KANKER SINUS NASAL PADA PEKERJA YANG TERPAJAN TERHADAP NIKEL

dokumen-dokumen yang mirip
Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K)

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009

KARSINOMA NASOFARING

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BENDA ASING HIDUNG. Ramlan Sitompul DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar dari setiap manusia yang ada di bumi ini. Hak untuk hidup sehat bukan

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut. Tindakan medik. sulung maupun permanen (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

BAB 2 PENGERTIAN, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA OSTEOSARKOMA. Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui adanya makanan (Ship, 1996). mengalami gangguan penghidu (Doty et al, 2006). Di Austria, Switzerland

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya tumor ganas THT-KL ditemukan pada rongga mulut, orofaring,

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

KANKER PAYUDARA dan KANKER SERVIKS

CARA YANG TEPAT DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA

TUMOR NASOFARING. Tumor benigna - Angiofibroma belia Tumor maligna - Karsinoma nasofaring (KNF)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

RONTGEN Rontgen sinar X

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap

LAMPIRAN. VEG F HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2. No MR Nama Sex Usia Suku Std PA. Adeno P 22. Jawa. Jawa. Adenoid P 70

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

Kanker Darah Pada Anak Wednesday, 06 November :54

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

CA TONSIL 1. DEFINISI CA TONSIL

PROGRAM PERLINDUNGAN PENDENGARAN PEKERJA TERHADAP KEBISINGAN

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. saluran nafas yang menyebabkan gangguan kesehatan saat partikel tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bensin diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Produk minyak bumi

Transkripsi:

KANKER SINUS NASAL PADA PEKERJA YANG TERPAJAN TERHADAP NIKEL HALINDA SARI LUBIS Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Pada masa ini di negara kita perkembangan industri demikian pesat dengan munculnya berbagai jenis industri besar maupun kecil. Seiring dengan ini terjadi peningkatan penggunaan bahan kimia, logam atau bahan-bahan lain dalam proses industrialisasi tersebut. Pemaparan terhadap bahan-bahan kimia maupun logam-logam yang digunakan ini, pada pekerja akan menimbulkan dampak seperti reaksi alergi, iritasi bahkan dalam keadaan lanjut dapat terjadi kanker, dikenal sebagai penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja merupakan masalah karena dapat mengakibatkan cacat, kehilangan hari kerja bagi pekerja, bagi industri akan menyebabkan penurunan produksi dan bagi masyarakat mengakibatkan pertanggungjawaban sosial. Pada dekade terakhir ini banyak senyawa kimia dipakai di industri, yang ada hubungannya dengan meningkatnya kanker hidung dan sinus paranasal. Kekerapan kanker hidung dan sinus paranasal dilaporkan meningkat di bidang industri seperti tempat produksi nikel, keom, pembuat sepatu, pembuat mebel serta penggergajian kayu. 1 Pada makalah ini akan dibahas mengenai kanker sinus nasal yang diakibatkan oleh nikel. Nikel Adalah logam putih-perak, keras, dapat ditempa, magnetik besi, tahan terhadap perkaratan pada banyak asam, garam dan alkali. 2 Persenyawaan anorganik yang penting yaitu nikel oksida(nio), nikel hidroksida (Ni(OH) 2 ), nikel subsulfida ( Ni 3 S 2 ), nikel sulfat (NiSO 4 ) dan nikel klorida (NiCl 2 ). 2 Nikel terdiri dari 5 sampai 50 % dari berat batu bintang(meteorit) dan ditemukan dalam bijih kombinasi dengan belerang, oksigen, antimoni, arsen dan atau silika. 2,3 Lapisan bijih yang penting yang bernilai yaitu sulfida dan oksida (laterit). Pentlandit((NiFe) 9 S 8 ), mineral sulfida yang utama, umumnya dilapisi dengan pirhotit(fe 7 S 6 ), chalcopirit (CuFeS 2 ) dan sejumlah kecil cobalt, selenium, tellurium, perak, emas, dan platina. Endapan besar bijih nikel sulfida dijumpai di Canada, Rusia, New Caledonia, Indonesia, Yunani, Kolombia, Filipina, Kuba dan Guatemala. 2,3 Penggunaan utama nikel Lebih dari 3000 campuran nikel digunakan untuk penerapan industri, yaitu 2,3 1. produksi stainless steel dengan industri otomotif sebagai pemakai terbesar 2. produksi campuran logam nikel terutama dalam campuran nikel-tembaga yaitu logam Monel mengandung lebih kurang 66 % nikel dan 32 % tembaga; lebih tahan terhadap perkaratan dan logam Monel ini digunakan secara luas pada perusahaan susu serta makanan 3. produksi nikel pembungkus besi 4. elektroplating (lapisan listrik) 5. membuat baterai alkalin (baterai nikel-kadmium) 6. katalis dalam hidrogenasi lemak dan minyak 2002 digitized by USU digital library 1

