MODEL PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN KORBAN TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

dokumen-dokumen yang mirip
PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

BUPATI POLEWALI MANDAR

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

k. Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan untuk meningkatkan wawasan, kepedulian, perhatian, kapasitas perempuan, dan perlindungan anak.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Maka rumah tangga

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak mempunyai hak yang bersifat asasi sebagaimana yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. korban diskriminasi, pengniayaan, kekerasan seksual dan lainya. 2 Penanganan. KDRT khususnya terhadap korban KDRT.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

Vol 13 No. 2 Oktober 2017 ISSN

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PROVINSI JAWA TENGAH WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

Transkripsi:

MODEL PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN KORBAN TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Arbaiyah Prantiasih M. Yuhdi Siti Awaliyah Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang Jl. Semarang No.5 Malang email: arbaiyah.prantiasih.fis@um.ac.id Abstract: Violence against women in the quantitative household has increased significantly and is accompanied by an increase in intensity and quality. The purpose of this study was: (1) describe the forms of violence that occur in women in the household, (2) describe the causes of women experiencing domestic violence, (3) describe the form of the rights of women who experience violence, (4) describe the form of protection of the rights of women who experience domestic violence. This study using a design research. These results can be explained that: (1) forms of violence against women in the household is physical violence, psychological violence and neglect, (2) the causes of occurrence of physical violence because the husband is not working; husband husband s job is erratic and temperamental, (3) the form of the rights of women subjected to violence to obtain protection from KPPA, obtain an integrated service, get a guarantee of their rights whose status as a wife, as a mother or as a child in the household, but it is not optimal to get, get assistance psychologically, medically, (4) the form of the protection of women victims of domestic violence, is providing assistance, providing services, provide a safe home means a temporary shelter for victims. Key words: violence, household, women Abstrak: Kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga secara kuantitatif mengalami peningkatan yang signifikan dan disertai dengan peningkatan intensitas serta kualitasnya. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) bentuk tindak kekerasan yang terjadi pada perempuan dalam rumah tangga, (2) faktor penyebab perempuan mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga, (3) bentuk hak-hak perempuan yang mengalami tindak kekerasan, (4) bentuk perlindungan hak perempuan yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga. Kajian penulisan menggunakan teknik survey. Hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa: (1) bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga adalah kekerasan fisik, kekerasan psikis dan penelantaran, (2) faktor penyebab kekerasan adalah suami tidak bekerja, pekerjaan yang tidak menentu, dan temperamental, (3) hak perempuan yang mengalami KDRT adalah perlindungan dari KPPA, mendapatkan pelayanan secara terpadu, jaminan atas hak-haknya sebagai istri, sebagai ibu atau anak, pendampingan secara psikologis dan secara medis, (4) perlindungan terhadap korban KDRT dilakukan dengan memberikan pendampingan, memberikan pelayanan, menyediakan rumah aman artinya tempat tinggal sementara bagi korban. Kata Kunci: kekerasan, rumah tangga, perempuan Fenomena kekerasan terhadap perempuan dewasa ini tidak semakin mereda, akan tetapi secara kuantitatif mengalami peningkatan signifikan yang disertai pula dengan meningkatkya intensitas dan kualitas kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di masyarakat. Sejumlah kasus-kasus kekerasan berbasis gender ini telah bermunculan di sejumlah media elektronik maupun cetak yang setiap saat selalu bermunculan. Kasus kekerasan terhadap perempuan sulit untuk dihitung karena terus menerus bertambah. 15

