Prinsip Perkawinan Menurut Hukum Islam dan Undang-undang No. 1/1974 (Study analisis tentang Monogami dan poligami) Siti Ropiah Abstract: The purpose of this paper to find out what the principles set forth in Islamic law and Law No. 1 of 1974 concerning marriage, and trying to put your about monogamy and polygamy are more proportional. From this paper can be concluded that the principle of marriage according to Islamic law is Monogamy with polygamy as an exception, based on the Qur'an Sura al-nisa verse 3 and 129 which requires fair (justice). The principle of marriage according to Law No. 1 of 1974, under section 3 is open monogamy, which means a permissibility of polygamy on condition that certain conditions as article 4 of Law No.1/1974 Pendahuluan Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh masyarakat sejak jaman dahulu, sekarang, dan masa yang akan dating sampai akhir jaman. Karena itu perkawinan merupakan masalah yang selalu hanyat di kalangan masyarakat dan di dalam percaturan hukum. Kawin adalah perbuatan hukum yang membawa pengaruh sangat besar dan mendalam bagi orang yang melakukan perkawinan sendiri maupun bagi masyarakat dan negara. Perkawinan merupakan suatu hal yang mempunyai akibat yang luas di dalam hubungan hukum antara suami dan isteri. Dengan perkawinan itu timbul suatu ikatan yang berisi hak dan kewajiban. Dalam kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat, adakalanya hak dan kewajiban suami isteri tidak dapat terpenuhi, karena ada hal hal yang di luar kemampuan manusia seperti tidak dapat melayani suami karena terdapat suatu penyakit atau tidak dapat memberikan keturunan karena isteri ternyata mandul. Berdasarkan hal tersebut, maka terjadilah poligami. Dalam Islam masalah poligami diatur dalam surat Annisa ayat 3, yang menyatakan bahwa seorang laki laki diperbolehkan mempunyai isteri lebih dari seorang. Berdasarkan ayat tersebut, yang pengungkapannya diawali dengan kalimat mastna (dua), umumnya masyarakat menganggap bahwa poligami sesuatu yang perlu dilaksanakan karena mencontoh Nabi dan seakan akan poligami menjadi prinsip perkawinan dalam Islam. Sedangkan poligami dalam Undang undang Nomor 1 tahun 1974 diatur dalam pasal 4 yang Maslahah, Vol.2, No. 1, Maret 2011 63
menyatakan bahwa poligami adalah suatu hal yang dibolehkan dengan persayaratan tertentu. Perkawinan poligami terjadi karena salah satu tujuan perkawinan tidak tercapai seperti karena tidak mendapatkan keturunan dari seorang isteri yang dinikahinya, atau justru karena demi tercapainya tujuan perkawinan di satu sisi seperti menyalurkan seksual yang dihalalkan yaitu melalui perkawinan, di sisi lain kebutuhan biologis laki laki yang tidak dapat terpuaskan hanya dengan satu isteri. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui prinsip apa yang diatur dalam hukum Islam dan Undang undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dan berupaya mendudukan tentang monogamy dan poligami. Secara lebih proporsional. Pembahasan 1. Pengertian Perkawinan Menurut hukum Islam perkawinan secara bahasa adalah al-wath I dan addammu wattadakhul yang bermakna bersetubuh, berkumpul dan akad. Adapun perkawinan secara terminology menurut Imam Hanafi adalah akad yang memberi faedah untuk melakukan mut ah secara sengaja. Artinya kehalalan seorang laki laki untuk beristimta dengan seorang wanita selama tidak ada factor yang menghalangi sahnya pernikahan tersebut secara syar I. 1. Menurut Sayuti thalib, perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci, kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki laki dengan sorang perempuan yang 2 membawa pengaruh sangat keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, tenteram dan bahagia. 