TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada

TINJAUAN PUSTAKA. antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat,

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol

KEMASAMAN TANAH. Wilayah tropika basah. Sebagian besar tanah bereaksi masam. Kemasaman tanah menjadi masalah utama

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

DASAR-DASAR ILMU TANAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

DASAR-DASAR ILMU TANAH

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Ultisol

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

TINJAUAN PUSTAKA. ( ha) dan Nusa Tenggara ( ha). yang rendah. Biasanya terdapat aluminium yang dapat dipertukarkan dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

TINJAUAN PUSTAKA. Batuan adalah material alam yang tersusun atas kumpulan (agregat)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Kata Ultisol berasal dari bahasa latin ultimus yang berarti terakhir atau

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

I. PENDAHULUAN. Perkebunan karet rakyat di Desa Penumanganbaru, Kabupaten Tulangbawang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Ultisol dan Masalahnya. Menurut Harjowigeno (1993) bahwa tanah Ultisol biasanya di temukan di

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. tertangani dengan baik. Pemanfaatan tanah Ultisol akan dihadapkan pada berbagai

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. yang rendah. Biasanya terdapat aluminium yang dapat dipertukarkan dalam

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

2. Penaburan, pembenaman dan pencampuran kapur ketanah harus dalam dan rata.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Tanah di Lahan Miring. Lahan dengan kemiringan lebih dari 15% tidak baik ditujukan sebagai lahan

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Rumput Raja Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)

BAB I PENDAHULUAN. Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

Seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya kesejahteraan. penduduk, kebutuhan akan pangan dan sayuran segar juga terus meningkat.

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam

Tanah Ultisol di Indonesia menempati areal yang cukup luas, yaitu sekitar. 42,3 juta ha (Sri Adiningsih et a/, 1997; Rochayati et a/, 1997).

TINJAUAN PUSTAKA. atau 180 cm dibawah permukaan tanah mineral (Soil Survey Staff, 2014).

DASAR ILMU TANAH. Bab 5: Sifat Kimia Tanah

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Sawi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR DASAR ILMU TANAH AGRIBISNIS F KELOMPOK II. Yuni Khairatun Nikmah. E.Artanto S.T Nainggolan FAKULTAS PERTANIAN

Lestari Alamku, Produktif Lahanku

TINJAUAN PUSTAKA. Inceptisols tersebar luas di indonesia yaitu sekitar 40,8 juta ha. Menurut

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Beberapa Sifat KimiaTanah Gambut dalam Pot yang Diberi Raw Mix Semen dan Mikroorganisme Efektif M-Bio

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR DASAR ILMU TANAH AGRIBISNIS F KELOMPOK II. Yuni Khairatun Nikmah. E.Artanto S.T Nainggolan FAKULTAS PERTANIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Soil Survey Staff (2014), tanah Inceptisol dicirikan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala yang ada. Beberapa kendala

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal mempunyai agregat yang kurang stabil dan permeabilitas rendah. Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Ciri Ultisol memiliki solum tanah agak tebal yaitu 90-180 cm dengan batas horizon yang datar. Kandungan bahan organik pada lapisan olah adalah kurang dari 9 % umumnya sekitar 5%. Kandungan unsur hara seperti N, P, K dan Ca umumnya rendah dan ph sangat rendah 4-5,5 (Darmawijaya, 1997 dalam Frisandi, 2009). Ultisol merupakan salah satu jenis tanah mineral masam (acid soil) yang merupakan potensi besar untuk perluasan dan peningkatan produksi pertanian di Indonesia. Hampir semua tanaman dapat tumbuh dan dikembangkan pada tanah ini. Pemanfaatan Ultisol untuk pengembangan tanaman pangan umumnya terkendala oleh sifat-sifat kimia yang dirasakan berat bagi para petani untuk mengatasinya, karena kondisi ekonomi dan pengetahuan yang umumnya lemah. Kendala utama yang dijumpai didalam kaitannya dengan pengembangan Ultisol untuk lahan pertanian terutama karena termasuk tanah yang mempunyai harkat keharaan yang rendah (Prahastuti, 2005) Dari hasil analisis tanah Ultisol dari berbagai wilayah di Indonesia, menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki ciri reaksi tanah sangat masam. Kandungan bahan organik lapisan atas yang tipis (8 12 cm), umumnya rendah sampai sedang. Rasio C/N tergolong rendah (5 10). Kandungan P-potensial yang rendah dan K-potensial yang bervariasi sangat rendah sampai rendah, baik

