BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

ANALISIS EVEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PADANG PANJANG PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum pada Undang-Undang. Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. Masalah perpajakan di Indonesia bukan menjadi persoalan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup. Pelaksanaan pembangunan nasional berkaitan. dalam memperlancar pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah di daerah, dapat diperoleh dari hasil penerimaan suatu daerah atau dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengakibatkan banyak dampak bagi daerah, terutama terhadap kabupaten dan kota. Salah satu dampak otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah kemandirian daerah dalam pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan pendapatan daerah guna membiayai operasional pemerintahan daerah. Desentralisasi fiskal merupakan kebijakan yang ditempuh pemerintah pusat dalam rangka memberikan ruang bagi pemerintah daerah (Pemda) untuk mendorong pembangunan daerah setempat. Untuk itu, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya. Potensi daerah merupakan motor penggerak roda perekonomian daerah. Desentralisasi fiskal ini ditandai dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. Potensi yang dimiliki daerah dapat mempengaruhi penerimaan daerah. Penerimaan daerah diklasifikasikan menjadi dua yaitu pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan (UU No. 33 Tahun 2004). Pendapatan daerah terdiri atas: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan 1

peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pembiayaan merupakan setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan ini terdiri atas: sisa lebih perhitungan anggaran Daerah, penerimaan Pinjaman Daerah, Dana Cadangan Daerah, dan hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan. Pajak merupakan salah satu penerimaan daerah yang sangat penting artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan pembagunan daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Menurut Siahaan (2005) pajak didefinisikan sebagai pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dan terutang bagi yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Menurut lembaga pemungutnya pajak dibagi menjadi dua yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik pemerintah daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (kabupaten dan kota) dan digunakan untuk rumah tangga daerah masing-masing. Selain itu, Pajak Daerah juga merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang digunakan untuk membangun daerah itu sendiri. Pajak Daerah terdiri dari : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak 2

Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Tabel 1.1 Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Bintan No. 1 2 3 4 Jenis PAD 2011 2012 2013 2014 Pajak Daerah 107.697.659.311,96 108.758.174.413,11 103.498.450.682,70 146.315.996.740,77 Retribusi Daerah 4.093.814.034,26 6.815.075.635,00 7.529.058.472,91 12.979.651.973,09 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 5.252.730.714,00 4.666.718.216,00 7.551.057.329,00 11.240.195.772,00 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 19.188.721.551,00 16.003.780.356,76 17.969.357.258,92 20.574.931.876,39 Total Pendapatan Asli daerah 136.232.925.611,22 136.243.748.620,87 136.547.923.743,53 191.110.776.362,25 Sumber: DPPKD Kabupaten Bintan Berdasarkan laporan realisasi pendapatan daerah, Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bintan tahun 2011-2014 mengalami peningkatan. PAD tahun 2012 mengalami peningkatan dari tahun 2011 sebesar 0,01% atau Rp. 10.823.009,65. Pada tahun 2013 mengalami peningkatan tahun 2012 yaitu sebesar 0,22% atau Rp. 304.175.122,66 dan pada tahun 2014 meningkat lagi sebesar 39,96% atau Rp. 54.562.852.618,72. Meskipun PAD Kabupaten Bintan meningkat dari tahun ke tahun, komponen di dalam PAD cenderung berfluktuasi ini terlihat pada penerimaan masing-masing komponen PAD. Pendapatan Pajak Daerah mengalami fluktuasi selama tahun 2011-2014. Pajak Daerah pada tahun 2012 mengalami peningkatan dari tahun 2011 yaitu sebesar 0,98 % atau sebesar Rp. 1.060.515.101,15, pada tahun 2013 mengalami penurunan dari tahun 2012 yaitu sebesar 4,84% atau sebesar Rp. 3

(5.259.723.730,41). Dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 41,37 % atau Rp.42.817.546.058,07. Komponen PAD lainnya seperti Retribusi, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah juga mengalami fluktuasi. Selain itu, berdasarkan laporan realisasi penerimaan PAD dapat kita ketahui bahwa peningkatan PAD yang cukup besar dipengaruhi oleh peningkatan Pajak Daerah, dan diikuti oleh Lain-lain PAD yang Sah yang juga memberi sumbangan yang cukup besar. Lain-lain PAD yang Sah diperoleh dari hasil pejualan aset daerah yang tidak dipisahkan, penerimaan jasa giro, pendapatan bunga deposito, komisi, potongan, dan selisih nilai tukar rupiah, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan dari pengembalian, dan penerimaan lain-lain serta pendapatan denda hasil penjualan aset daerah yang tidak terpisahkan. Selanjutnya PAD didukung oleh retribusi daerah dan sumbangan terkecil yang diterima PAD adalah dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pajak Daerah merupakan komponen PAD yang memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan PAD Kabupaten Bintan. Kontribusi pajak daerah yang diberikan selama empat tahun terakhir lebih dari 75 % setiap tahunnya terhadap total pendapatan asli daerah. Oleh karena itu, potensi pajak daerah perlu dilihat lebih lanjut. Pajak Daerah yang menjadi sumber penerimaan PAD Kabupaten Bintan terdiri dari 11 jenis pajak diantaranya Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan Jalan; Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; Pajak Parkir; Pajak Air Tanah; Pajak Sarang Burung Walet; Pajak 4

Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Penelitian Haryani (2013) membahas permasalahan kontribusi, elastisitas, efisiensi, dan efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Bireuen dari tahun 2000-2010. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa pemungutan Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Bireuen memberikan kontribusi yang kecil baik terhadap Pajak Penerangan Jalan maupun terhadap Pendapatan Asli Daerah. Pajak Penerangan Jalan bersifat elastis terhadap PDRB. Efisiensi pemungutan Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Bireuen secara umum sangat efisien dengan dengan nilai rata-rata 42,74 persen pertahun. Hal ini dikarenakan pemungutan pajaknya relatif mudah karena pembayarannya bersamaan dengan pembayaran rekening listrik. Sementara tingkat efektivitas pajak ini masih rendah karena pada tahun tertentu penerimaannya masih jauh di bawah target yang telah ditetapkan. Taluke (2013) melakukan penelitian mengenai kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Halmahera Barat. Dalam hasil penelitiannya, Taluke menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah sangat bergantung pada pada penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dengan kontribusi Pajak Daerah rata-rata pada tahun 2007-2011 adalah sebesar 17,58%, dan kontribusi Retribusi Daerah rata-rata adalah sebesar 34,24%. Selanjutnya, Putra, dkk (2014) membahas efektivitas penerimaan kontribusi Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Blitar. Dari hasil penelitianya menunjukkan bahwa tingkat efektivitas penerimaan Retribusi Daerah berdasarkan jenis-jenisnya selama periode 2008-2012 secara keseluruhan 5

sudah efektif. Tetapi, kontribusi Retibusi Daerah tehadap PAD selama periode tersebut masih kurang. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat dan kepatuhan wajib retribusi dalam memenuhi kewajiban retribusi serta kurangnya kinerja pemerintah dalam meningkatkan retribusi daerah. Kontribusi rata-rata yang diberikan Pajak Daerah Kabupaten Bintan lebih dari 75 persen setiap tahunnya terhadap PAD menjadi komponen terbesar PAD Kabipaten Bintan. Hal ini menyebabkan Pajak Daerah menarik untuk diteliti, ini terbukti dengan banyaknya penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya. Penelitian ini menganalisis Pajak Daerah Kabupaten Bintan dilihat dari trend, laju pertumbuhan, dan efektivitas Pajak Daerah serta kontribunya terhadap Pendapatan Asli Daerah pada periode 2011-2014. 6

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan (Trend) dan laju pertumbuhan masing-masing Pajak Daerah Kabupaten Bintan periode 2011-2014? 2. Bagaimana efektivitas masing-masing Pajak Daerah Kabupaten Bintan periode 2011-2014? 3. Bagaimana kontribusi masing-masing Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bintan periode 2011-2014? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisa perkembangan (trend) dan laju pertumbuhan masingmasing Pajak Daerah Kabupaten Bintan periode 2011-2014. 2. Untuk menganalisa efektivitas masing-masing Pajak Daerah Kabupaten Bintan periode 2011-2014. 3. Untuk menganalisa kontribusi masing-masing Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bintan periode 2011-2014. 7

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Penulis Penyususan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master dalam Program Pascasarjana di Universitas Andalas dan agar penulis dapat memahami permasalahan yang diambil sehingga bisa menjadi pengetahuan baru dan pengalaman teoritis yang bermanfaat di kemudian hari. 2. Bagi Instansi Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi Pemerintah Kabupaten Bintan, khususnya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah. Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan, efektivitas dan kontribusi Pajak Daerah Kabupaten Bintan, dalam upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bintan. 3. Bagi Pembaca Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam akuntansi sektor publik melalui pengembangan akuntansi pemerintahan yang selanjutnya dituangkan dalam penelitian lain yang relevan. 8

1.5 Sistematika Penulisan berikut: Secara garis besar penulisan tesis ini terdiri dari bagian-bagian sebagai Bab I. Pendahuluan yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan. Bab II. Tinjauan pustaka yang memuat konsep-konsep dan teori-teori yang menjadi landasan penelitian dari berbagai literatur yang relevan, yang mengemukakan berbagai pendapat dan pernyataan para pakar dan ilmuan. Selain itu, bab ini juga terdapat hasil penelitian terdahulu dan informasi lain yang mendukung penelitian serta teknik analisis Pajak Daerah. Bab III. Metoda penelitian yang menjelaskan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis penelitian, jenis dan sumber data yang digunakan, metode pengumpulan data, populasi dan sampel, serta pengolahan dan perhitungan data. Bab IV. Hasil dan pembahasan yang menguraikan pembahasan hasil analisis data yang telah dilakukan sehingga dapat diketahui perkembangan (trend), laju pertumbuhan, dan efektivitas masing-masing Pajak Daerah serta kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah dan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bintan melalui Pajak Daerah. Bab V. Kesimpulan, saran dan implementasi memaparkan kesimpulan dari hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian dan memberikan saran kepada Pemerintah Kabupaten Bintan serta implikasinya ke depan. 9