BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sambungan Kayu Penggunaan kayu sebagai bahan bangunan masih menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini mengingat lebih banyak keuntungan menggunakan kayu sebagai bahan bangunan dibandingkan dengan bahan lain, diantaranya kayu mudah dipotong, mudah disambung, mudah dikerjakan dengan alat sederhana, cukup kuat dengan berat relatif ringan, cukup awet dan memiliki estetika yang tinggi. Kekuatan suatu bangunan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya jenis kayu yang digunakan, jenis atau macam rancang bangun dan faktor alam yang mempengaruhi (Sadiyo dan Agustina, 2004). Sambungan kayu adalah sambungan yang mengikat dua atau lebih papan kayu secara bersamaan dengan menggunakan alat sambung mekanik seperti paku, baut, konektor atau menggunakan alat sambung berupa perekat struktural. Tipe sambungan dengan alat sambung mekanik tersebut dikenal sebagai mechanical joint dan tipe sambungan dengan alat sambung perekat disebut glued joint. Sambungan paku berperan penting dalam konstruksi kayu, seperti bangunan gedung, rumah, menara ataupun jembatan. Hal ini dikarenakan struktur kayu terbuat dari komponen yang harus disambungkan secara bersama sama untuk memindahkan beban yang diterima oleh komponen kayu tersebut ( Pun, 1987 ). Tular dan Idris ( 1981 ) menyatakan bahwa pada konstruksi bangunan kayu akan timbul gaya gaya yang bekerja padanya. Sambungan merupakan titik terlemah dari suatu batang tarik, maka dalam membuat sambungan harus diperhitungkan cara menyambung dan menghubungkan kayu sehingga sambungan dapat diterima dan menyalurkan gaya yang bekerja padanya. 2.2 Paku sebagai Alat Sambung Penggunaan paku sebagai alat sambung memungkinkan untuk didapatkannya efisiensi sambungan yang tinggi yang selanjutnya dapat mengurangi penggunaan bahan konstruksi yang berlebihan serta memudahkan
pekerjaan pelaksanaannya. Menurut Soehendrodjati ( 1990 ) pemakaian paku sebagai alat sambung banyak digunakan, baik untuk alat sambung perabot rumah tangga, kusen, pintu, jendela maupun sambungan struktur bangunan. Beberapa keuntungan penggunaan paku adalah sebagai berikut : a. Paku merupakan alat sambung yang murah, sehingga harga struktur menjadi murah. b. Sambungan paku bersifat kaku, sesaran kecil, sehingga struktur menjadi lebih kokoh. c. Pelaksanaan pekerjaan cepat, mudah, tidak memerlukan tenaga ahli, peralatanya cukup dengan palu dan catut saja. d. Perlemahan kayu akibat sambungan paku kecil Berdasarkan PKKI-NI 61 ( 1979 ) syarat syarat dan cara perhitungan sambungan paku adalah sebagai berikut : a. Paku yang digunakan dapat mempunyai tampang melintang yang berbentuk bulat, persegi atau beralur lurus. b. Kekuatan paku tidak tergantung dari besar sudut antara gaya dan arah serat kayu. c. Ujung paku yang keluar dari sambungan sebaiknya dibengkokkan tegak lurus arah serat, asal pembengkokkan tersebut tidak akan merusak kayu. d. Apabila dalam satu baris lebih dari 10 batang paku maka kekuatan paku harus dikurangi dengan 10% dan jika lebih dari 20 batang harus dikurangi 20%. e. Pada sebuah sambungan paku, paling sedikit harus digunakan 4 batang paku. Hasil penelitian Surjokusumo et al. (1980) mengemukakan bahwa kekuatan sambungan kayu dipengaruhi oleh jenis kayu. Dengan demikian peranan jenis kayu dalam hal ini kerapatan kayu atau tebal dinding sel kayu sangat besar dalam mempengaruhi kekuatan sambungan kayu. Penelitian Surjokusumo et al. (1980) menyimpulkan bahwa semakin tinggi kerapatan kayu dan semakin banyak jumlah paku maka kekuatan sambungan akan meningkat, tetapi peningkatan ini tidak bersifat linier. Pemakaian jumlah paku yang besar pada kayu dengan kerapatan tinggi cenderung akan memperbesar perlemahan sambungan. Selanjutnya dikatakan bahwa rata rata kekuatan per paku akan meningkat dengan meningkatnya kerapatan kayu tetapi cenderung konstan dengan bertambahnya jumlah paku.
