I. PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
V. KESIMPULAN DAN SARAN. implementasi kebijakan RSBI di Propinsi DKI Jakarta. Berdasarkan penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan praktik penyelenggaraan dari Sekolah Bertaraf Internasional

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia. tahun 1945 menyatakan bahwa, salah satu tujuan Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM). Untuk itu perlu langkah strategis pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. khususnya kebutuhan akan pendidikan sebagai suatu investasi. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. awal untuk meningkatkan sumber daya manusia. adalah satu bidang yang tidak mungkin bisa lepas dari kemajuan IPTEK, maka

BAB I PENDAHULUAN. perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi menuju kearah yang lebih

SEKOLAH DASAR NEGERI BERTARAF INTERNASIONAL DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4 menyatakan negara bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sangat ketat dalam segala aspek kehidupan. Menurut Zuhal (Triwiyanto,

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang Refleksi Program Rintisan

BAB I PENDAHULUAN. manajemen, dan sumber daya manusia (SDM). Untuk memenuhi hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan berkualitas merupakan suatu hal yang sangat diharapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

LANDASAN DAN PENTAHAPAN PERINTISAN SBI. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional

BAB II LANDASAN TEORI

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keterkaitan secara sinergis, antara lain kebijakan, kurikulum, tenaga pendidik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan

Optimalisasi Program Kemitraan RSBI dengan PT dalam Rangka Menuju SBI Mandiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI)

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan Alam (MIPA) dan Teknologi Informasi dan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi yang melanda dunia membawa berbagai konsekuensi logis bagi

memberikan jaminan mutu pendidikan dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Nasional Pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 KONTRIBUSI LITERASI SAINS DAN KORELASINYA TERHADAP PERILAKU SEHAT SISWA SEKOLAH LANJUTAN ATAS KELAS X

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. saing secara nasional dan sekaligus internasional pada jenjang pendidikan dasar

BAB I PENDAHULUAN. nilai inti untuk memahami pembangunan yang paling hakiki antara lain

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, hipotesis dan definisi operasional yang

BAB I PENDAHULUAN. dunia menjadi tanpa batas, kemajuan iptek serta aplikasinya terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

PENGEMBANGAN KURIKULUM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (STUDI DI SMP NEGERI 3 PETERONGAN JOMBANG)

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

Bab 1 Pendahuluan. Gambar 1.1 Peta Dunia Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (2004). menengah. tinggi. data ( ) rendah (

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa, seorang anak

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Indeks Pembangunan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan Sekolah Standar Nasional (SSN) menjadi Sekolah Rintisan. daya saing bangsa Indonesia di forum internasional.

ANALISIS PENGARUH BEBAN KERJA DAN KOMPENSASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA GURU SMP NEGERI SRAGEN (Studi Kasus di SMP Negeri 5 Sragen)

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dan kota di

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan manusia menghadapi masa depan agar bisa hidup lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembangunan. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur terpenting dalam

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya wajib dilaksanakan. globalisasi, maka pendidikan juga harus mampu menjawab kebutuhan

PENDIDIKAN DI INDONESIA DALAM HUMAN DEVELOPMENT INDEX (HDI) YULIANI *) *) Dosen STKIP PGRI Tulungagung

Lokasi: Dermaga Desa Kota Batu, Kec.Warkuk Ranau Selatan. suatu paradigma yang menempatkan manusia sebagai titik

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah memberikan kontribusi yang besar dalam membangun

PENERAPAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL DI INDONESIA. Oleh Judyanto Sirait (Fisika, PMIPA, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di segala bidang yang dilakukan pemerintah bersama

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan memiliki peran yang sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana. pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur ditempatkan sebagai sector vital dalam proses mencapai

BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB II LANDASAN PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BABI PENDAHULUAN. Pengembangan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) berhubungan erat

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar

BAB I PENDAHULUAN. untuk menggerakan seluruh kegiatan dan menentukan keberhasilan kegiatan

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA PENDIDIKAN ASING. Direktorat Jenderal Mandikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 dikenal dengan abad pengetahuan. Pengetahuan menjadi landasan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

mengembangkan Sekolah Bertaraf Internasional (Septikasari, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. analisis data yang telah dikemukakan pada Bab I, II, III, dan IV, maka beberapa

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat.

