/BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh faktor air semen dan suhu selama perawatan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidrasi dan menghasilkan suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan.

PENGARUH SUHU PEMBAKARAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BETON FLY ASH DENGAN PENAMBAHAN WATER REDUCER (203M)

PENGARUH WC RATIO PADA PERUBAHAN PERILAKU BETON MUTU NORMAL PADA TEMPERATUR TINGGI PASCA KEBAKARAN. Norman Ray Staf Pengajar Teknik Sipil ITATS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan beton non pasir, yaitu beton yang dibuat dari agregat kasar, semen dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Analisis Pengaruh Temperatur terhadap Kuat Tekan Beton

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

PENGARUH PERBEDAAN PROSES PENDINGINAN TERHADAP PERUBAHAN FISIK DAN KUAT TEKAN BETON PASCA BAKAR

ANALISIS KEKUATAN BETON PASCABAKAR DENGAN METODE NUMERIK

BAB III LANDASAN TEORI. Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan

BAB I PENDAHULUAN. dipakai dalam pembangunan. Akibat besarnya penggunaan beton, sementara material

ANALISA EKSPERIMENTAL KUAT TARIK BELAH BETON PASCA PEMBAKARAN JURNAL TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

DEGRADASI MEKANIK BETON NORMAL PASCA BAKAR

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Beton

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN. serta bahan tambahan lain dengan perbandingan tertentu. Campuran bahan-bahan

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

PENGARUH PEMBAKARAN SAMPAI DENGAN TEMPERATUR 400 C TERHADAP KUAT TEKAN BETON DENGAN BAHAN TAMBAH FLY ASH DAN SERBUK BATU GAMPING

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

PENGARUH PENAMBAHAN GLENIUM ACE 8590 DAN FLY ASH TERHADAP SIFAT MEKANIK BETON RINGAN DENGAN AGREGAT KASAR BATU APUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Semen (Portland) padatan berbentuk bubuk, tanpa memandang proses

BAB 3 LANDASAN TEORI

ANALISIS SIFAT MEKANIK TULANGAN BETON PASCA BAKAR (SEBAGAI BAHAN PENGAYAAN MATA KULIAH BAHAN BANGUNAN DAN STRUKTUR BETON) Agus Santoso

BAB III LANDASAN TEORI. dibandingkan beton normal biasa. Menurut PD T C tentang Tata Cara

a. Jenis I merupakan semen portland untuk penggunaan umum yang memerlukan persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis

KAJIAN KUAT TEKAN BETON DAN KUAT TARIK BAJA TULANGAN GEDUNG TEKNIK ARSITEKTUR DAN ELEKTRO UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO PASCA KEBAKARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel

BAB III LANDASAN TEORI. selebihnya pasir dan kerikil (Wuryati dan Candra, 2001). Karakteristik beton

BAB I PENDAHULUAN. macam bangunan konstruksi. Beton memiliki berbagai kelebihan, salah satunya

RABID. Salah satu material yang banyak digunakan untuk struktur teknik sipil. adalah beton. Beton dihasilkan dari peneampuran semen portland, air, dan

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

TEKNOLOGI BETON JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN METAKAOLIN TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON MUTU TINGGI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa sekarang, dapat dikatakan penggunaan beton dapat kita jumpai

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

TINJAUAN PUSTAKA. didukung oleh hasil pengujian laboratorium.

PENGARUH PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN DALAM CAMPURAN BETON DITINJAU TERHADAP KUAT TARIK LENTUR DAN MODULUS ELASTISITAS

BAB I 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. glenium. Untuk kuat tekannya dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Hasil Pengujian Kuat Desak Beton

Dalam struktur beton biasa agregat menempati kurang lebih 70 sampai

PENAMBAHAN CaCO 3, CaO DAN CaOH 2 PADA LUMPUR LAPINDO AGAR BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel penyusunnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan kemajuan industri yang semakin berkembang pesat memacu peningkatan

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD

BAB III LANDASAN TEORI. pada beton. Perkembangan teknologi pada fly ash telah mencapai inovasi baru

BAB III LANDASAN TEORI

WC RATIO PADA PERUBAHAN PERILAKU BETON MUTU NORMAL PADA TEMPERATUR TINGGI PASCA KEBAKARAN Norman Ray Staf Pengajar Teknik Sipil ITATS Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Beton merupakan salah satu bahan material yang selalu hampir digunakan pada

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempermudah penyebaran fiber kawat secara merata kedalam adukan beton. Dari

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan bangunan rumah, gedung, sekolah, kantor, dan prasarana lainnya akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Einstein 3 (2) (2015): 1-7. Jurnal Einstein. Available online

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus, agregat kasar,

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambah yang membentuk masa padat (SNI suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan.