16 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor 1, Pebruari 2015 Fakta kekerasan terhadap perempuan terjadi pada semua tingkat ekonomi, pendidikan dan status sosial lainnya. Kekerasan yang menimpa perempuan akan menimbulkan berbagai macam persoalan psikologis, keadilan hukum dan pengabaian hak-hak kemanusiaan. Mereka dilingkupi rasa takut, trauma yang berkepanjangan, bisu dalam penderitaan yang ditanggung sendiri, sementara yang lain menyeruak penuh euforia demokrasi. Ironisnya mereka juga luput dari pengamatan, bahkan dianggap ikhlas menerima tindak kekerasan tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah bentuk tindak kekerasan yang terjadi pada perempuan dalam rumah tangga, (2) Bagaimanakah faktor penyebab perempuan mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga, (3) Bagaimanakah bentuk hak-hak perempuan yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga, (4) Bagaimanakah bentuk perlindungan hak perempuan yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1) Bentuk tindak kekerasan yang terjadi pada perempuan dalam rumah tangga, (2) Faktor penyebab perempuan yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga, (3) Hakhak perempuan yang mengalami tindak kekerasan, (4) Bentuk perlindungan hak perempuan yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga. METODE Desain penelitian dirancang dengan menggunakan pendekatan secara deskriptif kualitatif dan survey untuk mengidentifikasi kasuskasus yang terjadi dan menimpa perempuan korban tindak kekerasan dalam rumah tangga. Penelitian deskriptif kualitatif dan survey dilakukan untuk mengetahui: bentuk tindak kekerasan yang terjadi pada perempuan dalam rumah tangga, faktor-faktor penyebab perempuan mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga, bentuk hakhak perempuan yang mengalami tindak kekerasan, serta bentuk perlindungan hak perempuan yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga. Para perempuan korban tindak kekerasan akan diberikan daftar pertanyaan termasuk orang terdekatnya (orang tuanya/bapak atau ibunya) atau pihak tetangganya yang terdekat. Kemudian ditindaklanjuti dengan wawancara mendalam. Subyek penelitian tahap pertama adalah perempuan korban tindak kekerasan dalam rumah tangga di wilayah Jawa Timur yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Probolinggo. Variabel Penelitian Variabel penelitian yang akan diukur dalam tahap pertama penelitian ini meliputi: (1) bentuk tindak kekerasan yang terjadi pada perempuan dalam rumah tangga, (2) faktor-faktor penyebab perempuan mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga, (3) hak-hak perempuan yang mengalami tindak kekerasan, (4) bentuk perlindungan hak perempuan yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga. Instrumen Penelitian Intrumen yang digunakan dalam penelitian tahap pertama ini adalah lembar observasi dan pedoman wawancara. Wawancara dipergunakan untuk mengetahui: (1) bentuk tindak kekerasan yang terjadi pada perempuan dalam rumah tangga, (2) faktor-faktor penyebab perempuan mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga, (3) bentuk hak-hak perempuan yang mengalami tindak kekerasan, (4) bentuk perlindungan hak perempuan yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga. Analisis Data Data dianalisis dengan teknik analisis model interaktif dari Miles dan Huberman. Teknik analisis penelitian dipergunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dari wawancara dengan subyek penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pada paparan data sebelumnya dapat dijelaskan bahwa bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan meliputi (1) kekerasan phisik, (2) kekerasan psikis, dan (3) kekerasan penelantaran rumah tangga. Latar belakang penyebab tindak kekerasan terhadap perempuan meliputi: (1) kekerasan phisik, faktor yang melatar belakangi terjadinya kekerasan phisik terhadap perempuan disebabkan karena: (a) suami tidak bekerja, (b) suami pekerjaannya tidak menentu artinya kadangkadang bekerja, kadang-kadang tidak, (c) suami temperamental artinya perilakunya kasar, sering

