KERAGAAN USAHA PENGGEMUKAN TERNAK SAPI POTONG Bubun Bunyamin 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi

dokumen-dokumen yang mirip
KELAYAKAN USAHA SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA

KELAYAKAN DIVERSIFIKASI USAHATANI SAYURAN Asep Irfan Fathurrahman 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan lain yang bersifat komplementer. Salah satu kegiatan itu adalah

ANALISIS USAHATANI JAGUNG (Zea Mays L) (Suatu kasus di Desa Pancawangi Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya)

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

RENTABILITAS USAHA PEMASARAN AYAM RAS PEDAGING PADA UD. MITRA SAHABAT

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

ANALISIS USAHATANI TERPADU TANAMAN PADI

PENENTUAN HARGA POKOK DAN SKALA MINIMUM PRODUKSI COMRING HASIL OLAHAN SINGKONG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

Unang 2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Dedi Sufyadi 3) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

Intisari. Kajian Analisis Usaha Ternak Kambing di Desa Lubangsampang Kec. Butuh Kabupaten Purworejo. Zulfanita

Analisis Pendapatan Peternak Kambing di Kota Malang. (Income Analyzing Of Goat Farmer at Malang)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

ANALISIS PROFFITABILITAS USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penggemukan domba dilakukan guna memenuhi. konsumsi, aqiqah, dan qurban. Perusahaan terletak di Kampung Dawuan Oncom,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KELAYAKAN USAHA TERNAK AYAM RAS PETELUR

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan

IV. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

BAB IV Hasil Dan Pembahasan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

Bab XIII STUDI KELAYAKAN

ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA

RENTABILITAS USAHA TERNAK AYAM RAS PEDAGING SISTEM PROBIOTIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

Oleh : 1 Ahmad Jaelani Siddik, 2 Soetoro, 3 Cecep Pardani

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

KELAYAKAN USAHA PETERNAKANN AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

II. TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. terhadap pembangunan perekonomian Indonesia. Kebutuhan protein hewani dari

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

Oleh: 1 Haris Hermawan, 2 Soetoro, 3 Cecep Pardani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

KELAYAKAN USAHATANI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) DAN KEDELAI (Glycine max L.) Muh. Fajar Dwi Pranata 1) Program Studi Agribisnis Fakultas

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

IV. METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

PENDAHULUAN. satu ternak penghasil daging yang sifatnya jinak dan kuat tetapi produktivitasnya

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ternak Sapi Potong

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C.

KERAGAAN USAHATANI MINA PADI

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

Transkripsi:

KERAGAAN USAHA PENGGEMUKAN TERNAK SAPI POTONG Bubun Bunyamin 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi Bubunbunyamin024@gmail.com Riantin Hikmah Widi 2) Fakultas Pertanian Univerrsitas Siliwangi riantinhikahwidi@yahoo.co.id Hj. Tenten Tedjaningsih 3) Fakultas Pertanian Univerrsitas Siliwangi Tenten_ks@yahoo.co.id ABSTRAK Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus pada peternak sapi di Kelompok Ternak Jayamukti di Desa Linggalaksana, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya yang merupakan kelompok yang mempunyai prestasi dari kelompok yang ada di Kecamatan Cikatomas. Informasi mengenai teknis budidaya penggemukan sapi potong diperoleh berdasarkan hasil wawancara langsung dengan responden, sementara analisis yang digunakan adalah R/C. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dilihat dari aspek teknis budidaya usaha ternak penggemukan sapi potong yang dilakukan oleh peternak responden masih bersifat tradisional. Sementara berdasarkan hasil analisis R/C, menunjukkan bahwa R/C Sapi Lokal sebesar 1,20 Sapi Brahman sebesar 1,03 dan Sapi Peranakan Ongole (PO) sebesar 1,48. Sehingga dilihat dari analisis tersebut usaha ternak penggemukan sapi potong layak untuk diusahakan. Kata Kunci : Penggemukan Sapi Potong, Biaya, Penerimaan, Pendapatan, R/C. ABSTRACT Research method which is use on this research is case study method to fatening Kelompok Tani Ternak Jayamukti Desa Linggalaksana, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya. This is a community whish have a prominent achievement between Kelompok Ternak at Kecamatan Cikatomas. Information about cultivation method about beef cattle fatten effort were got from live interview with respondence, otherwise the analysis is doing by R/C ratio.