PENGARUH VARIASI FAKTOR AIR SEMEN DAN TEMPERATUR TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Irzal Agus. (Dosen Fakultas Teknik Unidayan Baubau) ABSTRACT

BAB III LANDASAN TEORI. kasar, dan air dengan atau tanpa menggunakan bahan tambahan.

Transkripsi:

/BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen Portland, dan air (PBI-2,1971). Seiring dengan penambahan umur, beton akan semakin mengeras, dan akan mencapai kekuatan rencana (f c) pada usia 28 hari. Kecepatan bertambahnya kekuatan beton ini sangat dipengaruhi oleh faktor air semen dan suhu selama perawatan. Kekuatan tekan merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan per satuan luas (Mulyono,2004). Penentuan kekuatan tekan dapat dilakukan dengan mengunakan alat uji tekan dan benda uji berbentuk silinder dengan prosedur uji SNI 03-4810- 1998. Agar dihasilkan kuat tekan beton yang sesuai dengan rencana diperlukan mix design untuk menentukan jumlah masing-masing bahan susun beton yang dibutuhkan. Selain itu, adukan beton diusahakan dalam kondisi yang benar-benar homogen dengan kelecakan tertentu agar tidak terjadi pemisahan kerikil dari adukan (segregasi) maupun pemisahan air dan semen dari adukan beton (bleeding). Dengan terjadinya segregasi dan bleeding beton yang diperoleh akan buruk kualitasnya (Tjokrodimuljo, 2007). 6

7 2.2. Beton Pasca Bakar Menurut Sumardi (2000) kebakaran pada hakekatnya merupakan reaksi kimia dari combustible material dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran yang menghasilkan panas. Panas hasil pembakaran ini diteruskan ke massa beton/mortar dengan dua macam mekanisme yakni pertama secara radiasi yaitu pancaran panas diterima oleh permukaan beton sehingga permukaan beton menjadi panas. Pancaran panas akan sangat potensial, jika suhu sumber panas relatif tinggi. Kedua secara konveksi yaitu udara panas yang bertiup/bersinggungan dengan permukaan beton/mortar sehingga beton menjadi panas. Bila tiupan angin semakin kencang, maka panas yang dipindahkan dengan cara konveksi semakin banyak. Tjokrodimuljo (2000) mengatakan bahwa beton pada dasarnya tidak dirancang mampu menahan panas sampai di atas 250 C. Akibat panas, beton akan mengalami retak, terkelupas (spalling), dan kehilangan kekuatan. Kehilangan kekuatan terjadi karena perubahan komposisi kimia secara bertahap pada pasta semennya. Selain hal tersebut di atas, panas juga menyebabkan beton berubah warna. Bila beton dipanasi sampai suhu sedikit di atas 300 C, beton akan berubah warna menjadi merah muda. Jika di atas 600 C, akan menjadi abu-abu agak hijau dan jika sampai di atas 900 C menjadi abu-abu. Namun jika sampai di atas 1200 C akan berubah menjadi kuning. Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan berapa suhu tertinggi selama kebakaran berlangsung berdasarkan warna permukaan beton pada pemeriksaan pertama.