Prantiasih dkk, Model Perlindungan Hak Perempuan Korban Tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga 17 marah, dan mudah emosional; (2) kekerasan psikis, latar belakang penyebab terjadinya kekerasan psikis dalam rumah tangga tidak dapat dipisahkan juga dengan faktor penyebab terjadinya kekerasan phisik, sebab kekerasan psikis yang dapat mengakibatkan ketakutan, rasa tidak berdaya, penderitaan psikis berat pada korban, disebabkan juga karena suami, ibu, dalam rumah tangga yang temperamental artinya perilakunya sering marah dan mudah emosional. Selain itu juga karena pihak suami tidak mempunyai pekerjaan sehingga menyebabkan mudah emosional atau mudah marah; (3) kekerasan penelantaran dalam rumah tangga, berdasarkan kasus yang ada, kekerasan dalam bentuk ini disebabkan juga karena faktor suami yang tidak bekerja atau pekerjaan yang tidak menentu, sehingga pihak istri dan anak selalu mengharapkan pertanggung jawaban dari pihak suami. Hal ini diperkuat lagi bila istri tidak bekerja dan selalu menggantungkan atau mengakibatkan ketergantungan ekonomi pada pihak suami. Akan tetapi sebaliknya apabila istri bekerja, maka istri tidak selalu menggantungkan diri pada suaminya meskipun di dalam rumah tangganya ada masalah. Berdasarkan kasus-kasus yang ditemukan dari hasil penelitian kekerasan phisik maupun psikis terhadap perempun, maka tindakan tersebut merupakan tindakan yang melawan hukum. Sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada Bab 1 pasal 1, bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah perbuatan terhadap perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara phisik, psikologis termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Demikian juga ketentuan pada pasal 6 UU Nomor 23 Tahun 2004 bahwa kekerasan phisik merupakan perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh atau luka berat. Sedangkan pada pasa 7 UU Nomor 23 Tahun 2004 bahwa kekerasan psikis merupakan perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya serta penderitaan psikis berat pada seseorang. Bertolak dari pemaparan kasus-kasus hasil penelitian serta berdasarkan ketentuan pada UU Nomor 23 Tahun 2004 pada Bab 1 pasal 1, pasal 6 maupun pada pasal 7, peneliti berpendapat bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta merupakan bentuk diskriminasi yang harus segera dihapuskan. Korban kekerasan dalam rumah tangga kebanyakan adalah perempuan, oleh sebab itu perempuan harus mendapatkan perlindungan dari semua pihak dengan maksud agar terhindar dan terbebas dari kekerasan maupun ancaman kekerasan, penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat pertempuan. Berdasarkan hasil penelitian faktor penyebab terjadinya kekerasan phisik disebabkan karena: (a) suami tidak bekerja, (b) suami tidak menentu pekerjaannya artinya kadang-kadang bekerja, kadang-kadang tidak, (c) suami temperamental artinya perilakunya kasar, sering marah, gampang emosional. Sedangkan kekerasan psikis, latar belakang penyebab terjadinya kekerasan masih ada kesamaan dengan penyebab terjadinya kekerasan phisik, sebab kekerasan psikis yang dapat mengakibatkan ketakutan, rasa tidak berdaya dan megakibatkan penderitaan psikis berat pada korban, disebabkan juga karena suami, ibu dalam rumah tangga yang temperamental sehingga perilakunya seringkali marah dan mudah emosional. Faktor lain yang menjadi penyebab tindak kekerasan terhadap perempuan karena pihak suami tidak mempunyai pekerjaan sehingga mudah emosional dan mudah marah. Berdasarkan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga tersebut dapat dijelaskan bahwa secara sosiologis kriminologis memandang bahwa suatu perilaku ditentukan oleh nilai dan norma yang berkembang di masyarakat dan suatu tindakan dinyatakan menyimpang tergantung dari reaksi sosial di masyarakat. Contohnya terhadap kekerasan domestik, masyarakat justru sering menyudutkan posisi korban bahkan menyalahkannya. Oleh sebab itu konsekuensinya adalah kasus tindakan destruktif di ranah rumah tangga tetap menjadi rahasia keluarga, kadang-kadang tidak dilaporkan dan kasus-kasus ini oleh pengadilan sering hanya sampai pada tingkat kepolisisan. Mengingat juga banyak kasus rumah tangga yang sempat diadukan ke pengadilan pidana dicabut kembali sebelum diproses atau ditunda tuntutannya dan batal dilaporkan, karena peradilan pidana menganggap korban ikut bertanggung jawab atas kekerasan yang menimpanya.