The result of this research shows that if we are see it from cultivation technique beef cattle fatten effort which is doing by respondence has appropriate with the advice. Based on equals of R/C ratio analysis, shows the data Local Beef is 1,20, Brahman Beef is 1,03 and Peranakan Ongole (PO) Beef is 1,48. So, we can see from that analysis that beef cattle fatten effort have good feasibility. Key Word: Fattening Beef Catle, Cost, Receive, Income, R/C PENDAHULUAN Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia merupakan potensi untuk mengembangkan sektor pertanian. Seperti yang telah dikenal sejak dulu bahwa Indonesia merupakan negara agraris dimana mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah di sektor pertanian maka dapat dipastikan bahwa sektor pertanian merupakan jantung bagi pertumbuhan sektor ekonomi penduduknya Jumlah penduduk yang semakin meningkat disertai dengan proses pemulihan ekonomi nasional yang pesat mendorong semakin tingginya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi terutama yang berasal dari protein hewani. Kondisi ini menyebabkan permintaan terhadap produk-produk utama peternakan seperti daging, susu dan telur semakin meningkat pula. Lahan pertanian saat ini kian tergerus oleh pembangunan sektor non pertanian. Menyempitnya lahan pertanian yang digarap mendorong para petani untuk berusaha meningkatkan pendapatan melalui kegiatan lain yang bersifat komplementer atau pelengkap dari usaha utamanya. Salah satu kegiatan tersebut adalah kegiatan usaha ternak, secara umum usaha ternak memiliki beberapa kelebihan, diantaranya sebagai penghasil protein hewani seperti daging dan susu. Selain itu, kotoran ternak juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik (Purnomo Arbi, 2009) Pembangunan peternakan pada dasarnya penting untuk dilakukan karena sub sektor ini memiliki peranan yang strategis bagi bangsa Indonesia. Peranan strategis ini setidaknya dapat dilihat pada 4 (empat) hal. Pertama, sub sektor ini diharapkan memperbaiki/meningkatkan konsumsi dan distribusi gizi (protein) hewani. Kedua, untuk meningkatkan pendapatan petani/peternak yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga petani dan masyarakat. Salah satu jenis ternak yang bernilai ekonomi tinggi adalah ternak sapi. Budi Gusdiansah (2003) mengungkapkan, jika dilihat dari segi ekonomi, ternak sapi

mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi dibanding dengan kerbau. Keunggulan lain dari usaha ternak sapi adalah karena sapi mudah dipelihara baik pada daerah yang mempunyai lahan pertanian sempit maupun daerah yang padat penduduknya Permintaan terhadap daging sapi dibanding dengan daging ternak lainya memiliki persentase terbesar yaitu sebesar 88,6 persen dari total permintaan daging ternak ruminansia (Direktorat Jendral Peternakan, 2012) Pada tahun 2000 konsumsi daging sapi per kapita adalah 1,72 kg/kapita/tahun sementara pada tahun 2010 meningkat menjadi 2,72 kg/kapita/tahun, yaitu dengan peningkatan pertahunnya 0,1 kg/kapita/tahun. Populasi sapi potong 14,8 juta ekor dengan produksi daging sebesar 654,4 ribu ton/tahun dengan jumlah penduduk sebesar 242,4 juta orang (Direktorat Jendral Peternakan, 2012). Kebutuhan akan daging sangat erat kaitanya dengan suplai daging dari dalam negeri, tapi sejauh ini permintaan daging dalam negeri belum diimbangi dengan suplai yang memadai, Khusus untuk sapi potong pemerintah Indonesia sejak tahun 2004 yang lalu mencanangkan swasembada daging sapi secepat mungkin, walaupun diakhir tahun 2010 pencapaiannya masih sangat jauh di bawah target yang diinginkan, sehingga target pencapaian tersebut dijadwalkan ulang sampai tahun 2014 (Mohamad Agus Setiadi dkk, 2012). Swasembada daging sapi merupakan tekad yang dicanangkan oleh pemerintah pusat sebagai pemacu pengembangan wilayah dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini juga mendorong untuk mengembalikan Indonesia sebagai eksportir sapi seperti pada masa yang lalu dengan tujuan kemandirian pangan Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu kawasan andalan Priangan Timur yang memiliki potensi cukup besar dalam pengembangan peternakan, karena tersedia sumberdaya yang sangat potensial dan lingkungan agroklimat yang mendukung upaya pengembangan sapi potong. Sebagai komoditas peternakan yang potensial, sapi potong diharapakan mampu menjadi salah satu komoditas unggulan bagi Kabupaten Tasikmalaya khususnya Cikatomas. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus pada peternak sapi di Kelompok Tani Ternak Jayamukti di Desa Linggalaksana, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya. Pemilihan kelompok dilakukan secara

