Hukum di Indonesia untuk Melindungi Satwa Liar Ani Mardiastuti aniipb@indo.net.id Fakultas Kehutanan IPB Transnational Organized Crime (TOC) Terorisme Penyelundupan senjata Narkoba Kejahatan dunia maya Perdagangan orang Kejahatan ekonomi Pencucian uang Kejahatan di laut 1
Berita Koran/Press Release TOC: UN Interregional Crime and Justice Research Institute 2
ILLICIT INTERNATIONAL TRAFFICKING IN WILDLIFE IS AN ESTIMATED $10 BILLION DOLLAR BLACK MARKET INDUSTRY, AND ILLICIT INTERNATIONAL TRAFFICKING IN TIMBER COSTS DEVELOPING COUNTRIES $10-15 BILLION IN LOST REVENUES EVERY YEAR. THESE CRIMES OFTEN ARE LINKED TO ORGANIZED CRIME AND CAN INVOLVE MANY OF THE SAME CULPRITS AND SMUGGLING ROUTES THAT ARE USED TO TRAFFIC IN ARMS, DRUGS, AND PERSONS. Opening Statement of the Government of the United States of America Before the 17th Commission on Crime Prevention and Criminal Justice Delivered by Ambassador Greg Schulte, US Mission to International Organizations in Vienna April 14, 2008 Illegal Tiger Trade 3
Mengapa wildlife kini diperhatikan dalam perdagangan internasional? Bernilai tinggi Terkait dengan Konvensi CITES Sering terkait dengan penyelundupan barang terlarang lainny (manusia, drugs, senjata, dll.) Rute penyelundupan serupa Jumlah dan jenis yang diselundupkan semakin banyak Perangkat Hukum Terkait Perdagangan antar negara: CITES Perdagangan dalam negeri: UU 5/1990 4
Pengertian CITES CITES: Convention of International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora Konvensi yang mengatur perdagangan internasional terhadap satwa dan tumbuhan liar yang terancam punah Indonesia menjadi anggota CITES sejak 1978 Hampir semua negara (171) sudah menjadi anggota CITES 5
Cara Kerja CITES - Nasional Kewenangan: Management Authority dan Scientific Authority (Otoritas Pengelola dan Otoritas Ilmiah) Management Authority (MA): Departemen Kehutanan Ditjen PHKA Direktorat KKH (Konservasi Keanekagaraman Hayati) Direktorat PHH (Penyidikan dan Perlindungan Hutan): penegakan hukum Scientific Authority (SA): Puslitbang Biologi LIPI Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Cara Kerja CITES Jenis-jenis apa saja yang diatur CITES? Apendiks Apendiks CITES selalu diperbaharui, seringnya ditambah, sesuai kondisi populasi spesies yang diperdagangkan Apendiks CITES: I, II, III 6
Apendiks I Spesies yang jumlahnya sudah sangat sedikit, amat terancam, hampir punah Tidak boleh diperdagangkan untuk tujuan komersial Boleh diperdagangkan secara komersial jika merupakan hasil penangkaran (F2) Contoh: hampir semua mamalia besar Indonesia 7
Kematian gajah karena diracun untuk diambil gadingnya Apendiks II Spesies boleh diperdagangkan tetapi jumlahnya dibatasi kuota Kuota ditentukan oleh LIPI, diumumkan oleh Dep. Kehutanan Banyak jenis Indonesia sudah masuk Apendiks II 8
Apendiks II Jenis-jenis burung 9
Trenggiling Penyelundupan trenggiling 10
Undang-Undang Indonesia UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam hayati dan Ekosistemnya PP 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa PP 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar UU No. 41/1999 tentang Kehutanan UU No. 16/1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Undang Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya Tanggal : 10 AGUSTUS 1990 (JAKARTA) 11
Pasal 21 1) Setiap orang dilarang untuk : a. mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati; b. mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagianbagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. (2) Setiap orang dilarang untuk : a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati; c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi. 12
BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 40 (2) Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratusjuta rupiah). 13
Lokasi Rawan untuk Perdagangan Ilegal 14
ASEAN Wildlife Enforcement Network (ASEAN-WEN) Bangkok, Desember 2005 Pertemuan ASEAN -WEN ke-2 : Jakarta (Taman Safari Indonesia), 21-24 Mei 2007 Pertemuan ASEAN-WEN ke-3 Vientienne, Lao PDR 26-27 Mei 2008 Pertemuan ASEAN-WEN ke-4 Kuala Lumpur, Malaysia 6-7 April 2009 15
Kejaksaan dan Tindak Pidana Satwa Tindak pidana satwa sering terjadi namun kebanyakan tidak/belum sampai ke persidangan Kasus: Singapura, Malaysia, China Kerjasama dengan instansi terkait: Departemen Kehutanan, NCB-Interpol Indonesia, Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, Bea Cukai, Karantina Terimakasih 16