KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 04 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NO 01 TAHUN 2012 TENTANG TATA TERTIB MUSYAWARAH BESAR ULAMA ACEH. Bismillahirrahmanirrahim

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG HASIL RAPAT KOORDINASI MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

FATWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN UMUM MENURUT PERSPEKTIF ISLAM MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

FATWA MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR 09 TAHUN TENTANG ZAKAT KELAPA SAWIT, SARANG BURUNG WALET DAN HASIL TAMBANG e

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG

KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG HASIL RAPAT KOORDINASI - II MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG HASIL RAPAT KOORDINASI - II MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT LEMBAGA KEISTIMEWAAN ACEH TIMUR

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 7/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

FATWA MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG STUNNING, MERACUNI, MENEMBAK HEWAN DENGAN SENJATA API DAN KAITANNYA DENGAN HALAL,

FATWA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG KEDUDUKAN HASIL HARTA WAKAF MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BUPATI BENER MERIAH QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR : 14 TAHUN 2005 T E N T A N G

PROFIL MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN IMUM MUKIM DI ACEH

-1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2017 TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA

K E P U T U S A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 05 TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM KERJA KOMISI MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 7 / DPRD / 2004

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 9 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 43 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 136 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DESA WATUGAJAH, KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UNIVERSITAS GADJAH MADA KEPUTUSAN SENAT AKADEMIK NOMOR : 07/SK/SA/2004 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB SENAT AKADEMIK

BUPATI ACEH TAMIANG. Rancangan QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 27 TAHUN 2011

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DERAH PROVINSI JAWA TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

- 3 - : Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum pada tanggal 20 Maret 2013; MEMUTUSKAN :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 134 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

K O M I S I I N F O R M A S I

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BADAN PERWAKILAN DESA DESA PADI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO K E P U T U S A N BADAN PERWAKILAN DESA PADI NOMOR : 01 TAHUN 2001 T E N T A N G

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BENER MERIAH

BUPATI PIDIE. 4. Undang-Undang...

KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL (MUNAS) IV FEDERASI SERIKAT PEKERJA PERKAYUAN PERHUTANAN DAN UMUM SELURUH INDONESIA

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS PENDIDIKAN DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

K E P U T U S A N MUSYAWARAH BESAR ULAMA ACEH MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 4 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM KERJA MPU MASA BAKTI

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN WONOGIRI

F A T W A MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 5 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA LHOKSEUMAWE

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO. KEPUTUSAN BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO NOMOR: 01/Kep.BPD/2002 TENTANG: TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 / 2004 TENTANG

QANUN KOTA SABANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT LEMBAGA KEISTIMEWAAN KOTA SABANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG

WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS ADAT ACEH KOTA BANDA ACEH

ANGGARAN RUMAH TANGGA MUHAMMADIYAH

LAMPIRAN : KEPUTUSAN KETUA UMUM DHARMA WANITA PERSATUAN NOMOR : 527 TAHUN 2014 TANGGAL : 10 DESEMBER 2014

Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH JAYA NOMOR 5 TAHUN

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR : 11 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) BUPATI SITUBONDO,

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU NOMOR 5 TAHUN 2008 TATA CARA PENCALONAN, DAN PENGANGKATAN SERTA PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

FATWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PEMAHAMAN, PEMIKIRAN, PENGAMALAN DAN PENYIARAN AGAMA ISLAM DI ACEH MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Diterbitkan oleh ; SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI 2005

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS PENDIDIKAN DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 04 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH e MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH Menimbang : a. bahwa memperhatikan perkembangan sosial, politik dan budaya di Aceh, dimana peran ulama perlu ditingkatkan maka Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh perlu memperkuat susunan organisasi dan aturan tata kerjanya; b. bahwa untuk maksud tersebut pada huruf a di atas, maka dipandang perlu menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh. Mengingat : 1. Undang-undang No.44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3893); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Keistimewaan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam; 4. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan Qanun (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 03); 5. Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis dan Lembaga Daerah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Daerah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 Nomor 05, Tambahan Lembaran Daerah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 05); 6. Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Ulama (Lembaran Daerah Aceh Tahun 2009 Nomor 02 Tambahan Lembaran Daerah Aceh Nomor 24). 7. Peraturan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 33 Tahun 2008 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Lembaga Keistimewaan Aceh (Berita Daerah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008 Nomor 31). Memperhatikan : 1. Rancangan Peraturan Tata Tertib oleh Badan Kajian Hukum dan Perundang-Undangan/Badan Pekerja MPU NAD. 2. Pendapat dan saran yang berkembang dalam Sidang DPU II tanggal 22 s/d 24 April 2009 dan Sidang DPU III tanggal 09 s/d 11 September 2009. 1

MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan: a. Majelis Permusyawaratan Ulama adalah Majelis Permusyawaratan Ulama sebagaimana dimaksud dalam Qanun Aceh No. 2 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Ulama, yang selanjutnya disebut MPU; b. Anggota MPU adalah anggota MPU Aceh; c. Anggota Komisi adalah anggota Komisi MPU Aceh; d. Pimpinan adalah Pimpinan MPU Aceh; e. Pemerintah Aceh adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Aceh yang terdiri dari atas Gubenur dan perangkat daerah Aceh; f. DPRA adalah Dewan Perwakilan Rakyat Aceh; g. Gubernur adalah Gubernur Aceh; h. Alat kelengkapan adalah alat kelengkapan MPU Aceh; i. Komisi adalah komisi-komisi MPU Aceh; j. Sidang adalah serangkaian rapat-rapat yang telah dijadwalkan terlebih dahulu; k. Rapat adalah rapat-rapat MPU Aceh; l. Pertimbangan adalah pokok-pokok pikiran MPU yang berhubungan dengan kebijakan daerah, yang disampaikan secara tertulis; m. Fatwa adalah Keputusan MPU yang berhubungan dengan Syari'at Islam terhadap masalah pemerintahan, pembangunan, ekonomi, sosial budaya dan kemasyarakatan; n. Saran adalah usul atau rekomendasi yang disampaikan Pimpinan MPU kepada penyelenggara pemerintahan di daerah; o. Kebijakan Daerah adalah kebijakan yang bersifat mengatur penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pembinaan masyarakat yang dituangkan dalam Qanun Aceh, Qanun kabupaten/kota dan peraturan gubernur/bupati/walikota. BAB II KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG Pasal 2 MPU adalah mitra kerja sejajar Pemerintah Aceh dan DPRA. Pasal 3 MPU melakukan tugasnya berdasarkan Syari'at Islam dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; Pasal 4 MPU mempunyai tugas : (1) Memberikan masukan, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah Aceh dan DPRA dalam menetapkan kebijakan berdasarkan syari'at Islam; (2) Memberi fatwa, baik diminta maupun tidak diminta, terhadap persoalan pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat dan ekonomi sesuai syari at Islam; (3) Memberikan arahan terhadap perbedaan pendapat dalam masyarakat tentang masalah keagamaan; (4) Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan, dan kebijakan daerah berdasarkan syariat Islam; (5) Melakukan penelitian, pengembangan, penerjemahan, penulisan, penerbitan, dan 2

pendokumentasian terhadap naskah-naskah yang berkenaan dengan syari at Islam; (6) Melakukan pengkaderan ulama; Alat kelengkapan MPU terdiri atas : a. Sekretariat; b. Majelis Syuyukh; c. Pimpinan; d. Komisi; e. Panitia Musyawarah (Panmus); f. Badan Otonom; g. Panitia Khusus; BAB III ALAT KELENGKAPAN MPU Pasal 5 SEKRETARIAT Pasal 6 (1) Sekretariat MPU adalah alat kelengkapan MPU yang bertugas memberikan pelayanan administratif kepada MPU; (2) Dalam melaksanakan tugasnya, sekretariat MPU berpedoman pada Permendagri Nomor 18 Tahun 2008, Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2007, Pergub Nomor 33 Tahun 2008 dan Peraturan Perundang-undangan lainnya. MAJELIS SYUYUKH Pasal 7 (1) Majelis Syuyukh adalah Lembaga kehormatan yang berfungsi memberikan pertimbangan dan nasehat kepada pimpinan MPU; (2) Keanggotaan Majelis Syuyukh terdiri dari ulama kharismatik yang bukan anggota MPU, sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang, ditetapkan dengan keputusan MPU. PIMPINAN MPU Pasal 8 (1) MPU dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang wakil ketua yang bersifat kolektif; (2) Ketua dan wakil ketua MPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota MPU dalam rapat paripurna yang khusus dilaksanakan untuk itu; (3) Pimpinan sementara MPU sebelum pimpinan definitif terpilih dijabat oleh seorang anggota tertua sebagai ketua dan seorang anggota termuda sebagai wakil ketua; (4) Pimpinan dan anggota MPU ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Aceh dan diresmikan dengan mengucapkan sumpah dalam rapat paripurna istimewa yang disaksikan oleh ketua Mahkamah Syar'iyyah Aceh; (5) Pimpinan MPU tidak boleh merangkap jabatan strategis Pasal 9 (1) Ketua bertanggung jawab memimpin seluruh kegiatan MPU; (2) Dalam hal Ketua berhalangan, maka tanggung jawabnya dilaksanakan oleh salah seorang wakil ketua yang ditunjuk; (3) Wakil Ketua I membidangi Fatwa, Kajian Qanun dan Perundang-undangan; (4) Wakil Ketua II membidangi Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan serta Ekonomi Umat; (5) Wakil Ketua III membidangi Dakwah, Pemberdayaan Keluarga dan Generasi Muda; (6) Selain tugas-tugas di atas, para wakil ketua melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan oleh ketua; 3

