JENIS DAN STATUS KONSERVASI IKAN HIU YANG TERTANGKAP DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) LABUAN BAJO, MANGGARAI BARAT, FLORES

dokumen-dokumen yang mirip
KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN DAERAH PENANGKAPAN HIU APPENDIX II CITES YANG DIDARATKAN DI NAMOSAIN NTT

BAB I PENDAHULUAN. organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara

TINGKAT KEMATANGAN KELAMIN DAN FREKUENSI PANJANG PARI GITAR (Rhinobatus sp.1 dan Rhinobatus sp. 2)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hiu merupakan ikan yang memiliki kerangka tulang rawan dari subkelas

Komposisi by-catch Hiu dan Pari Hasil Tangkapan Trammel net di Perairan Sorong Selatan

PENDATAAN BYCATH HIU DAN PARI (MANTA) DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG

KERAGAMAN JENIS IKAN HIU DAN PARI DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN SUNGAI KAKAP KALIMANTAN BARAT

Wolly CANDRAMILA 1) dan JUNARDI 2) Telp/Fax:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Keberadaan Habitat Pesisir Penting di lokasi MPA for Sharks

Pasal 4. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

STATUS PERIKANAN HIU DAN ASPEK PENGELOLAANNYA

HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI

IDENTIFIKASI JENIS HIU HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PULAU BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGENALAN KUCING CONGKOK (Prionailurus bengalensis) BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA di TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS (TNWK)

Jurnal Harpodon Borneo Vol.10. No.1. April ISSN : X

SPESIES TERKAIT EKOLOGI DALAM AKTIVITAS PENANGKAPAN HIU OLEH NELAYAN ARTISANAL TANJUNG LUAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Biomass and Abundance Estimation of Sharks and Rays Species in Komodo National Park

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN PARI MANTA

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUN JAWA STUDI BYCATCH HIU DI PULAU KEMUJAN, KARIMUN JAWA, JEPARA

Alur Perdagangan Hiu sebagai Komoditas Ikan Hias dari Provinsi Bali

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

Oleh : Rodo Lasniroha, Yuniarti K. Pumpun, Sri Pratiwi S. Dewi. Surat elektronik :

Biologi Reproduksi Ikan Pari Toka-Toka (Himantura walga, Muller dan Henle 1841) yang Tertangkap dan di Daratkan di Cilincing

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PARI TOKA-TOKA (Himantura walga, MULLER AND HENLE 1841) YANG TERTANGKAP DAN DI DARATKAN DI CILINCING

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Kelas Chondrichthyes

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Wilayah Spawing Ground dan Migrasi Tuna Sirip Biru (Anthony Cox, Matthew Stubbs and Luke Davies, 1999)

Inventarisasi Jenis Ikan Subkelas Elasmobranchii di Teluk Nuri Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Kayong Utara

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

EKOLOGI IKAN KARANG. Sasanti R. Suharti

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1 Conservation Upaya Perlindungan Pari Manta Lahirkan Tiga Kebijakan di Tingkat Nasional dan Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. (90%) hidup diperairan laut dan sisanya 300 spesies (10%) hidup di perairan air

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

BEBERAPA JENIS CUCUT BOTOL (Squalidae) YANG TERTANGKAP PANCING RAWAI DASAR DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA DAN ASPEK BIOLOGINYA

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

REKOR TEMUAN INDIVIDU BARU HIU PAUS (Rhincodon typus S.) DI PERAIRAN KWATISORE, TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH, PAPUA

PROFIL PENANGKAPAN HIU OLEH KAPAL NELAYAN RAWAI PERMUKAAN DI PERAIRAN BARAT PULAU SUMBA

TAKSONOMI MOLEKULER DNA BARCODING DAN ANALISIS FILOGENETIK IKAN HIU DI PELABUHAN PERIKANAN PALABUHANRATU BERDASARKAN MARKA MITOKONDRIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sebuah Temuan Awal dari XPDC Alor Flotim Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia

TEKNIK PENGUKURAN MORFOMETRIK PADA IKAN CUCUT DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

apendiks.??? diatur. spesies yang terancam punah. terancam punah di dunia.