8 Selanjutnya, Ahmad (2001) membahas kelayakan balok beton bertulang pascabakar secara analisis dan eksperimen. Penelitian dilakukan terhadap lima benda uji berbentuk balok beton bertulang. Empat balok dibakar di dalam tungku pada temperatur 200 C dan 400 C selama ± 3 jam dan satu balok lain yang tidak dibakar sebagai pembanding. Hubungan tegangan regangan memperlihatkan perubahan kemiringan kurva atau dengan kata lain terjadi penurunan kekakuan sejalan dengan kenaikan temperatur dan diikuti dengan penambahan regangan maksimum. Adapun hasil penelitian Ahmad dan Taufieq (2006) menyatakan bahwa terjadi penurunan kekuatan pada bangunan beton yang telah dioven. Pada penelitian ini didapatkan kuat tekan pada beton yang tidak dioven sebesar 240,0624 kg/cm2. Kekuatan sisa beton yang dioven pada temperatur 200 C dan 400 C adalah 88,89 % dan 70,15 % dari kekuatan beton normal yang tidak dioven. Rahmah (2000) menggunakan silinder hasil core case berdiameter 5 cm dari suatu model balok beton bertulang yang dibakar pada temperatur 200 C, 400 C, 600 C, dan 800 C. Hasil dari penelitian ini adalah terjadi perubahan kuat tekan tiap cm kedalaman core case beton sebesar 0,4%, sedangkan perubahan modulus elastisitas tiap cm-nya berkisar 1,2% - 2,2%. Menurut Zacoeb dan Anggraini (2005) dalam, perubahan temperatur yang cukup tinggi, seperti yang terjadi pada peristiwa kebakaran, akan membawa dampak pada struktur beton. Karena pada proses tersebut akan terjadi suatu siklus pemanasan dan pendinginan yang bergantian, yang akan menyebabkan adanya

9 perubahan fase fisis dan kimiawi secara kompleks. Hal ini akan mempengaruhi kualitas/kekuatan struktur beton tersebut. Pada beton normal mutu tinggi dengan suhu 1200 C terjadi penurunan kekuatan dengan kekuatan yang tersisa sebesar 40% dari kekuatan awal. Sedangkan pada beton mutu tinggi dengan Silikafume dan Superplasticizer akan mengalami perubahan yang cukup berarti pada suhu tinggi dengan kekuatan yang tersisa sebesar 35%. Penelitian yang dilakukan oleh Sirait (2009), menggunakan balok beton bertulang penampang empat persegi ukuran 15 25 320, terletak pada tumpuan sederhana, bertulangan lemah. Waktu pembakaran mulai dari 30, 60, 90 dan 120 menit dengan balok yang berbeda pada suhu 500 C sejak awal hingga akhir pembakaran dan tanpa pembebanan. Pembebanan pada uji lentur menunjukkan penurunan daya pikul sebesar 26%, demikian juga pada uji kuat tekan beton menunjukkan penurunan kuat tekan beton sebesar 65% dari kekuatan awal. Tabel 2.1. Sifat Beton Untuk Berbagai Temperatur Temperatur Kekuatan Beton Kekakuan Beton 28 C (suhu ruang) 100% 100% 200 C 95% 90% 400 C 60% 55% 600 C 20% 35% Sumber : Lianasari (1999) Tabel 2.2. Estimasi Suhu yang Dialami dari Pengamatan Warna Temperatur Warna Kondisi Beton 0 C-300 C Normal Tidak mengalami penurunan kekuatan 300 C-600 C Merah jambu Mengalami penurunan kekuatan 600 C-900 C Putih keabu-abuan Tidak mempunyai kekuatan >900 C Kuning muda Tidak mempunyai kekuatan Sumber : Lianasari (1999)

10 Ada tiga macam cara pengujian yang dapat dilakukan untuk mempelajari atau meneliti pengaruh temperatur terhadap kekuatan beton, yaitu sebagai berikut. 1. Unstressed test, yaitu benda uji di berikan perubahan temperatur tanpa beban awal dan kemudian diuji kekuatannya pada temperatur yang diinginkan. 2. Stressed test, yaitu benda uji diberikan beban awal konstan dan dipertahankan selama perubahan temperatur dan pada temperatur yang dikehendaki tercapai langsung di uji kekuatannya. 3. Residual unstressed test, yaitu benda uji di berikan perubahan temperatur tanpa beban awal, didinginkan setelah tercapai temperatur tertentu kemudian diuji. (Lianasari,1999) 2.3. Pengaruh Temperatur Tinggi Terhadap Beton Peningkatan termperatur akibat kebakaran menyebabkan material beton mengalami perubahan sifat. Suhu yang dapat dicapai pada suatu ruangan gedung yang terbakar adalah ± 1000 C dengan lama kebakaran umumnya lebih dari 1 jam. Kebanyakan beton struktural dapat digolongkan ke dalam tiga jenis agregat : karbonat, silikat, dan beton berbobot ringan. Agregat karbonat meliputi batu kapur dan dolomit dan dimasukkan dalam satu golongan karena kedua zat ini mengalami perubahan susunan kimia pada suhu antara 700 C sampai 980 C. Agregat silikat yang meliputi granit, kuarsit, batu pasir, tidak mengalami perubahan kimia pada suhu yang biasa dijumpai dalam kebakaran (Norman Ray, 2009).