Pasal 10 Pimpinan MPU bertugas: (1) Pimpinan MPU mempunyai tugas memimpin MPU dalam melaksanakan fungsi dan tugas MPU sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian tugas antara Ketua dan Wakil ketua; (3) Memimpin rapat-rapat MPU; (4) Melaksanakan keputusan-keputusan rapat MPU; (5) Mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan Gubernur, DPRA dan perangkat daerah lainnya; (6) Menyusun memorandum akhir tugas pada akhir masa jabatan; (7) Melaksanakan Musyawarah Ulama Aceh selambat-lambatnya 3 bulan sebelum berakhir masa jabatan untuk pemilihan Anggota MPU yang baru. Pasal 11 (1). Jika Ketua berhalangan tetap, para Wakil Ketua secara bersama-sama melaksanakan tugas kelembagaan dan mengadakan sidang istimewa untuk memilih dan menetapkan Ketua yang baru; (2). Jika Wakil Ketua berhalangan tetap, Pimpinan MPU mengadakan sidang istimewa untuk memilih dan menetapkan Pengganti Wakil Ketua yang baru; (3). Jika Ketua berhalangan tidak tetap, tugas Ketua dikuasakan kepada salah seorang Wakil Ketua; (4). Jika Wakil Ketua berhalangan tidak tetap, tugas Wakil Ketua dilaksanakan oleh Ketua atau dilimpahkan kepada Wakil Ketua lainnya; (5) Jika ketua dan para wakil ketua berhalangan tetap, maka MPU dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh seorang anggota termuda untuk melaksanakan sidang istimewa; KOMISI-KOMISI Pasal 12 (1) Seluruh anggota MPU dibagi dalam 3 (tiga) komisi; a. Komisi A (Bidang Fatwa, Kajian Qanun dan Peraturan Perundang undangan); b. Komisi B (Bidang Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan dan Ekonomi Umat) c. Komisi C (Bidang Dakwah, Pemberdayaan Keluarga dan Generasi Muda). (2) Jumlah anggota masing-masing komisi ditetapkan oleh rapat pimpinan MPU; (3) Masing-masing komisi dipimpin oleh ketua komisi terpilih dan dikoordinir oleh wakil Ketua MPU; (4) Ketua komisi menunjuk seorang sekretaris dari anggota komisi yang bersangkutan. (5) Dalam membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan bidangnya, Komisi-komisi dapat mengadakan rapat-rapat Komisi dan rapat Komisi gabungan; (6) Hasil rapat Komisi/Gabungan disusun dalam laporan dan setelah ditandatangani oleh Ketua dan sekretaris Komisi disampaikan kepada Pimpinan MPU. (7) Rincian tugas Komisi-komisi ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan MPU. (8) Pimpinan MPU dapat menghadiri dan turut serta dalam semua rapat Komisi untuk melakukan tugas koordinasi. Pasal 13 (1) MPU dapat mengundang dan mengangkat tenaga ahli dalam bidang keilmuan tertentu untuk masing -masing komisi; (2) Pengangkatan tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan Rapat Paripurna MPU. 4