KONTRIBUSI IKAN PARI (Elasmobranchii) PADA PERIKANAN CANTRANG DI LAUT JAWA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel :

BIODIVERSITAS 3/31/2014. Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) "Ragam spesies yang berbeda (species diversity),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Komposisi Ukuran, Nisbah Kelamin..Tertangkap di Samudera Hindia (Novianto, D., et al.)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN HIU DARI RAWAI HANYUT DAN DASAR YANG BERBASIS DI TANJUNG LUAR, LOMBOK

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

ASPEK BIOLOGI, PEMANFAATAN, DAN STATUS KONSERVASI IKAN PARI AIR TAWAR (Himantura oxyrhyncha)

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEANEKARAGAMAN BURUNG PANTAI DAN POTENSI MAKANAN DI PANTAI MUARA INDAH KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG PROPINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN MANGROVE DI DAERAH PERLINDUNGAN LAUT GILI PETAGAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

SEBARAN DAN KELIMPAHAN IKAN PARI DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) 711 NRI

BAB I PENDAHULUAN. Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut

I. PENDAHULUAN. terancam sebagai akibat kerusakan dan fragmentasi hutan (Snyder et al., 2000).

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP JARING INSANG HANYUT (DRIFT GILLNET) DI PERAIRAN DUMAI, PROVINSI RIAU

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

Transkripsi:

JENIS DAN STATUS KONSERVASI IKAN HIU YANG TERTANGKAP DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) LABUAN BAJO, MANGGARAI BARAT, FLORES Ismail Syakurachman Alaydrus 1,2), Narti Fitriana 1)* dan Yohannes Jamu 3) 1) Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2) Marine Biology Club (MBC) Nudibranch 3) Dinas Kelautan dan Perikanan Manggarai Barat *Corresponding author: nfitriana@yahoo.com Abstract The study aimed to determine the types of sharks are caught, sold and conservation status in the fish auction place (TPI) Labuan Bajo, West Manggarai, Flores, East Nusa Tenggara have been conducted in February and March 2014 in Labuan Bajo. The research method was the survey method and used Market Survey sampling techniques and identification by Rapid Assessment method. Descriptively analyzed data, displayed in the form of narration and a table. Based on the results of the study, found 114 individual sharks, 55 individual males, 59 females were classified into three orders, namely Orectolobiformes, Lamniformes, and Carcharhiniformes; 4 families that Carcharhinidae, Odontaspididae, Rhynchobatidae, and Ginglymostomatidae; 5 genera namely Carcharhinus, Triaenodon, Rhyncobatus, Prionace, and Rhizoprionodon and 9 types of sharks that Carcharhinus melanopterus, Triaenodon obesus, Carcharhinus limbatus, Carcharhinus taurus, Carcharhinus amblyrhynchos, Rhynchobatus australiae, Prionace glauca, Rhizoprionodon acutus, and Nebrius ferrugineus. Based on the state of conservation, shark found in Labuan Bajo TPI classified Vulnerable and Near Threatened, the dominant type of shark found is Carcharhinus melanopterus (91 fishes) while the least was found is Rhynchobatus australiae, Prionace glauca, Rhizoprionodon acutus, and Nebrius ferrugineus (each 1 individual). Keywords : type of sharks, Fish Auction Place (TPI) Labuan Bajo, state of conservation PENDAHULUAN Sejarah geologi di wilayah Indonesia amat komplek, hal ini menyebabkan negara ini memiliki tingkat endemisitas tertinggi di dunia. Tingkat keragaman jenis biota-biota laut seperti jenis ikan bertulang sejati maupun ikan bertulang rawan (Elasmobranchii) di Indonesia sangat beragam (White et al., 2006). Perikanan merupakan aspek utama yang berpengaruh penting dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia yang merupakan negara maritim. Salah satu ikan yang menjadi target adalah hiu. Hiu dapat dijumpai hampir di seluruh wilayah perarian Indonesia baik di perairan territorial, perairan samudera maupun Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Jenis hiu yang ditemukan pun beraneka ragam. Diperkirakan lebih dari 75 jenis hiu ditemukan di perairan Indonesia dan sebagian besar dari jenis tersebut potensial untuk dimanfaatkan. Hampir seluruh bagian tubuh hiu dapat dijadikan komoditi, dagingnya dapat dijadikan bahan pangan bergizi tinggi (abon, bakso, sosis, ikan kering dan sebagainya), siripnya untuk ekspor dan kulitnya dapat diolah menjadi bahan industri kerajinan kulit berkualitas tinggi (ikat pinggang, tas, sepatu, jaket, dompet dan sebagainya) serta minyak hiu sebagai bahan baku farmasi atau untuk ekspor. Tanpa kecuali gigi, empedu, isi perut, tulang, insang dan lainnya masih dapat diolah untuk berbagai keperluan seperti bahan lem, ornamen, pakan ternak, bahan obat dan lainlain (Wibowo & Susanto, 1995). Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 7 Nomor 2, Oktober 2014 83

