Adapun lingkup hunbungan kemitraan meliputi :

dokumen-dokumen yang mirip
Lingkup hunbungan kemitraan meliputi :

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMOHON MENGAJUKAN PERMOHONAN TERTULIS DITUJUKAN KEPADA KADISBUNSU

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LINTAS KABUPATEN/KOTA UNTUK USAHA PERKEBUNAN

(Surat Persetujan Penerbitan Benih Kelapa Sawit)

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 357/Kpts/HK.350/5/2002 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN BATANG HARI

6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 26/Permentan/HK.140/4/2015 TENTANG

SURAT TANDA DAFTAR USAHA BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN (STD-B) Kabupaten/Kota... Kecamatan...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Disampaikan dalam Semiloka Refeleksi setahun nota kesepakatan bersama (NKB) Selasa, 11 November 2014 Hotel Mercure Ancol, Ancol Jakarta Baycity

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Budidaya. Izin Usaha.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

2 bidang pertanian secara transparan, terukur, perlu menetapkan syarat, tata cara, dan standar operasional prosedur dalam pemberian rekomendasi teknis

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN DAN PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN POLA KEMITRAAN

LAMPIRAN VIII : PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 34 Tahun 2016 TANGGAL : 9 Agustus 2016

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

1. Izin Usaha Perkebunan Untuk Pengolahan (IUP-P)

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. Izin Usaha Perkebunan (IUP) URAIAN KOMPONEN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 013 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377); 3. Undang-Un

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/Permentan/PD.200/6/2014 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA BUDIDAYA HORTIKULTURA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 348/Kpts/TP.240/6/2003 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA HORTIKULTURA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Rebuplik Indonesia Tahun 1945;

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TENTANG PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 39/Permentan/OT.140/6/2010 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA BUDIDAYA TANAMAN PANGAN

PEMERINTAH ACEH BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2009 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/Permentan/PD.300/8/2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN DAN RETRIBUSI IZIN USAHA PERKEBUNAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

FORMULIR PERMOHONAN. Materai Rp No.Formulir : Nomor Lampiran Hal : : : IZIN USAHA PERKEBUNAN (IUP) Dengan hormat,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SANGGAU,

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 33 TAHUN 2002 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN DENGAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 10.1/Kpts-II/2000 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN MENTERI

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG

Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT SKALA KECIL (MINI PLANT)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERKEBUNAN

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

PERATURAN BUPATI BERAU

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KABUPATEN BARITO KUALA,

Tugas, Pokok dan Fungsi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI IRIAN JAYA NOMOR 121 TAHUN 2001 T E N T A N G

- 1 - B U P A TI B O L A A N G M O N G O N D O W U T A R A KEPUTUSAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 96 TAHUN 2012

Transkripsi:

Adapun lingkup hunbungan kemitraan meliputi : 1. Penyediaan Lahan Lahan yang dimaksud harus memenuhi kriteria KESESUAIAN LAHAN ( Suitable) dari aspek teknis, TERJAMIN dari aspek Legal dan KONDUSIF secara Sosial. 2. Pembangunan Perkebunan Inti bertanggung Jawab membangun Kebun sesuai kriteria pada standar aplikasi agronomis yang baik, menjadi penjamin pasar hasil produksi kebun plasma dengan menyediakan pabrik pengolahan TBS, memberikan kesempatan pertama pada anggota plasma untuk menjadi tenaga kerja perkebunan dll. 3. Pembiayaan Inti bertanggung jawab mengupayakan sumber dana perbankan untuk plasma dan bertindak selaku Avalist serta proses pengembalian hutang petani plasma.

Sosialisasi Kegiatan Proyek Perubahan Persepsi Masyarakat Proses diseminasi dan pembelajaran tentang norma-norma yang berlaku sehingga dapat berperan dan diakui oleh kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program/proyek. Pada tingkat implementasi program/proyek, upaya penyebarluasan informasi (program, kebijakan, peraturan) dari satu pihak (pemrakarsa program, kebijakan, peraturan) kepada pihak-pihak lain (aparat, masyarakat yang terkena program, dan masyarakat umum). Isi informasi yang disebarluaskan harus menyeluruh sesuai dengan tujuan program, seperti : Informasi dan materi yang disosialisaikan meliputi : kebijakan operasional program/rencana usaha pada seluruh tahapan kegiatan baik pada tahap pra-operasi, operasi, panduan dan standar kinerja yang digunakan, hasil kegiatan, lessons learned dari pengalaman baik (best practices) proyek yang sama untung ruginya ada proyek, dampak positip dan negatip proyek, program CD atau CSR yang dirancang untuk masyarakat, pola kemitraan, system rekruitmen tenaga kerja, hak dan kewajiban perusahaan dan masyarakat, kebijakan exit strategy dan rencana pasca operasi.

