KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii BAB I PENGELOLAAN BMN I.1 Dasar Hukum I.2 Pengelolaan BMN... 1 BAB II PERSEDIAAN...

dokumen-dokumen yang mirip
SALINAN LAMPIRAN II : TATA CARA PEMBUKUAN BARANG MILIK NEGARA

BAHAN AJAR PENATAUSAHAAN BARANG MILIK NEGARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lampiran I Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : 45/Menhut/II/2008 Tanggal : 5 Agustus 2008 PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAUSAHAAN BARANG MILIK NEGARA

SALINAN LAMPIRAN I : STRUKTUR ORGANISASI DAN TUGAS PELAKSANA PENATAUSAHAAN BARANG MILIK NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah MENUJU TERTIB ADMINISTRASI, TERTIB FISIK DAN TERTIB HUKUM PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA

MODUL PENYUSUTAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA ASET TETAP PADA ENTITAS PEMERINTAH PUSAT ABSTRAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1343, 2012 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Persediaan. Penatausahaan. Pencabutan.

MODUL PENYUSUTAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA ASET TETAP PADA ENTITAS PEMERINTAH PUSAT

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN-KP/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.45/Menhut-II/2008 TENTANG PENATAUSAHAAN BARANG MILIK NEGARA LINGKUP DEPARTEMEN KEHUTANAN

DEFINISI. Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/MENHUT-II/2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES,

BATAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/ DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 120/PMK.06/2007 TENTANG PENATAUSAHAAN BARANG MILIK NEGARA

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

SALINAN TENTANG. Nomor. Dan Pelabuhan Bebas. Batam; Mengingat. Pemerintah

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Magetan

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 3 TAHUN 2007

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 02/PRT/M/2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Magetan

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL PERIODE TAHUN ANGGARAN 2013

MENTERI KEUANGAN ' REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 4/PMK.06/2013 TENTANG

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Laporan Barang Kuasa Pengguna Balai Besar Logam dan Mesin Tahun Anggaran 2017

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA SEMESTER II PERIODE 31 DESEMBER 2015 TAHUN 2015

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

SALINAN NO : 14 / LD/2009

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

B. Pelaksana Pelaporan Pelaksana pelaporan adalah seluruh pelaksana penatausahaan di lingkungan Kementerian Sosial.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA (BMN) BERDASARKAN PP NOMOR 6 TAHUN 2006

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR : 04 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 247/PMK.06/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 20

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN SISTEM PELAPORAN KEUANGAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA /ESELON I/SATUAN KERJA...

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI

TATA CARA PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA SEWA DAN PINJAM PAKAI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB IV PROSEDUR AKUNTANSI ATAS BARANG MILIK NEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 102/PMK.05/2009 TENTANG

BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Inspektur I Kemenristekdikti

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA NOMOR /UN40/HK//2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 246/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGGUNAAN BARANG MILIK NEGARA

SALINAN BUPATI BULELENG, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 511 ayat (1),

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENGELOLAAN BMN... 1 I.1 Dasar Hukum... 1 I.2 Pengelolaan BMN... 1 BAB II PERSEDIAAN... 16 II.1 Penerimaan Barang Persediaan... 16 II.2 Penyimpan Barang... 16 II.3 Pengeluaran Barang... 16 II.4 Penghapusan Persediaan... 17 II.5 Penghapusan Perlengkapan Dokumen... 17 II.6 Kartu Persediaan Barang... 17 ii

BAB I PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA (BMN) I.1 Dasar Hukum 1. UU no. 17 tahun 2003 tentang keuangan negara. 2. UU no. 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara 3. PP no. 38 tahun 2008 tentang perubahan atas PP no.6 tahun 2006 tentang pengelolaan BMN/BMD 4. PP no. 71 tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintah. 5. PMK no. 96 tahun 2007 tentang tata cara pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtangan BMN. 6. PMK no. 244 tahun 2012 tentang tata cara pelaksanaan pengawasan dan pengendalian BMN. 7. PMK no. 33 tahun 2012 tentang tata cara pelaksanaan sewa barang milik negara. 8. PMK no. 1 tahun 2013 tentang penyusutan BMN. 9. KMK no. 4/KMK.06/2013 tentang perubahan atas KMK no. 53/KMK.06/ 2012 tentang penerapan penyusutan BMN berupa aset tetap pada pemerintah pusat. I.2 Pengelolaan BMN Pengelolaan BMN meliputi: 1. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran 2. Pengadaan 3. Penggunaan 4. Pemanfaatan 5. Pengamanan dan pemeliharaan 6. Penilaian 7. Penghapusan 8. Pemindahtanganan 9. Penatausahaan 10. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian I.2.a Perencanaan kebutuhan dan penganggaran Perencanaan kebutuhan BMN disusun dalam rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembagasetelah memperhatikan ketersediaan BMN yang ada. 1

