ANALISIS PERUBAHAN LUASAN HUTAN MANGROVE DI JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Daftar Pasangan Ground Cek Points (GCPs) Koordinat Citra Koordinat Peta Delta Baris Kolom mt mu Baris

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

ANALISIS PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK

TINJAUAN UMUM WILAYAH PANGANDARAN DAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

Analisa Kesehatan Mangrove Berdasarkan Nilai Normalized Difference Vegetation Index Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2

Lalu Wima Pratama dan Andik Isdianto (2017) J. Floratek 12 (1): 57-61

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BUNGUS KOTA PADANG, PROVINSI SUMATERA BARAT BERDASARKAN ANALISIS CITRA SATELIT

1. Pengantar A. Latar Belakang


BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS PERUBAHAN LUASAN MANGROVE DI PANTAI TIMUR OGAN KOMERING ILIR (OKI) PROVINSI SUMATERA SELATAN MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT TM.

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman Online di :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

REPORT MONITORING MANGROVE PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BANTEN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT MULTITEMPORAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BUNGUS KOTA PADANG, PROVINSI SUMATERA BARAT BERDASARKAN ANALISIS CITRA SATELIT

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ari Luqman, 2013

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

Oleh. Firmansyah Gusasi

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

13 Volume 3. No. 2. Tahun 2009 ISSN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PESISIR KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

ANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI. Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI. Bau Toknok 1 Wardah 1 1

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas marin. Dengan demikian daerah pantai terdiri dari perairan pantai dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi - manggi,

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

Transkripsi:

ANALISIS PERUBAHAN LUASAN HUTAN MANGROVE DI JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT ANALYSIS OF THE CHANGES AREA OF MANGROVE FOREST IN WEST JAVA BY USING SATELLITE IMAGERY DATA Rezha Adviana Refrial, Bachrulhajat Koswara, dan Herman Hamdani Universitas Padjadjaran ABSTRAK Penelitian ini meliputi wilayah Pesisir Utara dan Selatan Provinsi Jawa Barat. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Juni 2013. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan luasan hutan mangrove yang terjadi di Jawa Barat dari tahun 1999 sampai dengan 2012 dengan menggunakan data citra satelit tahun 1999, 2006 dan 2012. Metode pada penelitian ini menggunakan analisa hasil interpretasi data citra satelit Landsat ETM dengan teknik analisis spasial yaitu teknik yang dipergunakan dalam mengkaji spasial. Tumpang susun peta hasil interpretasi data citra satelit menggunakan software SIG untuk mengetahui persebaran dan perubahan luasan hutan mangrove di Jawa Barat. Penambahan luasan hutan mangrove sebesar 2511,85 Ha dan pengurangan luasan hutan mangrove sebesar 4083,42 Ha yang terjadi dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2012. Pada tahun 1999 luasan hutan mangrove seluas 8758,52 Ha dan pada tahun 2012 seluas 6861,25 Ha. Selama kurun waktu ±13 tahun dari tahun 1999 sampai dengan 2012 terjadi penurunan luasan hutan mangrove di Jawa barat seluas 1897,27 Ha atau sebesar 22%. Kata Kunci : Citra Satelit, Hutan Mangrove, Jawa Barat, Perubahan Luasan ABSTRACT This study covers the North and South Coast of West Java Province. This research was conducted from May to Jun 2013. This research was conducted to determine how much of the change occurring mangrove forest area in West Java from 1999 to 2012 by using satellite data in 1999, 2006 and 2012. Method in this study using the analysis results of the interpretation of Landsat ETM satellite data with spatial analysis method, spatial analysis is a technique used to assess spatial. Map overlaying satellite imagery interpretation of data using Software ArcGIS 9.3 to determine the distribution and changes in mangrove forest area in West Java. The addition of mangrove forest area of 2511.85 Ha and a reduction in mangrove forest area of 4083.42 Ha which occurred from 1999 until 2012. In 1999 an area of mangrove forest area of 8758.52 Ha and in 2012 covering an area of 6861.25 Ha. During the period of ± 13 years from 1999 to 2012 decline in mangrove forest area in West Java area of 1897.27 Ha or 22%. Keyword: Extended Area, Mangrove Forest, Satellite Imagery, West Java Program Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan e-mail: rezha.adviana@gmail.com