purvosive berdasarkan pertimbangan bahwa kelompok tersebut merupakan kelompok yang mempunyai prestasi diantara Kelompok yang ada di Kecamatan Cikatomas. Jumlah seluruh peternak di Kelompok Tani Ternak Jayamukti adalah 25 peternak. Dari 25 peternak tersebut diambil tiga peternak responden, ditentukan secara purposive sampling, yaitu pemilihan responden atas dasar kesamaan waktu dalam proses periode produksi penggemukan sapi potong pada bulan Juni sampai November 2012. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan analisis usahatani yang meliputi analisis biaya, penerimaan, pendapatan, dan R/C ratio. Menurut Ken Suratiyah (2006), analisis data yang dimaksud dijabarkan sebagai berikut : 1) Untuk menghetahui besarnya biaya dihitung dengan rumus sebagai berikut : TC = TFC + TVC Dimana: TC = Total Cost (biaya total) TFC = Total Fixed Cost (biaya tetap total) TVC = Total Variable Cost (biaya variable total) 2) Untuk menghetahui besarnya penerimaan dihitung dengan rumus sebagai berikut : TR = Y. Py Dimana: TR = Total Revenue (penerimaan total) Y = Jumlah Produk (ekor) Py = Harga Produk (Rp/ekor) 3) Untuk mengetahui besarnya R/C dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Penerimaan R / C Biaya Dengan ketentuan : - Apabila R/C >1, maka usahatani tersebut menguntungkan. - Apabila R/C =1, maka usahatani tersebut tidak untung tidak rugi. - Apabila R/C <1, maka usahatani tersebut merugi. HASIL DAN PEMBAHASAN a) Iklim Indonesia tergolong sebagai wilayah yang cocok untuk usaha penggemukan sapi potong karena iklimnya adalah iklim tropis, Produktivitas sapi akan maksimal jika mereka hidup di lingkungan yang nyaman dan tidak perlu beradaptasi dengan lingkungan baru. Jika dua hal tersebut tidak didapatkan, sapi akan stres dengan tandatanda di antaranya adalah dengan naiknya suhu tubuh. Akibatnya sapi harus mengeluarkan air agar suhu tubuh normal melalui kelenjar, paru-paru ataupun mulut.