I.2.b Pengadaan Pengadaan BMN dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. I.2.c Penggunaan Pengelola barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN, jadi yang disebut dengan pengelola barang disini adalah menteri keuangan. Sedangkan pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN, jadi yang disebut dengan pengguna barang disini adalah kepala kementerian/lembaga/instansi. Adapun wewenang dan tanggung jawab dari pengelola barang adalah sebagai berikut: 1) Merumuskan kebijakan, mengatur dan menetapkan pedoman pengelolaan BMN 2) Meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan BMN 3) Menetapkan status penguasaan dan penggunaan BMN 4) Menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan bangunan Sedangkan wewenang dan tanggung jawab dari pengguna barang adalah: 1. Menetapkan Kuasa Pengguna Barang (KPB) dan menunjuk pejabat yang mengurus dan menyimpan BMN 2. Mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran BMN untuk kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya 3. Melaksanakan pengadaan BMN sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku 4. Mengamankan dan memelihara BMN yang berada dalam penguasaannya Menggunakan BMN yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga. Penetapan status penggunaan yang dilakukan oleh pengelola barang adalah: a. BMN berupa tanah dan/atau bangunan. Dalam hal BMN berupa bangunan dibangun di atas tanah pihak lain, usulan penetapan status penggunaan bangunan tersebut harus disertai perjanjian antara pengguna barang dengan pihak lain tersebut yang memuat jangka waktu, dan kewajiban para pihak. KPB wajib menyerahkan BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan kepada pengelola barang. Dalam rangka optimalisasi BMN, pengelola barang dapat mengalihkan status penggunaan BMN dari suatu KPB kepada KPB lainnya. b. BMN yang mempunyai bukti-bukti kepemilikan, seperti sepeda motor, mobil, kapal, pesawat terbang 2

c. BMN yang nilai perolehannya diatas Rp25.000.000,- Penetapan status penggunaan yang dilakukan oleh pengguna barang adalah BMN selain tanah dan/atau bangunan yang nilai perolehan dibawah Rp 25.000.000,00 per unit. Pencatatan oleh KPB dilakukan untuk seluruh BMN yang berada dalam penguasaan KPB. Pencatatan dilakukan setelah dilaksanakannya penetapan status penggunaan. Untuk kondisi yang mendesak, dapat dilakukan pencatatan terlebih dahulu sebelum ditetapkan status penggunaannya. Penggunaan sementara dilakukan hanya sesama dengan instansi vertikal dengan cara ijin ke pengelola barang. Tata cara penetapan status penggunaan BMN mengacu kepada PMK no. 96 tahun 2007 tentang tata cara pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtangan BMN. I.2.d Pemanfaatan Pemanfaatan BMN terdiri dari sewa, pinjaman pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangunan guna serah/bangun serah guna. a. Sewa. Sewa adalah pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Penyewaan BMN dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan BMN yang belum/tidak digunakan serta untuk mencegah penggunaan BMN oleh pihak lain secara tidak sah. Sewa yang sering dijumpai oleh BPS provinsi/ kabupaten/ kota adalah kantin dan koperasi. Tata cara sewa BMN mengacu kepada PMK no 33 tahun 2012 tentang tata cara pelaksanakan sewa barang milik negara. b. Pinjam pakai. Pinjam pakai dilaksanakan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Jangka waktu pinjam pakai paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang. Pinjam pakai dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian. c. Kerjasama pemanfaatan 1) Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak 2) BMN yang dapat dijadikan objek kerja sama pemanfaatan adalah tanah dan/atau bangunan, baik yang ada pada pengelola barang maupun yang status penggunaannya ada pada pengguna barang, serta BMN selain tanah dan/atau bangunan. 3) Kerjasama pemanfaatan atas BMN dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 3