2 PENDAHULUAN Pesisir Jawa Barat terbagi menjadi dua, yaitu Pesisir Utara dan Pesisir Selatan Hutan mangrove merupakan ekosistem khas daerah tropis. Mangrove merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh langsung berbatasan dengan laut ataupun di sungai sepanjang mendapat pengaruh air asin melalui mekanisme pasang surut, sehingga kedalaman daerah tumbuh memasuki kawasan sungai sangat dipengaruhi oleh rambat pasang dari laut (Bengen 2001). Hutan mangrove sendiri mempunyai fungsi ekologis seperti daerah asuhan (nursery ground), daerah tempat makan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya. Banyak jenis ikan ekonomis penting di laut lepas yang menggantungkan diri kepada ekosistem mangrove khususnya saat larva dan juvenil. Selain itu hutan mangrove merupakan penghasil detritus yang merupakan sumber bahan organik bagi perairan laut lepas, karena adanya hubungan erat antara luasan hutan mangrove dengan produksi perikanan di laut lepas. Hutan Mangrove seiring berjalannya waktu mengalami perubahan luasan, perubahan luasan yaitu bertambahnya atau berkurangnya luasan hutan mangrove. Bertambahnya luasan hutan mangrove terjadi secara alami oleh mangrove dan lingkungan, maupun buatan hasil campur tangan manusia. Perubahan secara alami salah satunya terjadi dikarenakan sistem perakaran yang padat pada ekosistem mangrove menyebabkan berkurangnya gerakan air, sehingga partikel yang sangat halus mengendap di sekeliling akar mangrove membentuk kumpulan lapisan sedimen membuat bertambahnya daratan yang ditumbuhi mangrove baru (Nybakken 1988). Perubahan secara buatan seperti penanaman mangrove yang dilakukan oleh manusia untuk merestorasi lahan mangrove yang sudah rusak. Berkurangnya luasan hutan mangrove pun terjadi secara alami maupun akibat dari aktivitas manusia. Secara alami terjadi salah satunya akibat bencana alam seperti tsunami. Perubahan akibat aktivitas manusia terjadi secara langsung ataupun tidak langsung, secara langsung seperti perubahan kawasan mangrove secara besar-besaran untuk keperluan manusia seperti untuk budidaya tambak, perumahan, lahan industri, galian pasir dan peruntukan lainnya. Perubahan secara tidak langsung seperti penutupan sungai-sungai yang menuju ke arah laut, sehingga menutup suplai air tawar pada sungai tersebut. Melihat adanya perubahan yang terjadi pada luasan hutan mangrove di Jawa Barat. Kajian mengenai perubahan ini penting dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan luasan hutan mangrove yang terjadi dan sebagai upaya pemantauan hutan mangrove yang ada di Jawa Barat. Untuk mensiasati luasnya cakupan wilayah yang diamati maka penerapan teknologi pengindraan jarak jauh menggunakan data

