Mekanisme Kerjasama Pusat dan Daerah dalam Pengembangan Industri

dokumen-dokumen yang mirip
dalam Pengembangan Industri

Mekanisme Kerjasama Pusat dan Daerah dalam Pengembangan Industri

Lampiran 1 : BESAR UKURAN ORGANISASI KECIL. bayi remaja dewasa UMUR ORGANISASI. Krisis???? Krisis birokrasi

POLA KERJASAMA REGIONAL PENGEMBANGAN INDUSTRI DI DAERAH. DEDI MULYADI Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri

BAB II DASAR TEORI Anggaran Definisi Anggaran. Anggaran menurut Henry Simamora (1999) merupakan suatu

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Kinerja organisasi sebagian besar dipengaruhi kinerja para pegawai,

BAB I PENDAHULUAN. penugasan pemerintah dibidang ketenaga listrikan dalam rangka menunjang

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

MANAJEMEN DALAM KOPERASI

Peran Rencana Tata Ruang dalam Perencanaan Pembangunan

suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi digunakan dalam pengendalian disiapkan dalam rangka menjamin bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. standar dan satuan lain yang mencakup jangka waktu satu tahun. Anggaran

TI-3252: Perancangan Organisasi

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. peluang baru bagi negara-negara berkembang, seperti di Indonesia. Persaingan antar

Tugas : e Learning Administrasi Bisnis Nama : Erwin Febrian Nim :

I. PENDAHULUAN. berwenang menetapkan dokumen perencanaan. Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN 2004) yang kemudian

BAB II BAHAN RUJUKAN. memiliki ciri khas tersendiri, oleh karena anggaran perusahaan tersebut

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Hubungan agensi muncul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak

I - 1 BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia perbankan yang sangat pesat mengharuskan bank-bank

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran adalah laporan-laporan formal sumber daya-sumber daya

BAB II LANDASAN TEORI

Bab I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yang dibiayai dari uang publik. Melalui anggaran, akan diketahui

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Maksud dan Tujuan Maksud

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional.

Usaha bisnis membutuhkan organisasi. Organisasi bisnis membutuhkan manajemen untuk mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan sebelumnya.

Identitas Responden. 1. Jabatan di perusahaan ini sebagai. 5. Posisi di perusahaan :.. Manajer tingkat bawah ( manager lini)

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN

Evolusi Teori. Manajemen Manajer. Teori Manajem en Klasik

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II FUNGSI ANGGARAN DALAM PERUSAHAAN. satuan kuantitatif. Penyusunan anggaran sering diartikan sebagai

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan Sumber Daya Manusia

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

KONSEP UMUM MANAJEMEN. Sumijatun September 2008

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang efektif bagi perusahaan untuk melakukan perencanaan dan. pengendalian atas aktivitas perusahaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepmendagri memuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang. dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi

Bab I. Penyelenggaraan Pelayanan Puskesmas (PPP)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. belum optimal, karena dari 4 fase yang harus dilakukan hanya fase mendiagnosa

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Hensi Margaretta, MBA.

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN BLITAR

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan mengenai Peranan Anggaran Pembelian Bahan Baku Sebagai

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Dinamika Sosial Dalam Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Pada Era Otonomi Daerah

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MUSI RAWAS. Mesin Pemotong Rumput. iii RENCANA KERJA 2015

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Bekasi Tahun Revisi BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

BAB I PENDAHULUAN. dan globalisasi yang semakin terbuka. Sejalan tantangan kehidupan global,

PENGANGGARAN PERUSAHAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2009 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

HAKEKAT PENGENDALIAN MANAJEMEN

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 57 TAHUN 2008 TENTANG

PENGELOLAAN ANGGARAN SEKOLAH

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

IMPLEMENTASI APLIKASI KENAIKAN GAJI BERKALA OTOMATIS DALAM UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN KEPEGAWAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KOTA SURAKARTA

Proses manajemen. Suhada, ST., MBA

MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN ( MUSRENBANG )

