Mekanisme Kerjasama Pusat dan Daerah dalam Pengembangan Industri S.B.Hari Lubis Institut Teknologi Bandung harl@melsa.net.id Rapat Kerja Departemen Perindustrian 2008 Jakarta 26-29 Pebruari 2008
Pendahuluan Kebijaksanaan Pembangunan Industri Nasional (KPIN) menetapkan bahwa Perencanaan Pembangunan Industri dilakukan dari 2 (dua) arah : 1. Melalui pendekatan top-down : pembangunan industri yang direncanakan, memperhatikan prioritas nasional diikuti partisipasi daerah. Berupa kebijakan top-down pembangunan industri nasional (dengan menentukan 32 industri prioritas, melalui pendekatan klaster) 2. Melalui pendekatan bottom-up : yaitu berlandaskan potensi yang dimiliki dan merupakan keunggulan daerah sehingga daerah memiliki daya saing perlu dibangun suatu mekanisme kerjasama dalam perencanaan yang memberi peluang untuk menyelaraskan kegiatan pembangunan industri antara pusat dan daerah bisa memberi manfaat yang sebaik-baiknya bagi kedua belah pihak
Tahapan Pertumbuhan Organisasi Proses pertumbuhan organisasi tidak mudah, sering menghadapi hambatan, karena : ada yang sengaja menghambat tidak setuju perubahan karena diuntungkan oleh pola lama anggota organisasi belum paham, terbiasa cara lama belum mampu mengelola organisasi yang berubah dengan baik. Akibatnya : proses pertumbuhan organisasi harus melalui beberapa kondisi kritis perlu dilewati dengan baik agar pertumbuhan organisasi berjalan lancar. Model pertumbuhan organisasi Greiner : mempelajari pertumbuhan organisasi untuk mengetahui titik-titik kritis dalam pertumbuhan ditunjukkan bahwa : organisasi mengalami krisis/kesulitan jika strukturnya tidak sesuai tahapan pertumbuhan yang sedang dialami periode sebelum dan sesudah masa kritis : tahapan pertumbuhan
BESAR Krisis?? Krisis Birokrasi Krisis Pengawasan Pertumbuhan melalui Kolaborasi UKURAN ORGANISASI Krisis Kepemimpinan Krisis Otonomi Pertumbuhan melalui Pendelegasian Pertumbuhan melalui Koordinasi Pertumbuhan melalui Pengarahan KECIL Pertumbuhan melalui Kreatifitas MUDA bayi remaja dewasa UMUR ORGANISASI TUA Tahapan Pertumbuhan Organisasi (Greiner)
Tahapan Pertama : Pertumbuhan melalui Kreatifitas organisasi baru berdiri, perhatian terpusat pada (a) penciptaan produk yang sesuai bagi organisasi dan (b) pengembangan kemampuan bertahan hidup dalam persaingan, (kemampuan membuat dan menjual) disebut tahapan pertumbuhan melalui kreatifitas, erat kaitannya dengan kreatifitas pendiri/pemimpin organisasi pendiri organisasi biasanya entrepreneur, perhatiannya terpusat pada kegiatan produksi dan pemasaran produk organisasi tidak formal, tidak birokratis, pengawasan dilakukan secara pribadi oleh pemilik/pimpinan organisasi. titik kritis Krisis Kepemimpinan : akibat organisasi membesar karyawan bertambah membawa persoalan : pimpinan berjiwa wiraswasta hanya tertarik produksi dan pemasaran, kurang terlatih mengatur karyawan krisis agar bisa melewati krisis : pimpinan berjiwa entrepreneur diganti manajer yang kuat, ahli dalam teknik-teknik pengaturan karyawan
Tahapan Kedua : Pertumbuhan melalui Pengarahan krisis kepemimpinan dilalui, organisasi telah memiliki pimpinan yg kuat : merumuskan arah/sasaran yang jelas. organisasi mulai dipecah jadi bagian-bagian,hirarki wewenang, penugasan, pembagian kerja jelas sistem manajemen mulai lebih teratur, (mis. manajemen keuangan, persediaan, dsb) komunikasi mulai lebih formal, birokrasi mulai lebih jelas titik kritis : Krisis Otonomi, karena bawahan mulai merasa berkuasa di unit masing-masing, menghadapi masalah-masalah skala besar perlu kewenangan lebih besar, tapi merasa dibatasi karena pemimpin dan birokrasi yang kuat krisis jika pimpinan yg kuat (krn sebelumnya sukses) tidak mendelegasikan sebagian wewenang ke bawah bawahan, walaupun ingin kewenangan, belum tentu mampu mengambil keputusan secara baik krisis otonomi bisa dilampaui jika pimpinan mau mendelegasikan sebagian wewenang kepada bawahan, dan bawahan mulai terlatih mengambil keputusan secara baik
Tahapan Ketiga : Pertumbuhan melalui Pendelegasian sebagian wewenang resmi didelegasikan kepada pimpinan tingkat bawah pimpinan bawah mendapat wewenang/tanggung jawab lebih besar : perhatian pimpinan puncak pada pemikiran bersifat strategis, pimpinan bawah pada operasi sehari-hari titik kritis : Krisis Pengawasan, otonomi pimpinan tingkat bawah besar organisasi berkembang tanpa kendali ke segala arah pimpinan puncak perlu mengarahkan kembali ke satu arah, dengan teknik-teknik koordinasi baru : arah perkembangan seluruh bagian diselaraskan sesuai tujuan organisasi sebagai kesatuan Tahapan Keempat : Pertumbuhan melalui Koordinasi organisasi sudah terkoordinasi dengan baik : personil profesional, menguasai program pengembangan organisasi secara keseluruhan, mampu melaksanakan kegiatan organisasi sesuai rencana diguna kan bentuk organisasi yang memudahkan koordinasi.
