Pengaruh Ergonomis Terhadap Gangguan Muskuloskleletal Sumardiyono Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret sumardiyono99@yahoo.co.id abstract Objective: To help workers cope muskuloskleletal disorders caused by working attitude that is not ergonomically particularly female workers in the industrial part of the pattern of batik. Methods: Quasi experimental research. The sample used 25 people, all women drawn from a population of 40 people using purposive sampling technique. To test differences muskuloskleletal disturbances before and after using the ergonomic chairs used statistical analysis paired t-test. Results: The results were significant (t = 16.74; p = 0.000), means that there are differences in the average scores of complaints muskuloskleletal before and after labor using ergonomic chairs. Conclusion: The Ergonomic chair is useful to reduce interference muskuloskleletal the batik industry workers, particularly the pattern. Keywords: Ergonomic Chairs, Muskuloskleletal Disorders Abstrak Tujuan: Untuk membantu pekerja mengatasi gangguan muskuloskleletal yang disebabkan karena sikap kerja yang tidak ergonomis khususnya pekerja wanita bagian pola di industri batik. Metode: Jenis penelitian eksperimental Quasi. Sampel yang digunakan 25 orang semuanya wanita diambil dari populasi sejumlah 40 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Untuk menguji perbedaan gangguan muskuloskleletal sebelum dan sesudah menggunakan kursi ergonomis digunakan analisis statistik paired t-test. Hasil: Diperoleh hasil yang signifikan (t = 16.74; p = 0.000), berarti ada perbedaan rata-rata skor keluhan muskuloskleletal sebelum dan sesudah tenaga kerja menggunakan kursi ergonomis. Simpulan: ergonomis bermanfaat untuk menurunkan gangguan muskuloskleletal pada pekerja industri batik, khususnya bagian pola. Kata Kunci : Ergonomis, Gangguan Muskuloskleletal 1. PENDAHULUAN Ergonomi adalah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upaya yang dilakukan antara lain menyesuaikan ukuran sarana kerja dengan dimensi tubuh agar sesuai dengan ukuran tubuh pekerja. Selain itu, ergonomis dapat didefnisikan juga hubungan antara manusia dengan lingkungan kerjanya, yaitu keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, organisasi atau metoda kerjanya, dan sekitar lingkungan kerjanya (Suyatno,1985). Pada pekerja industri batik, khususnya bagian pola, maka pekerja yang bekerja menggunakan sarana kerja berupa dingklik dengan ukuran pendek, sehingga menyebabkan pekerja harus membungkuk selama bekerja. Helendar (1994), menyatakan bahwa pekerja yang bekerja dangan cara tradisional dengan sikap kerja duduk dengan posisi membungkuk dalam waktu lama akan menyebabkan keluhan pada joint angle. Pada survei awal sebelum dilakukannya penelitian menunjukkan bahwa pada pekerja bagian pola di industri batik Dewi Ratih Masaran Sragen, bekerja dengan sikap paksa yaitu dengan sikap duduk dan membungkukuk selama bekerja. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti akan meneliti pemakaian kursi ergonomis berdasarkan hasil rancangan (design) ilmu antropometri. Pulat (1992) menyatakan, antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik fisik tubuh lainnya yang relevan dengan desain tentang sesuatu yang dipakai orang. Selanjutnya Annis & McConville (1996) membagi aplikasi ergonomi dalam kaitannya dengan antropometri menjadi dua divisi utama, yaitu : a. Pertama, ergonomi berhadapan dengan tenaga kerja, mesin beserta sarana pendukung lainnya dan lingkungan kerja. Tujuan