Perijinan Pengelolaan Usaha Budidaya Perkebunan Kebijakan teknis terbaru yang terkait dengan perizinan usaha perkebunan telah diatur secara operasional oleh Menteri Pertanian melalui Permentan Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Di dalam permentan tersebut, yaitu Pasal 5 dan Pasal 6, menginformasikan bahwa untuk usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan lahan lebih dari 25 hektar WAJIB memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B), Untuk luasan lahan kurang dari 25 hektar cukup didaftarkan dengan bukti Surat Tanda Daftar Usaha Budidaya Perkebunan (STD-B) dari Bupati/Walikota. Terkait dengan pola usaha perkebunan, Pasal 22 UU No.18/2004 menyebutkan bahwa Perusahaan perkebunan melakukan kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggungjawab, saling memperkuat dan saling ketergantungan dengan pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar.

Adapun Pola kemitraan usaha perkebunan dapat berupa kerjasama penyediaan sarana produksi, kerjasama produksi, pengolahan dan pemasaran, transportasi, kerjasama operasional, kepemilikan saham dan jasa pendukung lainnya. Adapun berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 Permentan No. No.26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, dinyatakan bahwa Perusahaan yang memiliki IUP-B wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% (dua puluh persen) dari total luas areal perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan. Pembangunan kebun masyarakat untuk masyarakat tersebut dapat dilakukan antara lain melalui pola kredit, hibah atau bagi hasil yang dilakukan bersamaan dengan pembangunan kebun yang diusahakan oleh perusahaan.

UU No.18/2004 memuat ketentuan bahwa usaha industri pengolahan hasil perkebunan adalah kegiatan penanganan dan pemrosesan yang dilakukan terhadap hasil tanaman perkebunan yang ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi. Pencapaian nilai tambah tersebut dapat dilakukan di dalam atau di luar kawasan pengembangan perkebunan dan dilakukan secara terpadu dengan usaha budidaya tanaman perkebunan, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 27 ayat (3). Disamping itu, usaha industri pengolahan hasil perkebunan harus dapat menjamin ketersediaan bahan bakunya dengan mengusahakan budidaya tanaman perkebunan sendiri, melakukan kemitraan dengan pekebun, perusahaan perkebunan dan atau bahan baku dari sumber lainnya, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 17 UU No.18/2004 dimaksud.

Guna menegaskan keterjaminan pasokan bahan baku bagi usaha industri pengolahan hasil perkebunan, maka Menteri Pertanian melalui Permentan No.26/Permentan/ OT.140/2/2007 mengatur mengenai keharusan bagi usaha industri pengolahan hasil kelapa sawit memenuhi paling rendah 20% kebutuhan bahan bakunya dari kebun yang diusahakan sendiri, sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 10 Permentan dimaksud. di dalam atau di luar kawasan pengembangan perkebunan dan dilakukan secara terpadu dengan usaha budidaya tanaman perkebunan, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 27 ayat (3). Disamping itu, usaha industri pengolahan hasil perkebunan harus dapat menjamin ketersediaan bahan bakunya dengan mengusahakan budidaya tanaman perkebunan sendiri, melakukan kemitraan dengan pekebun, perusahaan perkebunan dan atau bahan baku dari sumber lainnya, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 17 UU No.18/2004 dimaksud.

Terkait dengan Perizinan usaha, Permentan Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 mengatur bahwa untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan yang WAJIB mendapat Izin Usaha Perkebunan untuk pengolahan (IUP-P) adalah yang memiliki kapasitas produksi pengolahan 5 ton tandan buah segar per jam. Sedangkan untuk yang berkapasitas dibawah dari kapasitas tersebut cukup mendaftarkannya yang kemudian dibuktikan dengan Surat Tanda Daftar Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan (STD- P) yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota. Dari uraian diatas jelas, bahwa IUP adalah wajib di miliki sebelum mulai melaksanakan pembangunan Perkebunan, namun IUP itu sendiri tidak akan diterbitkan oleh Bupati atau Gubernur sebelum pengusaha melaksanakan AMDAL diatas lahan yang sudah dipilih.

a. Izin Usaha Perkebunan (IUP) diberikan oleh : Gubernur, apabila lokasi lahan usaha perkebunan berada pada lintas wilayah daerah Kabupaten dan atau Kota; Bupati atau Walikota, apabila lokasi lahan usaha perkebunan berada diwilayah daerah Kabupaten atau Kota. b. Izin Usaha Perkebunan berlaku selama perusahaan masih melakukan pengelolaan perkebunan secara komersial yang sesuai standar teknis dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta memenuhi seluruh kewajiban yang telah ditetapkan. Usaha perkebunan dapat dilakukan oleh perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia meliputi Koperasi, Perseroaan Terbatas (PT), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Persyaratan izin usaha perkebunan: Akte pendirian atau perubahannya yang terakhir, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat Keterangan Domisili, Rencana kerja usaha perkebunan, Rekomendasi lokasi dari instansi pertanahan, Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari instansi kehutanan sepanjang kawasan hutan, Rekomendasi teknis kesesuaian lahan dari Kepala Dinas yang membidangi usaha perkebunan Provinsi, Kabupaten atau Kota setempat yang didasarkan pada perencanaan makro, perwilayahan komoditi dan RUTR, Pernyataan mengenai pola pengembangan yang dipilih dan dibuat dalam akte notaris, Peta calon lokasi dengan skala 1: 100.000, Surat persetujuan dokumen AMDAL dari komisi AMDAL daerah.