Titik kritis : Krisis Birokrasi, organisasi tumbuh membesar sehingga jadi birokratis pimpinan menengah dan bawah jadi kurang inovatif. Tahapan Kelima : Pertumbuhan melalui Kerjasama/Kolaborasi krisis birokrasi berhasil dilewati melalui semangat kerjasama kolaborasi disadari bahwa birokrasi diperlukan agar organisasi teratur, tapi jika berlebihan akan menghambat jadi terlatih/terbiasa menyelesaikan masalah tanpa terhambat birokrasi, perbedaan pendapat diselesaikan dengan cara tidak formal pengawasan formal menjadi tidak dibutuhkan muncul kontrol sosial sering memerlukan waktu cukup lama untuk tercapai Titik kritis : Krisis???, belum diketahui bentuknya, mungkin karena organisasi telah memliki mekanisme otomatis untuk perbaikan jika kondisi kritis akan tercapai
Mekanisme Kerjasama Pusat dan Daerah dalam Pengembangan Industri Pendekatan top-down dan bottom-up diperlukan agar terjadi sinergi antara perencanaan pusat dan daerah Mekanisme kerjanya : perlu bisa mengakomodasikan berbagai dimensi perencanaan menyediakan tahapan bagi proses argumentasi pusat daerah membuka peluang terjadinya koreksi tersedianya periode evaluasi bisa mengevaluasi keberhasilan suatu usulan program mekanisme kerja ini perlu tetap memperhatikan kepentingan strategis gambar (di halaman berikut) menunjukkan prinsip-prinsip dasar mekanisme perencanaan top-down dan bottom-up
SIKLUS PERENCA NAAN TOP- DOWN BOTTOM- UP Pendekatan Top-Down : 32 jenis Industri Prioritas Pembangunan dengan pendekatan klaster Kebijakan (Rencana Strategis/ Ren-cana Jangka Panjang) Pembangunan Industri Nasional RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) 2005-2025 KPIN (Kebijakan Pembangunan Industri Nasional) 1c 1a Kondisi/Pencapaian Aktual Pemba-ngunan Industri Nasional pada Tahun tertentu 1b Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional Tahunan (untuk Tahun tertentu) 2 3 4 Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional Tahunan disampaikan ke Daerahdaerah Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional Tahunan dievaluasi dan dikomentari Daerah-daerah sesuai kondisi /posisi pembangun-an Industri masing-masing Kebijakan (Rencana) Daerah Pembangunan Industri 17 Kondisi/Pencapai an Aktual Pembangun-an Industri Daerah pada Tahun tertentu Strategi Pembangunan Industri Daerah yang arahnya berbeda dari KPIN Kalender Waktu Perencanaan (1 tahun) 1 8
B A C Revisi Kebijakan (Rencana) Pemba-ngunan Industri Nasional Tahunan (untuk Tahun tertentu) disampaikan ke Daerahdaerah 7 TIDAK Disetujui Daerah? YA Daerah membuat Usulan Perencana an Pembangunan Industri Tahunan Daerah 8 12 Kriteria Kesesuaian dengan: -Pendekatan Top-Down -Pendekatan Bottom-Up (Kompetensi Inti Daerah) -Sinergi Pusat-Daerah -Sinergi Antar Wilayah/Daerah -Ketersediaan/prioritas Anggaran -Keterkaitan/kesinambun g-an Logis dengan Program/ Proyek sebelumnya -Kriteria-kriteria Perencanaan Usulan Perencanaan Pembangunan Industri Tahunan Daerah diajukan ke Pusat Evaluasi oleh Pusat untuk menetap-kan Program/Proyek yang bisa dise tujui -Negosiasi Pusat dan Daerah Daftar Program/Proyek Daerah yang bisa disetujui Pelaksanaan Program/Proyek oleh 9 10 11 Masukan untuk Kebijak an Pembangunan 18 Kalender Waktu Perencanaan (1 tahun)
Keterangan : Siklus Perencanaan ini berlangsung selama 1 tahun, dimana dilakukan proses lengkap Perencanaan, Pelaksanaan, Monitoring, dan Evaluasi secara lengkap dan berkesinambungan, dalam pengertian bahwa hasil-hasil perencanaan suatu tahun perencanaan tertentu akan menjadi masukan untuk mempertimbangkan kebijakan maupun program-program tahun berikutnya, sebagai berikut : 1. Dengan mengacu kepada KPIN dan RPJP, Pusat merumuskan Kebijakan (Rencana Strategis/Rencana Jangka Panjang) Pembangunan Industri Nasional (1a), dengan jangka waktu perencanaan yang lebih operasional dibanding RPJP (misal 5 tahunan). 2. Mengacu kepada Kebijakan (Rencana Strategis/Rencana Jangka Panjang) Pembangunan Industri Nasional (1a), Kebijakan mengenai 32 jenis industri prioritas dan pembangunan berbasis pendekatan klaster yang merupakan rumusan top-down (1b), dan Kondisi/Pencapaian Aktual Pembangunan Industri Nasional yang merupakan hasil pelaksanaan program-program pembangunan sektor Industri tahun sebelumnya (1c), Pusat kemudian merumuskan Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu (2). Kebijakan ini memuat kebijakan dan sasaran pembangunan sektor industri secara nasional. Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu (2) ini kemudian disampaikan ke daerah-daerah.
