ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN 2015-2019 DEPUTI MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH Jakarta, 21 November 2013
Kerangka Paparan 1. PENDAHULUAN 2. ALUR PENYUSUNAN 3. REVIEW KEBIJAKAN DAN KONDISI EKSISTING 4. PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS BIDANG PERTANAHAN 5. KERANGKA KEBIJAKAN BIDANG PERTANAHAN 2015-2019 2
1. PENDAHULUAN 3
4 LANDASAN HUKUM PENYUSUNAN RPJMN 2015-2019 1. UU 25/2004 tentang SPPN Pasal 19 Ayat 1 : RPJMN ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Presiden dilantik 2. UU 17/2007 tentang RPJPN 2005-2025 Arah pembangunan untuk RPJMN ke-3 (2015-2019) RPJM 1 (2005-2009) Menata kembali NKRI, membangun Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. RPJM 2 (2010-2014) Memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan IPTEK, memperkuat daya saing perekonomian RPJM 3 (2015-2019) Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek RPJM 4 (2020-2024) Mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif.
TAHAPAN DAN JADWAL PENYUSUNAN RANCANGAN RPJMN 2015-2019 PERSIAPAN AWAL A. Kajian Pendahuluan (Background study) B. Pelaksanaan Evaluasi RPJMN berjalan PENYUSUNAN RANCANGAN TEKNOKRATIK PENETAPAN RPJMN PENYUSUNAN RANCANGAN RPJMN PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RPJMN 3 bulan setelah Presiden dilantik 2 bulan setelah Presiden dilantik Tahun terakhir pelaksanaan RPJMN berjalan
PERSIAPAN AWAL, BACKGROUND STUDY RPJMN 2015-2019 T-2 T-1 NOP DES JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEPT DESEMBER TAHUN T-2 TIM PENYUSUN RPJM KOORDINASI PENYUSUNAN KERANGKA RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL RPJP RAPAT KOORDINASI RPJM SINKRONISASI KAJIAN PENDAHULUAN DEPUTI SEKTOR, LINTAS SEKTOR, REGIONAL, EKONOMI, PENDANAAN KAJIAN PENDAHULUAN KERANGKA REVIU RPJMN BERJALAN JANUARI TAHUN T-1
2. ALUR PENYUSUNAN 7
ALUR PENYUSUNAN RPJMN 2015-2019 Kebijakan Pertanahan Eksisting Kegiatan Prioritas Bidang Pertanahan 2010-2014 Kondisi Aktual/Eksisting Pertanahan Usulan Kebijakan RPJMN 2015-2019 Review Peraturan Perundangundangan terkait bidang pertanahan Arahan RPJPN 2005-2025 RPJMN 2010-2014 Penyediaan peta pertanahan; Legalisasi aset tanah masyarakat; Redistribusi tanah; Penyusunan Neraca Penatagunaan Tanah; Inventarisasi dan identifikasi tanah terlantar; Peningkatan akses layanan pertanahan melalui Larasita; Tersusunnya rancangan peraturan perundangundangan dan kebijakan bidang pertanahan; Penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan. Maraknya kasus-kasus pertanahan Ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah Kendala penyediaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum Belum optimalnya pelayanan pertanahan Perubahan Sistem Pendaftaran Tanah Stelsel Negatif Menjadi Stelsel Positif Percepatan Penyelesaian Kasus-Kasus Pertanahan Meningkatkan Akses Tanah yang Berpihak Pada Masyarakat Miskin Kebijakan Reforma Agraria (Pemberian Asset dan Access Reform) Peningkatan Kualitas dan Proporsi SDM Bidang Pertanahan
9 3. REVIEW KEBIJAKAN DAN KONDISI EKSISTING PERTANAHAN
REVIEW KEBIJAKAN PERTANAHAN Sebelum UUPA terjadi Dualisme Hukum Tanah: Hukum Tanah Adat Hukum Tanah Barat sesuai Hukum Tanah Belanda Sejak UUPA terjadi reformasi di bidang Hukum Tanah (monolistik), disebut Hukum Tanah Nasional: Politik Pertanahan: Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 Mengakui Hukum Adat sebagai bagian dari Hukum Tanah Nasional. 10