3 citra satelit menjadi pilihan untuk memberikan informasi atau karakteristik obyek hutan mangrove. Berdasarkan uraian latar belakang, tujuan dari penelitian ini dilakukan yaitu untuk mengetahui seberapa besar perubahan luasan hutan mangrove yang terjadi di Jawa Barat dengan memanfaatkan data citra satelit tahun 1999, 2006 dan 2012. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Juni 2013 dengan lokasi penelitian meliputi Wilayah Pesisir Utara dan Selatan Provinsi Jawa Barat. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri atas pengumpulan data citra satelit, alat dan bahan yang digunakan, pengolahan data citra (transfer data, koreksi citra, penajaman citra), Lay-outing, Overlay data vector dan analisis data. Transfer Data atau Scanning Memproses data citra satelit diawali dengan proses transfer (loading) data dari media penyimpanan seperti CDROM, harddisk, dan media penyimpanan lain yang dapat dibaca pada sistem perangkat lunak pengolahan citra (image processing sofware) tertentu. Data citra satelit diperoleh dari USGS dari Amerika. Pada penelitian ini menggunakan software Ilwis 3.7.2, menu utama yang digunakan adalah Import. Koreksi Citra Koreksi Radiometrik Sensor pengindraan jauh merekam intensitas radiasi elektromagnetik dari kenampakan permukaan bumi yang disimpan pada sensor dan dikonversi sebagai nilai digita (Digital Number/DN). Nilai digital ini juga dikenal sebagai nilai spektral atau nilai pixel yang pada umumnya dengan selang nilai antara 0 255. Nilai spektral ini bersifat spesifik dan tergantung pada geometri pandang dari satelit pada saat perekaman citra, lokasi matahari dan kondisi cuaca. Tahap berikutnya yaitu menghilangkan pengaruh matahari dan kondisi atmosfir pada saat citra diambil. Koreksi Geometrik Hampir semua citra satelit mempunyai sejumlah distorsi geometrik. Distorsi ini dapat disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya adalah kondisi optik dari sensor, pergerakan dari sistem scanner, kondisi relief dari bentang alam di bumi dan pergerakan rotasi bumi (Lillesand dan Kiefer 1990). Koreksi geometri bertujuan untuk memperbaiki suatu citra dari distorsi geometrik agar diperoleh citra dengan sistem proyeksi dan kordinat seperti yang ada pada peta. Citra yang belum dikoreksi terhadap distorsi geometrik, maka jarak, luasan, arah dan bentuk akan berbeda-beda sepanjang citra Penajaman Citra Penajaman citra dilakukan untuk lebih memudahkan interpretasi visual dan

4 pemahaman terhadap suatu citra. Keuntungan dari citra digital yaitu memungkinkan kita untuk melakukan manipulasi nilai pixel suatu citra. Overlay Operasi overlay dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS. Overlay suatu data grafis adalah menggabungkan dua atau lebih data grafis untuk memperoleh data grafis baru yang memiliki satuan pemetaan (unit pemetaan). Jadi, dalam proses overlay akan diperoleh satuan pemetaan baru (unit baru). Analisis Data Peta persebaran luasan hutan mangrove hasil interpretasi citra satelit dan dilakukan metode tumpang susun kemudian dilakukan analisis deskriptif komparatif sehingga dari perbandingan data tersebut diperoleh perubahan luasan hutan mangrove yang terjadi dan penyebab perubahan tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Citra Digital Koreksi geometri yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk menghilangkan kesalahan non sistematik yang terdapat pada citra dan sekaligus menambahkan koordinat citra yang sesuai dengan letak yang sebenarnya di lapangan. Jumlah GCP yang digunakan adalah 10 pasang. sedangkan syarat minimum yang diperlukan untuk proses transformasi, yaitu 6 pasang. Bedasarkan batas toleransi tingkat ketelitian yang masih dapat diterima yang ditetapkan oleh National Map Accuracy Standard (NMAS) yaitu 1,7 pixel (51 m), Root Mean Square (RMS) yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 0,42 (12,6 m) masih dapat diterima karena nilainya lebih kecil dari batas maksimal yang ditentukan Citra komposit RGB-542 yang telah dipotong di export ke dalam data *.tiff kemudian diolah pada software ArcGis untuk dilakukan penentuan kelas penutupan hutan mangrove berdasarkan pada perbedaan warna, pola spektral dan posisi bentang lanskap. Data tersebut di bandingkan dengan tampilan visual dengan resolusi tinggi yang diperoleh dari Google earth. Persebaran Hutan Mangrove di Jawa Barat Hutan mangrove terbentuk karena adanya perlindungan dari ombak, masukan air tawar dari sungai, sedimentasi dan aliran air pasang surut (Setyawan 2006). Persebaran hutan mangrove Jawa Barat tersebar di 36 Kecamatan di 10 Kabupaten di Pesisir Utara dan Pesisir Selatan Jawa Barat. Persebaran Hutan Mangrove Pesisir Utara Jawa Barat Persebaran hutan mangrove di Pesisir Utara Jawa Barat terdapat di dalam tambak maupun berada di sekeliling tambak tersebut (tambak silvofishery). Hutan mangrove di Kabupaten Subang tersebar di Kecamatan Balanakan dan Legon Kulon dengan spesies mangrove Rhizophora stylosa, Avicennia

