ANALISIS PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KOTA PALEMBANG AZWARDI *

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan tersebut meliputi sisi penerimaan dan sisi pengeluaran. Dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

THE IMPACT OF FISCAL DECENTRALIZATION ON INTERREGIONAL ECONOMIC PERFORMANCE IN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. miskin di dunia berjumlah 767 juta jiwa atau 10.70% dari jumlah penduduk dunia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

Formula Dana Desa: CATATANKEBIJAKAN. No. 13, November Meningkatkan Tata Kelola Sumber Daya Alam dan Pelayanan Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu

DESENTRALISASI PENGELUARAN DI INDONESIA

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA DEPOK WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal, saat ini Indonesia

PEREKONOMIAN BALI : PASCA PENUNDAAN DANA ALOKASI UMUM 2016

ANALISIS FLYPAPPER EFFECT PADA BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI TENGGARA 1) Muhamad Armawaddin 2)

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN BELANJA PUBLIK KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

The Influence of Balance Fun Economic Growth in Central Sulawesi Province. Yulian Rinawaty Taaha, Nursini dan Agussalim

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

PENGARUH DANA PERIMBANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. mengenai pemerintah kabupaten/kota dan UU Nomor 25 tahun 1999 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN

I. PENDAHULUAN. pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi (daerah) adalah suatu proses pemerintah (daerah)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pusat kegiatan perekonomian, agar kegiatan sektor riil meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PER KAPITA REGIONAL DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH DI JAWA TIMUR PADA MASA DESENTRALISASI FISKAL

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BABV PENUTUP. signifikan antara variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan

local accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

BAB II. Tinjauan Pustaka. Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB IV METODA PENELITIAN

PEMBAGIAN KEWENANGAN DAN PERIMBANGAN KEUANGAN KABUPATEN DAN DESA YANG PARTISIPATIF Imam Indratno Abstrak

I. PENDAHULUAN. provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Pemerintah berusaha agar semua wilayah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap

Desentralisasi Fiskal dan Perdagangan antarprovinsi di Indonesia: Pendekatan Model Gravitasi

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. terutama negara sedang berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan terjadi tatkala

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan pada bantuan pusat harus seminimal mungkin (Bastian:2001).

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif terlebih dahulu menentukan

Analisis Kinerja Keuangan Daerah dan Strategi Pembangunan Kota di Era Otonomi Daerah Pada Kota Pekanbaru. Ikhwani Ratna, SE, M.Si

ANALISIS FLYPAPER EFFECT PADA BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

3. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET KABUPATEN ROKAN HULU. 1.1 Sejarah Singkat Kabupaten Rokan Hulu

BAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada daerah itu sendiri secara

5.1 ARAH PENGELOLAAN APBD

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

Transkripsi:

1 ANALISIS PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KOTA PALEMBANG AZWARDI * This research is purposed to know the impact of regional outonomy in Palembang, especially in fiscal aspects. To solve the problem, that compare the situation after regional outonomy and before, so we use non-parametric statistic, Mann-Whitney test. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui dampak pelaksanaan otonomi daerah di Kota Palembang, khususnya di bidang fiskal. Untuk menjawab permasalahan penelitian, yaitu apakah terdapat perbedaan secara statistik setelah pelaksanaan otonomi daerah dengan era sebelumnya, maka digunakan statistik non-parametrik berupa uji Mann-Whitney. 1. Pendahuluan Untuk mengatasi ketimpangan fiskal, interpersonal dan spatial, maka pemerintah Indonesia mengambil keputusan untuk melaksanakan otonomi daerah, berupa desentralisasi pemerintahan dan fiskal. Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, setelah dikeluarkannya Undang- Undang Pemerintahan Daerah No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah No. 25. Tahun 1999. (Mahi, 2000; 1 ; Sjafrijal, 2000; 3-10). Salah satu aspek yang dapat didesentralisasikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah kewenangan di bidang fiskal. Menurut Boex -------------- * Dosen FE Unsri

2 (2001; 3) desentralisasi fiskal adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab pengelolaan fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Otonomi di bidang fiskal yang didapat oleh pemerintah daerah selanjutnya dipertanggung jawabkan (secara transparan) kepada masyarakat. Desentralisasi fiskal terdiri dari empat pilar, yaitu aspek pengeluaran, penerimaan, bantuan dan pinjaman daerah. Pelaksanaan desentralisasi fiskal memberikan dampak yang positif dan negatif. Keuntungan dari pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa timbulnya efisiensi dan kompetisi antar daerah. Sedangkan dampak negatif berupa eksternalitas, skala produksi dan inefisiensi perpajakan (Rosen, 1999; 479-483). 2. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat hypothesis testing, dimana pengujian terhadap hipotesis diturunkan dari teori desentralisasi fiskal. Objek utama dalam penelitian ini adalah keempat pilar desentralisasi fiskal yang terdiri dari pengeluaran, penerimaan, transfer dan pinjaman daerah. Data skunder yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan menggunakan teknik Uji data dua sampel yang tidak berhubungan, khususnya berupa uji Mann-Whitney dengan bantuan program SPSS. 3. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan data empiris yang ditampilkan pada Tabel 1 secara keseluruhan variabel-variabel keuangan daerah dan PDRB Kota Palembang dari