REVIEW KEBIJAKAN PERTANAHAN ARAHAN RPJPN 2005-2025 TERKAIT PERTANAHAN (Misi 5 Mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan) Menerapkan sistem pengelolaan pertanahan yang efisien, efektif; Melaksanakan penegakan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan demokrasi; Penyempurnaan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui perumusan berbagai aturan pelaksanaan land reform, agar masyarakat golongan ekonomi lemah dapat lebih mudah mendapatkan hak atas tanah; Penyempurnaan sistem hukum dan produk hukum pertanahan melalui inventarisasi peraturan perundang-undangan pertanahan dengan mempertimbangkan aturan masyarakat adat; Peningkatan upaya penyelesaian sengketa pertanahan. Sumber : Lampiran UU No. 17 Tahun 2007, Hal 67-68 11
REVIEW KEBIJAKAN PERTANAHAN ARAHAN PRIORITAS BIDANG REFORMA AGRARIA (RPJMN 2010-2014) Arah Kebijakan Pengelolaan pertanahan dilakukan secara utuh dan terintegrasi melalui Reforma Agraria Prinsip Memanfaatkan tanah secara berkeadilan Memperbaiki kesejahteraan masyarakat Mendukung pembangunan berkelanjutan Strategi ( fokus prioritas) Peningkatan penyediaan peta pertanahan (fokus prioritas 1) Pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) (fokus prioritas 2) Peningkatan kinerja pelayanan pertanahan (fokus prioritas 3) Penataan dan penegakan hukum pertanahan (fokus prioritas 4) Strategi dilaksanakan melalui (kegiatan prioritas antara lain): 12 Penyediaan peta pertanahan (peta dasar, peta tematik, peta potensi nilai tanah); Legalisasi aset tanah masyarakat; Redistribusi tanah; Penyusunan Neraca Penatagunaan Tanah; Inventarisasi dan identifikasi tanah terlantar; Peningkatan akses layanan pertanahan melalui Larasita; Tersusunnya rancangan peraturan perundang-undangan dan kebijakan bidang pertanahan; Penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan. 12
KONDISI EKSISTING 1. Maraknya kasus-kasus pertanahan Semakin banyaknya kasus pertanahan yang muncul serta penanganan yang berlarut-larut; Beberapa kasus berkembang menjadi skala nasional, menunjukkan bahwa konflik antar pihak semakin meningkat; Apabila tidak segera diantisipasi akar permasalahannya, maka dikhawatirkan akan banyak kasus lain yang berpotensi besar menjadi konflik yang berdampak luas pada kehidupan sosial ekonomi nasional. 13
KONDISI EKSISTING Maraknya kasus-kasus dan sengketa pertanahan, antara lain disebabkan oleh: Pendudukan dan penyerobotan tanah-tanah perkebunan yang telah dilekati dengan Hak Guna Usaha (HGU) baik yang masih berlaku maupun yang sudah berakhir; Tumpang tindih penguasaan kawasan hutan; Sengketa yang berkaitan dengan kawasan pertambangan; Tumpang tindih atau sengketa batas, tanah bekas Hak Milik Adat; Sengketa pemindahan hak; Kasus yang berkaitan dengan pengadaan tanah. 14
KONDISI EKSISTING 2. Ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah Kegiatan redistribusi tanah bertujuan untuk mengurangi ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Indikasi masalah: pengalihan hak atas tanah yang telah diredistribusikan oleh masyarakat miskin kepada pihak lain. Penyebab utama adalah kurangnya akses sumberdaya yang cukup untuk mengolah dan memanfaatkan tanah tersebut. Tujuan kegiatan redistribusi tanah sebagai bagian dari reforma agraria, belum menunjukan hasil yang signifikan dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat miskin. 15
KONDISI EKSISTING 3. Kendala penyediaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum Terbatasnya ketersediaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum berakibat pada sulitnya optimalisasi pemanfaatan penggunaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Pemerintah sulit membebaskan lahan untuk pembangunan (finansial dan eksekusi pembebasan lahan). Penyebab yang sudah teridentifikasi: penguasaan tanah oleh badan swasta dalam skala luas dan dipergunakan sebagai objek spekulasi (termasuk ke dalam kategori penelantaran tanah menurut PP 11/2010) 4. Belum optimalnya pelayanan pertanahan 16 Jumlah sumberdaya manusia bidang pertanahan (juru ukur/surveyor) masih sangat kurang.