7. membuat sebagai tahan asam dan campuran magnetik dan pita magnetik 8. produksi hasil-hasil pengelasan termasuk elektroda-elektroda nikel dan kabel pengisi 9. dalam tuangan bagian mesin 10. dalam sintesa ester akrilik 11. dalam pembedahan dan protese gigi 12. pigmen cat 13. pembuatan uang logam 14. elektronik seperti nikel-mengandung persenyawaan (ferrit) digunakan dalam elektronik dan peralatan komputer 15. pada keramik dan kaca. Nikel dalam lingkungan kerja Institut Nasional Amerika Serikat untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja (NIOSH) menduga bahwa 250.000 pekerja di Amerika Serikat terpajan nikel dan persenyawaan nikel. 3 Pajanan ini mungkin dijumpai pada setiap tahapan dalam proses penambangan, peleburan dan penyulingan seperti pembuatan dan penggunaan nikel dan persenyawaan nikel. Warner telah mendapatkan informasi pajanan pekerjaan terhadap pencemaran udara nikel dalam produksi dan penggunaannya. 3 Pajanan pada pekerjaan dapat dibandingkan dengan tingkat pajanan yang diperkenankan dari OSHA untuk logam nikel dan persenyawaan anorganik yaitu 1 mg/m 3 dan 0,007 mg/m 3 untuk nikel karbonil. Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan dapat dilihat di bawah ini : 2 TWA OSHA (logam dan persenyawaan larutan) 1mg/m 3 NIOSH (logam dan persnyawaan anorganik) 0,015 mg/m 3 /10 jam TLV ACGIH logam nikel 1 mg/m 3 persenyawaan larutan nikel 0,1 mg/m 3 segagai Ni pembakaran nikel sulfida, fume dan debu 1 mg/m 3 (karsinogenik pada manusia) sebagai Ni STEL ACGIH persenyawaan larutan 0,3 mg/m 3 sebagai Ni MAC USSR nikel, nikel oksida, dan nikel sulfida 0,5 mg/m 3 sebagai debu garam nikel dan aerosol 0,005 mg/m 3 sebagai Ni Dalam melaksanakan evaluasi pajanan pekerjaan yang menggunakan maupun berhubungan dengan nikel lebih baik disertai keterangan-keterangan yang mungkin seperti, (1) konsentrasi debu udara pencemar dan kandungan nikelnya (2) bentuk khusus nikel yang muncul (3) ukuran partikel udara pencemar (4) timbulnya pencemar lain (seperti sulfur oksida, poliaromatik hidrokarbon, logam lain dan lain-lain) (5) hubungan konsentrasi udara yang didapati dengan batasan pajanan yang sesuai. Efek efek kesehatan dari pekerjaan yang terpajan dengan nikel dan persenyawaannya Suatu variasi yang menimbulkan efek kesehatan yang merugikan akibat pajanan pekerjaan terhadap nikel telah dilaporkan; diantaranya 2,3 : (1) meningkatnya risiko kanker paru. (2) meningkatnya risiko kanker sinus nasal. (3) meningkatnya risiko kanker laring. (4) meningkatnya risiko kanker lambung. (5) meningkatnya risiko sarkoma. 2002 digitized by USU digital library 2