MATERI 5 MANAJEMEN DAN ORGANISASI

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

L A P O R A N K I N E R J A

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN TAHUNAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. akan dicapai, baik berupa laba yang maksimal, kelangsungan hidup, dan

PENGURUS. Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat menjadi pengurus koperasi ditetapkan dalam anggaran dasar koperasi yang bersangkutan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RENCANA STRATEGIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kinerja birokrasi pada era reformasi dan otonomi daerah menjadi

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 60 TAHUN 2008 TENTANG

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

7. STRUKTUR DAN ANATOMI ORGANISASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk beroperasi seefisien mungkin. Untuk itu pihak manajemen harus mampu

ANALISIS LANJUTAN ANALISIS MANAJEMEN SECARAN UMUM

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

Sejalan dengan sifat peran serta masyarakat di atas, pada intinya terdapat 6 (enam) manfaat lain terhadap adanya peran serta masyarakat tersebut, anta

Transkripsi:

Mekanisme Kerjasama Pusat dan Daerah dalam Pengembangan Industri S.B.Hari Lubis Institut Teknologi Bandung harl@melsa.net.id Rapat Kerja Departemen Perindustrian 2008 Jakarta 26-29 Pebruari 2008

Pendahuluan Kebijaksanaan Pembangunan Industri Nasional (KPIN) menetapkan bahwa Perencanaan Pembangunan Industri dilakukan dari 2 (dua) arah : 1. Melalui pendekatan top-down : pembangunan industri yang direncanakan, memperhatikan prioritas nasional diikuti partisipasi daerah. Berupa kebijakan top-down pembangunan industri nasional (dengan menentukan 32 industri prioritas, melalui pendekatan klaster) 2. Melalui pendekatan bottom-up : yaitu berlandaskan potensi yang dimiliki dan merupakan keunggulan daerah sehingga daerah memiliki daya saing perlu dibangun suatu mekanisme kerjasama dalam perencanaan yang memberi peluang untuk menyelaraskan kegiatan pembangunan industri antara pusat dan daerah bisa memberi manfaat yang sebaik-baiknya bagi kedua belah pihak

Tahapan Pertumbuhan Organisasi Proses pertumbuhan organisasi tidak mudah, sering menghadapi hambatan, karena : ada yang sengaja menghambat tidak setuju perubahan karena diuntungkan oleh pola lama anggota organisasi belum paham, terbiasa cara lama belum mampu mengelola organisasi yang berubah dengan baik. Akibatnya : proses pertumbuhan organisasi harus melalui beberapa kondisi kritis perlu dilewati dengan baik agar pertumbuhan organisasi berjalan lancar. Model pertumbuhan organisasi Greiner : mempelajari pertumbuhan organisasi untuk mengetahui titik-titik kritis dalam pertumbuhan ditunjukkan bahwa : organisasi mengalami krisis/kesulitan jika strukturnya tidak sesuai tahapan pertumbuhan yang sedang dialami periode sebelum dan sesudah masa kritis : tahapan pertumbuhan

BESAR Krisis?? Krisis Birokrasi Krisis Pengawasan Pertumbuhan melalui Kolaborasi UKURAN ORGANISASI Krisis Kepemimpinan Krisis Otonomi Pertumbuhan melalui Pendelegasian Pertumbuhan melalui Koordinasi Pertumbuhan melalui Pengarahan KECIL Pertumbuhan melalui Kreatifitas MUDA bayi remaja dewasa UMUR ORGANISASI TUA Tahapan Pertumbuhan Organisasi (Greiner)