ergonomi dari divisi ini adalah untuk menciptakan kemungkinan situasi terbaik pada pekerjaan sehingga kesehatan fisik dan mental tenaga kerja terus terpelihara serta efisiensi produktivitas dan kualitas produk dapat dihasilkan dengan optimal. b. Kedua, ergonomi berahadapan dengan karakteristik produk pabrik yang berhubungan dengan konsumen atau pemakai produk. Selanjutnya design hasil rancangan digunakan untuk evaluasi terhadap gangguan muskuloskleletal sebelum dan sesudah bekerja ISSN : 1979 9330 (Print) 2088 0154 (Online) 15
pada pekerja wanita di industri batik Dewi Ratih, Masaran, Sragen. 2. BAHAN DAN CARA PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental quasi. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian adalah intervensi preventif. Intervensi preventif adalah penelitian yang mencoba mempelajari hubungan faktorfaktor risiko dengan kejadian suatu penyakit, dengan memberikan perlakuan atau manipulasi terhadap paparan faktor risiko tersebut pada subjek (Ahmad Watik Pratiknya, 2008). Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja industri batik Dewi Ratih, Masaran, Sragen yang berjumlah 40 orang dengan jenis kelamin laki-laki dan Wanita, berusia antara 20 60 tahun. Teknik sampling menggunakan purposive sampling dengan criteria inklusi jenis kelamin wanita, pekerjaan membatik, dengan posisi kerja duduk memakai dingklik berukuran tinggi di bawah tinggi lutut duduk. Subjek yang memenuhi kriteria, diambil sebagai sampel penelitian sebanyak 25 orang. Desain penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan ulang (one group pre and posttest design), merupakan rancangan penelitian yang hanya menggunakan satu kelompok subjek serta melakukan pengukuran sebelum dan sesudah pemberian perlakuan pada subjek. Perbedaan kedua hasil pengukuran tersebut dianggap sebagai efek perlakuan. Skema rancangan penelitian sebagai berikut : O 1 ( X ) O 2 Keterangan : O 1 : Kelompok sampel sebelum diberi perlakuan ( X ) : Perlakuan O 2 : Kelompok sampel sesudah diberi perlakuan Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar isian data, untuk mengetahui identitas sampel penelitian; kursi kerja ergonomis hasil rancangan, untuk memberikan perlakuan kepada subjek penelitian; dan Nordic Body Map, untuk mengetahui keluhan muskloskleletal pada subjek penelitian. Untuk menentukan adanya pengaruh pemberian kursi kerja yang ergonomis terhadap keluhan muskuloskleletal uji statistik paired t-test. Nordic Body Map merupakan salah satu cara untuk menilai tingkat keparahan (severity) sistem muskuloskleletal. Nordic Body Map menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh (body map) dengan metode sangat sederhana, mudah dipahami, murah dan memerlukan waktu yang sangat singkat (+ 5 manit) per individu. Observer dapat langsung mewawancarai atau menanyakan kepada responden, pada otot-otot skleletal bagian mana saja yang mengalami gangguan kenyerian atau sakit, atau dengan menunjuk langsung pada setiap otot skleletal sesuai yang tercantum dalam lembar kerja kuesioner Nordic Body Map. Nordic Body Map meliputi 28 bagian otot-otot skleletal pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri, yang dimulai dari anggota tubuh bagian atas, yaitu otot leher sampai dengan bagian paling bawah, yaitu otot kaki. Melalui kuesioner Nordic Body Map akan dapat diketahui bagian-bagian otot mana saja yang mengalami gangguan kenyerian atau keluhan dari tingkat rendah (tidak ada keluhan/cedera) sampai dengan keluhan tingkat tinggi (keluhan sangat sakit). Keluhan pada