KEWENANGAN PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN RSBI/SBI menurut PP No 17/2010

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bermutu yang didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia

IMPLEMENTASI PROGRAM RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) DI KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini, Human Development Index (HDI) atau yang lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan sebuah tolak ukur yang digunakan untuk menilai klasifikasi setiap negara. HDI adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara di seluruh dunia. HDI mengukur peringkat suatu negara dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan ekonomi. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang, atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Human Development Report (HDR) yang diterbitkan setiap tahun oleh United Nations Development Programme (UNDP) merupakan laporan yang memotret dan memberikan peringkat perkembangan pembangunan negara-negara di dunia. Indonesia termasuk satu dari 187 negara-negara yang dilaporkan dalam HDR tersebut.

2 Peringkat perkembangan pembangunan manusia dalam HDR dikategorikan kedalam empat kelompok, yaitu: Very High Human Development (kelompok Negara berperingkat pembangunan sangat tinggi, 1 47), High Human Development (kelompok negara berperingkat pembangunan manusianya tinggi, 48 94), Medium Human Development (kelompok negara berperingkat pembangunan manusianya sedang, 95 141), dan Low Human Development (kelompok negara berperingkat pembangunan manusianya rendah, 142 187). (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/indeks_pembangunan_manusia/, diakses pada tanggal 21 Oktober 2012) Peringkat Indonesia dalam HDR selama 11 tahun (1999 2010) selalu berada pada peringkat 102 hingga 112. Sehingga Indonesia masuk kedalam kategori Medium Human Development. Peringkat terbaik dicapai oleh Indonesia pada tahun 2001, yaitu peringkat 102 dan tahun 1999 dengan peringkat 105. Sedangkan peringkat terburuk terjadi pada tahun 2003, yaitu peringkat ke-112. (Sumber: HDR 2011, UNDP) Berdasarkan HDR yang dikeluarkan pada November tahun 2011 lalu, Indonesia menempati posisi 124, dengan umur harapan hidup yaitu 69,4 tahun, income percapita sebesar US$ 3716, dan jumlah penduduk yang dihitung sebanyak 242,3 juta jiwa. Secara garis besar, untuk Asia-Pasifik, HDI Indonesia menempati posisi ke-12 dari 21 negara. Nilai HDI pada tahun 2011 adalah 0,617 sedangkan di tahun 2010 adalah 0,600. Pada dasarnya, hal ini menunjukkan bahwa tingkat HDI Indonesia secara umum mengalami peningkatan. Namun, perkembangan pembangunan Indonesia mengalami penurunan, yaitu berada di peringkat 124.

3 Padahal, pada tahun 2010 Indonesia berada di peringkat 108. (Sumber: http://www.thejakartapost.com/news/2011/11/02/indonesia-ranks-124th-2011- human-development-index.html/, diakses pada tanggal 23 Oktober 2012) Tabel 1. Perkembangan Peringkat Human Development Indeks Indonesia Tahun Peringkat HDI Indonesia 1999 105 2000 109 2001 102 2002 110 2003 112 2004 111 2005 110 2006 106 2007 107 2008 107 2009 111 2010 108 2011 124 2012 121 Sumber: UNDP, HDR 1999-2012 yang telah diolah Perubahan peringkat dari 108 menjadi 124 ini menunjukkan bahwa pembangunan manusia di Indonesia mengalami perlambatan dibandingkan negara-negara lain. Derajat kesejahteraan masyarakat Indonesia mengalami penurunan secara drastis, hal ini ditunjukkan dari usia harapan hidup (life expectancy at birth). HDR 2010 menunjukkan usia harapan hidup masyarakat Indonesia adalah 71,5 tahun, sedangkan HDR pada tahun 2011 menunjukkan usia harapan hidup masyarakat Indonesia berada di usia 69,4 tahun. Menurunnya peringkat Indonesia tersebut, khususnya di bidang pendidikan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sekolah-sekolah di Indonesia belum dapat bersaing dalam tingkat internasional. Padahal, pendidikan merupakan sebuah langkah awal bagi generasi penerus bangsa untuk menerima pengetahuan