Tahapan Pertama : Pertumbuhan melalui Kreatifitas organisasi baru berdiri, perhatian terpusat pada (a) penciptaan produk yang sesuai bagi organisasi dan (b) pengembangan kemampuan bertahan hidup dalam persaingan, (kemampuan membuat dan menjual) disebut tahapan pertumbuhan melalui kreatifitas, erat kaitannya dengan kreatifitas pendiri/pemimpin organisasi pendiri organisasi biasanya entrepreneur, perhatiannya terpusat pada kegiatan produksi dan pemasaran produk organisasi tidak formal, tidak birokratis, pengawasan dilakukan secara pribadi oleh pemilik/pimpinan organisasi. titik kritis Krisis Kepemimpinan : akibat organisasi membesar karyawan bertambah membawa persoalan : pimpinan berjiwa wiraswasta hanya tertarik produksi dan pemasaran, kurang terlatih mengatur karyawan krisis agar bisa melewati krisis : pimpinan berjiwa entrepreneur diganti manajer yang kuat, ahli dalam teknik-teknik pengaturan karyawan

Tahapan Kedua : Pertumbuhan melalui Pengarahan krisis kepemimpinan dilalui, organisasi telah memiliki pimpinan yg kuat : merumuskan arah/sasaran yang jelas. organisasi mulai dipecah jadi bagian-bagian,hirarki wewenang, penugasan, pembagian kerja jelas sistem manajemen mulai lebih teratur, (mis. manajemen keuangan, persediaan, dsb) komunikasi mulai lebih formal, birokrasi mulai lebih jelas titik kritis : Krisis Otonomi, karena bawahan mulai merasa berkuasa di unit masing-masing, menghadapi masalah-masalah skala besar perlu kewenangan lebih besar, tapi merasa dibatasi karena pemimpin dan birokrasi yang kuat krisis jika pimpinan yg kuat (krn sebelumnya sukses) tidak mendelegasikan sebagian wewenang ke bawah bawahan, walaupun ingin kewenangan, belum tentu mampu mengambil keputusan secara baik krisis otonomi bisa dilampaui jika pimpinan mau mendelegasikan sebagian wewenang kepada bawahan, dan bawahan mulai terlatih mengambil keputusan secara baik

Tahapan Ketiga : Pertumbuhan melalui Pendelegasian sebagian wewenang resmi didelegasikan kepada pimpinan tingkat bawah pimpinan bawah mendapat wewenang/tanggung jawab lebih besar : perhatian pimpinan puncak pada pemikiran bersifat strategis, pimpinan bawah pada operasi sehari-hari titik kritis : Krisis Pengawasan, otonomi pimpinan tingkat bawah besar organisasi berkembang tanpa kendali ke segala arah pimpinan puncak perlu mengarahkan kembali ke satu arah, dengan teknik-teknik koordinasi baru : arah perkembangan seluruh bagian diselaraskan sesuai tujuan organisasi sebagai kesatuan Tahapan Keempat : Pertumbuhan melalui Koordinasi organisasi sudah terkoordinasi dengan baik : personil profesional, menguasai program pengembangan organisasi secara keseluruhan, mampu melaksanakan kegiatan organisasi sesuai rencana diguna kan bentuk organisasi yang memudahkan koordinasi.

Titik kritis : Krisis Birokrasi, organisasi tumbuh membesar sehingga jadi birokratis pimpinan menengah dan bawah jadi kurang inovatif. Tahapan Kelima : Pertumbuhan melalui Kerjasama/Kolaborasi krisis birokrasi berhasil dilewati melalui semangat kerjasama kolaborasi disadari bahwa birokrasi diperlukan agar organisasi teratur, tapi jika berlebihan akan menghambat jadi terlatih/terbiasa menyelesaikan masalah tanpa terhambat birokrasi, perbedaan pendapat diselesaikan dengan cara tidak formal pengawasan formal menjadi tidak dibutuhkan muncul kontrol sosial sering memerlukan waktu cukup lama untuk tercapai Titik kritis : Krisis???, belum diketahui bentuknya, mungkin karena organisasi telah memliki mekanisme otomatis untuk perbaikan jika kondisi kritis akan tercapai