Di samping kekayaan manfaat pada hiu, diperlukan kebijakan yang dibuat untuk mengendalikan perburuan hiu di Indonesia. Selain penggalakan konservasi, studi biologis dari hiu seperti biodiversitas, distribusi, dan status spesies, menjadi kunci untuk penyediaan informasi sebagai landasan dibuatnya kebijakan pengelolaan penangkapan hiu. Hingga saat ini, Manggarai Barat yang beribukota Labuan Bajo, termasuk salah satu kabupaten yang telah mengeluarkan peraturan bupati tentang perlindungan hiu. Namun, informasi tentang hiu masih terbatas sehingga database yang berhubungan dengan hiu merupakan masalah utama overfishing pada hiu, terutama di Indonesia bagian tengah yang memiliki diversitas hiu yang tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi serta wawasan biologi dari pendataan jenis dan jumlah individu hiu serta status konservasi di Indonesia tengah khususnya di daerah Labuan Bajo, Taman Nasional Komodo dan sekitarnya yang kaya dengan ekosistem terumbu karang sebagai biota pendukung tingginya diversitas hiu. Selain itu, daerah tersebut termasuk daerah ekowisata warisan dunia dengan persentase aktivitas manusia yang tergolong tinggi. MATERIAL DAN METODE Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di TPI Labuan Bajo. Metode yang digunakan adalah Market Survey, identifikasi secara Rapid Assessment mengacu pada metode yang dilakukan oleh Fahmi & White (2006). Penelitian ini menggunakan kamera digital untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian, field guide Economically Important Sharks and Rays in Indonesia untuk pengidentifikasian hiu yang tertangkap di TPI Labuan Bajo dan meteran skala 50 m untuk perbandingan ukuran hiu yang tertangkap serta alat tulis. Pengambilan data dilakukan pada pagi hari, dari waktu dimulainya aktifitas di TPI (pukul 06.00 WITA) sampai selesai (pukul 10.00 WITA) dan sore hari (tentatif, tergantung pada cuaca dan musim pada pukul 15.00 WITA). Pendataan dimulai dengan mengidentifikasi jenis hiu yang tertang-kap mengacu pada field guide Economically Important Sharks and Rays in Indonesia, kemudian dilakukan penghitungan jumlah individu hiu berdasarkan jenisnya beserta perbandingan ukuran hiu, setelah itu didokumentasikan dengan kamera digital dan dilakukan wawancara singkat dengan nelayan penangkap hiu tersebut tentang lokasi penangkapan hiu. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mendata jumlah jenis hiu yang menjadi hasil tangkapan sampingan nelayan (by catch) di TPI Labuan Bajo. Terdapat 9 jenis hiu yang tercatat, dari jumlah jenis tersebut digolongkan dalam 3 ordo, 4 famili, dan 7 genera. Berdasarkan jumlah jenis hiu yang tertangkap, dapat dikatakan terdapat sekitar 12% dari jumlah total jenis hiu yang diketahui di Indonesia. Suharsono (1981), menyatakan ada sekitar 250-300 jenis hiu telah diketahui, 29 jenis di antaranya diketahui terdapat di Indonesia. Hasil pendataan jenis hiu disajikan dalam Tabel 1. Jenis hiu dibagi dalam taksa sampai dengan tingkat ordo. Terdapat 3 ordo hiu yang tertangkap oleh nelayan yaitu Orectolobiformes, Lamniformes dan Carcharhiniformes. Orectolobiformes atau biasa disebut masyarakat setempat dengan hiu karpet terdapat dua famili yaitu Rhynchobatidae dan Ginglymostomatidae. Dari masing-masing famili tersebut dicatat masing-masing satu jenis hiu yang didaratkan. Jenis dari famili Rhynchobatidae yang ditemukan adalah Rhynchobatus australiae atau White spotted guitarfish. Hiu jenis ini termasuk hiu yang langka dan jarang sekali ditemukan di perairan Flores. Hal ini dinyatakan oleh White & McAuley (2003), genera hiu ini banyak ditemukan di perairan yang ber-hubungan dengan Samudera Hindia, yang dijelaskan lebih lanjut tersebar di perairan New South Wales, Australia dan ditemukan beberapa spesies endemik di Perairan Thailand, Madagascar, Indonesia Timur, Jawa, Bali dan Lombok sedangkan Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 7 Nomor 2, Oktober 2014 84

