebal melebihi ketebalan yang disyaratkan. Namun, sebaliknya apabila tekanan press terlampau tinggi maka komposit yang terbentuk bisa retak dan ketebalan komposit kurang serta tidak memenuh persyaratan yang ditentukan. Komposit bahan bakar selanjutnya dibuat PEB melalui cara pengerolan panas dan dingin serta anil. Pada proses pengerolan, komposit bahan bakar dimasukkan ke dalam frame dan diberi cover kemudian dilakukan pengerolan panas dan dingin sehingga membentuk PEB. Frame dan cover dibuat dari paduan AlMg2. Pengerolan panas komposit menjadi PEB dilakukan diatas temperatur rekristalisasi (temperatur rekris-talisasi Al sebesar 200 o C, dan dalam praktek pengerolan dilakukan pada temperatur 415 o C) sedangkan pengerolan dingin dilakukan dibawah temperatur rekristalisasinya. Temperatur rekristalisasi besarnya ½ dari temperatur lebur dalam derajat Kelvin [6]. Pengerjaan panas mempu-nyai beberapa keuntungan, antara lain : [6] (a) benda bersifat lunak dan ulet sehingga gaya pembentukannya relatif kecil, serta deformasi yang diberikan relatif besar, (b) terjadinya perbaikan mikrostruktur pada logam yang dideformasi pada temperatur tinggi. Perbaikan mikrostruktur ini terjadi pada saat pemanasan (sebelum dikenai pengerolan) dan pada saat dikenai pengerolan. Pada waktu pengerolan panas, mikrostruktur komposist bahan 399

bakar yang terjadi dari proses pengepresan berupa butir yang berbentuk pilar, akan berubah menjadi butir yang berbentuk equiaxial. Butir yang berbentuk equiaxial tersebut membuat bahan menjadi ulet. Pada pengerolan dingin yang merupakan proses lanjutan dimaksudkan untuk mengurangi ketebalan dan memperbaiki bentuk komposit bahan bakar. Pengerolan dingin dilakukan karena komposit bahan bakar sudah tipis sehingga sulit dilakukan pengerolan panas. PEB hasil pengerolan dingin selanjutnya dianil dengan maksud untuk menghilangkan tegangan sisa yang ada yang timbul akibat pengerolan dingin. Tegangan sisa yang ada merupakan awal timbulnya tegangan dan merupakan sumber awal terjadinya keretakan. TATA KERJA 1. Pembuatan Inti Elemen Bakar (IEB), pengelasan dan perolan Serbuk U-10Zr hasil proses hydriding-dehydriding yang telah diayak (menggunakan ayakan 90-125 mikron) ditambah serbuk Al dengan berat tertentu sehingga membentuk bahan bakar dengan tingkat muat uranium (TMU) atau densitas sebesar 5,2 gu/cm 3. Dalam percobaan ini dibuat dua buah sampel bahan bakar dengan TMU yang sama. Kedua buah campuran serbuk U-10Zr dan serbuk Al selanjutnya dihomogenisasi dengan cara dicampur menggunakan peralatan yang dilengkapi dengan ball mill dan diputar dalam waktu 1 jam. Setelah homogen, campuran serbuk U-10Zr dan serbuk Al dimasukkan ke dalam cetakan (dies) mini dan dipress pada tekanan press 20 ton/cm 3 hingga menjadi IEB. Dies mini mempunyai ukuran panjang x lebar x tinggi sebesar 25 mm x 15 mm x 3,6 mm, ukuran panjang dan lebar dies besarnya seperempat dari ukuran dies yang sesungguhnya. Disiapkan frame dan cover pelat dari bahan AlMg2. IEB yang telah dibuat diukur ketebalannya dan dimasukkan ke dalamframe serta ditutup dengan pelat AlMg2 menjadi PEB kemudian dilas pada ujung-ujungnya. PEB yang telah dilas dibersihkan dengan cara disikat, selanjutnya dikenai pengerolan panas dan dilanjutkan pengerolan dingin. Pengerolan panas dilakukan pada temperatur 415 o C melalui empat tahapan. PEB hasil pengerolan panas selanjutnya dirol dingin hingga mencapai ketebalan 1,40 mm, selanjutnya dianil pada temperature 415 o C. 2. Pengujian PEB PEB yang diperoleh dari pengerolan dingin selanjutnya diuji yakni pengujian tidak merusak dan pengujian merusak. Pengujian tidak merusak menggunakan dengan peralatan X- ray dan ultrasonik dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya white point, dan blister. Sementara itu, pengujian merusak dilakukan dengan peralatan mikroskop optik yang dilengkapi dengan pengukuran dimensi. Hasil pemeriksaan dengan mikroskop optik berupa gambar bentuk IEB dan ketebalan kelongsong. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil percobaan ditampilkan dalam bentuk gambar dan tabel. Gambar 1 adalah gambar IEB, Gambar 2 adalah gambar PEB hasil pengerolan panas dan dingin, Gambar 3 adalah gambar posisi pengambilan sampel uji ketebalan kelongsong U- Zr/Al, Gambar 4 dan 5 adalah gambar keadaan meat PEB, Gambar 6 adalah gambar hasil pererkaman PEB menggunakan sinar X, dan Gambar 7 adalah gambar hasil uji blister menggunakan peralatan blister. Tabel 1 memuat ukuran IEB (meat), Tabel 2 hasil pengerolan panas PEB-10 UZr/Al, Tabel 3 hasil pengerolan dingin PEB-10 UZr/Al, dan Tabel 4 hasil uji ketebalan kelongsong PEB. A. Pembuatan PEB 1. Pembuatan IEB U-10Zr/Al Hasil pengukuran dimensi IEB diperoleh ketebalan dan berat IEB seperti tertera pada Tabel 1, sedangkan gambar IEB ditampilkan pada Gambar 1. Dari pengukuran ketebalan tersebut ternyata ketebalan IEB yang akan dirol adalah 4,10 mm, ketebalan IEB tersebut melebihi frame yang biasa digunakan untuk membuat PEB yakni sebesar 3,15 mm. Oleh karena ketebalan IEB melebihi ketebalan frame maka dibuatkan frame yang mempunyai ketebalan yang sama dengan ketebalan IEB yakni 4,10 mm. Hal ini semestinya tidak diijinkan namun untuk menyesuaikan ketebalan IEB maka terpaksa dilakukan. Langkah ini menyimpang dari prosedur yang biasa dilakukan pada fabrikasi PEB, yaitu ketebalan frame ditetapkan lebih dahulu kemudian ketebalan IEB mengikuti kettebalan frame. Hal ini disebabkan pada pembuatan IEB, tekanan press kurang tepat atau berat campuran serbuk U-10Zr dan serbuk Al kurang tepat sehingga mengakibatkan ukuran IEB menjadi lebih tebal dari yang biasa digunakan. Tabel 1. Ukuran IEB ( meat) No Kode (mm) Berat (g) Keterangan 1 M1 4,10 8,4 U-10Zr, =5,2 g/cm 3 2 M2 4,10 8,6 U-10Zr, =5,2 g/cm 3 400

IEB a. Sampel (M1) IEB b. Sampel M2 Gambar 1. IEB (meat ) 2. Pengerolan panas dan dingin Dimulai dari pengerolan awal bahan AlMg2 dari ketebalan 6 mm dirol beberapa tahap hingga ketebalan 4,30 mm untuk bahan frame sedangkan ketebalan cover 2,70 mm. frame menyesuaiakan dengan ketebalan IEB yakni 4,10 mm (yang seharusnya 3,15 mm). Pelat yang sudah dirol dilubangi dengan mesin punching untuk menghasilkan frame dan cover dengan dimensi yang sama yaitu dengan ukuran panjang 180 mm dan lebar 145 mm, sedangkan untuk membuat lubang frame dilakukan pada mesin frais dengan dimensi yaitu 15 mm x 30 mm. Permukaan pelat dibersihkan denga cara disikat untuk mendapatkan ikatan metalurgi antara frame dan cover, dan untuk frame dilakukan pada kedua permukaan sedangkan untuk cover hanya pada salah satu permukaan. IEB diletakkan di tengah pada lubang frame kemudian ditutup dengan pelat cover yang digunakan sebagai bahan kelongsong pembungkus inti elemen bakar dan selanjutnya dilakukan pengelasan. Pengelasan dilakukan hanya pada beberapa titik tertentu agar pada proses pengerolan menghasilkan ikatan antar frame dan cover, dan untuk mengatasi kemungkinan