Pasal 14 Setiap komisi berkewajiban : a. Membahas program operasional yang berkenaan dengan bidang tugasnya; b. Menginventarisasi permasalahan, mempersiapkan data, dan melakukan pembahasan awal. c. Melaksanakan hal-hal yang ditugaskan oleh Pimpinan MPU PANITIA MUSYAWARAH Pasal 15 (1) Panitia musyawarah adalah alat kelengkapan MPU, bersifat tetap yang dibentuk oleh MPU pada awal masa jabatan. (2) Panitia musyawarah MPU adalah forum pertimbangan dalam pengambilan keputusan terhadap masalah-masalah yang tidak terselesaikan dalam paripurna. Pasal 16 (1) Panitia musyawarah MPU berjumlah minimal 7 (tujuh) orang. (2) Panitia musyawarah MPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari pimpinan MPU, Ketua Komisi dan anggota MPU lainnya; (3) Ketua dan wakil ketua MPU karena jabatannya adalah pimpinan panitia musyawarah merangkap anggota; (4) Kepala Sekretariat MPU karena jabatannya adalah sekretaris panitia musyawarah bukan anggota; Pasal 17 Panitia musyawarah MPU mempunyai tugas: (1) Memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja MPU; (2) Menetapkan kegiatan dan jadwal acara sidang dan rapat-rapat MPU; (3) Memutuskan pilihan mengenai isi risalah rapat apabila timbul perbedaan pendapat; (4) Merekomendasikan pembentukan panitia khusus; (5) Merancang program kerja MPU; (6) Melaksanakan kegiatan MPU sesuai dengan keputusan pimpinan MPU; BADAN OTONOM Pasal 18 (1) Badan Otonom adalah badan khusus yang dibentuk oleh pimpinan MPU untuk menangani masalah-masalah tertentu; (2) Badan Otonom sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat permanen, terdiri dari: a. Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM), b. Badan Kajian Hukum dan Perundang-undangan dan c. Muslimat MPU; (3) Pimpinan MPU dapat membentuk badan otonom lainnya sesuai dengan kebutuhan setelah mendapat persetujuan Rapat Paripurna MPU; PANITIA KHUSUS Pasal 19 (1) Pimpinan MPU dapat membentuk Panitia Khusus yang bersifat incidental untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu; (2) Anggota Panitia Khusus dapat berasal dari anggota MPU atau tenaga ahli yang memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan; (3) Sekretariat MPU memfasilitasi seluruh kebutuhan Panitia Khusus. 5

BAB IV KEANGGOTAAN Pasal 20 Untuk menjadi Anggota MPU harus memenuhi syarat-syarat: 1. warga Negara Republik Indonesia; 2. setia kepada Pancasila dan UUD 1945; 3. bertaqwa kepada Allah SWT; 4. sehat jasmani dan rohani; 5. mempunyai integritas diri dan berakhlak mulia; 6. berusia paling rendah 40 tahun; 7. berlaku adil dan arif terhadap semua golongan; 8. mampu memahami ajaran islam dari sumbernya yang asli; 9. menjadi penduduk Aceh selama 2 (dua) tahun terakhir; 10. tidak menjadi anggota atau pimpinan MPU Kabupaten/Kota. Pasal 21 (1). Setiap anggota berhak dan berkewajiban mengikuti kegiatan MPU; (2). Setiap anggota yang berhalangan mengikuti kegiatan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) berkewajiban memberitahukan kepada pimpinan/sekretariat MPU. (3). Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, setiap anggota MPU mempunyai: a. Hak suara; b. Hak berbicara dan mengeluarkan pendapat; c. Hak mengajukan pertanyaan; d. Hak untuk memilih dan dipilih menjadi Pimpinan MPU; (1) Anggota MPU berhenti karena : a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; Pasal 22 c. bertempat tinggal diluar daerah Aceh; d. berhalangan tetap untuk menghadiri rapat; e. alasan-alasan lain yang sah menurut syar'i; (2) Pergantian anggota MPU antar waktu ditetapkan melalui keputusan MPU dalam sidang paripurna khusus. (3) Pergantian antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan; Pasal 23 (1). Proses pergantian anggota MPU antar waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 di atas, dilakukan dengan cara: a. MPU Kabupaten/Kota mengusulkan 3 (tiga) nama calon pengganti lengkap dengan biodata dan berita acara musyawarah MPU kabupaten/kota, jika anggota yang bersangkutan berasal dari utusan kabupaten/kota. b. Pimpinan MPU mengusulkan 3 (tiga) nama calon pengganti lengkap dengan biodata dan berita acara musyawarah anggota utusan provinsi, jika anggota yang bersangkutan berasal dari utusan provinsi. (2) Sementara menunggu keputusan gubernur, pergantian anggota MPU antar waktu, ditetapkan dengan keputusan MPU; 6