untuk famili Ginglymostomatidae ditemukan jenis hiu buto atau Tawny Nurse Shark. Lamniformes merupakan ordo hiu yang juga tertangkap di TPI Labuan Bajo. Dari ordo ini, hanya satu famili yang didaratkan yaitu Odontaspididae. Identifikasi lebih lanjut menunjukkan bahwa hiu ini adalah Carcharias taurus. Hiu tersebut dikenal dengan nama hiu buto abu-abu atau Grey Nurse Shark. Hiu ini tercatat ditemukan di perairan dalam seperti lepas pantai Australia dan Laut Arafuru (Harding, 1990). Seperti halnya dua perairan tersebut, perairan di Flores juga memiliki kontur yang dalam sehingga hiu buto abu-abu dapat ditemukan di perairan tersebut. Tabel 1. Klasifikasi hiu yang tertangkap di TPI Labuan Bajo No. Ordo Famili Jenis 1 Orectolobiformes Rhynchobatidae Ginglymostomatidae Rhynchobatus australiae Nebrius ferrugineus 2 Lamniformes Odontaspididae Carcharhias taurus 3 Carcharhiniformes Carcharhinidae Carcharhinus melanopterus Carcharhinus limbatus Carcharhinus amblyrhynchos Triaenodon obesus Prionace glauca Rhizoprionodon acutus Ordo hiu yang juga ditemukan tertangkap dan didaratkan di TPI adalah Carcharhiniformes yang memiliki ciri-ciri moncong runcing, gigi yang tersusun rapat dan ukuran yang tidak terlalu besar (White, 2009). Ditemukan 4 genera dari ordo Carcharhiniformes seperti Carcharhinus, Triaenodon, Prionace dan Rhizopriodon serta 6 spesies dari genera tersebut. Spesies yang berhasil diidentifikasi dari genera tersebut adalah Carcharhinus melanopterus (hiu sirip hitam karang), Carcharhinus limbatus (hiu sirip hitam), Carcharhinus amblyrhynchos (hiu abu-abu karang), Triaenodon obesus (hiu sirip putih karang), Prionace glauca (hiu biru) dan Rhizopriodon acutus (hiu pilus). Jenis-jenis hiu ini banyak ditemukan di perairan penuh dengan terumbu karang. Hampir 85% persen hiu ini termasuk jenis hiu karang yang habitat dan siklus hidupnya dilakukan di karang seperti reproduksi, mencari makan serta memijah. Mc Arthur & Connell (1970), menyatakan bahwa habitat suatu organisme adalah tempat hidup atau tempat ditemukannya organisme tersebut. Komunitas terdiri dari kesatuan faktor abiotik dan biotik. Jadi habitat suatu organisme atau sekelompok organisme meliputi organisme lain dan lingkungan abiotiknya. Banyak faktor yang berpengaruh dan saling berinteraksi di dalam proses seleksi habitat suatu jenis organisme di laut. Seleksi habitat yang dilakukan hiu lebih diutamakan pada kondisi ekologi dan bentuk kehidupan organisme di dalamnya. Status Konservasi Hiu yang Tertangkap di TPI Labuan Bajo Dalam skala internasional, telah cukup banyak badan-badan internasional yang menfokuskan diri pada usaha konservasi hiu dan pari (Elasmobranchii). Salah satu badan internasional yang amat peduli terhadap sumberdaya tersebut adalah IUCN (The World Conservation Union) yang membentuk Shark Specialist Group (SSG) pada tahun 1991, sebagai bagian dari komisi penyelamatan jenis (Species Survival Comission). Tujuan kelompok ini dibentuk adalah sebagai mediator bagi usaha konservasi hiu, pari dan Chimaera (Condrichthyans). Para anggotanya Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 7 Nomor 2, Oktober 2014 85