5 marina, Soneratia alba, Bruguiera gymnorhiza, Bruguiera cylindrica, Nypa fruticans, Hibiscus tiliaceus, terminalia cattapa, Exceocaria agallocha dan Achanthus ilicifolius (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Subang 2007). Hutan mangrove di Kabupaten Karawang tersebar di dua Kecamatan yaitu Tirtajaya dan Cibuaya dengan spesies yang ditemukan Rhizophora apicullata, Rhizophora mucronata, Avicennia marina, Soneratia alba dan Lumnitzera racemoza (BPLHD 2010). Hutan mangrove di Kabupaten Indramayu tersebar di enam Kecamatan yaitu Kadanghaur, Losarang, Cantigi, Sindang, Indramayu dan Balongan. Spesies yang ditemukan yaitu Rhizophora mucronata, Rhizopora apiculata, Avicennia marina, Achanthus ilicifolius, Acrotichum aureum, Denis heterophyl dan Fimbristylis scalhacea (Mustari 1992). Hutan Mangrove di Kabupaten Cirebon tersebar di delapan Kecamatan yaitu Kapetakan, Cirebon Utara, Lemahwungkuk, Mundu, Astanajapura, Pangenan, Gebang dan Losari. Spesies yang ditemukan Avicennia spp dan Rhizophora spp (Phihastuti 2009). Hutan mangrove di Kabupaten Bekasi tersebar tiga Kecamatan yaitu Muara Gembong, Babelan dan Tarumajaya. Spesies yang ditemukan Avicennia spp, Rhizophora spp dan Soneratia spp (Sumitro 1985). Persebaran Hutan Mangrove di Pesisir Selatan Jawa Barat Mangrove di Pesisir Selatan Jawa Barat terdiri dari mangrove sejati dan mangrove asosiasi khususnya pada rawa payau. Hutan Mangrove di Kabupaten Tasikmalaya tersebar di tiga kecamatan, yaitu Cikalong, Karangnunggal dan Cipatujah dengan didominasi oleh spesies Nypa fruticans. Hutan Mangrove di Kabupaten Sukabumi tersebar di empat kecamatan, yaitu Pelabuhan Ratu, Simpenan, Ciemas dan Ciracap. Spesies yang ditemukan Padanus spp, Bambusa spp, Stercoelia foetida, Terminalia catappa, Rhizophora spp, Bruguiera spp, Sonneratia alba, Avicennia spp, Callophylum inophylum, Nypa frutican dan Baringtonia asiatica (Hartini 2010). Hutan mangrove di Kabupaten Garut tersebar di Kecamatan Cibalong dengan spesies yang ditemukan Rhizophora mucronata, Rhizophora gymnorhiza, Soneratia alba, Aegiceras comoculatum, Bruguiera gymnorhiza, Xylocarpus granatum, Ceriops tagal, Acanthus ilicifollus dan Avicennia alba (Rochmah 2001). Spesies mangrove di Kabupaten Cianjur tersebar Nypa frutican di Kecamatan Cidaun. Hutan Mangrove di Kabupaten Ciamis tersebar di enam kecamatan, yaitu Cimerak, Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran dan Kalipucang. Spesies yang ditemukan yaitu Thespesia vovulnea, Nypa fruticans, Acanthus ilicifolius, Rhizophora apiculata, Scyphiphora