(6) iritasi kronis saluran pernafasan atas dengan manifestasi sebagai rinitis, sinusitis, perforasi septum nasi, dan kehilangan sensasi penciuman (anosmia). (7) iritasi paru dan fibrosis paru. (8) Pneumokoniosis. (9) Asma. (10) peningkatan kerentanan infeksi pernafasan. (11) dermatitis kontak alergi. (12) efek toksik akut akibat pajanan terhadap nikel karbonil. Penemuan karsinogenesis nikel telah dievaluasi secara kritis melalui panel para ilmuwan melalui bantuan US National Academy & Sciences (NAS), International Agency for Research Cancer (IARC) dan US National Institute for Occupational Health and safety (NIOSH). Panel NAS dan IARC menyimpulkan peningkatan insidens kanker paru dan kanker nasal telah ditunjukkan melalui penelitian epidemiologi pekerja pengilangan nikel dan karsinogenisitas pasti persenyawaan nikel telah dilakukan melalui percobaan binatang. 3 Berdasarkan kriteria dari NIOSH yaitu adanya peningkatan jumlah kematian akibat kanker paru dan kanker nasal telah diobservasi pada pekerja pengilangan nikel selama satu tahun disimpulkan bahwa peningkatan kematian akibat pajanan kontaminasi udara persenyawaan nikel. Kanker nasal Kanker adalah salah satu sistem dari penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol dan mampu menginfiltrasi ke organ-organ tubuh lainnya. 4 Penyakit ini dapat terjadi pada setiap umur, setiap jenis kelamin maupun organ-organ dari tubuh. Meskipun penyakit kanker pada awalnya merupakan suatu lesi yang terlokalisir pada suatu organ, tetapi pada suatu proses yang lama, perjalanan penyakitnya tidak jarang menyebabkan suatu kematian. Patofisiologi Semenjak dikemukakan teori sel adalah dari sel, maka timbul suatu konsep bahwa manusia dalam melakukan aktivitas kehidupan dipengaruhi oleh kerja dari sel-sel yang merupakan unit terkecil tubuh manusia yang terdiri dari jaringan lunak, tulang dan lain sebagainya. Secara normal sel tersebut melakukan petumbuhan, fungsi dan destruksi yang sifatnya fisiologik dan terkendali dalam suatu bagian yang terintegrasi dari proses kehidupan. Pada suatu keadaan tertentu ada sebagian sel yang tumbuh tidak fisiologik dan tidak terkendali. Hal ini disebut sebagai neoplasma atau tumor, yang diakibatkan oleh adanya perubahan sistem yang sangat mendasar di daerah sel/inti sel yang disebut DNA (deoxyribonucleid acid) sehingga mengakibatkan perangai sel tersebut menjadi jinak dan ganas. 3,4 Perbedaan dari kedua terminologi tersbut adalah, pada sel ganas : (1) dapat melakukan invasi ke jaringan di sekitarnya (2) dapat melakukan penyebaran ke semua organ tubuh dengan melalui sistem kelenjar getah bening, sistem pembuluh darah langsung menembus organ yang terkena dan akhirnya melakukan pertumbuhan ganas yang baru di tempat tersebut. Sifat lain sel-sel ganas tersebut adalah tumbuh cepat, jarang berkapsul, dapat melakukan destruksi ke jaringan sekitarnya dan sering menyebabkan kematian. Hal-hal yang berkebalikan tentunya pada sel-sel yang sifatnya jinak. Jika sel kanker melakukan invasi ke sistem limfe maka di setiap stadium dari sistem tersebut akan timbul pengumpulan sel-sel ganas (deposit) yang pada pemeriksaan akan teraba pembesaran kelenjar getah bening. 2002 digitized by USU digital library 3