Persidangan dan Rapat MPU terdiri dari : a. Sidang Paripurna MPU; b. Sidang Paripurna Khusus; c. Sidang Paripurna Istimewa; d. Rapat Kerja MPU; e. Rapat Pimpinan MPU; f. Rapat Majelis syuyukh; g. Rapat Panitia Musyawarah; h. Rapat Komisi; i. Rapat Gabungan Komisi; j. Rapat Badan Otonom; k. Rapat Panitia khusus; l. Rapat Koordinasi; BAB V PERSIDANGAN DAN RAPAT MPU Pasal 24 Pasal 25 (1) Sidang Paripurna adalah sidang yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua yang wajib dihadiri oleh seluruh anggota MPU untuk membahas masalah strategis Aceh dalam bidang tugas dan kewenangan MPU; (2) Sidang Paripurna khusus adalah sidang yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua yang wajib dihadiri oleh seluruh anggota MPU untuk memilih anggota pergantian antar waktu dan pimpinan MPU antar waktu. (3) Sidang Paripurna Istimewa adalah pertemuan yang dihadiri oleh seluruh anggota MPU dan para undangan lainnya, untuk kepentingan khusus dan tidak mengambil keputusan. (4) Rapat Kerja MPU adalah rapat yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua yang wajib dihadiri oleh seluruh anggota MPU untuk membahas masalah teknis operasional dalam bidang tugas dan kewenangan MPU; (5) Rapat Pimpinan MPU adalah rapat yang dihadiri oleh Ketua dan Wakil Ketua dan dipimpin oleh Ketua MPU; (6) Rapat Majelis Syuyukh adalah rapat yang dihadiri oleh anggota Majelis Syuyukh, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Majelis Syuyukh dan dapat mengundang anggota MPU. (7) Rapat Komisi adalah rapat yang dihadiri oleh anggota Komisi dan dipipmpin oleh Ketua Komisi atau Anggota lain yang ditunjuk oleh Ketua Komisi; (8) Rapat Gabungan Komisi adalah rapat yang dihadiri oleh Anggota-anggota Komisi yang berbeda dan dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua MPU; (9) Rapat Badan Otonom MPU adalah rapat yang diselenggarakan dan dihadiri unsur Badan Otonom MPU; (10) Rapat Panitia khusus adalah rapat yang diselenggarakan dan dihadiri oleh Panitia dalam rangka melaksanakan tugas tertentu; (11) Rapat Koordinasi adalah pertemuan yang dihadiri oleh lembaga kelengkapan MPU dan MPU Kabupaten/Kota serta instansi lainnya yang terkait. (12) Rapat Panitia Musyawarah adalah rapat yang dihadiri oleh pimpinan dan anggota panitia musyawarah dan dipimpin oleh ketua atau wakil ketua. Pasal 26 (1). Rapat - rapat baru dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari jumlah anggota; (2). Jika ketentuan ayat (1) tersebut tidak terpenuhi, maka rapat dapat dibuka dan ditunda 7

selama satu kali 20 menit. Jika tidak memenuhi quorum sesudah penundaan, maka rapat dapat diteruskan dan keputusannya dianggap sah. Pasal 27 a. Rapat paripurna, rapat kerja, rapat koordinasi dan sidang istimewa didahului oleh acara pembukaan dan diakhiri dengan acara penutupan; (a) Tertib acara pembukaan dimaksud pada ayat (1) adalah: 1. Pembukaan oleh Ketua atau wakil ketua; 2. Pembacaan al-qur an; 3. Pembacaan surat-surat masuk oleh sekretaris; 4. Khutbah iftitah; 5. Doa; 6. Penutup. (b). Tertib acara penutupan rapat dimaksud pada ayat (1) adalah : 1. Pembukaan oleh Ketua atau wakil ketua; 2. Pembacaan al-qur an; 3. Pembacaan hasil-hasil sidang oleh sekretaris; 4. Khutbah ikhtitam; 5. Doa; 6. Penutup. (2) Khutbah iftitah berisi penjelasan berkaitan dengan materi sidang, sedangkan khutbah ikhtitam merupakan penyampaian hasil-hasil pekerjaan MPU dalam masa sidang bersangkutan; BAB VI PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 28 (1). Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan musyawarah dan mufakat; (2). Apabila musyawarah dan mufakat tidak tercapai, maka pengambilan keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak dari peserta rapat yang hadir sesudah masalah tersebut dibawa kepada Panitia Musyawarah. Pasal 29 Pengambilan keputusan dalam sesuatu rapat, baru dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari jumlah anggota rapat; BAB VII HASIL-HASIL RAPAT MPU PASAL 30 (1) Rapat paripurna MPU menghasilkan fatwa, saran, pertimbangan, taushiyah dan nasehat; (2) Rapat Kerja MPU menghasilkan keputusan-keputusan yang bersifat internal. (3) Rapat Pimpinan menghasilkan keputusan-keputusan untuk menjalankan organisasi; (4) Rapat Majelis Syuyukh menghasilkan usul, saran dan pertimbangan kepada pimpinan MPU; (5) Rapat Panitia Musyawarah menghasilkan pertimbangan, menetapkan jadwal kegiatan tahunan dan keputusan-keputusan tentang pilihan bila terjadi perbedaan pendapat; (6) Rapat komisi menghasilkan keputusan untuk disampaikan kepada pimpinan; (7) Rapat Badan otonom menghasilkan kesimpulan untuk dilaksanakan dan atau sebagai bahan yang disampaikan kepada pimpinan untuk ditindak lanjuti; (8) Rapat panitia khusus menghasilkan bahan-bahan untuk disampaikan kepada pimpinan; (9) Sidang Paripurna Istimewa adalah rapat yang tidak menghasilkan keputusan; 8