11 Beton yang dipanaskan hingga di atas 800 C, mengalami degradasi berupa pengurangan kekuatan yang cukup signifikan yang mungkin tidak akan kembali lagi (recovery) setelah proses pendinginan. Tingginya kehilangan kekuatan dan dapat tidaknya kekuatan material kembali seperti semula ditentukan oleh jenis material yang digunakan, tingkat keparahan pada proses kebakaran dan lama waktu pembakaran. Tingginya tingkat keparahan (temperatur) dan lamanya waktu pembakaran menyebabkan berkurangnya kekuatan tekan suatu material beton, terlebih lagi timbulnya tegangan geser dalam (Internal Shear Stress) sebagai akibat adanya perbedaan sifat thermal antara semen dan agregat. Agregat berbobot ringan bisa diproduksi dengan mengekspansi batu karang, batu tulis, tanah liat, terak atau batu apung atau terjadi alami. Batu tulis, tanah liat dan karang yang diekspansi dipanasi sampai sekitar 1040 C sampai 1100 C selama pembuatan. Pada suhu ini agregat tersebut menjadi cair. Akibatnya agregat berbobot ringan ini yang berada dekat permukaan beton yang mulai melunak setelah terbakar selama sekitar 4 jam. Dalam praktek pengaruh pelunakan ini umumnya kecil (Ray, Norman., 2009). Fenomena yang dapat dilihat pada beton yang terkena beban panas (kebakaran) yang ekstrim adalah terjadinya sloughing off (pengelupasan), retak rambut dan retak lebar serta warna beton. Dari pengamatan secara visual dapat diperkirakan suhu yang pernah dialami oleh beton. Menurut Nugraha (2007) pengaruh temperatur tinggi terhadap beton pada suhu 100 o C air kapiler menguap, pada suhu 200 o C air yang terserap di dalam

12 agregat menguap penguapan menyebabkan penyusutan pasta, pada suhu 400 o C pasta semen yang sudah terhidrasi terurai kembali sehingga kekuatan beton mulai terganggu. Reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai berikut : Ca(OH) 2 CaO + H 2 O (2-1) Table 2.3. Perubahan warna yang terjadi pada permukaan beton Suhu Perubahan Warna < 300 o C tidak berubah 300 o C - 600 o C merah muda 600 o C - 900 o C putih keabu-abuan > 900 o C kekuning-kuningan Sumber Nugraha (2007) 2.4. Pengaruh Abu terbang (Fly Ash) dan Sikament LN Abu terbang (fly ash) adalah butiran hasil residu pembakaran batubara atau abu batubara Fly ash sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung oleh fly ash akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat. Dibawah ini adalah hasil penelitian penambahan fly ash sebagai subtitusi semen dalam campuran beton dengan berbagai variasi yang pernah dilakukan : Tabel 2.4. Data Kuat Tekan Beton + Fly Ash Beton Umur Beton + Fly Ash (hari) BN BF10 BF15 BF20 14 28.841 24.786 32.769 43.723 28 32.428 33.357 39.182 44.447 90 33.354 33.615 41.559 48.885 Sumber: Lianasari (2010)

13 Tabel 2.5. Data Kuat Tekan Beton + Fly Ash + Sikament LN 0.6% Beton Umur Beton + Fly Ash + Sikament LN (0.6%) (hari) BNS BSF10 BSF15 BSF20 14 39.015 42.873 41.936 49.819 28 42.543 45.493 47.104 51.675 90 47.592 48.885 48.778 52.329 Sumber: Lianasari (2010)