a) Tidak tersedia atau cukup tersedia dana dalam APBN untuk memenuhi biaya operasional/ pemeliharaan/ perbaikan yang diperlukan terhadap BMN tersebut. b) Mitra kerjasama pemanfaatan ditetapkan melalui tender. c) Mitra kerjasama harus membayar kontribusi ke rekening kas umum negara selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan. d) Besaran pembayaran kontribusi dan pembagian keuntungan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang e) Besaran pembayaran kontribusi dan pembagian keuntungan harus mendapat persetujuan pengelola barang. f) Selama jangka waktu pengoperasian, mitra kerjasama dilarang menjaminkan atau menggadaikan BMN yang menjadi obyek kerjasama pemanfaatan. g) Jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling lama tiga puluh tahun dan dapat diperpanjang. 4) Contohnya pembangunan jalan tol. d. Bangun Guna Serah (BGS) dan Bangun Serah Guna (BSG) 1) Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian digunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan kembali kepada pengelola barang setelah berakhirnya jangka waktu. 2) Bangun Serah Guna (BSG) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada pengelola barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama jangka waktu tertentu yang disepakati. 3) BGS dan BSG dilakukan untuk menyediakan bangunan dan fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga, yang dana pembangunannya tidak tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 4) BMN yang dapat dijadikan objek BGS/BSG adalah BMN yang berupa tanah, baik tanah yang ada pada pengelola barang maupun tanah yang status penggunaannya ada pada pengguna barang. 5) Tata cara Bangunan Guna Serah dan Bangunan Serah Guna mengacu kepada PMK No. 96 Tahun 2007 tentang tata cara pelaksanaan, penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtangan BMN. 4

I.2.e Pengamanan dan pemeliharaan a. Pengamanan KPB wajib melakukan pengamanan BMN yang berada dalam penguasaannya, meliputi pengamanan administrasi, fisik, dan hukum. BMN berupa tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah RI. Sedangkan BMN berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah RI. Selanjutnya, BMN selain tanah dan/atau bangunan dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama pengguna barang. Penyimpanan bukti kepemilikan BMN berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh KPB. Pengamanan fisik contohnya pemagaran/papan nama untuk tanah yang belum secara langsung digunakan. b. Pemeliharaan KPB bertanggung jawab atas pemeliharaan BMN, dengan berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPB). Biaya pemeliharaan BMN dimaksud dibebankan pada APBN. KPB wajib membuat Daftar Hasil Pemeliharaan Barang (DHPB) yang berada dalam kewenangannya, dan melaporkan kepada pengguna barang secara berkala. Selanjutnya, pengguna barang atau pejabat yang ditunjuk meneliti laporan tersebut dan menyusun daftar hasil pemeliharaan barang yang dilakukan dalam 1 (satu) tahun anggaran sebagai bahan untuk melakukan evaluasi mengenai efisiensi pemeliharaan BMN. I.2.f Penilaian a. Penilaian BMN dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat, pemanfaatan, dan pemindahtanganan BMN. b. Penetapan nilai BMN dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). c. Selanjutnya berdasarkan lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintahan, khususnya paragraf 52 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) berbasis akrual nomor 07 tentang akuntansi aset tetap, aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. d. Penyusutan aset tetap dilakukan untuk: 1) Menyajikan nilai aset tetap secara wajar sesuai dengan manfaat ekonomi aset dalam laporan keuangan pemerintah pusat; 2) Mengetahui potensi BMN dengan memperkirakan sisa masa manfaat suatu BMN yang masih dapat diharapkan dapat diperoleh dalam beberapa tahun ke depan; 5

3) Memberikan bentuk pendekatan yang lebih sistematis dan logis dalam menganggarkan belanja pemeliharaan atau belanja modal untuk mengganti atau menambah aset tetap yang sudah dimiliki. e. Penyusutan dilakukan terhadap aset tetap berupa: 1) Gedung dan bangunan; 2) Peralatan dan mesin; 3) Jalan, irigasi, dan jaringan; dan 4) Aset tetap lainnya berupa aset tetap renovasi (kecuali tanah dalam renovasi) dan alat musik modern. 5) Aset tetap yang direklasifikasi sebagai aset lainnya berupa aset kemitraan dengan pihak ketiga dan aset idle. f. Ketentuan umum penyusutan : 1) Penyusutan dilakukan atas aset tetap yang berada dalam pengelolaan pengelola barang dan pengguna barang, termasuk yang sedang dimanfaatkan dalam rangka pengelolaan BMN. 2) Penyusutan aset tetap dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus. 3) Penyusutan dilakukan tanpa memperhitungkan adanya nilai residu. 4) Penyusutan aset tetap setiap semester disajikan sebagai akumulasi penyusutan di neraca periode berjalan berdasarkan standar akuntansi pemerintahan berbasis kas menuju akrual. 5) Penyusutan aset tetap diakumulasikan setiap semester dan disajikan dalam akun akumulasi penyusutan sebagai pengurang nilai aset tetap dan diinvestasikan dalam aset tetap di neraca. g. Beberapa hal yang harus dilakukan satker atas BMN dengan kondisi rusak berat: 1) Pada saat suatu BMN diketahui kondisinya rusak, satker segera melakukan perubahan kondisi BMN dengan menerbitkan surat keterangan atas kondisi BMN tersebut. 2) Satker mengusulkan kepada pengelola barang untuk dilakukan penghapusan atas BMN tersebut dengan menyertakan syarat-syarat sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. 3) Setelah melakukan pengusulan kepada pengelola barang, selanjutnya satker melakukan reklasifikasi BMN tersebut ke dalam daftar barang rusak berat. Dampak dari proses reklasifikasi tersebut adalah tidak dicantumkannya BMN tersebut di dalam laporan barang kuasa pengguna, posisi BMN di neraca, dan buku barang. 4) Proses reklasifikasi data BMN di atas tidak menghilangkan kewajiban satker dalam mencetak dan melaporkan daftar barang rusak berat dan laporan barang rusak berat, serta mengungkapkannya dalam catatan atas laporan BMN dan catatan atas laporan keuangan. 6