4 guna menghasilkan sumber daya manusia yang mampu dan siap melaksanakan pembangunan Indonesia dikemudian hari. Melihat kenyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa titik terlemah pembangunan Indonesia berada di sektor pendidikan. Kinerja tertinggi bidang pendidikan di ASEAN diraih oleh Malaysia, yang rata-rata penduduknya mampu menempuh jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ke atas. Sedangkan penduduk Indonesia rata-rata hanya mampu mendapatkan pendidikan hingga lulus Sekolah Dasar (SD) saja. Padahal, yang dibicarakan dalam hal ini hanya dilihat dari sisi kuantitas, bukan kualitas. Dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih belum bisa bersaing dengan dunia internasional. Melihat fenomena tersebut, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang ada di Indonesia. Berbagai kebijakan maupun program dibuat dan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Kepedulian pemerintah dalam mewujudkan pendidikan yang lebih berkualitas diawali dari adanya program pendidikan yang bermutu. Salah satu kebijakan tersebut adalah adanya program pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun. Program Wajib Belajar 9 Tahun dicanangkan pada tahun 1994 yang merupakan kelanjutan dari program Wajib Belajar 6 Tahun. Sejak tahun 1984, pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun sudah ditetapkan. Namun, pada waktu itu pendidikan belum bisa dinikmati oleh seluruh anak Indonesia. Hal ini dikarenakan akses ekonomi masyarakat Indonesia yang belum mencukupi untuk bisa mendapat pendidikan hingga sembilan tahun. Padahal, pendidikan sesungguhnya adalah

5 komitmen antara pemerintah dan masyarakat, seperti yang tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 bahwa tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun sejalan dengan semangat untuk membebaskan bangsa Indonesia dari kebodohan dan kemiskinan. Bahkan, program Wajib Belajar 9 Tahun mengakomodir semangat pendidikan secara internasional. Pengakuan bahwa pendidikan merupakan hak setiap umat manusia termuat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang pada pasal 26 ayat (1) berbunyi Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang dan pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama, berdasarkan kepantasan. Namun, program tersebut pada saat implementasinya ternyata tidak dapat berjalan sesuai dengan harapan pemerintah. Masih banyak anak-anak di Indonesia yang belum merasakan indahnya pendidikan selama sembilan tahun. Hal ini dikarenakan biaya pendidikan yang terbilang cukup mahal bagi kalangan menengah ke bawah. Untuk menyiasati hal tersebut, pemerintah menggalakkan program dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) untuk SD dan SMP Negeri. Dengan adanya dana BOS ini, diharapkan tujuan pemerintah untuk mengatasi permasalahan pendidikan yang masih minim dapat teratasi. Setelah dijalankannya program wajib belajar, pemerintah kembali membuat kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sekolah-sekolah di Indonesia. Sehubungan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan, Undang-

6 undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 50 ayat (3) yang berbunyi Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan yang akan dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf Internasional. Dengan adanya landasan tersebut, pemerintah Indonesia membuat Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Kebijakan ini dibuat dalam rangka peningkatan mutu sekolah dan lulusannya agar dapat bersaing di dunia internasional. Pelaksanaan kebijakan SBI pada dasarnya merupakan strategi alternatif perbaikan mutu pendidikan dalam memenuhi hak tiap warga negara sesuai amanat Undangundang untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Kebijakan SBI ini juga merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk memeratakan mutu sekolah yang ada di seluruh penjuru tanah air dengan maksud untuk meningkatkan daya saing lulusan-lulusan sekolah itu sendiri. Penyelenggaraan kebijakan ini dapat mendorong setiap sekolah yang menerapkan kebijakan ini dapat mengembangkan keunggulan dari potensi yang dimiliki sekolah itu sendiri. Sekolah Berstandar Internasional itu sendiri adalah sekolah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan yang diperkaya dengan keunggulan mutu tertentu yang berasal dari negara anggota Organization for Economic Co-operation & Development (OECD) atau negara maju lainnya. (Sumber: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 78 Tahun 2009) Kebijakan SBI sudah mulai diimplementasikan sejak tahun 2006. Namun, kebijakan ini tidak dapat langsung diterapkan dalam sebuah sekolah melainkan

7 harus terlebih dahulu melalui tahapan, mulai dari Sekolah Standar Nasional (SSN) yang kemudian berlanjut menjadi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan pada akhirnya dapat dikatakan sebagai Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Kebijakan RSBI merupakan suatu permulaan bagi sekolah agar dapat dikatakan sebagai sekolah dengan gelar SBI. Pada dasarnya, kebijakan mengenai pelaksanaan RSBI memiliki acuannya yang sama dengan kebijakan SBI, karena kebijakan RSBI merupakan bagian dari kebijakan SBI. Kebijakan tersebut telah diatur oleh pemerintah dalam Permendiknas Nomor 78 Tahun 2009 yang di dalamnya terdapat aturan mengenai pelaksanaan sekolah untuk kemudian dapat menjadi SBI. Sekolah-sekolah RSBI memiliki cara masing-masing untuk meningkatkan mutu dan kualitasnya sehingga sekolah tersebut layak untuk dinyatakan sebagai SBI. Oleh karena itu, pelaksanaan kebijakan SBI yang pada saat ini masih berada pada tahap RSBI, menjadi hal yang penting bagi kemajuan sekolah tersebut. Masingmasing sekolah memiliki cara unuk melaksanakan kebijakan ini sesuai dengan potensi yang terdapat dalam sekolah itu sendiri, namun tetap mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam aturannya yang terdapat dalam Permendiknas Nomor 78 Tahun 2009. Selain itu, penyelenggaraan RSBI juga mengikuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Dengan