Mekanisme Kerjasama Pusat dan Daerah dalam Pengembangan Industri Pendekatan top-down dan bottom-up diperlukan agar terjadi sinergi antara perencanaan pusat dan daerah Mekanisme kerjanya : perlu bisa mengakomodasikan berbagai dimensi perencanaan menyediakan tahapan bagi proses argumentasi pusat daerah membuka peluang terjadinya koreksi tersedianya periode evaluasi bisa mengevaluasi keberhasilan suatu usulan program mekanisme kerja ini perlu tetap memperhatikan kepentingan strategis gambar (di halaman berikut) menunjukkan prinsip-prinsip dasar mekanisme perencanaan top-down dan bottom-up

SIKLUS PERENCA NAAN TOP- DOWN BOTTOM- UP Pendekatan Top-Down : 32 jenis Industri Prioritas Pembangunan dengan pendekatan klaster Kebijakan (Rencana Strategis/ Ren-cana Jangka Panjang) Pembangunan Industri Nasional RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) 2005-2025 KPIN (Kebijakan Pembangunan Industri Nasional) 1c 1a Kondisi/Pencapaian Aktual Pemba-ngunan Industri Nasional pada Tahun tertentu 1b Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional Tahunan (untuk Tahun tertentu) 2 3 4 Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional Tahunan disampaikan ke Daerahdaerah Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional Tahunan dievaluasi dan dikomentari Daerah-daerah sesuai kondisi /posisi pembangun-an Industri masing-masing Kebijakan (Rencana) Daerah Pembangunan Industri 17 Kondisi/Pencapai an Aktual Pembangun-an Industri Daerah pada Tahun tertentu Strategi Pembangunan Industri Daerah yang arahnya berbeda dari KPIN Kalender Waktu Perencanaan (1 tahun) 1 8

B A C Revisi Kebijakan (Rencana) Pemba-ngunan Industri Nasional Tahunan (untuk Tahun tertentu) disampaikan ke Daerahdaerah 7 TIDAK Disetujui Daerah? YA Daerah membuat Usulan Perencana an Pembangunan Industri Tahunan Daerah 8 12 Kriteria Kesesuaian dengan: -Pendekatan Top-Down -Pendekatan Bottom-Up (Kompetensi Inti Daerah) -Sinergi Pusat-Daerah -Sinergi Antar Wilayah/Daerah -Ketersediaan/prioritas Anggaran -Keterkaitan/kesinambun g-an Logis dengan Program/ Proyek sebelumnya -Kriteria-kriteria Perencanaan Usulan Perencanaan Pembangunan Industri Tahunan Daerah diajukan ke Pusat Evaluasi oleh Pusat untuk menetap-kan Program/Proyek yang bisa dise tujui -Negosiasi Pusat dan Daerah Daftar Program/Proyek Daerah yang bisa disetujui Pelaksanaan Program/Proyek oleh 9 10 11 Masukan untuk Kebijak an Pembangunan 18 Kalender Waktu Perencanaan (1 tahun)

Keterangan : Siklus Perencanaan ini berlangsung selama 1 tahun, dimana dilakukan proses lengkap Perencanaan, Pelaksanaan, Monitoring, dan Evaluasi secara lengkap dan berkesinambungan, dalam pengertian bahwa hasil-hasil perencanaan suatu tahun perencanaan tertentu akan menjadi masukan untuk mempertimbangkan kebijakan maupun program-program tahun berikutnya, sebagai berikut : 1. Dengan mengacu kepada KPIN dan RPJP, Pusat merumuskan Kebijakan (Rencana Strategis/Rencana Jangka Panjang) Pembangunan Industri Nasional (1a), dengan jangka waktu perencanaan yang lebih operasional dibanding RPJP (misal 5 tahunan). 2. Mengacu kepada Kebijakan (Rencana Strategis/Rencana Jangka Panjang) Pembangunan Industri Nasional (1a), Kebijakan mengenai 32 jenis industri prioritas dan pembangunan berbasis pendekatan klaster yang merupakan rumusan top-down (1b), dan Kondisi/Pencapaian Aktual Pembangunan Industri Nasional yang merupakan hasil pelaksanaan program-program pembangunan sektor Industri tahun sebelumnya (1c), Pusat kemudian merumuskan Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu (2). Kebijakan ini memuat kebijakan dan sasaran pembangunan sektor industri secara nasional. Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu (2) ini kemudian disampaikan ke daerah-daerah.