Proses perijinan untuk kawasan hutan konversi dan APL dapat dilihat dibawah ini :

BENIH KELAPA SAWIT Sasaran utama dari perkebunan kelapa sawit adalah menghasilkan YIELD atau produktifitas TBS ton per hektar atau produktifitas CPO ton per hektar yang tinggi. Faktor faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produktifitas tanaman, diantaranya adalah kualitas dan karakteristik bahan tanaman atau benih yang ditanam. Benih dan Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit dan bersifat monumental, artinya kesalahan memilih benih hari ini, risikonya akan ditanggung selama 30 tahun.

Varietas unggul kelapa sawit adalah varietas Dura sebagai induk betina dan Pisifera sebagai induk jantan DURA x PISIFERA (D xp) Kebanyakan berbasis pada Deli dura yang berasal dari Chemara, Banting, DOA/MARDI/MPOB, Dami, Socfindo, Dabou Sumber Utama pisifera AVROS, NIFOR (Calabar), Ekona,Yangambi, La Me

Gambar perkecambahan KS

Perkiraan produksi benih KS

Kerugian akibat benih palsu

Setelah tahap investigasi lahan dan persiapan selesai dilakukan, dan sebelum memulai tahap selanjutnya yakni tahap pembangunan dan konstruksi, maka yang perlu dilakukan adalah membuat perencanaan pembiayaan proyek (Master Budget). Seperti diketahui, sebuah master budget akan memerlukan asumsi-asumsi dan proyeksi yang menyangkut produksi dan penjualan.

Asumsi Asumsi Penetapan asumsi antara lain didasarkan atas ; a) Karakteristik harga CPO dengan tinjauan trend perubahan harganya selama satu kurun waktu tertentu (misalnya 5 10 tahun terakhir), untuk kemudian dihitung besarnya harga rata rata dari periode waktu tersebut. Ada juga yang membuat perhitungan harga CPO berdasarkan asumsi kenaikan pertahun, namun dengan cara ini, asumsi harga CPO pertahun akan jauh meleset dari kenyataan (karena harga CPO selalu berubah sesuai kehendak pasar) dan mempersulit perhitungan budget itu sendiri. Perlu dipahami bahwa Prinsip utama dari bisnis komoditi seperti kelapa sawit adalah menekan biaya yang sekecil kecilnya dengan meningkatkan produksi yang se tinggi tingginya. Dengan demikian, ketika harga CPO jatuh ke titik yang rendah, harga tersebut masih diatas dari biaya yang dikeluarkan. Oleh karenanya penetapan asumsi harga CPO, sebaiknya dibuat pesimis namun realistik;

b) karakteristik produktifitas berdasarkan perubahan umur tanaman dan zona kesesuaian lahan serta kerapatan tanam per hektar seperti berikut : Kerapatan Tanam 136 pohon per hektar, Panen dimulai pada tahun ke 4 setelah tanam, produksi maximum dicapai antara tahun ke 9 hingga tahun ke 15 Produksi TBS per hektar bervariasi antara 17-30 ton per hektar, tergantung umur tanaman, kesuburan tanah and perlakuan teknis agronomis. Rendemen CPO bervariasi antara 21-23 % and Kernel antara 3-5 % ;

c) Perkiraan nilai tukar rupiah terhadap mata uang US dollar yang asumsikan tetap untuk kurun waktu yang panjang; dan d) asumsi rencana tanam berdasarkan ketersediaan lahan serta e) Perkiraan kenaikkan inflasi per tahun dalam persen.

Contoh Rencana Tanam

Contoh Potensi Produksi Kelapa Sawit S1, S2, S3 : tingkat kesesuaian lahan sesuai dengan persyaratan kebutuhan lahan

Perhitungan proyeksi produksi dan proyeksi penjualan dengan mudah dapat diperhitungkan berdasarkan asumsi asumsi yang ditetapkan sebelumnya. Semua perhitungan proyeksi, baik proyeksi produksi maupun proyeksi penjualan selalu akan mengacu pada Rencana Tanam dan potensi produktiftas serta asumsi harga yang telah ditetapkan.

Tabel Prediksi Produksi

Contoh Tabel Proyeksi Penjualan