(10) Sidang Paripurna khusus adalah rapat yang diadakan untuk memilih pimpinan dan atau anggota pergantian antar waktu. BAB VIII JADWAL SIDANG, MATERI PERSIDANGAN DAN PAKAIAN Pasal 31 a. Sidang dan rapat-rapat MPU dilaksanakan pada hari - hari kerja; b. Sidang dan atau rapat dilaksanakan pukul 09.00 s/d 12.00, pukul 14.00 s/d 16.00 dan pukul 20.30 s/d 22.30 atau sesuai dengan kebutuhan; c. Semua anggota dan pimpinan MPU diwajibkan menghadiri sidang-sidang dan rapat rapat tepat pada waktu yang telah ditetapkan ; d. Dalam keadaan terdesak sidang dan rapat-rapat dapat dilaksanakan diluar ketentuan tersebut pada ayat (1) dan (2). Pasal 32 (1) Semua persidangan MPU harus dipersiapkan materi pembahasannya; (2) Selambat-lambatnya materi pembahasan harus dikirim kepada anggota MPU 7 (tujuh) hari sebelum sidang dilaksanakan; Pasal 33 (1) Dalam acara pembukaan dan penutupan Sidang Paripurna MPU semua anggota diwajibkan memakai Jas/tanpa dasi; (2) Dalam acara - acara lainnya dapat berpakaian bebas dan rapi ; KEUANGAN MPU Pasal 34 (1). Pembiayaan MPU dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan bantuan serta sumbangan lembaga lainnya yang sah dan tidak mengikat; (2). Sekretaris bersama Pimpinan MPU menyusun rencana anggaran belanja MPU setiap Tahun Anggaran; (3). Pembiayaan kegiatan-kegiatan MPU ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku ; BAB XI TATA CARA PENYAMPAIAN FATWA PERTIMBANGAN DAN SARAN FATWA Pasal 35 (1) Fatwa yang berhubungan dengan Kebijakan Daerah disampaikan secara tertulis kepada Pemerintah Aceh dan atau DPRA. (2) Fatwa yang berhubungan dengan kemasyarakatan disampaikan kepada yang bersangkutan atau diumumkan melalui Media massa. PERTIMBANGAN DAN SARAN Pasal 36 (1) Pertimbangan mengenai kebijakan daerah dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada Pemerintah Aceh, DPRA dan atau instansi lainnya; (2) Saran, usul atau pendapat dilakukan secara lisan dalam rapat-rapat konsultasi dengan Pemda, DPRA dan atau instansi lainnya. BAB VIII PERUBAHAN PERATURAN TATA TERTIB Pasal 37 (1) Perubahan terhadap Peraturan Tata Tertib hanya dapat diajukan oleh sekurang- 9

kurangnya seperempat dari jumlah Anggota MPU; (2) Pembahasan perubahan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dilakukan dalam Rapat Paripurna MPU dan harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Anggota MPU; (3) Keputusan perubahan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Anggota MPU yang hadir rapat. BAB IX PENUTUP Pasal 38 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Tata Tertib ini akan ditetapkan kemudian oleh Pimpinan MPU. Pasal 39 Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Ketua, d.t.o Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim, MA Ditetapkan di : Banda Aceh Pada tanggal : 21 Ramadhan 1430 11 Septembar 2009 Wakil Ketua d.t.o Drs.Tgk.H.Ismail Yacob Wakil Ketua d.t.o Tgk.H.M. Daud Zamzamy Wakil Ketua d.t.o Drs.Tgk.H.Gazali Mohd Syam 10