3. Daerah-daerah kemudian mengevaluasi dan mengkomentari (4) Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu (2) ini, sesuai dengan kondisi/pencapaian aktual pembangunan sektor industri di daerahnya masing-masing, dan juga apabila daerah memutuskan untuk menganut strategi pembangunan industri yang mungkin tidak berkesesuaian dengan KPIN (17). 4. Pusat kemudian mengevaluasi dan mungkin merevisi (5) Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu, sesuai komentar dari daerah-daerah, sehingga sesuai dengan kepentingan pembangunan sektor Industri di tingkat Pusat maupun daerah (6). Revisi Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu kemudian disampaikan ke daerah-daerah (7), dan kembali dievaluasi dan dikomentari oleh daerah, sehingga Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu benar-benar dapat disepakati di tingkat Pusat maupun Daerah.

5. Disesuaikan dengan Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu yang telah disepakati Pusat dan Daerah, daerah-daerah menyusun Usulan Perencanaan Pembangunan Industri Tahunan Daerah (8) yang memuat rencana pembangunan sektor Industri daerah untuk tahun tertentu. Usulan tersebut kemudian diajukan ke Pusat (9). 6. Pusat kemudian mengevaluasi Usulan Perencanaan Pembangunan Industri Tahunan Daerah (10), menetapkan usulan yang bisa disetujui dan yang ditolak, dengan mengacu kepada berbagai kriteria perencanaan (10). Catatan : penggunaan kriteria ini perlu dipertimbangkan untuk melalui pentahapan sesuai kematangan kemampuan perencanaan di tingkat Pusat maupun Daerah. Apabila diperlukan, bisa dilakukan negosiasi antara Pusat dan Daerah, sehingga argumentasi dan informasi pendukung usulan suatu program bisa disampaikan secara lengkap. Berdasarkan hasil evaluasi ini, kemudain Pusat menyusun daftar Program/Proyek Daerah yang bisa disetujui (12).

7. Daerah kemudian melaksanakan Program/Proyek Daerah yang disetujui. Proses pelaksanaan maupun hasilnya dimonitor dan kemudian dievaluasi, baik di tingkat Daerah (14) dan juga secara Nasional di tingkat Pusat (15). Hasil monitoring di tingkat Daerah dan Pusat itu kemudian akan menjadi masukan untuk perumusan Kebijakan Pembangunan Industri Daerah dan Nasional tahun berikutnya (16) dan juga akan memberikan gambaran mengenai Kondisi/Pencapaian Aktual Pembangunan Industri Nasional yang merupakan hasil pelaksanaan program-program pembangunan sektor Industri suatu tahun tertentu, dan akan menjadi masukan untuk merumuskan Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional Tahunan untuk tahun berikutnya, maupun sebagai masukan bagi Daerah untuk mengevaluasi Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional Tahunan yang dirumuskan oleh Pusat (17) 8. Siklus Perencanaan yang berlangsung selama 1 tahun ini, dimana dilakukan proses lengkap Perencanaan, Pelaksanaan, Monitoring, dan Evaluasi secara lengkap dan berkesinambungan, perlu dilakukan serempak, dengan mematuhi waktu (jadwal) perencanaan, sehingga juga diperlukan penyusunan Kalender Waktu Perencanaan (18).

Penutup menggembirakan jika mekanisme kerjasama ini bisa dirumuskan dengan baik, digunakan, sehingga sinergi pengembangan industri pusat dan daerah bisa terwujud perlu diperhatikan : berbagai pihak yang terlibat perlu paham manfaat dan penggunaannya perlu sosialisasi menyeluruh dalam operasionalisasinya, mekanisme ini perlu dievaluasi, dikoreksi, dan disempurnakan. ooo Bandung, 26/02/08 SBL