17 4. PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS BIDANG PERTANAHAN
1 2 3 4 PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS BIDANG PERTANAHAN PERMASALAHAN : Tingginya Konflik Pertanahan Berlarut-larutnya Penyelesaian Kasus Pertanahan Rendahnya Cakupan Peta Dasar Pertanahan Belum Semua Bidang Tanah Tersertipikat 5 6 7 8 Kurangnya SDM Bidang Pertanahan Khususnya Juru Ukur dan Belum Semua Kantor Pertanahan Memiliki Fasilitas Memadai Sulitnya Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Sebagian Besar Masyarakat (Petani) Hanya Menguasai Tanah Dengan Luasan yang Kecil (<0,5 Ha) Masalah Tanah Adat dan Ulayat ISU STRATEGIS: 1. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah 2. Ketimpangan Pemilikan, Penguasaan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (P4T) serta Kesejahteraan Masyarakat 3. Peningkatan Pelayanan Pertanahan 4. Penyediaan Lahan Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum
19 5. KERANGKA KEBIJAKAN BIDANG PERTANAHAN 2015-2019
KERANGKA KEBIJAKAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN 2015-2019 Tujuan/Goal : Tanah dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33 UUD 1945) Prioritas Pembangunan: Reforma Agraria Strategi & Arah Kebijakan: Tercapainya Kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia Sasaran Pokok Mengatasi Ketimpangan Pemilikan, Penguasaan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (P4T) dan Kesejahteraan Masyarakat Kepastian hukum hak masyarakat atas tanah Meningkatkan Pelayanan Pertanahan Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum Fokus Prioritas Redistribusi Tanah dan Access Reform Perubahan Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah Percepatan Penyelesaian Kasus-Kasus Pertanahan Kepastian Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Peningkatan Kualitas dan Proporsi SDM Bidang Pertanahan Pencadangan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum Program/ Kegiatan Inventarisasi P4T Redistribusi tanah Penyediaan access reform - Percepatan pembuatan peta dasar pertanahan - Percepatan sertifikasi tanah Pembentukan pengadilan khusus pertanahan Inventarisasi tanah masyarakat hukum adat; Pemetaan Tanah Adat Ulayat; Advokasi masyarakat adat Penerimaan juru ukur Pelaksaan pendidikan dan pelatihan Pembentukan Bank Tanah
TERIMA KASIH 21
L A M P I R A N
Data Ketimpangan Pemilikan, Penguasaan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (P4T) Terdapat 27 juta rakyat tak bertanah dan 56,5% dari mereka memiliki kurang dari 0,5 ha lahan (dibandingkan dengan 40,8% pada 1983). Meningkatnya jumlah petani gurem (near landless) disebabkan pewarisan aturan (fragmentasi tanah) dan penjualan lahan kepada pertanian perkebunan, sehingga area pertanian perkebunan menjadi meningkat dari 5 juta pada tahun 1983 menjadi 11,7 juta pada tahun 2003. (BPS, 2007). Tanah yang diindikasikan Terlantar: 7,15 juta ha (BPN, 2007)
Struktur Penguasaan Tanah Rumah Tangga Pedesaan Jawa 1983 Golongan luas yang dikuasai Rumah Tangga Pedesaan (%) Proporsi Luas Tanah yang Dikuasai Tidak bertanah 0,25 Ha 0,25 0,5 Ha 0,5 Ha + 4,5 juta 4,5 juta 3 juta 3 juta 30% 30% 20% 20% 7,5 jut RTP/50% 20% 3 jut RTP/20% 80% JUMLAH 15 juta 100% Sketsa Struktur Penguasaan Tanah Rumah-Tangga Pedesaan Jawa 2010 (jika struktur 1983 dipertahankan rata-rata luas tiap kelas makin sempit) Golongan luas yang dikuasai Rumah Tangga Pedesaan Jumlah (%) Proporsi Luas Tanah yang Dikuasai Tidak bertanah 9 juta 30% 15 jut/50% 20% 0,25 Ha 0,25 0,5 Ha 0,5 Ha+ 9 juta 6 juta 6 juta 30% 20% 20% 6 jut RTP/20% 80%
Data Kasus Pertanahan Nasional Data BPN mencatat pada tahun 2012 terdapat 7.196 kasus pertanahan yang terdiri atas sengketa, konflik dan perkara. Dari jumlah tersebut, baru 4.291 kasus yang telah diselesaikan. Munculnya kasus-kasus pertanahan nasional yang diliput oleh berbagai media massa pada awal tahun 2012 merupakan akumulasi dari kasus pertanahan yang telah berlangsung lama dan tidak terselesaikan; Kasus Pertanahan di Kabupaten Mesuji-Lampung dan Ogan Komering Ilir-Sumatera Selatan Kasus Pertanahan di Desa Harjokuncaran, Malang Jawa Timur Kasus Pertanahan di Alastlogo, Pasuruan Jawa Timur Permasalahan Tanah Pangkalan Udara Atang Sanjaya, Sukamulya, Bogor Jawa Barat 25
Gambar : Proporsi Kasus Pertanahan Berdasarkan Subjek Sumber: BPN (2012)