18 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor 1, Pebruari 2015 Disamping itu dalam sejarah budaya pariarkhi telah mendominasi peradaban manusia dengan terindikasinya berbagai perilaku yang tidak fair dan mencerminkan nilai-nilai kekerasan. Dalam konteks inilah laki-laki potensial menggunakan cara-cara kekerasan untuk menata kehidupan perempuan. Oleh sebab itulah gender equality perlu terus dibangun melalui penyadaran dengan sosialisasi. Sebab kekerasan merupakan kejahatan dan pelanggaran atas hak hidup manusia dan tindak kekerasan tidak dibenarkan dengan mengatasnamakan apapun dan dimanapun dalam kehidupan bermasyarakat. Bertolak dari kasus kekerasan penelantaran rumah tangga dapat dijelaskan bahwa kasus kekerasan dalam rumah tangga sering ditoleransi oleh perempuan dan pada saat yang sama sejatinya mereka telah mengesampingkan hakhak dan otonomi mereka sebagai individu demi keutuhan keluarga dan masa depan anak-anak. Ketergantungan ekonomi seringkali membuat perempuan dihadapkan pada keadaan yang sangat dilematis dalam mengambil keputusan. Pelabelan-pelabelan sosial justru dilekatkan pada perempuan yang dianggap tidak mampu menata kehidupan keluarganya. Pendapat yang sama dikemukakan oleh (Kate Millet, 1987:33) bahwa tradisi patriarki memposisikan ayah (suami) sebagai pemilik (ownership) penuh atas istri dan anak-anaknya. Oleh karena itu ayah memiliki kekuasaan penuh atas diri mereka, hal inilah yang mengakibatkan sering terjadinya penyiksaan, penjualan istri, kekerasan terhadap istri dan anakanak dalam rumah tangga. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan peneliti bahwa sejarah budaya patriarki telah mendominasi peradaban manusia dengan terindikasinya berbagai perilaku yang tidak fair dan mencerminkan nilai-nilai kekerasan. Didalam konteks inilah laki-laki potensial dapat menggunakan cara-cara kekerasan untuk menata kehidupan perempuan, meskipun diakui masih banyak laki-laki yang tidak mengambil jalan kekerasan untuk menata kehidupan keluarganya. Oleh sebab itu peneliti berpendapat bahwa persoalan kekerasan apapun bentuknya yang ditujukan pada siapapun, menjadi persoalan semua orang dan semua pihak. Akan tetapi sulit rasanya bila persoalan ini hanya ditanggung oleh mereka yang menjadi korban. Hal ini yang seringkali terjadi adalah persoalan kekerasan terhadap perempuan terisolasi seakan hanya menjadi urusan perempuan. Sejatinya penyadaran akan kesetaraan hubungan gender, penghaargaan atas hak-hak individu menjadi sangat penting bagi semua pihak. SIMPULAN Bentuk tindak-tindak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga meliputi: (a) Kekerasan phisik, (b) Kekerasan psikis, dan (c) Kekerasan penelantaran rumah tangga. Faktor penyebab kekerasan fisik, adalah suami tidak bekerja, suami pekerjaannya tidak menentu artinya kadang-kadang bekerja kadang-kadang tidak, suami temperamental artinya perilaku kasar, sering marah dan mudah emosional. Faktor penyebab tindak kekerasan psikis hampir sama dengan kekerasan fisik. Kekerasan psikis dapat mengakibatkan ketakutan, rasa tidak berdaya dari korban. Penderitaan psikis berat pada korban disebabkan juga karena suami, ibu, dalam rumah tangga yang temperamental dan juga pihak suami yang tidak mempunyai pekerjaan sehingga menyebabkan mudah emosional atau mudah marah. kekerasan penelantaran rumah tangga, disebabkan oleh faktor suami yang tidak bekerja atau pekerjaan yang tidak menentu, sedangkan pihak istri memiliki ketergantungan ekonomi pada suami. Bentuk hak-hak perempuan yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga adalah, (1) mendapatkan perlindungan dari KPPA, (2) mendapatkan informasi tentang keberadaan tempat pengaduan, (3) mendapatkan pelayanan secara terpadu, (4) mendapatkan jaminan atas hak-haknya sebagai istri, sebagai ibu atau sebagai anak dalam rumah tangga, (5) mendapatkan pendampingan secara psikologis, medis dan hukum, (6) mendapatkan penanganan yang berkelanjutan sampai tahap rehabilitasi. Bentuk perlindungan terhadap hak perempuan yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga ialah (1) memberikan pendampingan korban kekerasan dalam rumah tangga, (2) memberikan pelayanan, (3) menyediakan rumah aman artinya tempat tinggal sementara bagi korban.

DAFTAR RUJUKAN Prantiasih dkk, Model Perlindungan Hak Perempuan Korban Tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga 19 Millet, Kate, 1987. Sexual Politics. London: Virago Press Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Yogyakarta; Pustaka Widya Tama KEPPRES No 81 Tahun 1998 Tentang Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Yogyakarta: Pustaka Widya Tama