Keadaan ini merupakan suatu tanda bahwa sel kanker telah menyebar secara regional. Beberapa jenis keganasan biasanya keganasan dari sel epitel melakukan invasi melalui sistem ini. Pada invasi melalui sistem pembuluh darah, biasanya yang dilalui adalah sistem vena (pembuluh darah balik) dahulu. Keadaan ini akan memberika tandatanda kelainan hati dan paru-paru. Jika invasi sudah sampai ke arteri (pembuluh darah nadi) maka sel ganas tersebut akan menyebar ke seluruh tubuh ke organ lain yang jauh dari asal sel kanker itu sendiri. Zat karsinogen adalah bahan-bahan yang pada keadaan tertentu melalui efek langsung atau tidak langsung dari dalam atau luar tubuh, berakibat metamorfose sel-sel jaringan sehat dan proliferasi yang cepat dari elemen-elemen sehingga terjadi pertumbuhan jaringan abnormal serta tak terkendalikan. 7 Cara kerja karsinogen sebagi berikut 7 : 1. karsinogen eksogen primer yang bekerja langsung sebagai persenyawaan semula atau metabolit atau konjugat terhadap substrat seluler atau mengganggu aktivitas enzim atau bersenyawa dengan putih telur serta membentuk alergen. 2. karsinogen eksogen sekunder bekerja secara tidak langsung melalui suatu mekanisme sekunder dan merubah beberapa bahan normal sel atau cairan jaringan yang berakibat pertumbuhan kanker. 3. golongan karsinogen yang merubah fungsi kualitatif dan kuantitatif organorgan tertentu yang berakibat sekresi organ-organ tersebut mengandung bahan-bahan karsinogen. Dalam hal ini, nikel berperan sebagai karsinogen eksogen sekunder. Karsinogen di tempat kerja tidak menyebabkan gambaran histopatologi kanker yang khusus, demikian juga dengan kanker nasal yang secara histopatologik rumor epitel yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa. 5 Lokasi tumor sinus primer yang terbanyak berasal dari sinus maksila (60 %), kemudian rongga hidung (30 %) dan sinus etmoid (10 %). Jarang sekali tumor primer berasal dari sinus frontal dan sfenoid. 5,6 Pada kanker sinus akibat kerja yang berhubungan dengan nikel, belum didapatkan data mengenai lokasi yang tersering dijumpai. Diagnosa Diagnosa kanker sinus nasal ditegakkan dari : (1) gejala klinis, dan (2) pemeriksaan penunjang. 5,6 Gejala dini keganasan sinus nasal menyerupai rinosinusitis kronik, sehingga penderita sering tidak memeriksakan ke dokter. Pada pekerja akibat pajanan nikel, pada anamnese dijelaskan pekerja terpajan dengan nikel dengan gejala yang sama. Gejala yang timbul tergantung pada lokasi primer dan arah serta tingkat perluasan kanker. Kanker rongga hidung memberikan gejala hidung tersumbat dan epistaksis. 5,6 Kanker sinus etmoid juga memberikan gejala yang sama, tetapi akan lebih cepat memberikan gejala pada mata. Kanker sinus frontal cenderung hanya memberikan gejala pada mata saja, sedangkan kanker sinus sfenoid umumnya memberikan gejala neurologik dan biasanya pasien datang ke ahli saraf. Kanker yang masih terbatas pada antrum sulit diketahui, kecuali secara kebetulan melibatkan saraf infraorbita yang menyebabkan gangguan sensibilitas muka, atau kemungkinan lain kanker berdarah sehingga timbul gejala epistaksis. Setiap epistaksis berulang pada orang tua tanpa riwayat hipertensi, memerlukan pemeriksaan radiologik. Bila kanker telah menerobos dinding antrum, tanda dan gejala akan makin nyata. 6 Invasi ke rongga hidung menyebabkan hidung tersumbat, beringus dan epistaksis. Pada keadaan ini biasanya kanker jelas terlihat. Tidak jarang tumor 2002 digitized by USU digital library 4

(kanker) menyebabkan poliposis etmoid dan terlihat menyerupai polip nasi yang sesungguhnya, karena itu penting untuk memeriksa semua jaringan yang berasal dari rongga hidung. Perluasan ke inferior akan mengenai palatum dan alveolus yang akan menyebabkan penderita berobat ke dokter gigi dengan keluhan gigi tiruan menjadi tidak sesuai dan gigi menjadi goyang atau copot. Pembengkakan dan ulserasi di palatum merupakan gejala yang timbul kemudian. Perluasan ke aterior akan menyebabkan pembengkakan dan parestesia pada pipi. Selanjutnya akan terjadi infiltrasi ke kulit dan mungkin ulserasi. Perluasan ke superior ke rongga mata, menimbulkan proptosis, epifora dan diplopia. Kebutaan merupakan gejala stadium lanjut. Perluasan ke posterior ke arah fossa pterigomaksilaris akan menyebabkan terganggunya fungsi n. trigeminus dan trismus akibat terkenanya otot pterigoid. Perluasan ke nasofaring dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan otitis media akibat tersumbatnya tuba Eustachius. Bila telah meluas ke intrakranial akan timbul sakit kepala yang hebat dan kelumpuhan saraf-saraf kranial. Metastasis ke kelenjar leher hanya ditemukan pada 15 % kasus. Angka yang kecil ini disebabkan karena aliran getah bening sinus nasal menuju ke kelenjar getah bening retrofaring dan kemudian ke kelenjar getah bening leher yang dalam di bagian bawah. 6 Metastasis jauh melalui aliran darah jarang sekali terjadi dan dapat ditemukan di paru, pleura, tulang iga dan tulang belakang, limpa, hati dan perikardium. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan radiologik berupa foto polos dengan posisi Caldwell, Waters, lateral dan submentovertikal. Gambaran yang mungkin dijumpai ialah perselubungan sinus, massa jaringan lunak, sklerosis dinding sinus dan destruksi tulang. Adanya destruksi tulang harus dianggap sebagai tanda adanya keganasan, kecuali bila telah dibuktikan lain. Sesudahnya dapat dilakukan tomografi konvensional yang menentukan lokasi kanker dan mendeteksi adanya erosi tulang. CT Scan akan memberikan manfaat yang besar sekali dalam penatalaksaan keganasan sinus nasal ini yaitu melihat apakah massa kanker masih terbatas di dalam rongga sinus serta menentukan perluasan dengan tepat ke jaringan sekitarnya. 5,6 Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologik jaringan yang diambil dengan cara biopsi dari massa tumor. Beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk membedakan gejala kanker sinus nasal dari rinosinusitis kronik adalah pada keganasan sinus nasal biasanya ditemukan rinorea unilateral yang menetap, sering disertai epistaksi, terdapat nyeri dan pembengkakan yang menetap pada sinus yang terkena, gejala tidak membaik dengan pengobatan medikamentosa. 6 Untuk menentukan klasifikasi TNM, klasifikasi yang banyak dipakai saat ini adalah menurut AJC (American Joint Committeee on Cancer Staging and End Results Reporting) 1983 untuk sinus maksila adalah sebagai berikut 6 ; T1 : Tumor terbatas pada mukosa infrastruktur, tanpa erosi atau destruksi tulang, T2 : Tumor terbatas pada mukosa suprastruktur tanpa destruksi tulang atau pada infrastruktur disertai destruksi hanya dinding medial atau inferior. T3 : Tumor lebih luas dan menginvasi kulit pipi, orbita, sinus etmoid anterior atau otot pterigoid. T4: Tumor masif dan menginvasi lamina kribosa, etmoid posterior, sfenoid, nasofaring, lamina pterigoid, atau dasar tengkorak. 2002 digitized by USU digital library 5