3 tahun 1995 sampai dengan tahun 2003 cenderung mengalami peningkatan. Bahkan bila dilakukan pemisahan antara era sebelum otonomi daerah dan setelah pelaksanaan otonomi daerah terdapat perbedaan yang cukup berarti, baik untuk nilai PAD, dana perimbangan, laba BUMD dan pengeluaran daerah. Seperti yang diisyaratkan oleh UU No. 25 tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan pusat daerah, bahwa melalui pelaksanaan otnomi daerah diharapkan agar pemerintah kota dapat menggali potensi keuangan yang dimiliki. Tabel 1. Penerimaan Dana Perimbangan dan Pengeluaran Kota Palembang Tahun 1993 s/d 2002 (Dalam Ribu Rupiah) No Tahn PAD Perimbangn BUMD Pdptn Lain-lain Pglrn Daerah PDRB 1 1995 13.980.751 68.249.575 144.187 1.521.048 88.188.985 3.344.913 2 1996 12.049.321 57.945.305 92.881 1.395.444 99.069.204 3.980.787 3 1997 17.081.875 89.883.010 207.243 1.267.960 106.893.185 4.670.319 4 1998 18.352.028 96.360.848 145.680 2.839.417 112.345.960 6.809.872 5 1999 23.262.478 125.674.276 291.370 1.303.461 149.361.900 7.941.073 6 2000 25.215.879 125.674.276 388.729 639.996 149.361.900 8.924.252 7 2001 35.510.300 317.935.309 250.000 281.853 420.882.083 10.269.137 8 2002 51.292.417 387.059.753 903.810 6.748.089 453.648.765. 10.269.137 9 2003 49.520.551 468.445.914 800.000 1.047.003 511.166.465 Sumber : BPS Pelaksanaan otonomi daerah di Kota Palembang, khususnya aspek fiskal dapat diuji dengan mengunakan statistik non-parametrik, sehingga dapat diketahui apakah terdapat perbedaan yang nyata bila dibandingkan dengan era sebelumnya. Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 1 dengan menggunakan uji Mann-Whitney dapat diketahui, bahwa :

4 Probabilitas PAD sebesar 0,020 (0,020 < 0,05), maka Ho ditolak, sehingga nilai PAD secara statistik memang berbeda bila dibandingkan dengan sebelum otonomi daerah. Probabilitas laba BUMD sebesar 0,071 (0,071 < 0,05), maka Ho ditolak, sehingga nilai laba BUMD secara statistik memang berbeda bila dibandingkan dengan sebelum otonomi daerah. Probabilitas lain-lain pendapatan yang sah sebesar 0,606 (0,606 > 0,05), maka Ho diterima, sehingga. lain-lain pendapatan yang sah secara statistik tidak berbeda bila dibandingkan dengan sebelum otonomi daerah. Probabilitas transfer sebesar 0,017 (0,017 < 0,05), maka Ho ditolak, sehingga nilai transfer secara statistik memang berbeda bila dibandingkan dengan sebelum otonomi daerah. Probabilitas pengeluaran sebesar 0,020 (0,020 < 0,05), maka Ho ditolak, sehingga nilai pengeluaran secara statistik memang berbeda bila dibandingkan dengan sebelum otonomi daerah. 4. Kesimpulan dan Rekomendasi Pelaksanaan otonomi daerah mengakibatkan variabel keuangan daerah secara statistik mengalami peningkatan. Nilai PAD dapat ditingkatkan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, namun diupayan untuk tidak mendistorsi iklim investasi di Kota Palembang.

5 DAFTAR PUSTAKA Boex, Jameson, 2001. An Introductory Overview of Intergovernmental Fiscal Relations. International Study Program School of Policy Studies Georgia State University. Atlanta, Georgia. Ma, Jun, 1997. Intergovernmental Fiscal Transfer in Nine Countries : Lessons From Developing Countries. Policy Research Working Paper 1822. The World Bank Economic Institute Macroeconomic Management and Policy Division. Mahi, Raksaka, 2000. Kebijakan Bantuan Pusat Ke Daerah: Implikasinya Terhadap Pertumbuhan dan Pemerataan Antar Daerah Disampaikan pada Konggres ISEI XIV di Makasar, 21-23 April 2000. Morris, Nick, 2002. Fiscal Capacity and Expenditures at Different Levels of Government. Asian Development Bank TA No: 3777-INO. Oates, Wallace E, 1972. Fiscal Federalism. Princeton University, USA, 1999. An Essay On Fiscal Federalism. Journal of Economic Literature. Vol XXXVII, September 1999. Shah, Anwar, 1994. A Fiscal Need Approach to Equalization Transfer in a Decentralization. Policy Research Working Paper 1289. The World Bank Policy Research Departement Public Economic Division. Sjafrizal, 2000. Ketimpangan Ekonomi Daerah: Tendensi Penyebab dan Kebijakan Penanggulangan. Disampaikan pada Konggres ISEI XIV di Makasar; 21-23 April 2000. Thimmaiah, 2000. Decentralization and Economic Development: Indian Experience in Decentralization and Economic Development in Asian Countries. International Symposium, Hitosubashi University, January 7-8, 2000. Statistik Keuangan Daerah, Badan Pusat Statistik.

6