adanya udara yang terdapat di dalam paket rol tersebut, keluar melalui celah sambungan yang tidak terkena las. Bila pada proses pengerolan terdapat udara yang terpe-rangkap di dalam pelat elemen bakar, maka akan membentuk blister (lepuhan) yang tidak diperbolehkan di dalam bahan bakar tipe pelat. Pengelasan dilakukan dengan arus searah (DC) pada parameter 360 A, secara visual teramati jejak las cukup baik, tidak terjadi retak atau inklusi saat dilakukan pengerolan. Pengerolan panas komposit PEB dilakukan dengan empat tahap yaitu dari ketebalan 9,7 mm hingga ketebalan akhir 1,71 mm dengan penga-turan jarak rol 6,60 ; 5,20 ; 1,66 dan 1,10, dengan panjang IEB sebesar 115 mm untuk sampel M1, sedangkan untuk sampel M2 dimulai dari 9,75 mm hinggga 1,72 mm dengan panjang meat 116 mm. Dari setiap tahapan terlihat hampir semua tahap menunjukkan ketebalan yang hampir sama dengan yang direncanakan. Sebelum dan selama pengerolan berlangsung komposit dipanaskan dalam tungku sirkulasi udara pada suhu 415 o C. Data ketebalan hasil penge-rolan panas ditampilkan pada Tabel 2, sedangkan pengerolan panas pelat elemen bakar diperoleh seperti diperlihatkan pada Gambar 2. Pelat hasil pengerolan panas tersebut selanjutnya diamati secara visual ada tidaknya blister. Hasil pengamatan tidak ditemukan keberadaan blister di daerah dekat meat. Proses selanjutnya yaitu pengerolan dingin untuk mendapat ketebalan PEB yang sesuai dengan spesifikasi pada produksi elemen bakar reaktor riset, dimana pengerolan dingin dilakukan dua tahap dari ketebalan 1,71 mm menjadi ketebalan 1,42 mm untuk sampel M1 sedangkan untuk sampel M2 dari 1,72 menjadi 1,43 mm. Hasil pengukuran panjang IEB pada pengerolan pertama sebesar 161 mm dan pada pengerolan kedua diperoleh panjang IEB (meat) sebesar 167 mm untuk sampel M1 sedangkan untuk sampel M2 adalah 160 mm dan 165 mm. Data hasil pengerolan dingin dapat dilihat pada 401

Tabel 3. Selanjutnya dilakukan pemotongan lebar dan panjang dari masing-masing sampel PEB, masing-masing ± 25 mm lebih besar dari titik terluar daerah IEB. Tahap rol Jarak rol (mm) Tabel 2. Data hasil pengerolan panas PEB U-10Zr/Al komposit yang diinginkan ( mm ) komposit sebelum pengrolan PEB hasil pengerolan ( mm ) ( mm ) M1 M2 M1 M2 I 6,60 7,00 9,7 9,75 7,05 7,65 II 5,20 5,60 7,05 7,55 5,75 5,80 III 1,66 2,60 5,75 5,60 2,56 2,65 IV 1,10 1,65 2,56 2,45 1,71 1,72 Panjang IEB setelah pengerolan panas : M1 (10 %Zr, = 5,2 gu/cm 3 ) = 115 mm M2 (10 %Zr, = 5,2 gu/cm 3 ) = 116 mm Tahap rol Tabel 3. Data hasil pengerolan dingin PEB U-10Zr/Al PEB setelah dirol ( mm ) PEB sebelum rol ( mm ) Panjang meat hasil rol (mm) M1 M2 M1 M2 M1 M2 I 1,71 1,72 1,47 1,46 161 1,60 II 1,47 1,46 1,42 1,43 167 1,65 a. Sampel PEB (M1) B. Pengujian PEB Pengujian PEB dilakukan dalam dua bagian yaitu pengujian : 1). destruktif (merusak), dan 2). non destruktif (tidak merusak) 1. Pengujian destruktif untuk mengetahui ketebalan kelongsong dan keadaan IEB (ada tidaknya whisker atau dogbone). - kelongsong Pada pengukuran ketebalan kelong-song diambil data pada tiga posisi yaitu bagian tengah (TG), sisi dekat (SD) dan sisi jauh (SJ). Posisi b. Sampel PEB (M2) Gambar 3. PEB hasil pengerolan panas dan dingin pengambilan sampel uji ketebalan kelongsong PEB U-10Zr/Al seperti ditampilkan pada Gambar 3. Hasil pengukuran ketebalan kelongsong seperti tertera pada Tabel 4.a dan b menunjukkan pada sisi dekat (SD) terdapat ukuran ketebalan yang kurang dari minimal yang dipersyaratkan. Hasil pengukuran yang tertera pada Tabel 4 menunjukkan adanya ketebalan minimal yang tidak memenuhi persyaratan yakni pada SD sebesar 0,244 mm dan pada SJ sebesar 0,234 mm untuk sampel M1, ketebalan minimal tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk ketebalan kelongsong. Pada 402