Luasan Mangrove (Ha) 154 177 102 113 348 262 316 359 381 380 388 389 665 610 842 1053 919 1338 1162 1230 1262 1567 1787 1500 1641 6 hydrophyllaceae, Acrosticum aureum, Pongmia pinnata, Terminalia cattapa, Padanus tektorius, Cerbera mangas dan Hibiscus spp (Sukmawan 2004). Luasan Hutan Mangrove Luasan Hutan mangrove di Jawa Barat dengan menggunakan data citra satelit dilakukan setelah pengolahan data citra dilihat secara visual dan di bandingkan dengan citra resolusi tinggi google earth setelah menyamakan titik kordinat pada citra Landsat ETM dengan citra resolusi tinggi, kemudian dilakukan digitasi untuk mengetahui tutupan luasan hutan mangrove dan persebarannya. Pengklasifikasian kelas berdasarkan tampilan visual Tabel 1. Perbandingan Penutupan Lahan Berdasarkan Tampilan Visual Luasan Hutan Mangrove di Jawa Barat Tahun 1999-2012 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 Gambar 1. Luas Hutan Mangrove Jawa KESIMPULAN Barat Tahun DAN SARAN 1999-2012 Hasil pengolahan data citra satelit didapat luas hutan mangrove di Jawa Barat pada tahun 1999 seluas 8758,52 Ha, sedangkan pada tahun 2012 seluas 6861,25 Ha. Penurunan luas hutan mangrove dalam kurun waktu ±13 tahun seluas 1897,27 Ha atau sebesar 22% luas tahun 1999. Luas Hutan Mangrove di Pesisir Utara Jawa Barat memiliki luas yang lebih tinggi dibandingkan Pesisir Selatan Jawa Barat dengan luas pesisir Utara seluas 5.216,31 Ha dan Luas Pesisir Selatan Jawa Barat pada tahun 1999 seluas 3.542, 21 Ha. Pada perkembangannya ditahun 2012 terjadi penurunan yang besar di Pesisir Utara Jawa Barat seluas 1.622,25 Ha atau sebesar 31%, sedangkan pada Pesisir Selatan Jawa Barat penurunan luas mangrove tidak terlalu besar yaitu seluas 275,02 Ha atau sebesar 8%. 1999 2006 2012 Perbedaan luasan Hutan mangrove di Pesisir Utara lebih luas dibandingkan Pesisir

7 Selatan Jawa Barat dikarenakan adanya beberapa perbedaan, diantranya karakteristik pesisir dan pantai, jenis tanah, kontur, dan letak geografis. Karakteristik pesisir dan pantai Utara Jawa Barat menghadap Laut Jawa yaitu ditandai oleh paparan landai yang luas dengan alur sungai panjang dan air mengalir berkelokkelok melalui rawa dan limpahan air ke pantai berawa sehinggga menyebabkan banyak terdapat endapan lumpur dan memiliki tutupan mangrove yang tebal pada umumnya, serta ketinggian kurang dari 3 M diatas permukaan laut, walupun mangrove yang teridentifikasi keberadaannya berada di lahan pertambakan karena kondisi lahan yang landai ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dijadikan kawasan tambak. Pesisir Selatan memiliki karakteristik pesisir dan pantai menghadap kearah Samudera Hindia ditandai oleh tebing perbukitan curam dan terjal dengan gelombang yang kuat dan pantai datar berpasir yang menyelingi pesisir ini. karakteristik ini menyebabkan rendahnya luas hutan mangrove dan jenis mangrove yang dapat bertahan dalam kondisi ini kebanyakan mangrove asosiasi. Perubahan Luasan Hutan Mangrove Perubahan hutan mangrove adalah bertambahnya atau berkurangnya luasan hutan mangrove, hal ini berbeda dengan penurunan atau peningkatan luasan hutan mangrove pada suatu periode. Perubahan hutan mangrove terjadi apabila terjadi peningkatan luasan hutan mangrove akibat adanya pertumbuhan hutan mangrove atau persebaran biji mangrove yang kemudian tumbuh di daerah yang asalnya tidak terdapat mangrove, ataupun pengurangan hutan mangrove terjadi apabila suatu daerah terdapat mangrove kemudian mangrove tersebut mati atau hilang digantikan dengan tata guna lahan lainnya (a) (b) Gambar 2. Garis pantai di Kabupaten Bekasi Tahun 1999 (a) dan Tahun 2006 (b) Lingkaran merah pada gambar diatas menunjukan adanya abrasi di Kabupaten Bekasi dimana pada tahun 1999 daerah tersebut merupakan daerah pertambakan. Di sepanjang tanggul tambak di tumbuhi oleh vegetasi mangrove dan pada garis pantai vegetasi mangrove membentuk green Belt, tetapi pada tahun 2006 tambak tersebut hilang tergerus air laut, beserta persebaran vegetasi mangrove pada tahun 1999 dan menyebabkan pengurangan luasan hutan mangrove. Abrasi di Kabupaten Bekasi selain terjadi pengurangan luasan terjadi juga penambahan luasan hutan mangrove pada daerah abrasi diatas. Munculnya spektrum warna hijau pada lingkaran merah tahun 2006 yang lebih luas di bandingkan pada tahun 1999, terlihat pada daerah pada tahun 1999 lahan tambak menjadi daerah perkembangan hutan mangrove pada tahun 2006 membentuk green belt baru.