Akibatnya, energi yang seharusnya menunjang produktvitas justru digunakan untuk menahan panas tubuh. (As Sudarmono, 2010) b). Bakalan Sapi Pemilihan bakalan yang dilakukan oleh para peternak di kelompok dirasa cukup sulit sebab diperlukan pengetahuan, pengalaman dan kecakapan yang cukup. Akan tetapi, ketersediaan bibit yang bagus memang keberadaannya cukup sulit. Kriteria yang digunakan para peternak responden dalam memilih sapi bakalan adalah dilihat dari bakalan yang sehat, bagus, bentuk badannya gemuk dan murah. c). Pemberian Pakan dan Minum Jenis pakan yang diberikan para peternak pada sapi adalah berupa pakan hijauan saja. Pakan hijauan ini adalah berupa rumput gajah yang diberikan setiap dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Banyaknya rumput yang diberikan adalah sebanyak 50 kilogram per satu kali makan. Jadi di dalam satu hari peternak harus mencari rumput gajah sebanyak 100 kilogram. d) Sistem Penggemukan Sapi Sistem penggemukan yang dilakukan di kelompok penelitian adalah dry lot fattening yaitu sapi yang digemukan ditempatkan di dalam kandang sampai bobot sapi yang diinginkan tercapai dan pemberian pakan dilakukan di dalam kandang, namun pakan yang diberikan hanyalah pakan hijauan saja yang bisa diperoleh tanpa mengeluarkan biaya yang besar dan bisa didapat di daerah sekitar. e) Kebersihan Kandang Lingkungan peternakan harus bersih dan sehat supaya terbebas dari penyakit. Ternak-ternak yang dipelihara harus dalam keadaan yang sehat, begitu pula dengan peternak yang selalu berhubungan langsung dengan ternak harus dalam keadaan yang sehat. Untuk kebersihan kandang sapi, peternak selalu membersihkan kandangnya dari kotoran sapi setiap hari. f) Pemberian Vitamin dan Obat-obatan Vitamin dibutuhkan oleh ternak agar dapat hidup dan tumbuh secara normal. Vitamin tidak menghasilkan energi, tetapi diperlukan untuk pengaturan metabolisme. Meskipun vitamin dibutuhkan dalam jumlah yang kecil tetapi jika kekurangan vitamin maka akan menimbulkan akibat yang parah. g) Pengelolaan Kotoran

Kotoran ternak sejauh ini masih dianggap sebagai limbah yang mencemari lingkungan perkandangan. Padahal kotoran sapi masih bisa diolah menjadi produk yang memiliki nilai jual. Para peternak di kelompok ini memanfaatkan kotoran sapi menjadi pupuk kandang. h) Lamanya Penggemukan Sapi Waktu yang dibutuhkan untuk penggemukan setiap sapi tidak selalu sama. Perbedaan waktu bagi penggemukan sapi yang satu dengan yang lain ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti umur, kondisi dan berat badan sapi pada awal penggemukan, jenis kelamin, kualitas bibit dan mutu pakan. Lama penggemukan sapi potong yang dilakukan oleh peternak adalah selama enam sampai tujuh bulan, karena sapi bakalan yang dibeli berumur muda yakni satu tahun. i) Kriteria Sapi Potong Layak Jual Kriteria sapi yang sudah layak untuk dijual mengacu pada batasan umur sapi yang layak dipotong yakni berumur dua sampai dua setengah tahun. Adapun batasan dalam penjualan sapi potong yang ada di kelompok adalah sudah berumur satu tahun lebih, bentuk badan yang besar, tingkat penawaran harga yang ditawarkan dari bandar cukup tinggi. j) Kendala Usaha Ternak Sapi Potong Kendala usaha ternak sapi potong yang dialami para peternak adalah dalam hal teknik pemeliharaan yang baik dan benar, informasi terbaru, sulitnya mendapatkan bibit yang berkualitas, ketersediaan obat-obatan dan vitamin yang terbatas. Dalam hal teknik pemeliharaan peternak masih kekurangan informasi mengenai teknik pemeliharaan yang baik dan benar sehingga para peternak sering sekali merasa ketakutan bobot sapi potong yang dipeliharanya tidak sesuai dengan standar. Para peternak juga masih kekurangan informasi terbaru, baik itu dari segi teknologi pemeliharaan maupun harga sapi di pasaran. Kendala lain yang dihadapi para peternak adalah dalam hal sulitnya mendapatkan bibit yang berkualitas yang akan berimbas pada bobot akhir sapi serta penyediaan vitamin dan obat-obatan yang masih terbatas di kelompok Kendala Pemasaran Transaksi yang dilakukan dalam penjualan sapi potong ini adalah secara tunai. Kendala yang dihadapi kelompok Ternak Jayamukti dalam penjualan sapi potong adalah kurangnya informasi pasar, seperti pengetahuan struktur pasar, penampilan