8 demikian, implementasi kebijakan RSBI dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah. Pada saat ini, banyak sekolah-sekolah yang telah menjadi RSBI. Data hingga tahun 2012 menyatakan bahwa SMA RSBI yang ada di seluruh Indonesia saat ini mencapai 357 sekolah, dengan rincian 301 SMA Negeri dan 56 SMA Swasta. Data ini sudah banyak meningkat sejak pertama kali dicetuskannya kebijakan pemerintah tentang SBI pada tahun 2006 lalu, yaitu sebanyak 100 sekolah, baik SMA Negeri dan Swasta se-indonesia. (Sumber : Dit. PSMA Kemendikbud) Sesuai dengan judul dari penelitian ini, peneliti mengambil contoh implementasi kebijakan RSBI di dua sekolah yang bertempat di Propinsi DKI Jakarta. Agar lebih spesifik, daftar secara rinci mengenai SMA RSBI yang ada di Propinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2. Daftar SMA RSBI di Propinsi DKI Jakarta No. Nama Sekolah Kabupaten/Kota Tahun Penetapan 1 SMA Negeri 68 Jakarta Kota Administrasi Jakarta 2006 Pusat 2 SMA Negeri 13 Jakarta Kota Administrasi Jakarta Utara 2006 3 SMA Negeri 78 Jakarta Kota Administrasi Jakarta Barat 2006 4 SMA Negeri 8 Jakarta Kota Administrasi Jakarta Selatan 2006 5 SMA Negeri 70 Jakarta Kota Administrasi Jakarta Selatan 2006 6 SMA Islam Al Azhar 1 Kota Administrasi Jakarta Selatan 2006 Jakarta 7 SMA Labschool Jakarta Kota Administrasi Jakarta Timur 2006 8 SMA Negeri 81 Jakarta Kota Administrasi Jakarta 2006 Timur 9 SMA Negeri 28 Jakarta Kota Administrasi Jakarta Selatan 2007 10 SMA Negeri 61 Jakarta Kota Administrasi Jakarta Timur 2007 11 SMA Islam Al Azhar Kota Administrasi Jakarta Utara 2007 Kelapa Gading 12 SMA Negeri 3 Jakarta Kota Administrasi Jakarta Selatan 2009 13 SMA Negeri 21 Jakarta Kota Administrasi Jakarta Timur 2009 14 SMA Jubilee Kota Administrasi Jakarta Utara 2010 Sumber: Dit. PSMA Kemendikbud, 2012

9 Keberhasilan kebijakan RSBI dapat dilihat dari meningkatnya standar pendidikan Indonesia, seperti sarana dan prasarana yang menjadi jauh lebih baik, standar kelulusan SMA yang meningkat, dan juga tingginya passing grade untuk masuk ke SMA RSBI tersebut. Dapat dilihat pula dari kemajuan setiap SMA RSBI yang banyak memenangkan olimpiade-olimpiade yang diadakan baik di tingkat regional, nasional, bahkan internasional. Tingkat penerimaan siswa di berbagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) juga menjadi salah satu indikator keberhasilan dari implementasi RSBI tersebut. Kebijakan RSBI ini juga menimbulkan banyak kontra dengan alasan kebijakan ini dirasa lebih banyak memiliki kegagalan dibanding dengan keberhasilan. Kegagalan dari kebijakan ini antara lain, kebijakan RSBI dianggap tidak sesuai dengan Pancasila karena menggunakan bilingual dalam kegiatan belajarmengajarnya, biaya yang terlalu mahal sehingga dianggap tidak sesuai dengan amanat Undang-undang yang menginginkan pendidikan harus diterapkan kepada seluruh lapisan sosial, dan memiliki konsep yang kurang matang. Pada dasarnya, munculnya keberhasilan dan kegagalan seperti di atas tergantung pada bagaimana sekolah menerapkan kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah guna memperbaiki mutu pendidikan yang ada di Indonesia. Sehingga kebijakan yang saat ini sedang diimplementasikan tidak menjadi sebuah kebijakan sia-sia yang melanggar amanat Undang-undang Dasar 1945. Implementasi kebijakan di setiap daerah akan berbeda-beda sesuai dengan kebijakan yang daerah tersebut. Setiap Dinas Pendidikan mempunyai kebijakan untuk mengimplementasikan kebijakan RSBI tersebut agar dapat mencapai