berusaha untuk menyusun laporan mengenai status ikan-ikan bertulang rawan dan menyiapkan rencana aksi (action plan) bagi kelompok ikan ini. Penyusunan laporan mengenai status ikan-ikan bertulang rawan di dunia dilakukan dengan mengulas status populasi dan status perikanan hiu serta pemberian status konservasi baik secara regional maupun global untuk beberapa jenis ikan yang dipilih. Selain itu, juga menentukan kondisi jenis ikan yang sedang ataupun akan terancam keberadaaannya (Camhi et al., 1998). Tabel 2. Status Konservasi Jenis Hiu yang Tertangkap di TPI Labuan Bajo No. Spesies Status Konservasi (IUCN Red List, 2009) 1 Rhynchobatus australiae Vulnerable (VU) 2 Nebrius ferrugineus Vulnerable (VU) 3 Carcharhias taurus Near Threatened (NT) 4 Carcharhinus melanopterus Near Threatened (NT) 5 Carcharhinus limbatus Near Threatened (NT) 6 Carcharhinus amblyrhynchos Near Threatened (NT) 7 Triaenodon obesus Near Threatened (NT) 8 Prionace glauca Near Threatened (NT) 9 Rhizoprionodon acutus Near Threatened (NT) Untuk mengetahui status konservasi dari jenis-jenis hiu yang tertangkap oleh nelayan dan didaratkan di TPI Labuan Bajo, data disajikan dalam Tabel 2. Status konservasi dari jenis-jenis hiu yang tertangkap yaitu Endangered (Terancam Punah), Vulnerable (Rentan) dan Near Threatened (Hampir Terancam). Sekitar 90% jenis hiu yang didaratkan di TPI Labuan Bajo memiliki status hampir terancam atau Near Threatened. Kategori ini diberikan kepada jenis yang diyakini akan terancam keberadaannya di masa mendatang, apabila tidak ada usaha pengelolaan terhadap jenis tersebut. Satu jenis hiu tercatat memiliki status konservasi dalam kategori rentan (Vulnerable) yaitu Nebrius ferruginus (Hiu Buto). Kategori ini diberikan kepada jenis hiu yang dikhawatirkan memiliki resiko tinggi terhadap kepunahan di alam. Jumlah individu jenis hiu ini sangat mengkhawatirkan, dengan masa reproduksi yang panjang dan melahirkan anak hanya 1-2 ekor per tahunnya (Australia Government, 1999). Berdasarkan pernyataan tersebut, hiu buto menyandang status konservasi rentan untuk eksis di alam. Rhynchobatus australiae atau hiu pari bintik putih adalah jenis hiu yang memiliki status konservasi dalam kategori terancam punah (Vulnerable) dikarenakan jenis ini diyakini memiliki resiko kepunahan di alam yang sangat tinggi seperti halnya hiu buto. Hiu jenis ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena morfologi dari hiu ini merupakan peralihan dari bentuk tubuh ikan pari hingga bentuk hiu. Terlihat dari morfologinya, hiu ini memiliki bentuk caudal fin (ekor) seperti hiu tetapi pada bagian kepalanya berbentuk melebar seperti ikan pari. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan adalah terdapat 9 jenis hiu yang tertangkap dan didaratkan di TPI Labuan Bajo, diklasifikasikan dalam 3 ordo, 4 famili, dan 5 genera. Dari 9 jenis hiu tersebut, 7 diantaranya memiliki status konservasi Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 7 Nomor 2, Oktober 2014 86

dengan kategori Near Threatened dan Vulnerable. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Allah SWT. yang selalu memberikan kesehatan dan karunianya sehingga penelitian ini dapat dilakukan dengan baik dan bermanfaat untuk alamnya. Kepada kedua orang tua dan keluarga besar D.S Iskandar yang telah memberikan dukungan berupa moril dan materil. Sekretaris Dewan Kelautan Indonesia, Bapak Dedi H Sutisna, M.Sc. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Manggarai Barat, Bapak Ir. Sebastianus Wantung dan jejeran staffnya yang bersedia membantu jalannya penelitian ini serta kepada teman-teman yang telah memberikan masukan dalam penyusunan jurnal penelitian ini, penulis ucapkan banyak terimakasih atas bantuannya. DAFTAR PUSTAKA Department of Environment. (1999). Australia Government (2014, November 30). Retrieved from http://environment.ehp.qld.gov.au/ Camhi, M., S. Fowler, J. Musick, A. Brautigam, & S. Fordham. (1998). Sharks and Their Relatives, Ecology and Conservation. Occasional Paper of the IUCN Species Survival Commission No.20. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. Harding. (1990). Department of Environment, Australia Government (2014, November 30). http://environment.ehp.qld.gov.au/ Mc Arthur & J. Connell, 1970. The Biology of Populations. New York: John Wiley and Sons. Suharsono. (1981). Ikan Hiu. Pewarta. OSEANA VUl(5) : S-\2. White, W. T., P. R. Last, J. D. Stevens, G. K. Yearsley, G. K. Fahmi, & Dharmadi. (2006). Economically Important Sharks and Rays of Indonesia. Australia: Australian Centre for International Agricultural Research. White, W. T., Fahmi, Dharmadi, and Potter, I. C. 2003. Preliminavy investigation of Artisanal Deep-sea Chondrichthyan Fisheries in Eastern Indonesia. Paper presented at the Conference on the Governance and Management of Deepsea Fisheries, New Zealand. White, W. T., Giles, J., Dharmadi, & Potter, I. C. (2006). Data on the Bycatch Fishery and Reproductive Biology of Mobulid Rays (Myliobatiformes) in Indonesia. Fisheries Research. Wibowo, S. & H. Susanto. (1995). Sumberdaya dan Pemanfaatan Hiu. Jakarta: Penebar Swadaya. Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 7 Nomor 2, Oktober 2014 88