produk dan pelaksanaan pemasaran sehingga harga sering ditentukan sepihak oleh pihak bandar. Struktur pasar di sini berkaitan dengan persaingan antara penjual dan pembeli dalam produknya. Kekuatan pasar ini akan sangat berpengaruh terhadap harga dan jumlah produk yang beredar di pasar. Secara umum, struktur pasar ini disebabkan oleh jumlah penjual dan pembeli yang bermain di pasar tersebut, tingkat perkembangan biaya dan harga produk serta tingkat permintaan dan penawaran. Analisis Kelayakan Analisis usaha penggemukan sapi potong pada prinsipnya ditujukan untuk mencapai keuntungan yang maksimal dengan cara pengelolaan yang sebaik-baiknya. Analisis usaha di sini ditekankan pada usaha penggemukan sapi potong. Sebagaimana dengan usaha yang bergerak dibidang produksi, keuntungan usaha penggemukan sapi ditentukan oleh penerimaan dan biaya produksi. Jumlah sapi yang dijual pada periode produksi dari bulan Juni sampai November sebanyak tiga ekor yang terdiri dari Sapi Lokal (sapi Jawa), Sapi Brahman dan Sapi Peranakan Ongole (PO). 1. Biaya Produksi Biaya produksi merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha ternak. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan untuk sarana produksi, diantaranya adalah sewa lahan, peralatan yang digunakan dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sementara biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan secara berulang-ulang, diantaranya adalah bakalan, pakan, vitamin dan obat-obatan, tenaga kerja dan biaya pemasaran. a. Biaya Tetap Biaya tetap yang dikeluarkan terdiri dari penyusutan kandang, penyusutan alat, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), iuran kelompok dan bunga modal. Biaya tetap untuk setiap jenis sapi biaya tetap yang dikeluarkan selama masa penggemukan sapi potong untuk jenis Sapi Lokal sebesar Rp 172.584, Sapi Brahman sebesar Rp 179.625 dan Sapi Peranakan Ongole (PO) sebesar Rp 166.708. Perbedaan biaya tetap ini dikarenakan adanya perbedaan dalam biaya yang digunakan untuk pembuatan kandang dan harga peralatan yang dibeli oleh setiap peternak untuk masing-masing jenis sapi. Iuran Kelompok yang dibayarkan peternak kepada kelompok sebesar Rp 50.000,. Besarnya iuran terbentuk atas kesepakatan antara