3 Hazairin menyatakan bahwa inti dari sebuah perkawinan adalah hubungan seksual. Menurutnya tidak ada perkawinan bila tidak ada hubungan seksual. 4 Menurut UU No.1 tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhan Yang Maha Esa. 5 2. Tujuan Perkawinan Tujuan perkawinan menurut hukum Islam sebagai berikut : a. Menyalurkan seksual yang baik b. Mendapatkan keturunan c. Membentuk keluarga sakinah Sedang tujuan perkawinan dalam Undang Undang Perkawinan sebagaimana terdapat dalam pasal 1 ayat 1 UU No.1/1974 adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. 6 64 Maslahah, Vol.2, No. 1, Maret 2011
3. Asas / Prinsip Perkawinan Berbicara monogamy dan poligami, maka tidak lepas dari pembahasan asas atau prinsip perkawinan. Adapun asas atau prinsip perkawinan menurut hukum Islam sebagai berikut : a. Perkawinan berdasar dan untuk menegakkan hukum Allah b. Ikatan perkawinan adalah untuk selamanya c. Suami sebagai kepala rumah tangga, isteri sebagai ibu rumah tangga, masing masing bertanggung jawab. d. Monogami sebagai prinsip, poligami sebagai pengecualian. 7 Dasar hukum perkawinan monogamy dalam Islam didasarkan pada ayat 3 surat Annisa. Di mana dijelaskan bahwa perkawinan menurut Islam harus didasarkan kepada dan untuk menegakkan hukum Allah. Salah satu kewajiban yang harus ditegakkan adalah berlaku adil. Jika sebelum kawin dengan isteri kedua sudah khawatir atau takut tidak akan berbuat adil, maka hendaknya berketetapan hati untuk tetap menjaga ikatan perkawinan dengan seorang wanita saja, karena memang pada dasarnya suruhan untuk mengikat tali perkawinan itu hanya dengan seorang perempuan. 8 Hal ini dibuktikan dengan ayat yang diawali dengan kata mastna atau artinya dua, tetapi diakhiri dengan kalimat fawahidah yang artinya cukup satu dengan penghubung kata fainlam ta dilu yang artinya jika takut tidak berlaku adil. Kalimat yang terdapat dalam ayat 3 surat Annisa itu jelas menyatakan bahwan prinsip perkawinan dalam Islam adalah monogamy, sedangkan poligami merupakan kebolehan yang dibebani syarat yang sangat berat yaitu berlaku adil. Persyaratan poligami didasarkan pada ayat 3 dan 129 surat Annisa yang intinya adalah : a. Harus memiliki dana yang cukup untuk membiayai berbagai keperluan isteri isterinya dan anak anaknya. b. Harus memperlakukan semua isterinya secara adil dalam memenuhi hak hak isteri. 9 Menurut Abdurrahman syarat poligami sebagai berikut : a. Isteri punya penyakit yang sulit disembuhkan b. Isteri mandul c. Isteri sakit ingatan d. Isteri lanjut usia hingga tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai isteri e. Isteri memiliki sifat buruk f. Isteri pergi dari rumah g. Ketika jumlah perempuan terlalu banyak Maslahah, Vol.2, No. 1, Maret 2011 65
h. Kebutuhan biologis suami sepanjang tidak membawa madlarat bagi kehidupannya dan pekerjaannya. 10 Sedangkan asas perkawinan dalam UU No.1/1974 adalah : a. Agama menentukan syahnya perkawinan b. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. c. Monogami terbuka d. Calon suami isteri harus matang jiwa raga e. Mempersukar perceraian f. Hak dan kewajiban suami isteri seimbang. 