lapisan atas maupun lapisan bawah. Jumlah basa-basa tukar rendah, kandungan K-dd hanya berkisar 0-0,1 me/100 g tanah (Subagyo dkk 2000). Menurut Munir (1996) komponen kimia tanah berperan penting dalam menentukan kesuburan tanah. Ultisol merupakan tanah yang mengalami proses pencucian yang sangat intensif yang menyebabkan tanah ini miskin secara kimia dan fisik. Ultisol merupakan tanah mineral yang bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah dan memiliki kadar Al yang tinggi yang dapat menjadi racun bagi tanaman. Disamping itu Ultisol memiliki kandungan bahan organik dan KTK yang rendah. Ultisol mempunyai derajat kemasaman yang tinggi, serta ketersediaan unsur hara N, P dan K yang rendah. Reaksi tanah yang masam disebabkan oleh curah hujan yang tinggi yang mengakibatkan basa-basa mudah tercuci. Disamping itu diketahui pula bahwa hasil dekomposisi minearl aluminium silikat akan membebaskan ion aluminium (Al 3+ ). Ion tersebut dapat dijerap kuat oleh koloid tanah dan bila dihidrolisis akan menyumbangkan ion H +, akibatnya tanah menjadi masam (Nyakpa, dkk 1988). Sedangkan sifat kimia pada tanah Ultisol yang berperan dalam menentukan sifat, ciri dan kesuburan tanah yakni kemasaman kurang dari 5,5, kandungan bahan organik rendah sampai sedang, kejenuhan basa kurang dari 35%, serta Kapasitas Tukar Kation kurang dari 24 me per 100 gram liat. Tingkat pelapukan dan pembentukan Ultisol berjalan lebih cepat pada daerah-daerah yang beriklim humid dengan suhu tinggi dan curah hujan yang tinggi (seperti halnya Indonesia), ini berarti Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami proses pencucian sangat intensif, hal ini yang menyebabkan Ultisol memiliki kejenuhan

basa rendah. Selain itu, Ultisol juga memiliki kandungan Al-dd tinggi (Munir, 1996). Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan bahan organiknya rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Ultisol merupakan tanah yang mengalami proses pencucian yang intensif yang menyebabkan Ultisol miskin secara kimia dan fisik (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Reaksi tanah Ultisol umumnya masam hingga sangat masam (ph 5 3, 10). Kapasitas tukar kation pada tanah Ultisol tergolong rendah yaitu berkisar 6,10 6, 80 cmol/kg. Pada ph rendah (< 5.0) ketersedian P bermasalah dari bentuk tersedia menjadi tidak tersedia. Pada tanah masam kelarutan logam seperti Al, Fe, dan Mn sangat tinggi. Permasalahan kemasaman tanah pada tanah Ultisol menyebabkan unsur hara makro seperti Fosfor (P) menjadi tidak tersedia bagi tanaman (Damanik, dkk 2010). Pada tanah Ultisol, Al hanya berasal dari pelapukan batuan bahan induknya. Kondisi ini juga masih dipengaruhi oleh ph. Pada bahan induk yang bersifat basa, pelepasan Al tidak sebanyak pada batuan masam, karena ph tanah yang tinggi dapat mengurangi kelarutan hidroksida Al (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Nilai kejenuhan Al yang tinggi terdapat pada tanah Ultisol dari bahan sedimen dan granit (>60%). Kejenuhan Al berhubungan erat dengan ph tanah. Tanah Ultisol mempunyai reaksi agak masam sampai masam dengan kandungnan basa-basa rendah yang di ukur dengan kejenuhan basa ph 7 < 50% pada