kelompok dengan anggota. Pembayaran iuran kelompok ini dilakukan setelah peternak menjual sapi potongnya. Iuran tersebut masuk ke dalam kas kelompok. Tabel 1. Biaya Tetap Usaha Ternak Penggemukan Sapi Potong di Kelompok Tani Ternak Jayamukti. No Jenis Biaya (Rp Jenis Sapi Lokal Brahman PO 1 Penyusutan Kandang 70.000 80.000 70.000 2 Penyusutan Peralatan 40.500 37.150 34.950 3 PBB Kandang 2.500 2.500 2.500 4 Iuran Kelompok 50.000 50.000 50.000 Jumlah 163.000 169.650 157.450 5 Bunga Modal (5,88%) 9.584 9.975 9.258 Jumlah Total (Rp) 172.584 179.625 166.708 Sumber : Data Primer Diolah, 2013 b. Biaya Variabel Biaya variabel yang dikeluarkan terdiri dari harga bakalan, pakan hijauan, vitamin dan obat-obatan, tenaga kerja, biaya pemasaran dan bunga modal. Biaya variabel untuk setiap jenis sapi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Biaya Variabel Usaha Ternak Penggemukan Sapi Potong di Kelompok Tani Ternak Jayamukti. Jenis Sapi No Jenis Biaya Lokal Brahman PO Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp) 1 Bakalan (ekor) 1 4.000.000 1 7.000.000 1 4.000.000 2 Pakan (Kg) 14.640 1.464.000 18.300 1.830.000 18.300 1.830.000 3 Vitamin (frekuensi) 1 15.000 2 30.000 2 30.000 4 Tenaga Kerja (HOK) 183 915.000 183 915.000 183 915.000 5 Biaya Transport - 100.000-100.000-100.000 Jumlah 6.494.000 9.875.000 6.875.000 6 Bunga Modal (5,88%) - 381.847-580.650-404.250 Jumlah Total 6.875.847 10.455.650 7.279.250 Sumber : Data Primer Diolah, 2013 Pada Tabel 2 menunjukan bahwa biaya variabel yang dikeluarkan selama masa penggemukan sapi potong untuk jenis Sapi Lokal sebesar Rp 6.875.847, Sapi Brahman sebesar Rp 10.455.650 dan Sapi Peranakan Ongole (PO) sebesar Rp 7.279.250. Perbedaan biaya variabel ini disebabkan adanya perbedaan harga bakalan yang dibeli, pakan yang diberikan setiap harinya dan frekuensi pemberian vitamin.

Perbedaan harga bakalan yang dibeli peternak dari setiap jenis sapi dipengaruhi oleh jenis bakalan tersebut. Jenis sapi Brahman mempunyai bentuk badan yang besar dan berisi, jadi bobotnya pun besar sehingga harga dari bakalan Brahman pun menjadi tinggi. Sedangkan sapi Lokal dan sapi PO bentuk badannya relatif sama yakni badanya kecil. 2. Penerimaan, Pendapatan dan R/C dari Usaha Penggemukan Sapi Potong Penerimaan dari usaha penggemukan sapi potong berupa penjualan sapi hidup. Potensi lain dari penggemukan sapi potong ini adalah dari pupuk kandangnya. Akan tetapi pupuk kandang tersebut belum mempunyai nilai ekonomi karena pupuk kandang yang dihasilkan tidak dijual, melainkan digunakan untuk keperluan pertaniannya. Penerimaan setiap jenis sapi tersaji pada Tabel 3. Jika besarnya penerimaan dan biaya produksi telah diketahui, maka dapatlah dihitung besarnya pendapatan yang diperoleh dalam usaha penggemukan sapi potong tersebut. Besarnya pendapatan yang diperoleh dalam usaha penggemukan sapi potong selalu berubah dari tahun ke tahun sejalan dengan terjadinya perubahan harga sarana produksi maupun harga penjualan sapi yang digemukan. Pendapatan setiap jenis sapi tersaji pada Tabel 3. Analisis usaha digunakan untuk melihat kelayakan sebuah usaha yang akan dijalankan atau dikembangkan. Ada beberapa indikator yang bisa digunakan untuk mengukur kelayakan sebuah usaha, diantaranya yaitu revenue cost ratio (R/C ratio).. Pendapatan untuk setiap jenis sapi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Penerimaan, Pendapatan dan R/C Usaha Ternak Penggemukan Sapi Potong di Kelompok Tani Ternak Jayamukti. No Uraian Jenis Sapi Lokal Brahman PO 1 Bobot Awal (Kg) 140 200 160 2 Kenaikan Bobot (Kg) 110 170 140 3 Bobot Akhir Sapi (Kg) 250 370 300 4 Penerimaan (Rp) 8.500.000 11.000.000 11.025.000 5 Biaya (Rp) 7.048.431 10.635.958 7.445.958 6 Pendapatan (Rp) 1.456.569 364.725 3.579.042 7 R/C 1,20 1,03 1,48 Sumber : Data Primer Diolah, 2013 Angka kenaikan bobot dari setiap jenis sapi mulai dari awal penggemukan sampai akhir dapat dilihat pada Tabel 3, yaitu untuk kenaikan bobot sapi Lokal sebesar 110 kilogram, sapi Brahman 170 kilogram dan sapi Peranakan Ongole (PO) 140 kilogram.