Penatalaksanaan pengobatan Penatalaksanaan pengobatan yang telah disetujui ialah kombinasi radioterapi dan operasi. 5,6 Radioterapi dapat diberikan prabedah atau pascabedah dengan dosis 6000 cgy. Pemberian kemoterapi biasanya tidak memberikan hasil yang diharapkan, meskipun akhir-akhir ini ada yang melaporkan hasil yang baik dengan krem 5- fluorouracil topikal yang dikombinasi dengan radiasi dosis rendah dan operasi debulking. 6 Setelah pengobatan harus dilakukan juga rekonstruksi dan rehabilitasi, misalnya pemakaian prostesis gigi, prostesis orbita, dan kalau perlu melakukan bedah pastik dan rekonstruksi, mengingat operasi dilakukan di daerah wajah. 6 Pencegahan Pencegahan yang dapat dilakukan di industri yang berhubungan dengan nikel yaitu 2,7 : 1. pemeriksaan awal kesehatan sebelum tenaga kerja ditempatkan berupa riwayat penyakit sebelumnya, referensi khusus terhadap kondisi kulit dan saluran pernafasan, riwayat merokok dan riwayat penyakit keluarga. 2. pemeriksaan berkala yang dilakukan pada pekerja setelah bekerja berupa pemeriksaan fisik lengkap saluran pernafasan dan radiologi bila ada indikasi. 3. monitoring udara lingkungan kerja terhadap pajanan nikel berdasarkan nilai ambang batas yang diperkenankan. 4. catatan rekam medik diperhatikan sekurangnya 40 tahun setelah pajanan terakhir dengan nikel dan juga yang amat penting. 5. pemakaian alat pelindung diri dari kemungkinan terpajan dengan nikel. 2002 digitized by USU digital library 6

Kepustakaan 1. Iskandar N. 1992. Penyakit akibat kerja di bidang tht. Maj. Kedok. Indon.,42 :117 121 2. ILO. 1983. Encyclopaedia of occupational health and safety vol. 2. Third ed. Geneva, 13 35 3. Mastromattco E. 1994. Nickel and its coumpounds. Dalam Zens C. et al. (editors). Occupational medicine. Third ed. Mosby. New York, 558 569 4. Frumkin H. 1995. Carcinogenesis. Dalam Levy B.S. and Wegman D.H. (editors). Occupational health recognizing and preventive work-related disease. Third ed. USA, 287 303 5. R. Pracy, J. Siegler, P.M. Stell. 1993. Pelajaran ringkas telinga, hidung, dan tenggorok. PT. Gramedia. Jakarta, 101 103 6. Soepardi E.A., Hadjat F., Iskandar N. 1995. Penatalaksanaan penyakit dan kelainan telinga, hidung, tenggorok. Fakultas Kedokteran UI. Jakata, 139 144 7. Suma mur P.K. 1986. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Gunung Agung. Jakarta, 312-314 2002 digitized by USU digital library 7