kedalaman 125 cm dibawah atas horizon argilik atau 180 cm dari permukaan tanah (USDA, 2010). Peran Al dapat ditukar pada tanah Ultisol sangat penting, karena pada tanah-tanah tersebut sering ditemukan kejenuhan Al nisbi yang tinggi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Ultisol mempunyai kejenuhan Al yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang lain, bahkan bisa mencapai lebih dari 85 %. Di dalam tanah Al-dd akan mengendap pada ph antara 5,5 sampai 6,0 sehingga pada tanah-tanah yang mempunyai ph lebih besar dari 6,0 kandungan Al-dd dan kejenuhan Al nisbi rendah bahkan peranannya dapat diabaikan (Munthe, 1997). Kapur dan Reaksinya di dalam Tanah Kapur adalah bahan yang mengandung unsur Ca yang dapat meningkatkan ph tanah (Hardjowigeno, 1992). Pemberian kapur dapat meningkatkan ketersediaan unsur fosfor (P) dan molibdenum (Mo). Pengapuran dapat meningkatkan ph tanah, sehingga pemberian kapur pada tanah masam akan merangsang pembentukan struktur remah, mempengaruhi pelapukan bahan organik dan pembentukan humus (Buckman dan Brady, 1964). Secara umum pengapuran bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi dari tanah. Di wilayah-wilayah subtropik pengapuran sering bertujuan untuk menaikkan ph hingga 6,5-7. Alasan mereka, karena pada kisaran ph tersebut adalah paling cocok untuk ketersediaan unsur hara dan pertumbuhan tanaman umumnya. Ternyata konsep ini tidak cocok untuk wilayah-wilayah tropik. Pemberian kapur untuk mencapai ph tersebut di tropik, sering menurunkan produksi karena terjadi kelebihan kapur (over liming). Berkaitan dengan jumlah Al yang tinggi dan merupakan masalah utama pada tanah masam di tropik, maka

pengapuran sebaiknya ditujukan untuk meniadakan pengaruh meracun Al tersebut. Sejalan dengan itu, pengapuran juga bertujuan untuk menyediakan hara Ca bagi tanaman (Nyakpa dkk, 1998). Soepardi (1983) menyatakan bahwa pengapuran menetralkan senyawasenyawa beracun dan menekan penyakit tanaman. Aminisasi, amonifikasi dan oksidasi belerang nyata dipercepat oleh meningkatnya ph yang diakibatkan oleh pengapuran. Dengan meningkatnya ph tanah, maka akan menjadikan tersedianya unsur N, P dan S serta unsur mikro bagi tanaman. Kapur yang banyak digunakan di Indonesia dalam bentuk kalsit (CaCO 3 ) dan dolomite (CaMg(CO 3 ) 2 ). Pengapuran dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan dengan unsur lain. Pada kebanyakan tanaman tingkat tinggi, penjagaan ph 6-7 menjamin ketersediaan hara. Tingginya konsentrasi ion hidrogen yang terdapat dalam larutan tanah akan menimbulkan reaksi tanah yang besifat masam, dengnan pengapuran konsentransi ion hidrogen yang tinggi dapat diturunkan, sehingga derajat kemasaman tanahnya dikehendaki oleh tanaman tertentu yang hendak ditanam. Dengan adanya pengapuran pada tanah masam, absorbsi unsur-unsur Mo, P dan Mg akan meningkat pada dan pada waktu yang bersamaan akan menurunkan secara nyata konsentrassi Fe, Al dan Mn yang dalam keadaan masam unsur-unsur ini dapat mencapai konsentrasi yang bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian, pengapuran tidak boleh dilakukan secara sembarangan, karena kelebihan kapur pada tanah mengakibatkan tanaman kerdil, Mn dan P menjadi tidak tersedia (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002). Pengapuran pada tanah masam dan pada waktu yang bersamaan akan menurunkan dengan nyata konsentrasi Fe, Al dan Mn dalam keadaan sangat