Perbedaan bobot sapi dapat terlihat pada setiap jenis sapi meskipun periode produksinya sama. Perbedaan tersebut dikarenakan beberapa faktor diantaranya pemberian obatobatan, pakan dan dari jenis sapinya yang unggul. Menurut Edy Rianto Endang Purbowati (2009), pertambahan bobot badan per hari rata-rata masing-masing antara 0,61 kg per hari dan 0,80 kg per hari. Pada Tabel 3 dapat terlihat bahwa penerimaan untuk sapi Lokal sebesar Rp 8.500.000, sapi Brahman sebesar Rp 11.000.000 dan sapi Peranakan Ongole (PO) sebesar Rp 11.025.000. Perbedaan dalam penerimaan ini karena harga jual sapi berbeda. Selain itu, bobot akhir dari sapi juga sangat mempengaruhi besar kecilnya penerimaan yang akan diterima oleh peternak. Penerimaan yang di dapat sapi PO lebih besar dari sapi Brahman dan Lokal karena harga sapi PO per kilogramnya lebih tinggi, yakni Rp 36.750 per kilogram. Tabel 3 menunjukan bahwa pendapatan yang diperoleh dari penggemukan Sapi Lokal sebesar Rp 1.451.569, Sapi Brahman sebesar Rp 364.725 dan Sapi Peranakan Ongole (PO) sebesar Rp 3.579.042. Perbedaan pendapatan yang diperoleh peternak dipengaruhi oleh besar kecilnya biaya yang telah dikeluarkan dan penerimaan dari penjualan sapi potong dari setiap peternaknya. Tabel 3 menunjukan bahwa R/C Sapi Lokal sebesar 1,20 ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar dua puluh rupiah. R/C Sapi Brahman sebesar 1,03 ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar tiga rupiah. R/C Sapi peranakan Ongole (PO) sebesar 1,48 ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar empat puluh delapan rupiah. Berdasarkan hasil analisis usaha, penggemukan sapi potong jenis Sapi Lokal, Sapi Brahman dan Sapi Peranakan Ongole (PO) yang dilakukan oleh ketiga peternak ini layak untuk diusahakan. Tabel 4. Penerimaan, Pendapatan dan R/C Usaha Ternak Penggemukan Sapi Potong di Kelompok Tani Ternak Jayamukti dengan potongan 30%. No Uraian Jenis Sapi Lokal Brahman PO 1 Bobot Awal (Kg) 140 200 160 2 Kenaikan Bobot (Kg) 110 170 140 3 Bobot Akhir Sapi (Kg) 250 370 300 4 Penerimaan (Rp) 5.950.000 7.700.000 7.717.500 5 Biaya (Rp) 7.048.431 10.635.958 7.445.958 6 Pendapatan (Rp) (1.098.431) (2.935.275) 271.542 7 R/C 0,84 0,72 1,04