pengukuran ketebalan kelongsong untuk sampel M2 tedapat ukuran ketebalan minimal yang tidak memenuhi persyaratan yakni pada SD sebesar 0,234 mm dan pada SJ 0,244 mm. Persyaratan ketebalan minimal kelongsong adalah sebesar 0,250 mm. Hal ini disebabkan pada saat pembuatan PEB menggunakan cover yang lebih tipis dari ketebalan IEB sehingga saat dilakukan pengerolan terjadi deformasi yang mengakibatkan ketebalan berkurang. cover adalah sebesar 2,7 mm sedang-kan ketebalan IEB adalah sebesar 4,30 mm. Oleh karena ketebalan cover kurang dari 4,30 mm sehingga pada saat dirol mengalami pengurangan ketebalan yang cukup besar dan akhirnya ketebalan manjadi kurang. Gambar 4. Posisi pengambilan sampel uji ketebalan kelongsong U-Zr/Al Tabel 4.a. Data uji ketebalan kelongsong sampel PEB (M1) Sisi Dekat (SD) Tengah (TG) Sisi Jauh (SJ) Jarak Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 0,244 0,274 0,349 0,358 0,350 0,358 0,428 0,408 0,437 0,433 0,421 0,396 0,401 0,367 0,357 0,371 0,351 0,342 0,377 0,366 0,364 0,354 0,244 0,251 0,304 0,375 0,377 0,411 0,448 0,466 0,460 0,469 0,468 0,432 0,439 0,453 0,392 0,410 0,385 0,362 0,251 0,386 0,437 0,447 0,369 0,426 0,445 0,419 0,346 0,428 0,369 0,404 0,394 0,430 0,408 0,407 0,394 0,381 0,416 0,445 0,407 0,413 0,405 0,378 0,390 0,385 0,380 0,381 0,234 0,272 0,343 0,365 0,405 0,409 0,401 0,416 0,349 0,369 0,329 0,339 0,347 0,360 0,382 0,371 0,400 0,389 0,234 0,318 0,312 0,381 0,367 0,403 0,403 0,438 0,421 0,431 0,411 0,324 0,456 0,410 0,436 0,387 0,429 0,465 0,457 0,318 403

Tabel 4.b. Data uji ketebalan kelongsong sampel PEB M2 Jarak Sisi Dekat (SD), mm Tengah (TG), mm Sisi Jauh (SJ), mm Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 0,234 0,272 0,343 0,365 0,405 0,409 0,401 0,416 0,349 0,369 0,329 0,339 0,347 0,360 0,382 0,371 0,400 0,389 0,318 0,312 0,381 0,367 0,403 0,403 0,438 0,421 0,431 0,411 0,324 0,456 0,410 0,436 0,387 0,429 0,465 0,457 0,386 0,437 0,447 0,369 0,426 0,446 0,419 0,346 0,428 0,404 0,394 0,430 0,408 0,407 0,394 0,381 0,416 0,445 0,407 0,413 0,405 0,378 0,390 0,385 0,380 0,244 0,274 0,349 0,358 0,350 0,358 0,428 0,408 0,437 0,433 0,421 0,396 0,401 0,367 0,357 0,371 0,351 0,342 0,377 0,366 0,364 0,354 0,251 0,304 0,375 0,377 0,411 0,448 0,466 0,460 0,469 0,468 0,432 0,439 0,453 0,392 0,410 0,385 0,362 0,384. 0,234 0,424. 0,312 0,437. 0,346 0,429. 0,378 0,388. 244. 0,151 - Keadaan IEB (meat) Gambar 4 dan 5 memperlihatkan kondisi IEB (ada tidaknya dogbone atau whisker). Gambar 4 (sampel PEB M1) menunjukkan bahwa pada sisi dekat (SD) dan sisi tengah (TG) tidak terjadi dogbone maupun whisker sedangkan pada SJ terjadi dogbone. Demikian pula pada Gambar 5 (sampel PEB M2) pada SD maupun TG tidak terlihat dogbone maupun whisker, sedangkan pada SJ terjadi dogbone. Terjadinya dogbone pada kedua sampel PEB tersebut disebabkan kekerasan kelongsong dari paduan AlMg2 lebih rendah dari kekerasan bahan bakar U-10Zr/Al. 404

a. b. c. Gambar 5. Keadaan IEB sampel PEB (M1) a. Sisi dekat (SD) b. Sisi Tengah (TG) c. Sisi jauh (SJ) a. b. c. Gambar 6. Keadaan IEB sampel PEB (M2) a. Sisi dekat (SD) b. Sisi Tengah (TG) c. Sisi jauh (SJ) 405