otot-otot skleletal, biasanya merupakan keluhan yang bersifat kronis, artinya keluhan ini sering dirasakan beberapa lama setelah melakukan aktivitas dan sering meninggalkan residu yang dirasakan pada harihari berikutnya. Untuk mengatasi kondisi tersebut, maka desain pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas kerja (pre and post test). Dari perbedaan skor hasil antara sebelum kerja dan sesudah kerja merupakan skor gangguan otot skleletal yang sebenarnya. Penilaian dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map menggunakan desain penilaian dengan skoring (misalnya 4 skala Likert). Apabila digunakan skoring dengan skala Likert, maka setiap skor atau nilai haruslah mempunyai definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami oleh responden. Menurut Tarwaka (2010), kriteria desain penilaian keluhan muskuloskleletal dengan 4 skala Likert sebagai berikut : a. Skor 1 : Tidak ada keluhan/kenyerian atau tidak ada rasa sakit sama sekali yang dirasakan oleh pekerja (tidak sakit). b. Skor 2 : Dirasakan sedikit adanya keluhan atau kenyerian pada otot skleletal (agak sakit). c. Skor 3 : Responden merasakan adanya keluhan/kenyerian atau sakit pada otot skleletal (sakit). d. Skor 4 : Responden merasakan adanya keluhan sangat sakit atau sangat nyeri ISSN : 1979 9330 (Print) 2088 0154 (Online) 16
pada otot skleletal (sangat sakit). Selanjutnya, setelah selesai melakukan wawancara dan pengisian kuesioner, maka langkah selanjutnya adalah menghitung total skor individu dari seluruh otot skleletal (28 bagian otot skleletal) yang diobservasi. Pada desain 4 skala Likert ini, akan diperoleh skor individu terendah adalah 28 dan skor tertinggi 112. Dalam banyak penelitian dengan menggunakan uji statistik tertentu untuk menilai tingkat signifikansi hasil penelitian (seperti pre and post test design atau setelah diberikan intervensi), maka total skor individu tersebut dapat langsung digunakan dalam entri data statistik. Langkah terakhir metode Nordic Body Map adalah melakukan upaya perbaikan pada pekerjaan maupun posisi/sikap kerja, jika diperoleh hasil yang menunjukkan tingkat keparahan pada otot skleletal yang tinggi. Tindakan perbaikan yang harus dilakukan tentunya sangat tergantung dari risiko otot skleletal mana saja yang mengalami adanya gangguan atau ketidaknyamanan. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan melihat presentase pada setiap bagian otot skleletal dan dengan menggunakan kategori tingkat risiko otot skleletal. Tabel di bawah ini merupakan pedoman sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan kualifikasi subjektivitas tingkat risiko otot skleletal. Tabel 1. Klasifikasi Subjektivitas Tingkat Risiko Otot Skleletal Bardasarkan Total Skor Individu Ting kat Total Skor Individu Tingkat Risiko Tindakan Perbaikan Aksi 1 28 49 Rendah Belum diperlukan adanya tindakan perbaikan 2 50 70 Sedang Mungkin diperlukan tindakan perbaikan di kemudian hari 3 71 91 Tinggi Diperlukan tindakan segera 4 92 112 Sangat Tinggi Diperlukan tindakan menyeluruh sesegera mungkin. 