11 Dalam UU Perkawinan menganut asas monogamy sebagaimana terdapat dalam pasal 3 yang menyatakan Seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Pada bagian lain dinyatakan bahwa dalam keadaan tertentu poligami dibenarkan. Klausul kebolehan pologami dalam UU Perkawinan hanyalah pengecualian 12. Hal tersebut terlihat dari ditentukan alasan alasan untuk poligami pada pasal 4 UU Perkawianan sbb: a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Dengan pasal tersebut di atas yang membolehkan untuk poligami dengan alasan alasan tertentu, jelas bahwa asas yang dianut oleh UU Perkawinan bukan monogamy (terbuka), namun bukan monogamy Mutlak. Poligami ditempatkan pada status hukum darurat atau luar biasa. Di samping itu lembaga poligami tidak semata mata kewenangan penuh suami, tetapi atas dasar izin dari hakim/pengadilan sesuai dengan bunyi pasal 3 ayat 2 UUPerkawinan. Berdasarkan pasal 4 UU Perkawinan di atas, tampak alasan alasan yang bernuansa fisik kecuali alasan ketiga. Terkesan seorang suami tidak memperoleh kepuasan yang maksimal dari isterinya, maka alternatifnya adalah poligami. Namun demikian ternyata UU Perkawinan juga memuat syarat syarat kebolehan poligami sebagaimana terdapat dalam pasal 5 ayat 1 sbb : a. Adanya persetujuan dari isteri b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri isteri dan anak anaknya. c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri isteri dan anak anaknya. Kesimpulan Berdasarkan Uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut : 66 Maslahah, Vol.2, No. 1, Maret 2011
1. Prinsip perkawinan menurut hukum Islam adalah Monogami dengan poligami sebagai pengecualian, berda-sarkan ayat 3 dan 129 surat annisa yang mensyaratkan berlaku adil. 2. Prinsip perkawinan menurut Undang Undang nomor 1 tahun 1974, berdasarkan pasal 3 adalah monogami terbuka, yang berarti poligami suatu kebolehan dengan syarat syarat tertentu sebagaimana pasal 4 UU No.1/1974 Daftar Rujukan Abdurrahman al-jaziri, Kitab Ala Madzahibul arba ah (t.tp Dar Ihyaaluras Al-Arabi, 1986), Juz IV Abdurahman I Doi, Penjelasan Lengkap Hukum Hukum Allah / Syariah, Jakarta: Rajawali Pers, 2002. Ahmad Mustafa al-maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang: Toha Putra, 1974. Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004. Ahmad sukarja dan bakri A rahman, Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam, UU Perkawinan dan BW, Jakarta: Hidakarya Agung, 1981. Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional Indonesia, Jakarta: Tintamas 1981. Idris Romulyo, Hukum Perkawinan Islam: Suatu analisis dari UU No.1/1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta : Bumi Aksara 1996. Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional Indonesia, Jakarta: Tintamas 1981. UU No.1/1974 ) Endnotes 1. Abdurrahman al-jaziri, Kitab Ala Madzahibul arba ah (t.tp : Dar Ihyaal-uras Al-Arabi, 1986 ) Juz IV h. 3 2. Idris Romulyo, Hukum Perkawinan Islam: Suatu analisis dari UU No.1/1974 dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta : Bumi Aksara 1996), h. 2 3. Hazairin, Hukum Kekeluar-gaan Nasional Indonesia, (Jakarta : Tintama, 1961), h. 61 4. UU No.1/1974 ) 5. Ibid, h. 6. Kamal mukhtar, Asas asas hukum Islam dalam Perkawinan, (Jakarta : Bulan Bintang 1974), h. 15 7. Ahmad sukarja dan bakri A rahman, Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam, UU Perkawinan dan BW, Jakarta: Hidakarya Agung, 1981), h.8 8. Ahmad Mustafa al-maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang: Toha Putra, 1974), h. 326 9. Abdurahman I Doi, Penjelasan Lengkap Hukum Hukum Allah / Syariah, Jakarta: Rajawali Pers, 2002), h. 193 10. Ahmad sukarja, Opcit, h.9 11. Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004, h.161 Maslahah, Vol.2, No. 1, Maret 2011 67
2 68 Maslahah, Vol.2, No. 1, Maret 2011