BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

A. Latar Belakang Masalah Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum tertuang pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB V PERTIMBANGAN HUKUM. A.Pertimbangan hukum Pengadilan Negeri Jakarta Timur. perkara pengeroyokan ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB II KASUS POSISI. Tanggal 18 september 2014 terjadi pengeroyokan di PGC Cililitan Jakarta

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

I. PENDAHULUAN. asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seorang yang didakwa. yang ada disertai keyakinan Hakim, padahal tidak benar.

I. PENDAHULUAN. pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

PEMBUKTIAN DAN PUTUSAN PENGADILAN DALAM ACARA PIDANA 1 Oleh: Susanti Ante 2

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN. Zulaidi, S.H.,M.Hum

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB VI ANALISIS. kasus tindak pidana kekerasan jika terdapat keterangan saksi yang saling

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

PERANAN SAKSI YANG MENGUNTUNGKAN TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA (STUDI PN PALU NOMOR 10/PID.SUS-TIPIKOR/2013/PN.

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. proses acara pidana di tingkat pengadilan negeri yang berakhir dengan pembacaan

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. pidana adalah kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu

KEDUDUKAN KETERANGAN AHLI SEBAGAI ALAT BUKTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Hadi Alamri 2

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

BAB III PENUTUP. Dari pembahasan yang telah diuraikan mengenai peranan Visum Et Repertum

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana tidak memberikan. penjelasan mengenai pengertian pembuktian, KUHAP hanya memuat jenis-jenis

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

SKRIPSI PERANAN SAKSI DAN KETERANGAN AHLI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

I. PENDAHULUAN. penyidik maupun pemeriksaan di sidang pengadilan oleh hakim. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE PADA PROSES PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI ARTIKEL ILMIAH

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

commit to user BAB I PENDAHULUAN

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB III PENUTUP. serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah

BAB II KEDUDUKAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI DALAM HUKUM ACARA PIDANA

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

P U T U S A N Nomor : 204/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB I LATAR BELAKANG Lembaga peradilan merupakan institusi negara yang mempunyai tugas pokok untuk memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkaraperkara yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui lembaga peradilan hanya akan berjalan dengan baik, apabila semua pihak yang terlibat di dalamnya, baik pihak-pihak yang berperkara maupun hakimnya sendiri mengikuti aturan main (rule of game) secara jujur sesuai tertib peraturan yang ada. 1 Pembuktikan secara yuridis untuk mencari kebenaran tidaklah sama. Kebenaran yang hendak dicari hakim dalam menyelesaikan suatu perkara, dapat berupa kebenaran formil maupun kebenaran materiil yang keduanya termasuk dalam lingkup kebenaran hukum yang bersifat kemasyarakatan. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa tersebut dapat dipersalahkan. 2 1 Setiawan, 1992, Aneka Masalah Hukurn, Alumni, Bandung, hlm. 358. 2 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta:Sinar Grafika, 2001,hal.8 1

Dalam konteks penegakan hukum pidana di negara kita, salah satu pengingat bagi para hakim untuk selalu menghadirkan dirinya secara total, sekaligus menjadi penguji keteguhan dan integritas 3 dirinya dalam memutus suatu kasus ialah adanya prasyarat keyakinan hakim bagi penjatuhan suatu putusan (vonis) pidana, selain prasyarat keterbuktian dengan berbagai alat pembuktian yang telah diakui dan dilimitasi oleh hukum acara formal. Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh suatu keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya (Undang- Undang No.8 Tahun 1981 pasal 183). Hal ini ditegaskan kembali oleh Undang- Undang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman pasal 6 ayat (2) bahwa tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. Sistem seperti ini mengakibatkan walaupun buktibukti dalam suatu kasus sudah bertumpuk-tumpuk, sudah memenuhi batas minimum pembuktian atau bahkan lebih, jika hakim tidak sampai pada keyakinannya terhadap kesalahan terdakwa maka hakim tidak boleh mempersalahkan dan menghukum terdakwa. 4 Prasyarat keyakinan hakim ini tentunya tidak boleh dimaknai sebatas sebuah prasyarat formal untuk suatu putusan vonis (pidana), bahwa pada saat 3 Ahmad Ali, keterpurukan hukum di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta,2005, Hal.43. 4 R. Subekti, Hukum Pembuktian, Cetakan Ke XIV, Penerbit Sumur Bandung, Jakarta, Tahun 2003, hal.247. 2