masam dapat mencapai konsentrasi yang bersifat racun bagi tanaman. Menurut penelitian, pemberian kapur setara 1,5 x Aldd (1,5 ton CaCO3/ha setiap 1 me Aldd/100 g tanah) dapat meningkatkan produksi tanaman (Sarief, 1993). Secara umum semua jenis kapur bagi pertanian untuk mengurangi kemasaman tanah dan menambah Ca sebagai unsur hara tanaman. Kapur dolomit menyediakan unsur Mg. Batuan kapur tesusun oleh kalsium karbonat (CaCO3), dan magnesium karbonat (MgCO3). Suasana masam dalam tanah dapat ditanggulangi dengan pemberian kapur. Mekanisme reaksi dari bahan kapur pada komplek tanah masam dapat dilukiskan sebagai berikut (Buckman and Brady, 1982). H + + CaCO 3 Ca ++ + CO 2 + H 2 O H + misel Ca ++ Dari reaksi tersebut, bahwa begitu reaksi kekanan, kelihatan pengaruh netralisasi ion H oleh kapur dan peningkatan jumlah kalsium yang dapat dipertukarkan. Sehingga kejenuhan basa dan ph tanah meningkat. CaCO 3 + CO 2 + H 2 O 3Ca 2+ + HCO - 3 + 3 OH Al 3+ + 3OH- Al(OH) 3 Pengapuran juga bertujuan untuk mengurangi resiko keracunan aluminium, dalam tanah masam banyak ditemukan ion Al 3+ yang bersifat masam, karena dengan air ion tersebut dapat menghasilkan ion H +. Oleh karena itu ion H + harus dikeluatkan dari larutan tanah dengan ion Al 3+ harus dinetralkan. Jadi tujuan pengapuran adalah supaya koloid tanah menjadi netral, aluminium dinonaktifkan dan hidrogen dioksidasi menjadi air (Kuswandi, 1993).

Kapur banyak mengandung unsur Ca tetapi pemberian kapur ke dalam tanah pada umumnya bukan karena tanah kekurangan unsur Ca tetapi karena tanah terlalu masam. Oleh karna itu ph tanah perlu dinaikkan agar unsur-unsur hara seperti P mudah diserap tanaman dan keracunan Al dapat dihindarkan (Hardjowigeno, 1995). Ada beberapa keuntungan bila tanah masam diberi kapur, yaitu sebagai berilut : 1. Struktur tanahnya menjadi baik dan kehidupan mikroorganisme dalam tanah lebih tinggi. Akibatnya daya melapuk bahan organik menjadi humus berjalan lebih cepat. 2. Kelarutan zat-zat yang sifatnya meracuni tanaman menjadi menurun dan unsur lain tidak banyak terbuang. 3. Di tempat yang diberi kapur akan lebih leluasa di tanami berbagai jenis tanaman (Lingga dan Marsono, 1999). Thithonia diversifolia Beberapa manfaat pupuk organik adalah dapat menyediakan unsur hara makro dan mikro, mengandung asam humat (humus) yang mampu meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, meningkatkan aktivitas bahan mikroorganisme tanah, pada tanah masam penambahan bahan organik dapat membantu meningkatkan ph tanah, dan penggunaan pupuk organik tidak menyebabkan polusi tanah dan polusi air (Novizan, 2007). Hasil penelitian Supriyadi (2002) Tithonia diversifolia mampu menghasilkan biomassa dalam jumlah besar (275 ton bahan hijauan setara 55 ton

berat kering per hektar), nisbah C/P kurang dari 200, daun-daun kering Tithonia diversifolia mempunyai kandungan N (3,15%), P (0,32 %), K (3,1 %), polifenol larut (2,9 %). Lignin (9,8 %) serta menurunkan jerapan P oleh Al-Fe oksida dalam tanah. Tithonia diversifolia merupakan sejenis gulma yang dapat tumbuh di sembarang tanah, namun menggandung unsur hara yang tinggi terutama N, P, K, yaitu 3,5% N ; 0,38% P ; dan 4,1% K yang berfungsi untuk meningkatkan ph tanah (dengan reaksi menurut Hakim (2006), R-NH 2 + H 2 O 2NH 4 + CO 2-3, ditambahkan Hakim, dkk (1986), ion CO 3 2- mempunyai kemampuan dalam menarik ion H + dari koloid tanah dan merupakan bahan penting dari kapur dalam menetralkan tanah) menurunkan Al-dd serta meningkatkan kandungan P, Ca dan Mg tanah (Hartatik, 2007). Menurut Hakim (2006), dari pelapukan bahan organik akan dihasilkan asam humat, asam vulvat, serta asam-asam organik lainnya. Asam-asam itu dapat mengikat logam seperti Al dan Fe, sehingga mengurangi kemasaman serta pengikatan P dan P akan lebih tersedia. Anion-anion organik seperti sitrat, asetat, tartrat dan oksalat yang dibentuk selama pelapukan bahan organik dapat membantu pelepasan P yang diikat oleh hidroksida-hidroksida Al, Fe, dan Ca dengan jalan bereaksi dengannya, membentuk senyawa kompleks. Analisa laboratorium menunjukkan bahwa tithonia segar terdiri dari 20% bahan kering dan mengandung nitrogen 4,6%. Konsentrasi fosfor di daun tithonia sangat tinggi (0,27-0,38% P). Jumlah P di daun tithonia lebih tinggi daripada tingkat yang ditemukan di tumbuhan polong yang biasanya digunakan di pertanian maupun pada hutan dan perkebunan, yang hanya sebesar 0,15-0,20%