3. Daerah-daerah kemudian mengevaluasi dan mengkomentari (4) Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu (2) ini, sesuai dengan kondisi/pencapaian aktual pembangunan sektor industri di daerahnya masing-masing, dan juga apabila daerah memutuskan untuk menganut strategi pembangunan industri yang mungkin tidak berkesesuaian dengan KPIN (17). 4. Pusat kemudian mengevaluasi dan mungkin merevisi (5) Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu, sesuai komentar dari daerah-daerah, sehingga sesuai dengan kepentingan pembangunan sektor Industri di tingkat Pusat maupun daerah (6). Revisi Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu kemudian disampaikan ke daerah-daerah (7), dan kembali dievaluasi dan dikomentari oleh daerah, sehingga Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu benar-benar dapat disepakati di tingkat Pusat maupun Daerah.
5. Disesuaikan dengan Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu yang telah disepakati Pusat dan Daerah, daerah-daerah menyusun Usulan Perencanaan Pembangunan Industri Tahunan Daerah (8) yang memuat rencana pembangunan sektor Industri daerah untuk tahun tertentu. Usulan tersebut kemudian diajukan ke Pusat (9). 6. Pusat kemudian mengevaluasi Usulan Perencanaan Pembangunan Industri Tahunan Daerah (10), menetapkan usulan yang bisa disetujui dan yang ditolak, dengan mengacu kepada berbagai kriteria perencanaan (10). Catatan : penggunaan kriteria ini perlu dipertimbangkan untuk melalui pentahapan sesuai kematangan kemampuan perencanaan di tingkat Pusat maupun Daerah. Apabila diperlukan, bisa dilakukan negosiasi antara Pusat dan Daerah, sehingga argumentasi dan informasi pendukung usulan suatu program bisa disampaikan secara lengkap. Berdasarkan hasil evaluasi ini, kemudain Pusat menyusun daftar Program/Proyek Daerah yang bisa disetujui (12).
7. Daerah kemudian melaksanakan Program/Proyek Daerah yang disetujui. Proses pelaksanaan maupun hasilnya dimonitor dan kemudian dievaluasi, baik di tingkat Daerah (14) dan juga secara Nasional di tingkat Pusat (15). Hasil monitoring di tingkat Daerah dan Pusat itu kemudian akan menjadi masukan untuk perumusan Kebijakan Pembangunan Industri Daerah dan Nasional tahun berikutnya (16) dan juga akan memberikan gambaran mengenai Kondisi/Pencapaian Aktual Pembangunan Industri Nasional yang merupakan hasil pelaksanaan program-program pembangunan sektor Industri suatu tahun tertentu, dan akan menjadi masukan untuk merumuskan Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional Tahunan untuk tahun berikutnya, maupun sebagai masukan bagi Daerah untuk mengevaluasi Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional Tahunan yang dirumuskan oleh Pusat (17) 8. Siklus Perencanaan yang berlangsung selama 1 tahun ini, dimana dilakukan proses lengkap Perencanaan, Pelaksanaan, Monitoring, dan Evaluasi secara lengkap dan berkesinambungan, perlu dilakukan serempak, dengan mematuhi waktu (jadwal) perencanaan, sehingga juga diperlukan penyusunan Kalender Waktu Perencanaan (18).
Penutup menggembirakan jika mekanisme kerjasama ini bisa dirumuskan dengan baik, digunakan, sehingga sinergi pengembangan industri pusat dan daerah bisa terwujud perlu diperhatikan : berbagai pihak yang terlibat perlu paham manfaat dan penggunaannya perlu sosialisasi menyeluruh dalam operasionalisasinya, mekanisme ini perlu dievaluasi, dikoreksi, dan disempurnakan. ooo Bandung, 26/02/08 SBL