10 tujuan. Setiap sekolah juga memiliki strategi masing-masing dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut. Kebijakan RSBI di Propinsi DKI Jakarta sudah dimulai sejak tahun 2006. Hingga saat ini, SMA RSBI di Propinsi DKI Jakarta ada 14 sekolah dengan rincian 10 SMA Negeri dan empat SMA Swasta. Kebijakan ini pada awalnya hanya berupa pemberian predikat kepada sekolah-sekolah yang sebelumnya telah ditetapkan menjadi SSN. Dengan adanya SMA RSBI, daftar sekolah unggulan yang ada di Jakarta juga semakin terlihat. Sekolah yang berpredikat sebagai RSBI diasumsikan menjadi sekolah unggulan dan selalu menjadi favorit bagi para lulusan-lulusan SMP. Berbagai prestasi juga diukir oleh siswa sebagai bentuk dari implementasi kebijakan RSBI yang berusaha unggul di setiap bidang. Sebagai kota besar, Jakarta sering dijadikan teladan bagi kota-kota lain sehingga studi-studi banding sering sekali. Studi banding dilakukan dengan tujuan untuk memahami apa strategi dibalik keberhasilan Jakarta, khususnya di bidang pendidikan. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai implementasi kebijakan RSBI di SMA-SMA Negeri yang telah RSBI di Propinsi DKI Jakarta. Dalam implementasi kebijakan, pasti ada faktor-faktor dan kendalakendala yang mempengaruhi mengapa kebijakan tersebut berjalan atau tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk memahami bagaimana implementasi kebijakan RSBI, maka penelitian ini dilakukan bukan hanya pada satu sekolah saja, melainkan di dua sekolah yang ada di Propinsi DKI Jakarta. Penelitian ini konteksnya adalah memfokuskan pada

11 perbandingan implementasi kebijakan RSBI di masing-masing sekolah. Pada akhirnya, penelitian ini akan diharapkan dapat dijadikan masukan agar masingmasing sekolah dapat mengimplementasikan kebijakan RSBI dengan lebih baik. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang ada dalam latar belakang, maka permasalahan yang timbul adalah : 1. Bagaimanakah implementasi kebijakan RSBI di SMA Negeri yang ada di Propinsi DKI Jakarta, studi komparasi pada SMA Negeri 68 Jakarta dan SMA Negeri 81 Jakarta? 2. Apasajakah kendala-kendala yang mempengaruhi implementasi kebijakan RSBI di SMA Negeri di Jakarta, studi komparasi pada SMA Negeri 68 Jakarta dan SMA Negeri 81 Jakarta? C. Tujuan Penelitian Setiap penelitian dari sebuah fenomena atau masalah pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai, karena dengan adanya tujuan tersebut penelitian akan dapat memberikan manfaat yang sesuai dengan harapan peneliti. Oleh karena itu, tujuan peneliti melakukan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui implementasi kebijakan RSBI di SMA Negeri di Jakarta, studi komparasi pada SMA Negeri 68 Jakarta dan SMA Negeri 81 Jakarta serta membandingkannya sesuai dengan kajian Ilmu Administrasi Negara. 2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa sajakah yang mempengaruhi implementasi kebijakan RSBI di SMA Negeri di Jakarta, studi komparasi pada SMA Negeri 68 Jakarta dan SMA Negeri 81 Jakarta.

12 D. Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini, peneliti berharap akan adanya manfaat yang dapat diambil baik bagi peneliti maupun masyarakat. Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua bentuk, yaitu : 1. Teoritis Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan secara lebih mendalam mengenai implementasi sebuah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, yang dalam hal ini berupa kebijakan dalam bidang pendidikan, yaitu kebijakan RSBI. 2. Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai kebijakan RSBI dan implementasinya selama ini sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran, baik bagi pihak pemerintah maupun pihak sekolah di kedua sekolah tersebut dalam rangka meningkatkan kualitas kebijakan tentang pendidikan yang akan dilakukan selanjutnya di Indonesia pada umumnya dan di Propinsi DKI Jakarta pada khususnya sehingga kedepannya dapat meningkatkan kualitas dan standar nasional pendidikan.