Menurut Pun ( 1987 ), double shear mampu menahan beban lebih besar dibandingkan bentuk single shear. Pembebanan lateral yang dihasilkan dari sambungan kayu yang menggunakan paku jauh lebih besar dibandingkan pembebanan withdrawal, sehingga dijadikan dasar dalam pembuatan sambungan yang baik. Perkembangan terakhir studi sambungan kayu dikemukakan oleh Thelandersson dan Hans (2003) dalam Sadiyo (2008). Dikatakan bahwa terdapat tiga parameter utama yang cenderung mempengaruhi kekuatan sambungan menggunakan alat sambung tipe dowel ( paku atau baut ), yaitu : a. Kemampuan lentur alat sambung. Kemampuan melentur ini sangat tergantung dari diameter dan kekuatan bahan atau alat sambungnya. b. Kemampuan melekat atau mengikat alat sambung ke dalam kayu solid atau kayu komposit. Kekuatan mengikat tersebut terutama tergantung pada kerapatan kayu dalam mencengkeram paku dan baut. Dengan demikian terdapat kaitan langsung dengan luas permukaan (diameter dan panjang) alat sambung yang masuk ke dalam kayu. c. Kekuatan withdrawal terutama pada alat sambung yang memiliki permukaan tidak halus. Kuat lentur paku menurun dengan semakin meningkatnya diameter paku. Paku baja (hardened steel nail) memiliki kuat lentur yang lebih tinggi. Kekuatan paku tergantung pada bahan baku penyusunnya (besi, baja, seng, atau alumunium). Tabel 1 Kuat lentur paku untuk berbagai diameter paku bulat Diameter Paku Kuat Lentur Paku ( F yb ) 3.6 mm 689 N/mm 2 3.6 mm < D 4.7 mm 620 N/mm 2 4.7 mm < D 5.9 mm 552 N/mm 2 5.9 mm < D 7.1 mm 483 N/mm 2 7.1 mm < D 8.3 mm 414 N/mm 2 D > 8.3 mm 310 N/mm 2 Sumber : Awaludin (2005)
2.3 Embedding strength (F e ) Embedding strength merupakan suatu istilah yang di pakai untuk pengujian pembenaman paku kedalam balok, disimbolkan dengan (F e ). Nilainya didapatkan dari berat jenis jika contoh ujinya berupa kayu terdapat dalam National Design Spesification of Wood Construction (2005). Jika menggunakan alat sambung yang diberi perlakuan panas pada saat pembuatan alat sambung tersebut (hot-rolled steel side member) dengan rumus (F es = 1.5 F u ) biasanya digunakan untuk membuat baut dan penggunaan alat sambung yang diberi perlakuan dingin pada saat pembuatan alat sambung tersebut (cold-formed steel side member) dengan rumus (F es = 1.375 F u ) biasanya digunakan untuk membuat paku. Pada penelitian menggunakan paku, oleh karena itu nilai Fes adalah sebesar 61850 psi. F u merupakan suatu simbol untuk menggambarkan kuatnya alat sambung paku pelat baja yang digunakan untuk menentukan perhitungan nilai desain sambungan kayu (Design of Wood Structures, 2007). 2.4 Bentuk Kerusakan Double Shear Connections Sambungan double shear merupakan sambungan yang terdiri atas dua buah side member yang terletak disamping main member. Side member bisa terbuat dari kayu atau sampel kayu yang akan diuji, plat besi atau baja, dan sebagainya. Sedangkan main member pada umumnya digunakan kayu dengan berat jenis tertentu. Ada empat macam tipe kerusakan yang akan dilihat dalam penelitian ini, yaitu : 2.4.1 Mode Im Gambar 1 Mode kerusakkan Im.