3. HASIL PENELITIAN Sesuai dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan, penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 25 orang tenaga kerja wanita. Dari 25 orang sampel tersebut, diukur ukuran antropometri tubuhnya yang berhubungan dengan perancangan kursi kerja, meliputi tinggi lutut duduk, jarak lekuk lutut sampai garis punggung, lebar pinggul, dan tinggi punggung. Semua sampel penelitian diwawancarai keluhan muskuloskleletal yang dialami selama melakukan pekerjaan dengan panduan nordic body map. Wawancara dilakukan sebelum dan sesudah menggunakan kursi hasil rancangan penelitian berdasarkan data ukuran antropometri tenaga kerja, dengan dasar pengukuran tinggi lutut duduk (persentil 5%), jarak lekuk lutut sampai garis punggung (persentil 5%), lebar pinggul (persentil 95%), dan tinggi punggung (persentil 5%), serta perhitungan mengenai kelonggaran. Deskripsi Dingklik Dingklik merupakan tempat duduk pekerja batik tulis bagian pola. Dalam melaksanakan pekerjaannya, pembatik tulis melakukan pekerjaan dengan posisi kerja yang tidak ergonomis dan monoton, yaitu bekerja dengan posisi duduk menggunakan dingklik seperti pada gambar berikut. Gambar 1. Dingklik Dimensi ukuran dingklik sebagai berikut : a) panjang dingklik rata-rata = 317.1 mm b) lebar dingklik rata-rata = 255.6 mm c) tinggi dingklik rata-rata = 142.3 mm d) Sandaran = tidak ada Deskripsi Posisi Kerja Sebelum Memakai Ergonomis Jarak antar pekerja kurang dari 2 meter, dengan alasan menghemat biaya untuk penyediaan kompor dan wajan. Satu kompor dan wajan digunakan oleh 3-4 tenaga kerja, sehingga membatasi gerak tenaga kerja. Selain itu pekerjaan membatik tulis menyebabkan tenaga kerja melakukan gerakan yang monoton dengan posisi kerja duduk yang tidak ergonomis dalam bekerja selama 7 jam sehari dan keadaan tersebut telah berlangsung bertahun-tahun sesuai dengan masa kerja masing-masing tenaga kerja. Posisi duduk tenaga kerja seperti pada gambar berikut ini. ISSN : 1979 9330 (Print) 2088 0154 (Online) 17
Dari data tersebut diperoleh dimensi ukuran dingklik sebagai berikut : a) Tinggi kursi kerja = (338.4 50.0) = 288.4 mm b) Panjang kursi kerja = 379.4 mm c) Lebar kursi kerja = 379.8 mm d) Sandaran= 353.4 mm Deskripsi Perbandingan Dingklik dengan Hasil Rancangan Perbandingan ukuran dingklik dan kursi hasil rancangan tersaji pada tabel di bawah ini. Gambar 2. Posisi Duduk Tenaga Kerja Batik Hasil Rancangan Untuk merancang kursi ergonomis yang akan digunakan tenaga kerja bagian pembatik, diperlukan data ukuran antropometri tenaga kerja yang meliputi tinggi lutut duduk, jarak lekuk lutut ke garis punggung, lebar pinggul, dan tinggi punggung. Deskripsi data statistik hasil pengukuran antropometri tersaji pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Data Ukuran Antropometri Tenaga Kerja Deskripsi Statistik Nilai Minimal Nilai Maksimal Rata-rata Persentil 5% Persentil 95% Tinggi Lutut Duduk Jarak Lekuklutut - Garis Punggung Lebar Pingg ul Tinggi Punggun g 335.0 306.0 291.0 301.0 397.0 455.0 384.0 446.0 360.8 414.2 338.7 390.9 338.4 379.4 299.2 353.4 379.8 448.0 379.8 424.8 Dengan data tersebut, dirancang kursi kerja ergonomis dengan ukuran yang tersaji pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Dimensi Kerja Hasil Rancangan No. Ukura n 1. Tinggi 2. Panja ng kursi 3. Lebar 4. Tinggi Sanda ran Perse ntil Ukuran Kelonggaran 5% 338.4 Kebutuhan meluruskan kaki sebagai penopang kain pola (- 50.0 mm) 5% 379.4 95% 379.8 5% 353.4 Tabel 4. Perbandingan ukuran dingklik dan kursi hasil rancangan No. Dimensi Ukuran Dingklik Kerja Selisih 1 Tinggi 142.3 288.4 146.1 2 Panjang 317.1 379.4 62.3 3 Lebar 255.6 379.8 124.2 4 Sandaran Tidak ada 353.4 - Deskripsi Perbandingan Posisi Duduk Sebelum dan Sesudah Memakai Design Ergonomis Hasil Rancangan Posisi duduk pekerja sebelum dan sesudah memakai design kursi hasil rancangan berdasarkan data antropometri tenaga kerja tersaji pada gambar di bawah ini. Gambar a Gambar b Gambar 3. Posisi duduk pekerja sebelum dan sesudah memakai design kursi hasil rancangan ISSN : 1979 9330 (Print) 2088 0154 (Online) 18