5) Penyusutan tidak dilakukan terhadap BMN yang direklasifikasi sebagaimana angka 3 (tiga) di atas. h. Beberapa hal yang harus dilakukan satker atas BMN yang dinyatakan hilang berdasarkan dokumen sumber yang sah: 1) Jika suatu BMN dinyatakan hilang berdasarkan dokumen sumber yang sah, satker mengusulkan kepada pengelola barang untuk dilakukan penghapusan atas BMN tersebut dengan menyertakan syarat-syarat sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. 2) Setelah melakukan pengusulan kepada pengelola barang, selanjutnya satker melakukan reklasifikasi BMN tersebut ke dalam daftar barang hilang. Dampak dari proses reklasifikasi tersebut adalah tidak dicantumkannya BMN tersebut di dalam laporan barang kuasa pengguna, osisi BMN di Neraca, dan Buku Barang. (Proses reklasifikasi dilakukan melalui menu reklasifikasi BMN ke dalam daftar barang hilang pada aplikasi SIMAK-BMN). 3) Proses reklasifikasi data BMN sebagaimana angka 2 (dua) di atas tidak menghilangkan kewajiban satker dalam mencetak dan melaporkan daftar barang hilang dan laporan barang hilang, serta mengungkapkannya dalam catatan atas laporan BMN dan catatan atas laporan keuangan. (Daftar barang hilang dan laporan barang hilang terlampir) 4) Penyusutan tidak dilakukan terhadap BMN yang direklasifikasi sebagaimana angka 2 (dua) di atas. 5) Dalam hal BMN berupa aset tetap yang dinyatakan hilang diketemukan kembali, dilakukan pencatatan sebagaimana perolehan BMN, yaitu: a. Dicatat sebagai transaksi perolehannya apabila diperoleh pada tahun anggaran berjalan. b. Dicatat sebagai transaksi saldo awal apabila diperoleh sebelum tahun anggaran berjalan. i. Aset tetap renovasi merupakan renovasi atas aset tetap yang tidak terdaftar dalam daftar barang kuasa pengguna satuan kerja tersebut, melainkan terdaftar dalam daftar barang kuasa pengguna satuan kerja lain atau milik satuan kerja perangkat daerah yang memenuhi persyaratan kapitalisasi aset tetap. Adanya perbedaan karakteristik antara ATR dengan aset tetap secara umum mengakibatkan perlunya penambahan/ pembedaan asumsi atas penyusutan ATR, sebagai berikut: 1) ATR yang diperoleh sampai dengan 31 desember 2012 diasumsikan tidak memiliki masa manfaat. 2) ATR yang diperoleh setelah 31 desember 2012 dan menambah masa manfaat aset tetap induk. 7