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 0 269.5 152.94 89.07 100.01 25.52 80.17 62.75 37.03 69.86 34.36 17.49 Luasan Mangrove (Ha) 133.21 377.87 292.07 865.3 829.85 652.25 1152.7 1353.32 8 Perubahan Luasan Hutan Mangrove 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 (-) mangorve (+) mangrove tambak-tambak silvofishery, walaupun pada dasarnya terjadi peningkatan produksi budidaya tambak yang drastis pada tahun 2007 sampai dengan 2011, di tahun 2012 terjadi penurunan luas hutan mangrove di Jawa Barat. 200,000 Produksi (ton) 150,000 Tambak (Ha) Gambar 3. Penambahan dan Pengurangan Luasan Hutan Mangrove di Jawa Barat 100,000 50,000 0 Penambahan luasan hutan mangrove yang terjadi dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2012. Terlihat Kabupaten Subang mengalami penambahan luasan yang cukup besar, yaitu sebesar 865,3 Ha. Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang terletak di pesisir Utara Jawa Barat dengan morfologis dan topografis pantainya yang dicirikan oleh bentuk pantai yang menjorok ke arah daratan berbentuk teluk, seperti di wilayah Pantai Blanakan, serta menjorok kearah laut berbentuk tanjung, seperti wilayah Pantai Legonkulon. Hal ini menyebabkan adanya penambahan daratan atau akresi, pada penambahan daratan ini menjadikan tumbuhnya mangrove baru. Hubungan Luasan Hutan Mangrove dengan Tambak dan Produksi Budidaya Tambak dari Tahun 1999 2012 Akibat dari peningkatan luas tambak mengakibatkan banyaknya lahan mangrove yang dikonversi menjadi lahan tambak, atau pembukaan tambak intensif menggantikan Gambar 4. Luas Tambak dan Produksi Budidaya Tambak di Jawa Barat dari Tahun 1999 2011 Menurut Puspita, et all 2005 perkembangan tambak yang pesat ini telah memicu pembukaan areal mangrove secara besar-besaran untuk pembangunan tambak. Pola budidaya yang diterapkan juga telah mengalami perubahan, sistem budidaya yang tadinya bersifat tradisional telah bergeser ke arah sistem budidaya semi intensif dan intensif menggunakan pakan buatan, pestisida (misalkan diazon dan thiodan) dan penenbaran benih yang padat untuk memaksimalkan produksi. Pengembangan dan pembangunan tambak yang dilakukan tanpa memperhatikan kondisi lingkungan, telah berdampak negatif yang sangat besar. Seperti yang terjadi di Kabupaten Karawang pembukaan hutan mangrove untuk pertambakan telah