Tabel 5. Posisi duduk pekerja sebelum dan sesudah memakai design kursi hasil rancangan No. Gambar A Gambar B 1. Dingklik terlalu pendek, kaki tidak bisa relaksasi 2. Panjang dingklik terlalu pendek, sehingga tungkai atas (paha) tertekan, sehingga menghambat peredaran darah 3. Lebar dingklik terlalu sempit, sehingga pantat tidak bisa terkover di dingklik. 4. Dingklik tanpa sandaran, sehingga melelahkan. 5. Alas duduk dari bahan keras, menyebabkan penekanan aliran darah pada paha. Tinggi kursi sesuai tinggi lekuk lutut, sehingga posisi kaki lebih rileks. Pangjang kursi sesuai panjang tungkai atas dan alas duduk empuk, sehingga paha tidak tertekan. Lebar kursi sesuai dengan lebar pinggul, sehingga lebih nyaman. dengan sandaran sehingga pungung bisa istirahat, maka kelelahan terkurangi. Alas duduk dilapisi spons sehingga mengurangi penekanan aliran darah pada paha. Deskripsi Keluhan Muskuloskleletal Sebelum Memakai Design Ergonomis Hasil Rancangan Deskripsi total skor keluhan muskuloskleletal yang dirasakan tenaga kerja sebelum memakai kursi ergonomis tersaji pada tabel berikut. Tabel 6. Deskripsi Total Skor Keluhan Muskuloskleletal Sebelum Menggunakan Hasil Rancangan No. Deskripsi Statistik Nilai 1 Nilai terendah 52 2 Nilai tertinggi 73 3 Rentang nilai 21 4 Standar Deviasi 5.152 5 Modus 62 6 Rata-rata 66.04 Deskripsi Keluhan Muskuloskleletal Sesudah Memakai Design Ergonomis Hasil Rancangan Deskripsi total skor keluhan muskuloskleletal yang dirasakan tenaga kerja sesudah memakai kursi ergonomis tersaji pada tabel berikut. Tabel 7. Deskripsi Total Skor Keluhan Muskuloskleletal Sesudah Menggunakan Hasil Rancangan No. Deskripsi Statistik Nilai 1 Nilai terendah 40 2 Nilai tertinggi 66 3 Rentang nilai 26 4 Standar Deviasi 5.694 5 Modus 44 6 Rata-rata 46.8 Hasil Uji Statistik Keluhan Muskuloskleletal Sebelum dan Sesudah Memakai Design Ergonomis Hasil Rancangan Uji statistik untuk mengetahui rerata perbedaan skor keluhan muskuloskleletal sebelum dan sesudah menggunakan kursi ergonomis hasil rancangan dilakukan dengan paired samples t- test. Deskripsi data hasil uji tersaji pada tabel berikut ini. Tabel 8. Hasil Uji Statistik Perbedaan Keluhan Muskuloskleletal Sebelum dan Sesudan Memakai Ergonomis No. Variabel t p Hasil 1 Keluhan muskuloskleletal sebelum menggunakan kursi ergonomis 16.740 0.000 Signifikan 2 Keluhan muskuloskleletal sesudah menggunakan kursi ergonomis Hasil uji tersebut menunjukkan nilai p < 0,05; maka dinyatakan signifikan; dengan demikian pemakaian kursi ergonomis dapat menurunkan keluhan muskuloskleletal pada pekerja batik tulis. 4. PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan sampel sejumlah 25 orang dari total populasi 40 orang. Semua sampel penelitian adalah tenaga kerja di bagian pembatikan yang duduk dengan menggunakan dingklik. Seperti terlihat pada gambar 1 di atas, posisi pekerjasangat tidak nyaman. Ukuran dingklik sangat rendah, sehingga posisi kaki harus lurus ke depan, seharusnya secara ergonomis posisi kaki harus menyesuaikan tempat duduk. Tinggi kursi harus sesuai dengan panjang lekuk lutut sampai alas kaki. Panjang dingklik juga terlalu pendek, seharusnya panjang kursi harus menyesuaikan dengan jarak lekuk lutut sampai garis punggung. Lebar dingklik juga terlalu sempit, sehingga tenaga kerja kurang mendapat kebebasan bergerak selama bekerja, seharusnya panjang dingklik ISSN : 1979 9330 (Print) 2088 0154 (Online) 19