3) ATR yang diperoleh setelah 31 desember 2012 dan tidak menambah masa manfaat aset tetap induk. 4) Transfer BMN merupakan perpindahan kepemilikan BMN dari satu satker ke satker lainnya dimana kedua satker tersebut merupakan entitas pemerintah pusat. Pada proses transfer BMN ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai berikut: a) Satker pemberi Penghapusan BMN dilakukan berdasarkan berita acara serah terima BMN. Penghapusan BMN dari pembukuan (SIMAK-BMN) dilakukan dengan cara menghapus nilai buku BMN dan akumulasi penyusutannya. Serah terima BMN dilengkapi dengan serah terima arsip data komputer atas BMN yang ditransfer keluar. Arsip data komputer merupakan output SIMAK-BMN yang memuat informasi data BMN, nilai buku BMN, serta akumulasi penyusutan atas BMN tersebut. b) Satker penerima Pencatatan BMN dilakukan berdasarkan berita acara serah terima BMN. Tanggal perolehan BMN dibukukan berdasarkan tanggal perolehan awal satker pemberi. Hal tersebut dimaksudkan agar masa manfaat aset dapat diukur berdasarkan perolehan awalnya. Tanggal pembukuan BMN dibukukan berdasarkan tanggal berita acara serah terima BMN. Pencatatan BMN dilakukan dengan cara membukukan nilai buku BMN dan akumulasi penyusutannya. Pencatatan BMN dilakukan dengan cara melakukan proses terima arsip data komputer atas BMN yang diterima. Arsip data komputer merupakan output SIMAK-BMN yang memuat informasi data BMN, nilai buku BMN, serta akumulasi penyusutan atas BMN tersebut. 5) Hibah BMN merupakan perpindahan kepemilikan BMN dari satker (entitas pemerintah pusat) ke unit lainnya dimana unit lainnya tersebut bukan merupakan entitas pemerintah pusat. Pada proses hibah BMN ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai berikut : a) Entitas pemerintah pusat sebagai pemberi Penghapusan BMN dilakukan berdasarkan berita acara serah terima BMN. 8

Penghapusan BMN dari pembukuan (SIMAK-BMN) dilakukan dengan cara menghapus nilai buku BMN dan akumulasi penyusutannya. b) Entitas pemerintah pusat sebagai penerima Pencatatan BMN dilakukan berdasarkan berita acara serah terima BMN. Tanggal perolehan BMN dibukukan berdasarkan tanggal perolehan awal unit pemberi. Hal tersebut dimaksudkan agar masa manfaat aset dapat diukur berdasarkan perolehan awalnya. Tanggal pembukuan BMN dibukukan berdasarkan tanggal berita acara serah terima BMN. Pencatatan BMN dilakukan dengan cara membukukan nilai buku BMN dan akumulasi penyusutannya. Akumulasi penyusutan atas BMN yang diperoleh dari hibah dihitung secara otomatis oleh aplikasi SIMAK-BMN pada saat satker melakukan pencatatan BMN. I.2.g Penghapusan a. Penghapusan adalah tindakan menghapus BMN dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang dan/atau pengelola barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik barang yang berada dalam penguasaannya. b. Tata cara penghapusan BMN mengacu kepada PMK no. 96 tahun 2007 tentang tata cara pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtangan BMN. c. Penghapusan yang akan dilakukan oleh BPS Kabupaten/Kota dilakukan dengan cara melakukan menyampaikan surat usul penghapusan kepada BPS provinsi dan oleh BPS provinsi akan disampaikan ke BPS pusat disertai dengan penjelasan. d. Surat usulan penghapusan yang telah sampai ke BPS pusat akan dikirimkan ke DJKN untuk ditindaklanjuti. I.2.h Pemindahtanganan a. Bentuk pemindahtanganan meliputi penjualan, tukar menukar, hibah dan penyertaan modal pemerintah pusat. b. Tata cara pemindahtanganan BMN mengacu kepada PMK no. 96 tahun 2007 tentang tata cara pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtangan BMN. 9

I.2.i Penatausahaan a. Penatausahaan BMN meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan BMN. b. Seluruh BMN merupakan objek penatausahaan, yang berada dalam penguasaan KPB c. Penatausahaan BMN bertujuan untuk mewujudkan tertib administrasi dan mendukung tertib pengelolaan BMN. Adapun ruang lingkup penatausahaan BMN meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMN d. Hasil penatausahaan BMN ini nantinya dapat digunakan dalam rangka 1) Penyusunan negara pemerintah pusat setiap tahun, 2) Perencanaan kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan BMN setiap tahun untuk digunakan sebagai bahan penyusunan rencana anggaran, dan 3) Pengamanan administrasi BMN. e. Pengorganisasian 1) Organisasi penatausahaan BMN pada Pengguna Barang adalah sebagai berikut: a) Unit Penatausahaan Pengguna Barang Wilayah (UPPB-W); UPPB-W adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat kantor wilayah atau unit kerja lain di wilayah yang ditetapkan sebagai UPPB-W, yang secara fungsional dilakukan oleh unit eselon III yang membidangi kesekretariatan dan unit eselon IV yang membidangi BMN. Penanggung jawab UPPB-W adalah kepala kantor wilayah atau kepala unit kerja yang ditetapkan sebagai UPPB-W. UPPB-W ini membawahi UPKPB. b) Unit Penatausahaan Kuasa Pengguna Barang (UPKPB). UPKPB adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat satuan kerja (Kuasa Pengguna Barang), yang secara fungsional dilakukan oleh unit eselon III, eselon IV dan/atau eselon V yang membidangi kesekretariatan dan/atau BMN. Penanggung jawab UPKPB adalah kepala kantor/kepala satuan kerja. 2) Bagan pengorganisasian dalam pelaksanaan pentausahaan BMN adalah sebagai berikut : 10

a. Bagan organisasi pada pelaksana penatausahaan pada pengguna barang. Kementerian Negara/Lembaga Dana dekono n Dana TP BLU b. Alur organisasi penatausahaan BMN pada Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang dan pada Pengelola Barang adalah sebagai berikut: 11

3) Tugas pelaksana penatausahaan Tugas pelaksana penatausahaan meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan. Selain itu juga termasuk tugas dari pelaksana penatausahaan adalah pengamanan dokumen. a) Pembukuan merupakan kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam daftar barang menurut penggolongan dan kodefikasi barang. Tingkat pengguna barang harus mebuat Daftar Barang Pengguna (DBP), tingkat kuasa pengguna barang harus membuat Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP), dan tingkat pengelola barang harus membuat Daftar BMN (tanah dan/atau bangunan). b) Pengguna barang/kuasa pengguna barang harus menyimpan dokumen kepemilikan selain tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya. Sedangkan pengelola barang harus meyimpan dokumen kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang berada dalam pengelolaannya. I.2.i.a Pembukuan a) Kegiatan pembukuan pada UPKPB (Satker) Membukukan dan mencatat semua BMN yang telah ada ke dalam buku barang dan/atau Kartu Indentitas Barang (KIB), Membukukan dan mencatat setiap mutasi BMN ke dalam Buku Barang dan/atau KIB, Membukukan dan mencatat hasil inventarisasi ke dalam Buku Barang dan/atau KIB, Menyusun daftar barang tersebut yang datanya berasal dari buku barang dan Kartu Indentitas Barang, Mencatat semua barang dan perubahannya atas perpindahan barang antar lokasi/ruangan ke dalam daftar barang ruangan dan/atau daftar barang lainnya, Mencatat perubahan kondisi barang ke dalam buku barang, dan Mencatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersumber dari pengelolaan BMN yang berada dalam penguasaannya. Sebagai catatan : Dalam membukukan dan mencatat BMN ke dalam buku barang, Kartu Identitas Barang, daftar barang ruangan dan daftar barang lainnya dapat menggunakan sistem aplikasi yang sudah ada (SIMAK-BMN). Dalam melakukan pembukuan akan dikelompokkan jenis buku/kartu identitas/daftar dan daftar barang yang dimaksud. Jenis buku/kartu identitas/daftar. 12

Buku barang meliputi buku barang intrakomptabel, buku barang ekstrakomptabel, buku barang bersejarah, buku barang persediaan, dan buku barang konstruksi dalam pengerjaan. Selanjutnya Kartu Identitas Barang (KIB) meliputi KIB tanah, KIB bangunan gedung, KIB bangunan air, KIB alat angkutan bermotor, KIB alat besar darat, dan KIB alat persenjataan. Selain itu ada daftar barang ruangan, daftar barang lainnya. Terakhir terdapat Buku Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Jenis daftar barang. Daftar barang ini terdapat pada UPKPB, UPPB-W, UPPB-E1, dan UPPB. Daftar barang ini meliputi daftar barang persediaan, daftar barang tanah, daftar barang gedung dan bangunan. selain itu terdapat daftar barang peralatan dan mesin yaitu terdiri dari alat angkutan bermotor, alat besar, alat persenjataan, dan peralatan lainnya. selanjutnya terdapat daftar barang jalan, irigasi, dan jaringan, daftar barang aset tetap lainnya, daftar barang konstruksi dalam pengerjaan, daftar barang barang bersejarah, dan aset lainnya. b) Kegiatan pembukuan pada UPPB-W/UPPB-E1/UPPB Mendaftarkan dan mencatat setiap mutasi BMN dan hasil inventarisasi ke dalam daftar barang, Menghimpun PNBP yang bersumber dari pengelolaan BMN yang berada dalam pengusaannya. Melakukan pemutakhiran data dalam rangka penyusunan laporan semesteran dan tahunan dengan unit penatausahaan di wilayah kerjanya. Melakukan pembinaan penatusahaan BMN kepada unit penatusahaan di wilayah kerjanya, dan melakukan pengamanan dokumen I.2.i.b Inventarisasi a. Inventarisasi merupakan kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil inventariasi BMN yang meliputi : Pengguna barang, melakukan inventarisasi sekurang-kurangnya dalam lima tahun (kecuali berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan, dilakukan setiap tahun). UPKPB melakukan inventarisasi BMN UPPB-W/UPPB-E1/UPPB mengkoordinasikan pelaksanaan inventarisasi BMN 13

Kegiatan inventarisasi dalam lima tahun sekali adalah sensus, sedangkan kegiatan inventarisasi berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan adalah opname fisik. Atas pelaksanaan inventarisasi dimaksud pengguna barang menyampaikan laporan kepada pengelola barang selambat-lambatnya 3 bulan setelah selesainya inventarisasi. Pengelola barang, melakukan inventarisasi berupa tanah dan/atau bangunan yang berada dalam pengelolaannya sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun. b. Tujuan inventarisasi Agar semua BMN dapat terdata dengan baik dalam upaya mewujudkan tertib administrasi dan Untuk mempermudah pelaksanaan pengelolaan BMN. I.2.i.c Pelaporan a. Pelaporan adalah kegiatan penyampaian data dan informasi yang dilakukan oleh unit pelaksana penatausahaan BMN pada pengguna barang dan pengelola barang. b. Maksud pelaporan adalah agar semua data dan informasi mengenai BMN dapat disajikan dan disampaikan kepada pihak yang berkepentingan dengan akurat guna mendukung pelaksanaan pengambilan keputusan dalam rangka pengelolaan BMN dan sebagai bahan penyusunan neraca pemerintah pusat. Pelaksana pelaporan adalah seluruh pelaksana penatausahaan pada pengguna barang dan pengelola barang. c. Tujuan pelaporan adalah untuk menyampaikan/ mendapatkan data dan informasi BMN hasil pembukuan dan inventarisasi yang dilakukan oleh pelaksana penatausahaan pada pengguna barang dan pengelola barang yang akurat sebagai bahan pengambilan kebijakan mengenai pengelolaan BMN dan sebagai bahan penyusunan neraca pemerintah pusat. Kuasa pengguna barang menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP) semesteran dan tahunan untuk disampaikan kepada pengguna barang. Pengguna barang menyusun Laporan Barang Pengguna (LBP) semesteran dan tahunan untuk disampaikan kepada pengelola barang. I.2.i.d Pengamanan Dokumen a. Pengguna barang/kuasa pengguna barang menyimpan asli dokumen kepemilikan BMN selain tanah dan/atau bangunan yang 14

berada dalam penguasaannya, menyimpan fotocopy/salinan dokumen kepemilikan BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya, dan menyimpan asli dan/atau fotocopy/ salinan dokumen penatausahaan BMN. I.2.j Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian a. Pembinaan 1) Menteri keuangan menetapkan kebijakan umum pengelolaan BMN. 2) Menteri keuangan juga menetapkan kebijakan tehnis dan melakukan pembinaan pengelolaan BMN b. Pengawasan dan pengendalian 1) Pengguna barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan BMN yang berada pada pengusaannya. 2) Pelaksanaan pemantauan dan penertiban dimaksud dilaksanakan oleh KPB. KPB dan PB dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban dimaksud. Kemudian kuasa pengguna barang dan pengguna barang menindaklanjuti hasil audit dimaksud sesuai dengan ketentuan undang-undang. 15

BAB II PERSEDIAAN Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Persediaan merupakan aset yang berwujud Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional pemerintah; Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi; Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat; Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka kegiatan pemerintahan; II.1 Penerimaan Barang Persediaan 1. Pengadaan barang persediaan a. Pengadaan barang persediaan harus dilengkapi dengan surat permintaan barang, yang diajukan oleh subject matter dan disetujui oleh PPK/ KPA. b. Pengadaan barang dikoordinasikan oleh Kasubbag Tata Usaha 2. Mutasi masuk barang persediaan Mutasi masuk barang persediaan dapat berasal dari satker lainnya yang setingkat atau yang lebih tinggi II.2 Penyimpan Barang 1. Pejabat penerima dan penyimpan barang wajib memeriksa jumlah, kualitas, spesifikasi dan kondisi barang, untuk setiap barang yang telah diterima. 2. Pejabat penerima dan penyimpan barang harus menolak barang yang tidak sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam SPK/kontrak atau dokumen sumber lainnya. 3. Penerimaan barang dicatat dengan tertib (kartu kendali, aplikasi persediaan/simak BMN), dokumen surat pengantar barang, BAST, SPK, faktur, kwitansi harus disimpan dengan baik. II.3 Pengeluaran Barang 1. Setiap barang yang dikeluarkan/dikirim harus didasarkan pada surat permintaan barang 2. Barang dapat dikeluarkan setelah ada persetujuan atasan penyimpan barang. 3. Penerima barang menandatangani surat permintaan barang 16

4. Pengeluaran barang dicatat dengan tertib, dan surat permintaan barang disimpan dengan baik. 5. Pengeluaran barang persediaan harus diperhitungkan dengan cermat agar pada akhir kegiatan tidak ada sisa barang persediaan di gudang, yang tidak dimanfaatkan. II.4 Penghapusan Persediaan 1. Persediaan dalam kondisi usang, rusak, dan tidak terpakai dapat dihapuskan. 2. Persediaan yang akan dihapuskan, diusulkan ke provinsi, kemudian provinsi merekap data dan dikirimkan ke BPS RI. 3. Usulan penghapusan oleh BPS RI ke KPKNL. 4. Rekomendasi/persetujuan penghapusan dokumen dari KPKNL segera di tindaklanjuti dengan SK penghapusan oleh BPS RI. 5. Setelah SK penghapusan terbit, maka permohonan lelang dapat diajukan ke KPKNL setempat masing-masing provinsi. 6. Salinan risalah lelang dikirimkan ke BPS RI cq. Biro Umum. II.5 Penghapusan Perlengkapan Dokumen 1. Seluruh perlengkapan termasuk dokumen hasil pencacahan yang datanya telah diproses scaning/entry harus di administrasikan dengan baik menurut jenis, jumlah dan asal dokumen. 2. Setelah kegiatan sensus/survei selesai, rekap data dokumen per provinsi dikirimkan ke BPS RI untuk di rekap menjadi data nasional. 3. Rekap data nasional akan diusulkan pemusnahan oleh BPS RI ke ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia) di Jakarta. 4. Persetujuan dari ANRI akan dikirimkan ke seluruh BPS Provinsi untuk dijadikan dasar mengajukan usul persetujuan penghapusan (dengan cara dimusnahkan) ke kantor pelayanan kekayaan negara dan lelang setempat. 5. Rekomendasi/persetujuan penghapusan dokumen dari KPKNL segera di tindaklanjuti dengan permohonan SK penghapusan ke BPS RI. 6. Setelah SK penghapusan terbit, maka permohonan lelang dapat diajukan ke KPKNL setempat. 7. Salinan risalah lelang dikirimkan ke BPS RI cq. Biro Umum. II.6 Kartu Persediaan Barang 1. Kartu persediaan barang hanya digunakan untuk satu jenis barang. Kartu ini berfungsi sebagai kartu kendali, yang digunakan untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran barang. Pencatatan kartu persediaan barang (kartu kendali) dilakukan oleh bendahara barang atau staf Sub Bagian Perlengkapan BPS provinsi dan staf Sub Tata Usaha BPS kabupaten/kota. 17

2. Minimal setiap semester dilakukan stock opname barang persediaan dengan membuat berita acara stock opname. 3. Jika pada saat melakukan stock opname persediaan terdapat barang persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). 4. Kartu persediaan barang memuat informasi secara berkala maupun sewaktu waktu dengan cepat mengenai: Tanggal Uraian Kuantitas masuk Harga satuan perolehan Kuantitas keluar Saldo (kuantitas dan nilai) 5. Kartu persediaan barang dapat dihasilkan dari SIMAK BMN. 6. Data pengadaan/penerimaan barang dicatat dari surat pengantar barang atau faktur/kuitansi pembayaran, sedangkan pengeluaran barang dicatat dari bon permintaan/pengambilan dari unit pemakai. 7. Pencatatan penerimaan dan pengeluaran barang agar dicatat pada hari/saat terjadinya mutasi barang. 8. Tata cara pengendalian dan penggunaan barang pakai habis, juga diperlakukan pula terhadap pengurusan barang cetakan (publikasi, formulir, dan sebagainya), alat perlengkapan petugas dan barang lainnya yang sejenis. 18