9 mengganggu kehidupan berbagai satwa liar, serta menimbulkan abrasi pantai dan instruisi air laut ke daratan. Keberadaan hutan mangrove di Jawa Barat saat ini sudah mulai terdesak oleh pesatnya pembangunan dan telah banyak mengalami perubahan fisik dan fungsi. Disisi lain, di beberapa daerah seperti di Selatan Jawa Barat ekosistem mangrove yang alami terdesak oleh pembangunan untuk peruntukan lain. Penurunan luasan mangrove ini tidak hanya berakibat pada hilangnya keanekaragaman hayati yang terkandung didalamnya, namun lebih jauh telah menimbulkan berbagai bencana atau ancaman serius bagi lingkungan pesisir. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dari pembahasan diatas dapat di simpulkan sebagai berikut: Selama kurun waktu ±13 tahun dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 terjadi penurunan luasan hutan mangrove di Jawa Barat seluas 1897,27 Ha atau sebesar 22%. Pada tahun 1999 luasan hutan mangrove seluas 8758,52 Ha dan pada tahun 2012 seluas 6861,25 Ha. Adanya penambahan luasan hutan mangrove yang terjadi dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 sebesar 2511,85 Ha dan pengurangan hutan mangrove sebesar 4083,42 Ha. Faktor faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan luasan mangrove yang teridentifikasi yaitu konversi lahan mangrove menjadi lahan tambak dan pemukiman, akibat adanya akresi dan abrasi, suksesi antara hutan mangrove dan hutan tropis dan pertumbuhan pohon mangrove. Persebaran hutan mangrove di Jawa Barat tersebar di 10 Kabupaten yang berada di wilayah pesisir sebanyak 36 Kecamatan dengan jumlah spesies sebanyak 31 spesies terdiri dari 18 mangrove sejati dan 13 mangrove asosiasi Saran Mengingat fungsi hutan mangrove sangat penting baik secara ekologis maupun ekonomis, maka mangrove di pesisir Jawa Barat perlu dilestarikan melalui usaha rehabilitasi, misalnya penanaman mangrove yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan terutama di sepanjang garis pantai untuk mencegah terjadinya abrasi dan daerah pertambakan di pesisir Jawa Barat. Untuk mengetahui potensi hutan mangrove di Jawa Barat. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai struktur komunitas hutan mangrove di setiap kecamatan yang memiliki persebaran yang berbeda. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. H. Bachrulhajat Koswara, MS dan Drs. Herman Hamdani, M.Si selaku komisi

10 pembimbing, serta Ir. Indah Riyantini, M.Si selaku komisi penelaah. DAFTAR PUSTAKA Bengen, D. G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrov. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL). IPB. Bogor. BPLHD. 2010. Inventarisasi Lahan Kritis Akibat Abrasi di Wilayah Pesisir Kabupaten Karawang. Karawang. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Subang. 2007. Fungsi dan Pemanfaatan Hutan Mangrove. Subang. Hartini, Imas. 2010. Konsep Wilayah Pesisir Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi. Jurusan Planologi Fakultas Teknik Universitas Pasundan. Bandung Rochmah, E. 2001. Keanekaragaman dan Kelimpahan Gastropoda di Mangrove Leuweung Sancang, Kabupaten Garut Jawa Barat. Skripsi Sarjana FPMIPA UPI. Bandung Setyawan, A.D. 2006. Permasalahan Konservasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Jurnal Biodiversitas Vol 7 No.2. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Sukmawan, Dian. 2004. Penilaian Ekonomi Manfaat Hutan Mangrove di Desa Kalangjaladri Kecamatan Parigi, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. IPB. Bogor Sumitro, S.A. 1985. Pola Penyebaran dan Komposisi Jenis Mollusca dan Crustacea di Hutan Mangrove Kec. Muara Gembong, Bekasi. IPB. Bogor. Lillesand, T.M dan R. W. Kiefer. 1990. Pengindraan Jauh dan Intepretasi Citra. Terjemahan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta Mustari, Abdul H. 1992. Jenis jenis Burung Air di Hutan Mangrove Delta Sungai Cimanuk Indramayu. Jawa Barat. Nybakken, WJ. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi (Alih Bahasa oleh Eidma, dkk). Gramedia. Jakarta Phihastuti, Ulfiana. 2009. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (GIS) dalam Pemetaan Sebaran Mangrove di Pesisir Cirebon Jawa Barat. UPI. Bandung. Puspita, Lani, et all. 2005. Lahan Basah Buatan di Indonesia. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor.