Berkala Fisika ISSN : Vol. 16, No. 4, Oktober 2013, hal

dokumen-dokumen yang mirip
Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 4, No. 1, Januari 2015, Hal

Prediction of 2D Isodose Curve on Arbitrary Field Size in Radiation Treatment Planning System (RTPS)

KOREKSI KURVA ISODOSIS 2D UNTUK JARINGAN NONHOMOGEN MENGGUNAKAN METODE TAR (TISSUE AIR RATIO)

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu bentuk pemanfaatan radiasi pengion adalah untuk terapi atau yang

Jumedi Marten Padang*, Syamsir Dewang**, Bidayatul Armynah***

Correction of 2D Isodose Curve on the Sloping Surface using Tissue Air Ratio (TAR) Method

PENGARUH BLOK INDIVIDUAL BERBAHAN CERROBEND PADA DISTRIBUSI DOSIS SERAP BERKAS FOTON 6 MV LINEAR ACCELERATOR (LINAC)

VERIFIKASI BERKAS ELEKTRON PESAWAT LINEAR ACCELERATOR (LINAC) DENGAN VARIASI ENERGI PADA WATER PHANTOM Raden Asrisal, Syamsir Dewang, Dahlang Tahir

PROFIL BERKAS SINAR X LAPANGAN SIMETRIS DAN ASIMETRIS PADA PESAWAT LINAC SIEMENS PRIMUS 2D PLUS

Jusmawang, Syamsir Dewang, Bidayatul Armynah Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin

ANALISIS POSISI DETEKTOR TERHADAP STEM EFFECT DAN DOSIS RELATIF UNTUK DOSIMETRI PESAWAT LINAC 6 MV

Analisis Pengaruh Sudut Penyinaran terhadap Dosis Permukaan Fantom Berkas Radiasi Gamma Co-60 pada Pesawat Radioterapi

Pengaruh Ketidakhomogenan Medium pada Radioterapi

ANALISA DOSIS RADIASI KANKER MAMMAE MENGGUNAKAN WEDGE DAN MULTILEAF COLLIMATOR PADA PESAWAT LINAC

ANALISIS DOSIS SERAP RADIASI PADA PERBEDAAN DIMENSI DAN BENTUK LAPANGAN PENYINARAN BERKAS RADIASI FOTON 6 MV

BAB 1 PENDAHULUAN. radionuklida, pembedahan (surgery) maupun kemoterapi. Penggunaan radiasi

Analisis Perubahan Kurva Percentage Depth Dose (PDD) dan Dose Profile untuk Radiasi Foton 6MV pada Fantom Thoraks

ANALISIS PERHITUNGAN DOSIS SERAP TERAPI ROTASI DENGAN METODE TISSUE PHANTOM RATIO (TPR) PADA LINEAR ACCELERATOR (LINAC) 6 MV

ANALISIS KARAKTERISTIK PROFIL PDD (PERCENTAGE DEPTH DOSE) BERKAS FOTON 6 MV DAN 10 MV

ANALISA KURVA PERCENTAGE DEPTH DOSE (PDD) DAN PROFILE DOSE UNTUK LAPANGAN RADIASI SIMETRI DAN ASIMETRI PADA LINEAR ACCELERATOR (LINAC) 6 DAN 10 MV

ANALISIS HASIL PENGUKURAN PERCENTAGE DEPTH DOSE (PDD) BERKAS ELEKTRON LINAC ELEKTA RSUP DR. SARDJITO

PENGARUH VARIASI AIR GAP TERHADAP DOSIS SERAP PENYINARAN BERKAS ELEKTRON PADA PESAWAT LINAC SIEMENS / PRIMUS M CLASS 5633

PENENTUAN KARAKTERISASI CERROBEND SEBAGAI WEDGE FILTER PADA PESAWAT TELETERAPI 60 Co

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin

ANALISIS PROFIL BERKAS RADIASI LINEAR ACCELERATOR 6MV PADA PENGGUNAAN VIRTUAL WEDGE DENGAN GAFCHROMIC FILM

EVALUASI TEBAL DINDING RUANGAN PESAWAT LINEAR ACCELERATOR (LINAC) SINAR-X DI INSTALASI RADIOTERAPI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN

HUBUNGAN ANTARA LAJU DOSIS SERAP AIR DENGAN LAPANGAN RADIASI BERKAS ELEKTRON PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK ELEKTA

Verifikasi TPS untuk Dosis Organ Kritis pada Perlakuan Radioterapi Area Pelvis dengan Sinar X 10 Megavolt

ANALISIS DOSIS SERAP RELATIF BERKAS ELEKTRON DENGAN VARIASI KETEBALAN BLOK CERROBEND PADA PESAWAT LINEAR ACCELERATOR

PENENTUAN DOSIS SERAP LAPANGAN RADIASI PERSEGI PANJANG BERKAS FOTON 10 MV DENGAN PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN

BAB IV PERHITUNGAN DOSIS SERTA ANALISIS PENGARUH UKURAN MEDAN PAPARAN TERHADAP OUTPUT BERKAS FOTON

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin

ANALISIS DOSIS PADA PENGGUNAAN FILTER WEDGE MENGGUNAKAN DOSIMETER GAFCHROMIC EBT2 DAN GAFCHROMIC XR-RV3 UNTUK BERKAS FOTON 6 MV

FAKTOR KOREKSI SOLID WATER PHANTOM TERHADAP WATER PHANTOM PADA DOSIMETRI ABSOLUT BERKAS ELEKTRON PESAWAT LINAC

Verifikasi Dosis Radiasi Kanker Menggunakan TLD-100 pada Pasien Kanker Payudara dengan Penyinaran Open System

Buletin Fisika Vol. 8, Februari 2007 : 31-37

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGUKURAN FAKTOR WEDGE PADA PESAWAT TELETERAPI COBALT-60 : PERKIRAAN DAN PEMODELAN DENGAN SOFTWARE MCNPX.

PERBANDINGAN PENGUKURAN PDD DAN BEAM PROFILE ANTARA DETEKTOR IONISASI CHAMBER DAN GAFCHROMIC FILM PADA LAPANGAN 10 X 10 CM 2

ANALISIS KUALITAS RADIASI DAN KALIBRASI LUARAN BERKAS FOTON 6 DAN 10 MV PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK VARIAN CLINAC CX 4566 ABSTRAK

VERIFIKASI PENENTUAN LAJU DOSIS SERAP DI AIR BERKAS FOTON 6 MV DAN 10 MV PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK CLINAC 2100 C MILIK RUMAH SAKIT

PERHITUNGAN EFISIENSI DAYA BERDASAR PROSEN- TASE KEDALAMAN DOSIS (PDD) PADA LINAC MEDIS RS DR. SARDJITO

Desain dan Analisis Pengaruh Sudut Gantri Berkas Foton 4 MV Terhadap Distribusi Dosis Menggunakan Metode Monte Carlo EGSnrc Code System

ANALISIS KUALITAS BERKAS RADIASI FOTON 10 MV PADA PESAWAT TELETERAPI LINEAR ACCELERATOR

ANALISIS DOSIS OUTPUT SINAR-X PESAWAT LINEAR ACCELERATOR (LINAC) MENGGUNAKAN WATER PHANTOM

PENENTUAN FAKTOR KELUARAN BERKAS ELEKTRON LAPANGAN KECIL PADA PESAWAT LINEAR ACCELERATOR

Analisis Pengaruh Perubahan Source to Surface Distance (SSD) dan Field Size terhadap Distribusi Dosis menggunakan Metode Monte Carlo-EGSnrc

Berkala Fisika ISSN : Vol. 14, No. 2, April 2011, hal 49-54

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN SENTRASI DOSIS DAN JARAK BLADDER TERHADAP DISTRIBUSI DOSIS PADA PERENCANAAN BRACHYTHERAPY KANKER SERVIKS

UNIVERSITAS INDONESIA

PERBANDINGAN DOSIS TERHADAP VARIASI KEDALAMAN DAN LUAS LAPANGAN PENYINARAN (BENTUK PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG) PADA PESAWAT RADIOTERAPI COBALT-60

PENGARUH SUDUT GANTRI TERHADAP KONSTANSI DOSIS SERAP DI AIR PESAWAT TELETERAPI Co-60 XINHUA MILIK RUMAH SAKIT dr. SARJITO YOGYAKARTA

Analisis Dosis Radiasi Pada Paru-paru Untuk Pasien Kanker Payudara Dengan Treatment Sinar-X 6 MV Sugianty Syam 1, Syamsir Dewang, Bualkar Abdullah

PENENTUAN FAKTOR KELUARAN BERKAS ELEKTRON LAPANGAN KECIL PADA PESAWAT LINEAR ACCELERATOR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Penggunaan radiasi dalam bidang kedokteran terus menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PROFIL BERKAS RADIASI GAMMA COBALT 60 JATUH PADA PERMUKAAN MIRING SKRIPSI ANGGITA PURIE WAHARUMDIHATI

Verifikasi Ketepatan Hasil Perencanaan Nilai Dosis Radiasi Terhadap Penerimaan Dosis Radiasi Pada Pasien Kanker

Verifikasi Keluaran Radiasi Pesawat Linac (Foton Dan Elektron) Serta 60CO Dengan TLD

Analisis Dosis Radiasi Kanker Nasofaring Dengan Menggunakan Wedge Pada Pesawat Linear Accelerator (LINAC)

ANALISIS DOSIS OUTPUT BERKAS ELEKTRON PESAWAT TELETERAPI LINEAR ACCELERATOR (LINAC)TIPE VARIAN HCX 6540 MENGGUNAKAN TRS 398

Analisis Dosis Keluaran Berkas Foton dan Elektron Energi Tinggi Pesawat Linac Elekta Precise 5991 Berdasarkan Code of Practice IAEA TRS 398

BAB I PENDAHULUAN. utama kematian akibat keganasan di dunia, kira-kira sepertiga dari seluruh kematian akibat

PEMBUATAN PROGRAM REKONSTRUKSI KONTUR CITRA 3D PADA ORGAN MENGGUNAKAN MATLAB 2008a

KARAKTERISASI DOSIMETRI SUMBER BRAKITERAPI IR-192 MENGGUNAKAN METODE ABSOLUT

PENENTUAN PARAMETER DOSIMETRI AWAL BERKAS FOTON 6 MV DARI 5 BUAH PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK ELEKTA DAN VARIAN CLINAC BARU

BAB II LINEAR ACCELERATOR

ANALISIS PENGGUNAAN POLYDIMETHYL SILOXANE SEBAGAI BOLUS DALAM RADIOTERAPI MENGGUNAKAN ELEKTRON 8 MeV PADA LINAC

Homogenitas Elektron 6 MeV Pesawat LINAC Dengan Penggunaan Variasi Ketebalan Paraffin

SIMULASI MONTE CARLO UNTUK MENENTUKAN DOSIS SINAR-X 6 MV PADA KETAKHOMOGENAN MEDIUM JARINGAN TUBUH

KONTROL KUALITAS TERAPI RADIASI PADA UNIT RADIOTERAPI MRCCC RS MRCCC

Metode Monte Carlo adalah metode komputasi yang bergantung pada. pengulangan bilangan acak untuk menemukan solusi matematis.

Analisis Persamaan Respon Dosis Thermoluminescent Dosimeter (TLD) Pada Spektrum Sinar-X Menggunakan Metode Monte Carlo

KARAKTERISASI DETEKTOR IN VIVO UNTUK DOSIMETRI RADIOTERAPI EKSTERNA

Wahana Fisika, 1(2), Perbandingan Dosis Serap Berkas Foton 16 MV Pada Berbagai Jenis Phantom menggunakan Metode Monte Carlo - EGSnrc

UNIVERSITAS INDONESIA VERIFIKASI PENYINARAN IMRT MENGGUNAKAN 2D ARRAY MATRIXX EVOLUTION SKRIPSI YAHYA MUSTOFA

PENGARUH VIRTUAL WEDGE TERHADAP SIMETRISITAS PROFIL DOSIS KELUARAN PESAWAT LINAC

BAB II DASAR TEORI Sinar-X

Berkala Fisika ISSN : Vol. 18, No. 1, Januari 2015, hal 1-8

PERSENTASE DOSIS KEDALAMAN (PDD) PADA PESAWAT TELETERAPI CO-60. Fisikawan medik Habib Syeh Az /

VERIFIKASI DOSIMETRI PERHITUNGAN BERKAS TERBUKA PERANGKAT LUNAK IN-HOUSE TREATMENT PLANNING SYSTEM (TPS) PESAWAT TELETERAPI COBALT-60

ANALISIS DENSITAS FILM GAFCHROMIC TERHADAP LINEAR ACCELERATOR (LINAC) DENGAN VARIASI SUDUT SKRIPSI

Verifikasi Distribusi Dosis Tps Dan Pesawat Linac Menggunakan Phantom Octavius 4d Dengan Teknik IMRT Protokol Kanker Lidah

TREATMENT PLANNING SYSTEM PADA KANKER PROSTAT DENGAN TEKNIK BRACHYTERAPY

ANALISIS KUALITAS CITRA VERIFIKASI LAPANGAN RADIASI LINAC PADA KANKER PAYUDARA MENGGUNAKAN VARIASI MONITOR UNIT. Skripsi FRILYANSEN GAJAH

Perhitungan Laju Dosis Serap untuk Simulasi Terapi Kanker Serviks dengan Metode High Dose Rate Berdasarkan TG-43U1

KENDALI KUALITAS DAN JAMINAN KUALITAS PESAWAT RADIOTERAPI BIDIKAN BARU LABORATORIUM METROLOGI RADIASI

BAB IV PERBANDINGAN DATA DAN ANALISIS JUMLAH MONITOR UNIT OUTPUT SOFTWARE ISIS DENGAN OUTPUT SIMULASI MONTE CARLO

BAB II TERAPI RADIASI DAN DASAR-DASAR DOSIMETRY

PERBANDINGAN DOSIS RADIASI DI UDARA TERHADAP DOSIS RADIASI DI PERMUKAAN PHANTOM PADA PESAWAT CT-SCAN

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 2, No. 1, April 2013, Hal 27-34

PENENTUAN CT DOSE INDEX (CTDI) UNTUK VARIASI SLICE THICKNESS DENGAN PROGRAM DOSXYZNRC

BAB III PROTOKOL PENANGANAN KANKER PROSTAT DENGAN EKSTERNAL BEAM RADIATION THERAPY (EBRT)

PENGARUH TEGANGAN TABUNG (KV) TERHADAP KUALITAS CITRA RADIOGRAFI PESAWAT SINAR-X DIGITAL RADIOGRAPHY (DR) PADA PHANTOM ABDOMEN

UNIVERSITAS INDONESIA

ABSTRAK. KONTAMINASI ELEKTRON DAN NEUTRON PADA BERKAS FOTON VARIAN TRILOGY CLINAC ix

PENENTUAN DISTRIBUSI DOSIS SUMBER RADIASI LDR 192 Ir BRAKITERAPI MENGGUNAKAN FILM GAFCHROMIC EBT 2 DI MEDIUM AIR DAN UDARA

PREDIKSI PERHITUNGAN DOSIS RADIASI PADA PEMERIKSAAN MAMMOGRAFI MENGGUNAKAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK

Penggunaan Film Dosimetry Untuk Verifikasi Dosis Radioterapi dengan Metode Dosis Tengah

Analisis Pengaruh Faktor Eksposi terhadap Nilai Computed Tomography Dose Index (CTDI) pada Pesawat Computed Tomography (CT) Scan

Transkripsi:

Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 16, No. 4, Oktober 2013, hal 131-138 PEMBUATAN KURVA ISODOSIS 2D DENGAN MENGGUNAKAN KURVA PERCENTAGE DEPTH DOSE (PDD) DAN PROFIL DOSIS DENGAN VARIASI KEDALAMAN UNTUK TREATMENT PLANNING SYSTEM Farhatin Nurul Ihya, Choirul Anam dan Vincensius Gunawan * Jurusan Fisika, Universitas Diponegoro, Semarang 50275 * Korespondensi Penulis, Email: goenangie@fisika.undip.ac.id Abstract Treatment Planning System (TPS) is very necessary in radiotherapy planning to give the accurate radiation dose given to the patient. In the TPS, 2D isodose curve is used to determine the dose distribution with the same rate at a certain distance from the radiation source. The isodose curve is obtained from the Percentage Depth Dose (PDD) and dose profile. Measurement data of PDD and dose profiles obtained from Kensaras Hospital in Semarang. The PDD and dose profile data were obtained from testing the water phantom for soft tissues such as muscles or other body tissues. Dose profile curve which is used is at a various depth, such as: 1.5 cm, 5 cm, 10 cm, 15 cm, 20 cm and 25 cm with an area of 5 x 5 cm 2 field, 10 x 10 cm 2, 15 x 15 cm 2, 20 x 20 cm 2, 30 x 30 cm 2 and 40 x 40 cm 2. At each depth of curve profile, the dose at the surface is calculated and normalized using interpolation and normalized by narrowing techniques. 2D isodose curve obtained from the weighting technique to the calculation of the dose profile curve. In the field size of 5 x 5 cm 2 and 10 x 10 cm 2, isodose curve formed better in the absence of horn at the edge of the curve. In the field size larger than 10 x 10 cm 2 there are horns on the edge of the curve at the lower depths. Keywords : Treatment Planning System (TPS), 2D Isodose curve, Percentage Depth Dose (PDD), Dose profile. Abstrak Treatment Planning System (TPS) sangat diperlukan dalam radioterapi yaitu merencanakan dosis radiasi akurat untuk diberikan pada pasien. Dalam TPS ini, kurva isodosis 2D yang digunakan untuk mengetahui distribusi dosis dengan laju yang sama pada jarak tertentu dari sumber radiasi. Kurva isodosis ini diperoleh dari Percentage Depth Dose (PDD) dan Profil dosis.hasil pengukuran PDD dan profil dosis diperoleh dari Rumah Sakit Kensaras Semarang. Hasil pengukuran ini diperoleh dari uji pada phantom air karena jaringan lunak seperti otot atau jaringan tubuh manusia lainnya.. Kurva profil dosis yang digunakan yaitu pada kedalaman 1,5 cm, 5 cm, 10 cm, 15 cm, 20 cm dan 25 cm dengan luas lapangan 5 x 5 cm 2, 10 x 10 cm 2, 15 x 15 cm 2, 20 x 20 cm 2, 30 x 30 cm 2 dan 40 x 40 cm 2. Pada setiap kedalaman, kurva profil dosis dihitung dosis permukaannya dan dinormalisasi dengan interpolasi dan teknik penyempitan pada MATLAB.Kurva isodosis 2D diperoleh dari teknik pembobotan dengan kurva profil dosis hasil perhitungan. Pada luas lapangan 5 x 5 cm 2 dan 10 x 10 cm 2, kurva isodosis yang terbentuk lebih baik dengan tidak adanya tanduk (horn) padatepi kurvanya. Pada luas lapangan yang lebih besar dari 10 x 10 cm 2 masih terdapat tanduk pada tepi kurvanya pada kedalaman yang rendah. Kata Kunci : Treatment Planning System (TPS), Kurva isodosis 2D, Percentage Depth Dose (PDD), Profil dosis. 131

Fahatin Nurul Ihya dkk Pembuatan Kurva Isodosis 2D Pendahuluan Salah satu bentuk pemanfaatan sinar pengion adalah untuk terapi atau yang dinamakan radioterapi[1]. Radioterapi didefinisikan sebagai jenis terapi yang memanfaatkan radiasi dosis tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker. Radiasi akan merusak sel-sel kanker sehingga proses multiplikasi ataupun pembelahan sel-sel kanker akan terhambat [2]. Namun dalam radioterapi, sel-sel normal juga dipengaruhi oleh radiasi ini. Oleh sebab itu. diperlukan suatu perhitungan untuk menentukan besarnya dosis radiasi yang disebut Treatment Planning System (TPS). Pada proses ini dapat diketahui apakah semua jaringan tumor mendapat dosis radiasi yang memadai serta diketahui pula dosis yang diterima oleh jaringan sehat sekitarnya. Perhitungan dosis pada teleterapi menggunakan computer telah dilakukan [3]. Pada penelitian tersebut dihasilkan kurva isodosis 2D. Namun, pada penelitian tersebut hanya digunakan satu profil dosis pada kedalaman tertentu yaitu pada kedalaman 1,5 cm. Dengan hanya menggunakan satu profil dapat dipastikan perhitungan dosis tidak lagi akurat pada kedalaman yang lebih tinggi, misalnya pada kedalaman 5 cm, 10 cm, dll. Hal ini disebabkan, antara lain oleh laju profil dosis pada kedalaman-kedalaman yang lebih tinggi memiliki pola yang berbeda-beda.. Oleh sebab itu pada penelitian ini akan dibuat kurva isodosis 2D menggunakan profil dosis pada berbagai kedalaman (1.5 cm, 5 cm, dst) pada lapangan persegi tertentu, misalnya 5x5 cm 2. Diharapkan hasil yang diperoleh lebih akurat dan dapat diterapkan pada proses TPS. utama pasien atau fantom dikenal dengan istilah Percentage Depth Dose (PDD) atau presentase dosis serap pada kedalaman d. Persentase dosis kedalaman dipengaruhi oleh energi(lihat Gb.1), luas lapangan, jarak sumber ke kulit (Source Skin Distance; SSD) dan komposisi medium yang diradiasi. Percentage Depth Dose (PDD) berubah-ubah untuk kedalaman yang berbeda [4]. Perhitungan dosis pada pasien melibatkan pertimbangan terhadap parameter-parameter dan efekefek di atas pada distribusi dosis kedalaman [5]. Gambar 1. Grafik Percentage Depth Dose (PDD) pada luas lapangan penyinaran 10 x 10 cm 2 dari energi sinar berbeda [4] Jarak antara pemukaan sampai dengan titik dengan dosis maksimum disebut kedalaman build-up atau sering juga disebut kedalaman maksimum. Karakteristik build-up ditemukan pada semua berkas foton. Perbedaan kualitas sinar ditandai oleh karakteristik buildup, seperti ditunjukkan pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Kedalaman build-up untuk berbagai variasi berkas foton [6]. Percentage Depth Dose (Persentase Dosis Kedalaman; PDD) Tinjau kasus pada keadaan tumor atau kanker yang terletak lebih dalam. Distribusi dosis radiasi pada sumbu 132

Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 16, No. 4, Oktober 2013, hal 131-138 Profil Dosis (Dose Profile) Profil dinyatakan sebagai kurva yang menunjukkan bentuk muka sinar pada sumbu horizontal yang tegak lurus dari arah datangnya sinar.profil berkas radiasi akan sangat bervariasi sesuai dengan kedalaman [6]. Variasi dosis pada sebuah daerah dengan kedalaman tertentu dapat ditentukan dari kesesuaian kurva isodosis yang digambarkan oleh profil dosis seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2 berikut [6]. Gambar 3. Kurva isodosis lapangan radiasi tunggal (A) Tipe SSD (B) Tipe SAD [8] Gambar 2. Profil dosis sebuah daerah pada D max untuk berbagai kedalaman (3 cm, 10 cm dan 20 cm) dengan dosis dinormalisasikan ke 100% dalam sumbu utama pada D max. Sinar diarahkan pada kedalaman yang terdalam kemudian pada D max [6]. Kurva Isodosis Kurva Isodosis didefinisikan sebagai titik-titik (posisi) pada jarak tertentu dari sumber radioaktif yang memiliki laju dosis yang sama, misal pada jarak 1, 2, 3 dan 4 cm dari titik tengah tegak lurus terhadap sumber [2,7]. Dari data isodosis ini dapat dibuat kurvanya, seperti dinyatakan pada Gb.3. Kurva isodosis didapatkan dengan mengalikan PDD dengan profil sinar. Pembuatan kurva isodosis berfungsi untuk melihat seberapa besar dosis radiasi yang akan diterima pada target volume maupun organ kritis yang berada disekelilingnya [5]. Kurva isodosis biasanya dibuat pada bidang utama yang berisi sumbu utama berkas dan sumbu lapangan radiasi arah inplane ataupun sumbu crossplane yang sering disebut sumbu mayor dan sumbu minor. Selain pada bidang utama, sering pula kurva isodosis dibuat pada bidang paralel dengan sumbu utama berkas dan di luar sumbu lapangan radiasi (Gambar 4). Gambar 4. Skematik penggunaan lapangan radiasi [9] 133

Fahatin Nurul Ihya dkk Pembuatan Kurva Isodosis 2D Titik referensi biasanya pada kedalaman maksimum (d maks ) pada sumbu utama berkas atau pada titik isocenter. Titik manapun yang dipilih sebagai referensi, dosis pada titik tersebut diberi harga 100% dan kurva isodosis lain diberi harga lebih besar atau lebih kecil dari 100%. Bila titik 100% diberikan pada kedalaman maksimum, biasanya pengukuran dilakukan dengan teknik SSD (source to surface distance). Tetapi bila referensi 100% diambil pada sumbu rotasi gantri, pengukuran dilakukan dengan teknik SAD (source to axis distance) [10]. Metode Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitudata Percentage Depth Dose dan Profil Dosis yang menunjukkan persentase dosis pada kedalaman tertentu dan distribusi dosis pada kedalaman tertentu. Data didapat dari data sekunder di Rumah Sakit Ken Saras Ungaran SemarangJawa Tengah.Data yang digunakan diperoleh dengan menggunakan parameter energi foton sebesar 6 MV yang dihasilkan oleh mesin LINAC Siemens / Primus M Class 5633 dan luas lapangan yang beragam mulai dari 5x5cm 2, 10x10cm 2, 15x15cm 2 dan sebagainya. Untuk memperoleh kurva isodosis, langkah yang dilakukan pertama yaitu menyamakan interval data PDD dan profil dosis dengan skala 0,5 cm menggunakan interpolasi linier. Setelah itu dilakukan perhitungan dosis permukaan dari profil dosis untuk berbagai kedalaman yaitu: 1.5 cm, 5 cm, 10 cm, 15 cm, 20 cm dan 25 cm pada luas lapangan tertentu dengan teknik penyempitan. Kemudian dihitung dosis pada tiap pixel dengan menggunakan PDD dan profil dosis yang bersesuaian dengan teknik pembobotan. Langkah terakhir yaitu menampilkan dalam bentuk kurva isodosis 2D. Hasil dan Pembahasan Profil Dosis pada Berbagai Kedalaman Dari Gambar 5 dan Gambar 6 terlihat profil dosis pada kedalaman 1,5 cm mempunyai dosis yang lebih tinggi dibanding dengan kedalaman yang lain. Ini disebabkan profil dosis yang terbentuk mempunyai energi rata-rata yang tinggi pada bidang tegak lurus sumbu utama. Pada Gambar 5, bentuk luas lapangan 5 x 5 cm 2 yang digunakan memperkecil radiasi hambur yang terbentuk sehingga akan terlihat rata puncak-puncak grafik dari setiap kedalaman. Sedangkan Gambar 6, dengan bentuk luas lapangan 40 x 40 cm 2 pada masing-masing kedalaman hampir semuanya mempunyai tanduk pada tepiannya kecuali pada kedalaman 25 cm. Tetapi dari semua kedalaman yang digunakan yang terlihat begitu jelas tanduk pada tepiannya yaitu pada kedalaman h = 1,5 cm. Ini disebabkan besarnya radiasi hambur yang terbentuk karena bentuk luas lapangan yang semakin besar. Gambar 5. Grafik profil dosis pada luas lapangan 5 x 5 cm 2 belum diproyeksikan pada kedalaman h = 0 cm 134

Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 16, No. 4, Oktober 2013, hal 131-138 Gambar 6. Grafik profil dosis pada luas lapangan 40 x 40 cm 2 belum diproyeksikan pada kedalaman h = 0 cm Selain itu hal ini disebabkan penggunaan flattening filterdari pesawat linac yang membuat rata-rata energi lebih tinggi ditengah dan rata-rata energinya lebih kecil pada tepiannya. Idealnya distribusi dosis dalam satu luas lapangan harus sama disemua posisi sehingga dosis yang diterima kanker merata. Namun dalam prakteknya hal ini sangat sulit dicapai. Menurut AAPM, merekomendasikan besarnya flatnessberkas radiasi foton tidak boleh lebih dari 3%. Gambar 7. Grafik profil dosis pada luas lapangan 5 x 5 cm 2 yang telah diproyeksikan pada kedalaman h = 0 cm dan ternormalisasi Gambar 8. Grafik profil dosis pada luas lapangan 40 x 40 cm 2 yang telah diproyeksikan pada kedalaman h = 0 cm dan ternormalisasi Setelah proses normalisasi terlihat bahwa dosis pada profil dosis bagian tengah sudah memiliki dosis yang sama yaitu sebesar 1 dan juga memiliki lebar profil dosis yang relatif sama (lihat Gb.7). Namun dosis pada bagian umbra untuk kedalaman yang lebih tinggi memiliki dosis yang relatif tinggi juga. Pada kedalaman 1,5 cm bagian umbra mempunyai dosis yang relatif rendah dibandingkan pada kedalaman 25 cm yang mempunyai dosis yang relatif tinggi. Pada Gambar 8, yang merupakan hasil normalisasi untuk luas lapangan 40 x 40 cm 2, dosis pada profil dosis bagian tengah sudah memiliki dosis yang sama yaitu sekitar 0,9 dan juga memiliki lebar profil dosis yang agak relatif sama. Tetapi pada kurva profil dosis yang terbentuk ini terbentuk suatu tanduk pada tepi- tepi puncak kurvanya.ini dikarenakan flattening filtermempunyai peran untuk membuat dosis relatif pada daerah sekitar sumbu utama menjadi lebihrendah dibanding daerah pinggir profil dosis. Untuk Gb.7, kurva yang telah diproyeksikan pada kedalaman h = 0 cm dan ternormalisasi mempunyai puncak kurva yang rata dan berhimpitan satu dengan yang lainnya. Ini memperlihatkan bahwa dosis radiasi pada setiap kedalaman yang telah ternormalisasi tidak banyak berinteraksi 135

Fahatin Nurul Ihya dkk Pembuatan Kurva Isodosis 2D dengan materi yang heterogen tetapi dengan materi yang homogen. Sedangkan Gb.8., kurva yang telah diproyeksikan pada kedalam-an h = 0 cm dan ternormalisasi mempunyai puncak kurva yang lebih jelas terlihat adanya tanduk atau horn pada tepiannya dari kurva yang berhimpitan satu dengan yang lainnya. Ini memperlihatkan bahwa dosis radiasi pada setiap kedalaman yang telah ternormalisasi dengan luas lapangan yang lebih besar akan terbentuk banyak radiasi hambur dan lebih banyak berinteraksi dengan materi yang heterogen karena semakin besar bentuk dari kualitas radiasi yang arahnya tegak lurus yang keluar dari linac karena penggunaan luas lapangan yang semakin besar. Kurva Percentage Depth Dose Pada Gambar 9 di bawah, menunjukkan pada luas lapangan 2 x 2 cm 2 pada awal pemberian dosis mempunyai persentase dosis yang paling rendah diantara luas lapangan yang lain. Sedangkan luas lapangan 40 x 40 cm 2 memiliki persentase dosis paling besar diantara luas lapangan lainnya. Kurva PDD yang terbentuk, dosis D max akan mencapai nilai mendekati 100% atau 100% pada luas lapangan yang diteliti yaitu pada kedalaman 1,5 cm. Nilai D max ini terjadi pada kedalaman 1,5 cm karena energi foton yang digunakan yaitu 6 MV. Setelah dosis melewati D max, dosis akan menurun secara eksponensial mendekati 10% pada kedalaman 40 cm. Gambar 9. Grafik Percentage Depth Dose yang disamakan intervalnya pada setiap luas lapangan (2 x 2 cm 2, 3 x 3 cm 2, 4 x 4 cm 2, 5 x 5 cm 2, 8 x 8 cm 2, 10 x 10 cm 2, 15 x 15 cm 2, 20 x 20 cm 2, 30 x 30 cm 2 dan40 x 40 cm 2 ). Persentase dosis paling rendah yaitu mendekati 10% pada kedalaman 40 cm ketika dosis menurun secara eksponensial yaitu pada luas lapangan 2 x 2 cm 2. Sedangkan untuk persentase dosis paling tinggi yaitu mendekati 20% pada kedalaman 40 cm ketika dosis menurun secara eksponensial yaitu pada luas lapangan 40 x 40 cm 2. Kurva Isodosis Kurva isodosis ini diperoleh dari gabungan antara profil dosis dan Percentage Depth Dose karena mengacu pada keduanya. Gambar 10. menunjukkan kurva isodosis yang merupakan hasil penelitian dan pembanding-nya yang hanya menggunakan satu kedalaman di 1,5 cm. Kurva isodosis yang terbentuk mempunyai bentuk kurva yang berbedabeda sesuai dengan luas lapangan yang dipakai.kurva isodosis dari masingmasing luas lapangan terlihat berbeda pada bentuk puncak dari kurva-kurva yang terbentuk dengan pembandingnya. 136

Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 16, No. 4, Oktober 2013, hal 131-138 a c e Ha Pemb Ha Pemb Ha Pemban di b d f Ha Pemb Ha Pemb Ha Pemb Ini yang diharapkan dapat diterapkan pada pasien karena energi radiasi yang energinya besar tersebar rata pada permukaan kurva-kurva yang dibentuk. Ketika energi radiasi berada pada kedalaman yang dekat dengan permukaan puncak permukaanya akan terbentuk tanduk pada tepi-tepinya karena karena energi radiasi yang besar lebih banyak berkumpul ditengah dibanding pada tepiannya. Semakin besar energi radiasi yang diberikan akan membuat semakin terbentuk cekungan pada pusat dari kurva yang dibentuk. Ini juga dipengaruhi oleh luas lapangan yang digunakan ketika penyinaran. Ketika luas lapangan yang digunakan semakin besar maka cekungan yang terbentuk akan semakin dalam. Tetapi seiring dengan kedalaman yang dilakukan pada penyinaran cekungan ini akan semakin halus sehingga lama kelamaan akan terlihat halus permukaan puncaknya. Selain itu terdapat SSD yang berpengaruh juga pada hasil penyinaran.semakin kecil SSDnya akan membuat distribusi dosis yang diberikan tidak merata dibanding dengan SSD yang biasa digunakan yaitu 100 cm. Gambar 10. a. Luas Lapangan 5 x 5 cm 2 b. Luas Lapangan 10 x 10 cm 2 c. Luas Lapangan 15 x 15 cm 2 d. Luas Lapangan 20 x 20 cm 2 e. Luas Lapangan 30 x 30 cm 2 f. Luas Lapangan 40 x 40 cm 2 Pada kurva pembanding, puncakpuncak dari kurva yang terbentuk muncul tanduk pada bagian tepinya dibanding pada kurva hasil penelitian. Kurva yang terbentuk dari hasil perhitungan puncak dari kurva-kurva yang terbentuk lebih halus dan tidak terbentuk tanduk pada tepi-tepinya ketika kedalamannya semakin dalam dibanding pada kurva pembandingnya. Kesimpulan Setelah melakukan pembuatan kurva isodosis 2D dengan menggunakan kurva Percentage Depth Dose (PDD) dan profil dosis untuk Treatment Planning System dalam radioterapi dengan MATLAB dapat disimpulkan : 1. Telah berhasil dibuat kurva isodosis dengan menggunakan PDD dan profil dosis dari beberapa kedalaman 1.5 cm, 5 cm, 10 cm, 15 cm, 20 cm dan 25 cm untuk luas lapangan tertentu 5x5 cm 2, 10x10cm 2, 15x15 cm2, 20x20cm 2, 30x30cm 2 dan 40x40 cm 2. 2. Diperoleh kurva isodosis yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan satu kedalaman 1,5 cm. 137

Fahatin Nurul Ihya dkk Pembuatan Kurva Isodosis 2D Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas Diponegoro atas segala hal yang telah disediakan sebagai fasilitas kegiatan belajar. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait dalam pembuatan penelitian ini. Daftar Pustaka [1] Affandi, A.. 2009. Prinsip Terapi Radiasi Dalam THT. Riau : Universitas Riau. [2] Suparman I. dan Sunarhadijoso S.. 2011. Pembuatan Program Komputer Isodosis Dan TPS Seed 125 I Untuk Brakiterapi. Prosiding Pertemuan Ilmiah Radioisotop Radiofarmaka dan Siklotron. [3] Anam, C.. 2012. Development of 2D Isodose Curve from the PDD and Dose Profiles Using Matlab.Faculty of Science and Mathematics, Diponegoro University, Semarang, Indonesia. [4] Podgorsak, E.B.. 2005. Radiation Onco-logy Physics: A Handbook For Teacher and Student. Austria : IAEA. [5] Khan, F.M.. 1994. The Physics of Radiation Therapy 2nd edition.baltimore, Maryland, USA:Lippincott Williams and Wilkins. [6] Gunilla,C.B..1996. Radiation Therapy Plan-ning, Second Edition. New York : McGraw-Hill. [7] Subagiada, K.. 2011. Pengaruh Sourcen Skin Distance (SSD) Terhadap Profil Dosis Radiasi Pesawat Sinar-X. Mulawarman Scientifie, Volume 10, Nomor 1. [8] William, R. H.. 1984. Radiation Therapy Physics.Chicago London. [9] Mayes P., Nahum A. dan Rosenwald JC.. 2007. The Physics of Radiotherapy X-Rays and Electron. Medical Physics Publishing.Madison : Wincosin. [10] Prasetio, B.. 2011. Karakterisasi Berkas Sinar Virtual Wedge dan Physical Wedge Linear Accelerator Siemens. Jakarta : Universitas Indonesia. 138