Pada Tabel 4 dapat terlihat bahwa penerimaan untuk sapi Lokal sebesar Rp 5.950.000, sapi Brahman sebesar Rp 7.700.000 dan sapi Peranakan Ongole (PO) sebesar Rp 7.717.500. Sedangkan pendapatan yang diperoleh dari penggemukan Sapi Lokal sebesar Rp (1.098.431), Sapi Brahman sebesar Rp (2.935.275) dan Sapi Peranakan Ongole (PO) sebesar Rp 271.542. Sehingga R/C untuk Sapi Lokal sebesar 0,84 ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh kerugian sebesar enam belas rupiah, R/C Sapi Brahman sebesar 0,72 ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh kerugian sebesar dua puluh delapan rupiah, R/C Sapi peranakan Ongole (PO) sebesar 1,04 ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar empat rupiah. Berdasarkan hasil analisis usaha yang telah dipotong 30 persen, maka sapi Lokal dan Brahman mengalami kerugian, sedangkan sapi jenis PO masih menguntungkan. Tabel 5. Penerimaan, Pendapatan dan R/C Usaha Ternak Penggemukan Sapi Potong di Kelompok Tani Ternak Atas Biaya Tunai. No Uraian Jenis Sapi Lokal Brahman PO 1 Bobot Awal (Kg) 140 200 160 2 Kenaikan Bobot (Kg) 110 170 140 3 Bobot Akhir Sapi (Kg) 250 370 300 4 Penerimaan (Rp) 8.500.000 11.000.000 11.025.000 5 Biaya (Rp) 4.287.584 7.309625 4.296.708 6 Pendapatan (Rp) 4.212.416 3.690.375 6.728.292 7 R/C 1,38 1,05 1,79 Sumber : Data Primer Diolah, 2013 Pada Tabel 5 dapat terlihat bahwa penerimaan untuk sapi Lokal sebesar Rp 8.500.000 sapi Brahman sebesar Rp 11.000.000 dan sapi Peranakan Ongole (PO) sebesar Rp 11.025.000. Sedangkan pendapatan yang diperoleh dari penggemukan Sapi Lokal sebesar Rp 4.212.416 Sapi Brahman sebesar Rp 3.690.375 dan Sapi Peranakan Ongole (PO) sebesar Rp 6.728.292. Sehingga R/C untuk Sapi Lokal sebesar 1,38 ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar sembilan puluh delapan rupiah, R/C Sapi Brahman sebesar 1,05 ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar lima puluh empat rupiah, R/C Sapi peranakan Ongole (PO) sebesar 1,79 ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar seratus lima puluh enam ripiah.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara umum teknis pemeliharaan penggemukan sapi potong yang dilaksanakan oleh responden masih bersifat tradisional dan masih ada beberapa hal yang menjadi kendala yakni dalam hal mendapatkan bibit yang berkualitas, ketersedian vitamin dan obat-obatan dan harga pakan konsentrat yang mahal. 2. Nilai R/C aktual Usaha Penggemukan Ternak Sapi Potong untuk tiga jenis sapi Saran tersebut layak, tetapi apabila mendapatkan potongan sebesar 30 persen maka menjadi tidak layak. R/C atas biaya tunai memiliki nilai tertinggi, pada kondisi ini menunjukkan bahwa Usaha Penggemukan Sapi tersebut berpotensi sebagai pendapatan peternak yang bersumber dari tenaga kerja keluarga yang digunakan dalam Usaha Penggemukan Sapi Potong. Berdasarkan hasil kesimpulan, maka saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kelompok harus bisa menyediakan bakalan yang berkialitas dan Bagi para penyuluh lebih intensif lagi dalam melakukan penyuluhan dan cepat menyampaikan teknologi terbaru dalam hal memperbaharui teknik pemeliharaan sapi potong. 2. Bagi para peternak disarankan untuk memperbesar skala usahanya dan lebih aktif dalam mencari informasi pasar terutama yang berkaitan dengan harga jual sapi. DAFTAR PUSTAKA As Sudarmono. 2010. Pengaruh Iklim Pada Sapi Potong. Online. Tersedia: http://duniasapi.com/id/budidaya/943-jenis-iklim-untuk-ternak-sapi.html Budi Gusdiansah. 2003. Evaluasi Proyek. Pionir Jaya. Bandung. Direktorat Jendral Peternakan. 2012. Data dan Fakta Daging. (Online). Tersedia: http://syahyutidaging.blogspot.com/2012/09/konsumsi-daging-sapi-per-kapita- 1984.html. Edy Rianto dan Endang Purbowati. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya. Bogor. Ken Suratiyah. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Mohamad Agus Setiadi, Gumbira Sa id, Kurnia Achjadi. 2012. Sapi Dari Hulu Kehilir dan Info Mancanegara. Penerbit Agriflo (Penebar Swadaya). Jakarta. Purnomo Arbi. 2009. Analisis Kelayakan dan Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Skripsi. Dipublikasikan.