seorang hakim tidak benar-benar melibatkan keyakinannya (sebagai wujud kehadirannya) dalam memutus dan melahirkan suatu putusan (vonis) pidana, maka pada saat itulah dia bersikap arogan dan melupakan dirinya sebagai seorang hakim. Seorang hakim dalam segala pergulatan kemanusiaannya ketika mengadili dan hendak menjatuhkan putusannya, seharusnya bisa memaknai keyakinannya bukan hanya terhadap deskripsi naratif fakta dari alat-alat bukti (yang dilimitasi oleh undang-undang) yang terungkap dalam berbagai proses pembuktian di persidangan. 5 Pembuktian dalam perkara pidana menurut Pasal 184 KUHAP memerlukan adanya alat bukti yang sah, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Hakim dapat menjatuhkan pidana berdasarkan Pasal 183 KUHAP, sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah yang dapat membentuk keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa. 6 Menurut Hari Sasangka dan Lily Rosita,yang dimaksud dengan alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan satu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat digunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa. 7 Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan dalam persidangan. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi adalah pengeroyokan yang menyebabkan 5 Jajang Cardidi, Kajian Hermeneutis Terhadap Makna Keyakinan dan Peranannya untuk Putusan (vonis) Pidana, E-Journal Graduate Unpar,Vol. 1 No. 2. 2014, hal 17 6 Anonim, KUHAP dan KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 271. 7 Hari Sasangka, Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkaran Pidana, Mandar Maju,Bandung, 2003, hal. 11. 3

kematian, Sehingga tindak pidana pengeroyokan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma hukum dan dilarang oleh undang-undang. Terdapat beberapa kasus penganiayaan yang dilakukan secara bersamasama. Salah satu kasus pengeroyokan, terjadi di PGC Cililitan Jakarta Timur, Terdakwa Dedi (tukang ojek) bersama-sama dengan beberapa orang temannya memukuli korban M Ronal (sopir angkot) dengan menggunakan botol bir mengenai bagian kepala dan batang otak korban M Ronal, sehingga menyebabkan korban M Ronal meninggal dunia. akibat perbuatan terdakwa Dedi, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menimbang bahwa unsur-unsur barang siapa, dengan terangterangan dan dengan tenaga bersama, dan dengan menggunakan kekerasan terhadap orang sehingga mengakibatkan maut telah terpenuhi maka terdakwa terbukti secara sah bersalah dan dijatuhi pidana penjara selama 2 (dua) tahun. Dedi merasa tidak puas dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur terdakwa Dedi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta Timur. Majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta Timur menimbang bahwa keterangan saksi satu dengan saksi yang lain tidak ada kesesuaian, terdakwa Dedi dinyatakan tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah. Sehingga Dedi harus dibebaskan dari dakwaan. Hakim dalam memutus kasus diatas mempunyai pertimbangan dan putusan yang berbeda, hakim Pengadilan Negeri dan hakim Pengadilan Tinggi Jakarta Timur mempunyai keyakinan dan pembuktian yang berbeda dalam memutus kasus pengeroyokan di PGC Cililitan Jakarta Timur, proses pembuktian memegang peran yang sangat penting dalam penyelesaian suatu tindak pidana dipersidangan pengadilan. Tujuan adanya pembuktian ini adalah untuk membuktikan apakah 4