menyesuaikan dengan lebar pinggul. Secara keseluruhan desain dingklik yang dipakai tenaga kerja saat ini tidak ergonomis. Ketidakergonomisan tempat duduk akan menimbulkan keluhan muskuloskleletal berupa nyeri punggung, nyeri leher, nyeri pada pergelangan tangan, siku dan kaki. Gambaran keluhan muskuloskleletal tenaga kerja sebelum menggunakan kursi ergonomis menunjukkan kategori risiko sedang sebanyak 18 orang (72%), tindakan perbaikan yang dianjurkan adalah mungkin diperlukan tindakan perbaikan di kemudian hari. Kategori risiko tinggi sebanyak 7 orang (28%), tindakan perbaikan yang dianjurkan adalah diperlukan tindakan segera. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa perbaikan kursi kerja perlu mendapat perhatian khusus karena tingginya skor keluhan muskuloskleletal pada tenaga kerja. Gambaran keluhan muskuloskleletal tenaga kerja sesudah memnggunakan kursi ergonomis menunjukkan kategori risiko rendah sebanyak 21 orang (84%), tindakan perbaikan yang dianjurkan adalah belum diperlukan adanya tindakan perbaikan. Kategori risiko sedang sebanyak 4 orang (16%), tindakan perbaikan yang dianjurkan adalah mungkin diperlukan tindakan perbaikan di kemudian hari. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa perbaikan kursi kerja perlu mendapat perhatian khusus karena tingginya skor keluhan muskuloskleletal pada tenaga kerja. Dari gambaran tersebut menunjukkan penurunan gangguan muskuloskleletal pada pekerja sebelum dan sesudah menggunakan kursi ergonomis. Penurunan tingkat gangguan muskuloskleletal terlihat rata-rata penurunan skor dari 66.04 menjadi 46.8 atau terjadi penurunan kira-kira 19 nilai skor. Dilihat dari kategori risiko menunjukkan penurunan, dari sebelum mengunakan kursi ergonomis, kategori tinggi 7 orang (28%) dan sedang 18 orang (72%) menjadi kategori rendah 21 orang (84%) dan sedang 4 orang (16%). Dari gambaran tersebut menunjukkan bahwa yang semula sebelum menggunakan kursi ergonomis mempunyai kategori tinggi, sesudah menggunakan kursi ergonomis sudah tidak ada lagi gangguan muskuloskleletal kategori tinggi. Kategori yang semula sedang, sebelum menggunakan kursi yang ergonomis, sebanyak 18 orang (72%) menjadi 4 orang (16%). Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian kursi kerja yang ergonomis dapat menurunkan keluhan muskulosklelatal kategori sedang menjadi rendah. Pemberian perbaikan kursi kerja yang ergonomis dan dilengkapi dengan busa pada alas kursinya mampu mengurangi risiko penekanan langsung pada jaringan otot yang lunak selain itu dengan menggunakan kursi sesuai dengan anthropometri maka mampu memberikan sikap kerja yang alamiah sehingga keluhan otot skeletal dapat dikurangi. Penelitian sejenis yang sesuai dengan penelitian ini dilakukan oleh Purwanti (2008), yang meneliti Hubungan Ergonomi Kerja dengan Timbulnya Gangguan Kesehatan Akibat Kerja Pada Pekerja di PG Kremboong Sidoarjo. Dengan menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment Pearson diperoleh hasil yang signifikan dengan nilai r sebesar 0,608. Disebutkan bahwa gangguan muskuloskleletal pada pekerja di PG Kremboong Sidoarjo meliputi nyeri pinggang dan nyeri lutut. Penelitian sejenis lainnya dilakukan oleh Pratomo, 2006; meneliti Hubungan Antara Kerja dengan Timbulnya Keluhan Nyeri Pinggang Pada Pekerja Tenun Kain Sarung di Java ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Desa Kebunan Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang. Hasil analisis uji statistik menunjukkan nilai p = 0.02 artinya signifikan, berarti ada hubungan antara kursi kerja dengan timbulnya keluhan nyeri pinggang pada pekerja tenun kain sarung. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Subagyo, 2010 tentang Pengaruh Ergonomis Stasiun kerja terhadap Keluhan otot-otot skeletal Pekerja laki-laki Kantor Administrasi Dokumen Building PT Krakatau Steel Cilegon; dengan hasil uji statistik nilai p = 0,000 (p < 0,05), maka hasil uji dinyatakan signifikan. berarti ada beda rata-rata antara skor keluhan muskuloskleletal sebelum bekerja dengan setelah bekerja. 5. KESIMPULAN 1. ergonomis hasil rancangan yang digunakan oleh pembatik di industri Batik Dewi Ratih Sragen berukuran tinggi 288.4 mm, panjang 379.4 mm, lebar 379.8 mm, dan tinggi sandaran 353.4 mm. 2. Skor keluhan muskuloskleletal sebelum menggunakan kursi ergonomis lebih tinggi dibanding sesudah menggunakan kursi ergonomis dengan selisih skor 19.24 point. 3. Hasil Uji statistik perbedaan rata-rata skor keluhan muskuloskleletal sebelum dan sesudah menggunakan kursi ergonomis diperoleh t = 16.74; p = 0.000 (p < 0.05). Terdapat perbedaan bermakna perbedaan rata-rata skor keluhan muskuloskleletal. Dengan demikian penggunaan kursi ergonomis ISSN : 1979 9330 (Print) 2088 0154 (Online) 20
dapat menurunkan skor keluhan muskuloskleletal. 6. SARAN 1. Tenaga kerja sebaiknya memakai kursi ergonomis hasil rancangan penelitian. 2. Penyuluhan pentingnya upaya kesehatan kerja bagi pengusaha dan tenaga kerja. REFERENSI [1] Ahmad Watik Pratiknya. 2004. Dasardasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Manajemen PT Raja Grafindo Persada. [2] Annis, J.F. & McCoville, J.T., 1996. Anthropometry, dalam Battacharya, A. & McGlothlin, J.D. eds. Occupational Ergonomic. Marcel Dekker Inc. USA. Pp:1-46. [3] Dewi Ratih, 2011. Batik Tulis Dewi Ratih. http://batiktulisdewiratih.blogspot. com/2011_04_01_archive.html [4] Grandjean, 1993. Fitting the Task to the Man. 4 th ed. Taylor & Francis Inc. London. [5] Helander, M. 1995. A guide to the ergonomics of manufacturing. London: Taylor and Francis Ltd. [6] Lemasters GK, Atterbury MR, Booth- Jones AD, Bhattacharya A, Ollila- Glenn N, Forrester C, Forst L., 1996. Prevalence of work-related musculoskeletal disorders in active union carpenters. Occup Environ Med 55(6):421-427. [7] Pemda Sragen, 2010. Batik Sragen Berobsesi Tembus Pasar Mancanegara. http://infosragen.blogspot.com/2010/06/batiksragen-berobsesi-tembus-pasar.html [8] Pratomo,A.W. 2007. Hubungan antara Kerja dengan timbulnya Keluhan Nyeri Pinggang Pada Pekerja Tenun Kain Sarung Di ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Desa Beji Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang Tahun 2006. Semarang : Skripsi Fakultas Ilmu Keolahragaan UNNES. [9] Pulat, BM. 1992. Fundamental of Industrial Ergonomic. Prectise Hall Englewood Cliffs New Jersey [10] Purwanti D, 2008. Hubungan Antara Ergonomi Kerja Terhadap Timbulnya Gangguan Kesehatan Akibat Kerja pada Pekerja di PG KREMBOONG Sidoarjo. Thesis. Malang : Universitas Muhamadiyah Malang. [11] Subagyo, S. 2010. Pengaruh Ergonomis Stasiun kerja terhadap Keluhan otot-otot skeletal Pekerja lakilaki Kantor Adminitrasi Dokumen Building PT Krakatau Steel Cilegon. Skripsi. Surakarta : Fakultas Kedokteran UNS. [12] Suma mur, 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: Agung Seto. [13] Suyatno Sastrowinoto, 1985. Meningkatkan produktivitas dengan ergonomi, IPPM dan PT. Pertja, Jakarta. [14] Tarwaka, 2010. Ergonomi Industri, Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press Solo. ISSN : 1979 9330 (Print) 2088 0154 (Online) 21