fosfor (Wanjau, dkk, 2002). Pemberian tithonia pada tanah Ultisol untuk mensubstitusi N dan K pupuk buatan dapat meningkatkan ph tanah, menurunkan Al-dd, serta meningkatkan kandungan hara P, Ca, dan Mg tanah (Hartatik,2007). Dari penelitian yang telah dilakukan Hakim, dkk, (2008) kompos tithonia dapat menggantikan 50% pupuk buatan. Selain itu pemberian tithonia dapat meningkatkan kesuburan tanah/produktivitas lahan (menurunkan Al, serta meningkatkan ph tanah, bahan.organik, kandungan hara N, P, K, Ca dan Mg tanah, sehingga meningkatkan produktivitas tanaman. Bahan organik sangat berperan dalam memperbaiki sifat kimia tanah dan juga dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Bahan organik juga sangat berperan dalam pembebasab P-fiksasi oleh senyawa Al dan Fe. Asam organik yang dilepaskan mampu mengikat ion logam seperti ion Al dan ion Fe di dalam tanah., kemudian mebentuk senyawa kompleks yang sukar larut. Senyawasenyawa termasuk asam humat dan fulvat mampu mebentuk kompleks dengan ion-ion logam (Tan, 1991). Pemberian kompos pada tanah masam cukup efisien untuk menetralkan sebahagian efek meracun Al dalam larutan tanah dan juga meningkatkan KTK tanah. Bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation dua sampai tiga puluh kali lebih besar daripada koloid mineral yang meliputi 30 sampai 90% dari tenaga jerap suatu tanah mineral. Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Kedelai merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting karena gizinya, aman dikonsumsi dan harganya yang relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani. Di Indonesia, kedelai umumnya

dikonsumsi dalam bentuk pangan olahan seperti tempe, susu kedelai dan berbagai bentuk makanan ringan (Damardjati dkk, 2005). Toleransi ph yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5,8-7, namun pada tanah dengan ph 4,5 pun kedelai dapat tumbuh baik. Tanah-tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol. Pada tanah podzolik merak kuningg dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004). Pengembangan kedelai pada lahan kering masam dihadapkan kepada kondisi tanah yang kurang subur karena ph rendah (4,3-5,5), kandungan Al tinggi, kandungan bahan organik rendah, ketersediaan hara N, P, K, Ca dan Mg rendah, dan kemampuan tanah mengikat air juga rendah. Kondisi tanah yang kurang subur dapat diperbaiki dengan inovasi teknologi ameliorasi, di antaranya penggunaan kapur (kalsit atau dolomit) dan bahan organik, serta pemupukan berdasarkan kondisi tanah setempat (Litbang, 2008). Kandungan Al yang tinggi dapat meracuni tanaman kedelai. Toksisitas pada tanaman kedelai ditandai dengan rusaknya sistem perakaran. Pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah masam akibat cekaman abiotik dan biotik. Pertumbuhan vegetatif terhambat akibat keracunan Al. Tingginya kandungan unsul aluminium reaktif (Al 3+ ) dapat meracuni akar tanaman dan menghambat pembentukan bintil akar tanaman legum (Sumarno, 2005). Batas kritis kejenuhan Al di tanah masam ultisol bervariasi antar spesies yaitu 70 % untuk padi, 55 % untuk kacang uci, 29 % untuk jagung, 28 % untuk kacang tanah, 20 % untuk kedelai dan 5 % untuk kacang hijau. Tingginya

kandungan Al berpengaruh buruk terutama terhadap sistem perakaran yang meliputi pertumbuhan akar terhambat, percabangan tidak normal serta ukuran daun lebih kecil dan berwarna hijau gelap (Hadiatmi, 2002).