terdakwa benar bersalah atas tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Pembuktian dalam hal ini bukanlah upaya untuk mencari-cari kesalahan pelaku saja namun yang menjadi tujuan utamanya adalah untuk mencari kebenaran dan keadilan materil dengan berdasar alat bukti yang cukup serta proses yang menimbulkan keyakinan hakim. Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses peradilan pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum. Tata cara pembuktian tersebut terikat pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Alat bukti sah untuk membuktikan kebenaran materiil tersangka/terdakwa bersalah atau tidak bersalah. Bagi aparat penegak hukum bagi polisi, jaksa maupun hakim akan mudah membuktikan kebenaran materiil bila saksi dapat menunjukan bukti kesalahan tersangka/terdakwa yang melakukan tindak pidana tersebut tetapi hal ini akan sulit untuk membuktikan kebenaran materiil, bila saksi tidak dapat menunjukan bukti perbuatan tindak pidana yang dilakukan tersangka/terdakwa. Bukti-bukti yang ditemukan di tempat kejadian, saksi tidak dapat menunjukan bahwa bukti tersebutlah yang digunakan atau milik korban/saksi yang diambil oleh tersangka/terdakwa. Hakim dalam menilai alat bukti harus bertindak teliti dan berpedoman pada ketentuan yang telah 5

digariskan dalam ketentuan hukum acara pidana agar nantinya dapat meyakinkan hakim dari hasil pemeriksaan di persidangan. 8 Memperoleh sebuah putusan yang sesuai dengan apa yang dicari dalam KUHAP yakni kebenaran materiil maka hakim dalam melaksanakan pemeriksaan harus mengindahkan aturan-aturan tentang pembuktian, ketidakpastian hukum dan kesewenang-wenangan akan timbul apabila hakim dalam melaksanakan tugasnya diperbolehkan menyandarkan putusannya hanya atas keyakinan, biarpun itu sangat kuat dan sangat murni. Keyakinan hakim itu harus didasarkan pada sesuatu, yang oleh undang-undang dinamakan alat bukti. Pembuktian yang sesuai dengan ketentuan KUHAP yang diatur dalam Pasal 183. Ketentuan Pasal 183 KUHAP, hakim dalam memutuskan suatu perkara harus minimal 2 (dua) alat bukti yang sah untuk memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana terjadi. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagai produk bangsa Indonesia telah menetapkan beberapa alat bukti yang sah dan dapat dipergunakan untuk membuktikan salah tidaknya terdakwa. Adapun alat bukti yang sah menurut undang-undang sesuai dengan apa yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah : a) Keterangan saksi Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP, keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai 8 Sanyata Harsono, Fungsi dan Peranan Visum Et Repertum Dalam Kasus Penganiayaan Berat (Studi Perkara Pidana Nomor : 2964/PID.B/2009/PN.JKT.BAR ), Fakultas Hukum, Universitas Esa Unggul, Jakarta, 2011, hlm 1 6

suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. b) Keterangan ahli Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP, keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undangundang. c) Surat Menurut Pasal 187 KUHAP, Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu. b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. 7

c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya. d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. d) petunjuk Menurut Pasal 188 KUHAP ayat (1), Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. e) keterangan terdakwa Menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP, Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang dilakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri. Pasal 184 ayat (1) KUHAP tercantum alat-alat bukti yang sah antara lain keterangan saksi. Umumnya keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana karena hampir semua pembuktian perkara pidana selalu bersandar pada pemeriksaan keterangan saksi. 9 Hal tersebut mencerminkan bahwa hakim dalam memutuskan perkara berdasarkan alat bukti dan rasio pemikiran hakim (keyakinan), barulah hakim boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang melalui suatu putusan. Pembuktian ini 9 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, Dan Peninjauan Kembali), Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hal, 286 8

menjadi penting apabila suatu perkara tindak pidana telah memasuki tahap penuntutan di depan sidang pengadilan karena dalam hal penuntutan Jaksa Penuntut Umum harus menunjukkan segala fakta yang terungkap di persidangan terhadap apa yang menjadi dakwaan dalam surat dakwaan. Berkaitan dengan Pembuktian dan keyakinan Hakim, Penulis menemukan hal yang menarik untuk dikaji tentang pembuktian sebagaimana terdapat dalam putusan Pengadilan Negeri Nomor 1204/Pid.B/2014/PN.Jkt.Tim. dan Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 142/PID/2015/PT.DKI tentang tindak pidana kekerasan yang menyebabkan kematian. 9