Beban pada mode I merupakan beban yang merata karena dalam mekanisme ini alat sambung tidak memutar atu melentur. Kekuatan sambungan pada kayu sangat sederhana dibawah beban yang merata. Kemungkinan dari mode I dapat dibandingkan pada setiap kayu anggota member dari sambungan. Sehingga, mekanisme I diklasifikasikan menjadi Mode Im dan Is. Mode Im terjadi jika kekuatan sambungan berlebihan di main member sedangkan Is terjadi jika beban terlalu besar di side member. Mode Im ini merupakan model yang memperlihatkan kerusakan pada bagian main member jika terjadi tarik berlawanan arah pada side member dengan main member, sedangkan alat sambungnya tetap (tidak rusak). 2.4.2 Mode Is Gambar 2 Mode kerusakkan Is. Mode Is ini memperlihatkan bahwa terjadi kerusakan pada bagian side member jika terjadi tarik berlawanan arah antara side member dengan main membernya, sedangkan alat sambungnya tidak rusak. Mode Is dalam penelitian ini diduga tidak akan terjadi karena side member yang digunakan terbuat dari plat baja. 2.4.3 Mode IIIs Gambar 3 Mode kerusakkan IIIs.
Mode IIIs memperlihatkan kerusakan yang terjadi pada bagian paku dan side membernya, sedangkan main membernya tetap mempertahankan sambungan. Mode IIIs dalam penelitian ini diduga juga tidak akan terjadi karena side member yang digunakan dari baja. Jadi tidak mungkin terjadi kerusakan pada side membernya. 2.4.4 Mode IV Gambar 4 Mode kerusakkan IV. Mode IV merupakan model yang menggambarkan kerusakan yang terjadi pada alat sambungnya, sedangkan pada side member dan main membernya tetap (tidak rusak). 2.5 Gambaran Umum Jenis Jenis Kayu yang Diuji 2.5.1 Meranti Merah Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula) memiliki ciri-ciri warna kayu terasnya bervariasi dari hampir putih, coklat pucat, merah jambu, merah muda, merah kelabu, merah-coklat muda dan merah sampai merah tua atau coklat tua. Kayu gubal berwarna lebih muda dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras, berwarna putih, putih kotor, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan sangat muda, biasanya kelabu, tebal 2 8 cm. Tekstur kayu agak kasar sampai kasar dan merata, lebih kasar dari meranti putih dan kuning. Arah serat kayunya agak berpadu, kadang-kadang hampir lurus, bergelombang atau sangat berpadu. Permukaan kayu licin atau agak licin dan kebanyakan agak mengkilap.
Kayu yang mempunyai arah serat berpadu menunjukkan gambar berupa pita pada bidang radial. Pada bidang tersebut terdapat juga gambar jari-jari, tetapi biasanya tidak jelas, karena perbedaan warna yang tidak menyolok. Pori sebagian besar soliter, sebagian kecil bergabung 2 3 dalam arah radial, kadang-kadang berkelompok dalam arah diagonal atau tangensial, diameter umumnya 200 300 mikron kadang-kadang lebih dari 400 mikron, kadangkadang berisi tilosis, gom atau dammar coklat. Kayu meranti merah memiliki rata-rata berat jenis 0,52 (0,30 0,86), dengan kelas kuat III IV. Daya tahan kayu Shorea leprosula terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light termasuk kelas III (Anonim, 2009). 2.5.2 Mabang Kayu mabang termasuk dalam kelompok meranti merah dengan nama latin Shorea pachyphylla dari suku Dipterocarpaceae. Nama lain dari kayu mabang ini adalah meranti kerucup. Penyebaran kayu ini hanya dapat dijumpai di daerah Kalimantan pada daerah tanah bergambut. Ciri umum kayu mabang antara lain, pohon besar, batang merekah dan bersisik, banir besar, dan pada umunya berdamar. Kulit luar dan dalam tebal, berurat-urat, kayu warna merah atau kemerah-merahan, gubalnya kuning pucat, isi kayu bewarna merah. Ciri anatomi kelompok kayu meranti merah ini antara lain memiliki pori yang sebagian besar soliter, sebagian kecil bergabung 2-3 dalam arah radial, kadang-kadang berkelompok dalam arah diagonal atau tangensial, diameter umumnya 200-300 mikron kadang-kadang lebih dari 400 mikron, frekuensi 2-8 per mm 2, kadang-kadang berisi tilosis, gom atau damar coklat. Jari-jari hampir seluruhnya multiserat, berukuran sedang dengan lebar maksimum 75 mikron, tinggi bervariasi antara 125-3375 mikron, frekuensi 4-5 per mm, kadang-kadang berisi kristal Ca-oksala secara sporadic. Kayu mabang ini memiliki rata-rata berat jenis 0,77 (0,52 0,92), kelas kuat II-III dan kelas awet III. Kayu mabang dapat dipakai untuk venir dan kayu lapis, bahan konstruki (rangka, balok, galar, kaso, pintu, jendela, dinding, lantai), kayu perkapalan, peti pengepak, mebel murah, peti mati dan alat musik. Jenis kayu ini pada umumnya dapat dipaku dan disekrup dengan baik, tetapi cenderung pecah apabila menggunakan alat sambung yang cukup besar (Anonim, 2009).
2.5.3 Kempas Kayu kempas memiliki nama latin Koompassia malaccensis. Kayu kempas termasuk dalam family Fabaceae (Leguminosae) dengan daerah penyebaran Aceh, Bangka, Belitung, Kalimantan dan Sumatera. Nama lain dari kayu kempas adalah manggeris (Aceh, Bangka, Belitung, Kalimantan), hampas (Sumatera, Kalimantan). Ciri umum kayu kempas ini antara lain kayu teras bewarna merah seperti merah bata, bergaris garis kekuningan, mudah dibedakan dari gubal yang berwarna coklat sangat muda sampai kuning coklat muda. Memiliki tekstur kasar sampai sangat kasar. Arah serat lurus berombak sampai berpadu, permukaannya agak mengkilap, sering mempunyai kulit tersisip dan tingkat kekerasan sangat keras. Ciri anatomi kayu kempas yaitu berpori baur, beberapa soliter, sebagian besar berganda radial yang terdiri atas 2-3 pori, jumlahnya sekitar 2-6 per mm 2, diameter tangensialnya sekitar 220-300 mikron, bidang perforasi sederhana. Jarijari kayu kempas tergolong sempit 1 2 seri, yang lebar 4 5 seri, jumlahnya sekitar 7 11 per mm arah tangensial dan pada bidang tangensial jari jari itu cenderung bertingkat. Sedangkan dari sifatnya, kayu kempas memiliki rata-rata berat jenis 0,95 (0,68 1,29), kelas awet III-IV dan kelas kuat I-II. Kayu kempas dapat digunakan sebagai bahan konstruksi berat, bantalan rel kereta api, tiang telepon/listrik, bangunan pelabuhan, rangka pintu dan jendela serta lantai rumah (Mandang dan Pandit, 1997). 2.5.4 Bangkirai Kayu bangkirai memiliki nama daerah Anggelam, benuas (Kalimantan). Di negara lain seperti UK, USA, France, Spain, Italy, Serawak, Netherland, dan Jerman kayu ini disebut Bangkirai. Nama latinnya Shorea laevifolia Endert yang merupakan famili Dipterocarpaceae Daerah penyebarannya di Kalimantan. Bentuk pohonnya memiliki ketinggian hingga mencapai 40 m, panjang bebas cabang 10 30 m, diameter dapat mencapai 120 cm. Kulit warna kelabu, merah atau coklat sampai merah tua, beralur dan mengelupas kecil-kecil. Warna kayu teras berwarna kuning coklat, kayu gubal coklat muda atau kekuning-kuningan. Tekstur halus sampai agak kasar. Berat jenis kayu 0.91 (0.60-1.16) termasuk
dalam Kelas awet I Kelas kuat I II. Kembang susut kayu sangat besar. Daya retak sedang tinggi. Tempat tumbuh pada tanah liat, berpasir dan tanah podzolik. Kegunaan kayu biasanya untuk bangunan, jembatan, tiang listrik, bantalan rel kereta api, kayu perkapalan dan konstruksi berat lainnya (Anonim, 2009).