2. Pengujian non destruktif (tidak merusak) Hasil pemeriksaan ada tidaknya white point ditampilkan pada Gambar 7 a dan b. Gambar 7.a dan b memperlihatkan keberadaan white point yang mengumpul pada ujung sisi dekat (SD). White point tersebut terbentuk disebabkan oleh proses pengerolan atau ukuran IEB yang tidak sesuai. Pada proses pengerolan yang menggunakan tekanan rol terlampau tinggi maka dorongan terhadap meat menjadi kuat dan mengakibatkan partikel uranium bergeser terlampau jauh dari daerah meat sehingga terbentuk white point. Demikian pula ukuran IEB yang kurang sesuai, misalnya dari ketebalan meat yang melampauai ketebalan cover PEB maka untuk mencapai ketebalan kelongsong sesuai yang disyaratkan diperlukan pengerolan denga tekanan yang lebih besar yang dapat mengakibatkan terbentuknya white point karena partikel uranium di dalam IEB banyak yang bergerak terlampau jauh dari daerah IEB mengikuti arah tekanan rol. White point a. Sampel PEB (M1) White point b.sampel PEB (M2) Gambar 6. Hasil perekaman meat PEB menggunakan sinar X Sementara itu hasil pemeriksaan ada tidaknya blister ditampilkan pada Gambar 7. Hasil pemeriksaan pada Gambar 7 memper-lihatkan kondisi yang cukup baik karena ti-dak adanya blister dari pelat yang diuji. Tidak adanya blister bisa dilihat pada hasil pengujian pada IEB tidak terlihat akumulasi lengkungan hitam atau dapat dikatakan ber-sih. Tidak ada lengkungan hitam a.m1 Tidak ada lengkungan hitam b.m2 Gambar 8. Hasil uji blister menggunakan peralatan ultrasonic 406

KESIMPULAN Dari percobaan pembuatan PEB U-10Zr/Al dapat disimpulkan bahwa ketebalan IEB melebihi dari ketebalan frame yang digunakan. PEB yang diperoleh mempunyai ketebalan 1,42 mm (sampel M1) dan 1,43 mm (sampel M2) dengan panjang meat 167 mm (sampel M1) dan 165 mm (sampel M2). Hasil pengujian merusak diperoleh ketebalan minimal kelongsong pada SD sebesar 0,244 mm dan pada SJ sebesar 0,234 mm (sampel M1), untuk sampel M2 ketebalan minimal pada SD sebesar 0,234 mm dan pada SJ 0,244 mm. Hasil pemeriksaan kondisi meat menunjuk-kan bahwa pada SD maupun TG dari kedua PEB tidak terjadi dogbone maupun whisker, sedangkan pada SJ terjadi dogbone. Sementara itu, hasil pemeriksaan tidak merusak terlihat adanya white point pada SD, tetapi tidak ditemukan adanya blister. Melihat hasil pengujian PEB yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kedua PEB belum memenuhi persyaratan kualitas untuk PEB untuk reaktor nuklir jenis reaktor riset. DAFTAR PUSTAKA 1. Anonymous(2010), Renstra Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN, 2010-2014, Serpong, Tangerang. 2.. (2008), Laporan Hasil-Hasil Penelitian Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir Tahun 2008. Serpong, 2008. 3. Balart. dkk (2006), Progress on LEU Very High density Fuel And Target Developments in Argentina. RRFM Meeting, 30 April-3 Mey 2006, Sofia, Bulgaria. 4. M.M.Brestscher, J.E Matos (1996), Neutronic Performance of High Density LEU Fuels in Water Moderated and Water Reflected Research Reactors, ANL, 9700 South, Cass Avenue, Argonne, Illinois, Juli 1996. 5. Masrukan (2012), Pembuatan Pelat Eleman Bakar i U-6Zr/Al Untuk Bahan Bakar Reaktor Riset, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah (PPIS), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Bali, 8 Mei 2012. ISSN: 0853-9677. 6. Siswosuwarno M,(1985), Teknik Pembentukan Logam Jilid I, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, ITB, Bandung. 407