BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN KANTOR PERWAKILAN PROVINSI SULAWESI UTARA PENANGGULANGAN BENCANA ALAM

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

Powered by TCPDF (

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHAKUASA GUBERNUR ACEH,

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. hidro-meteorologi (banjir, kekeringan, pasang surut, gelombang besar, dan

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

KERENTANAN (VULNERABILITY)

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Definisi Bencana (2) (ISDR, 2004)

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH

BAB II DISASTER MAP. 2.1 Pengertian bencana

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010

Empowerment in disaster risk reduction

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman.

MITIGASI BENCANA BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Tris Eryando

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB III LANDASAN TEORI

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN

BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN PATI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bencana 2.1.1 Definisi Bencana Istilah bencana biasanya mengacu pada kejadian alami yang dikaitkan dengan efek kerusakan yang ditimbulkannya (PAHO). Bencana memberikan pengaruh dalam tingkat kerentanan yang berbeda pada daerah dengan kondisi sosial, kesehatan, dan ekonomi tertentu (PAHO). Menurut Depkes, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa akibat fenomena alam dan atau akibat ulah manusia yang menimbulkan gangguan kehidupan dan penghidupan menusia disertai kerusakan lingkungan dan menyebabkan ketidakberdayaan potensi dan infrastruktur setempat serta memerlukan bentuan dari kabupaten atau propinsi lain atau dari pusat dan atau negara lain dengan menanggalkan prosedur rutin. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, Gambaran penanggulangan bencana..., Citra Thulusia, FKM 10 UI, 2008

11 tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. (Pasal 1, UU RI No. 24 Tahun 2007, Tentang Penanggulangan Bencana) Dari banyaknya pengamatan akan bencana, maka dapat ditemukan karakteristik dari bencana itu sendiri sebagai berikut (Royan, 2004): 1. Terdapat kerusakan pada pola kehidupan normal. Kerusakan tersebut biasanya terlihat cukup parah, sebagai akibat dari kejadian yang mendadak dan tidak terduga serta luasnya cakupan akan dampak dari bencana. 2. Dampak dari bencana merugikan manusia, baik bersifat langsung maupun tidak. Biasanya dapat berupa kematian, kesakitan, kesengsaraan, maupun akibat negatif lainnya yang berdampak pada kesehatan masyarakat. 3. Merugikan struktur sosial, seperti kerusakan pada sistem pemerintahan, bangunan, komunikasi, dan berbagai sarana dan prasarana pelayanan umum lainnya. 4. Adanya pengungsian yang membutuhkan tempat tinggal atau penampungan, makanan, pakaian, bantuan kesehatan, dan pelayanan sosial. Yang terkadang tidak mencukupi atau kurang terkoordinasi. Bencana adalah suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia yang dapat terjadi secara tiba-tiba serta perlahan-lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, serta melampaui kemampuan dan sumber daya masyarakat untuk menanggulanginya (Harjadi dkk, 2005).

12 2.1.2 Banjir Banjir adalah kelebihan air, dan naik ke permukaan tanah, serta terjadi luapan air yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan besar, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan sungai (Wikipedia, 2008: http://id.wikipedia.org/wiki/banjir). Banjir adalah dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba yang disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai maupun karena pengundulan hutan disepanjang sungai sehingga merusak rumah-rumah penduduk maupun menimbulkan korban jiwa. Bencana banjir hampir setiap musim penghujan melanda Indonesia. Berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya peningkatan yang cukup berarti. Kejadian bencana banjir sangat dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah hujan yang diatas normal dan adanya pasang naik air laut. Disamping itu faktor ulah manusia juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat (pemukiman di daerah bantaran sungai, di daerah resapan, penggundulan hutan, dan sebagainya), pembuangan sampah ke dalam sungai, pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya. Penyebab bencana banjir adalah: a. Curah hujan tinggi b. Permukaan tanah lebih rendah dibandingkan muka air laut

13 c. Terletak pada suatu cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan pengaliran air keiuar sempit d. Banyak pemukiman yang dibangun pada dataran sepanjang sungai e. Aliran sungai tidak lancar akibat banyaknya sampah serta bangunan di pinggir sungai f. Kurangnya tutupan patahan di daerah hulu sungai. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak banjir: a. Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi lahan. b. Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan dini pada bagian sungai yang sering menimbulkan banjir. c. Tidak membangun rumah dan pemukiman di bantaran sungai serta daerah banjir. d. Tidak membuang sampah ke dalam sungai. Mengadakan Program Pengerukan sungai. e. Pemasangan pompa untuk daerah yang lebih rendah dari permukaan laut. f. Program penghijauan daerah hulu sungai harus selalu dilaksanakan serta mengurangi aktifitas di bagian sungai rawan banjir. (BakornasPB, 2007: http://www.bakornaspb.go.id/new/id/index.php?option=com _content &task =view&id=27&itemid=64) Banjir sebagian besar disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal sehingga sistem saluran tidak mampu lagi menampung volume air. Berdasarkan asalusulnya banjir dapat digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu (Simatupang, dkk: 1989): 1. Banjir pegunungan, suatu banjir lahar dari timbunan debu, pasir,lumpur yang berasal dari gunung berapi maupun bawaan dari tanah longsor akibat kerusakan

14 ekosistem daerah pegunungan, antara lain penggundulan hutan yang tidak berencana, penebangan liar, dan lain-lain. 2. Banjir dataran rendah, suatu banjir yang terjadi di hilir akibat air yang berkelebihan dari daerah hulu, akibat curah hujan yang tinggi dan berkepanjangan, dan air tersebut meluap ke permukaan tanah dan merusak lingkungan. DKI Jakarta secara geografis dan demografis dikenal rawan bencana, baik bencana alam maupun bencana ulah manusia. Bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor. Bencana ulah manusia seperti transportasi, kecelakaan industri, kebakaran dan konflik yang bernuansa sara. Provinsi DKI Jakarta dilalui 12 sungai/kali yaitu Moukevart, Ciliwung, Angke, Pesanggrahan, Krukut, Kalibaru Barat, Kalibaru Timur, Buaran,Grogol, Cipinang, Jatikramat, Cakung, Sunter dan sebagian daerah berada dibawah permukaan laut. Provinsi DKI Jakarta merupakan ibukota negara dan sebagian pusat perekonomian menyebabkan masyarakat berbondong-bondong ke Jakarta untuk mencari penghasilan sementara lahan DKI Jakarta tidak bertambah, maka sebagian masyarakat terpaksa bertempat tinggal di daerah aliran sungai (DAS) dan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan (membuang sampah ke sungai) (Buku Pedoman Penanggulangan Banjir Bidang Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2002). 2.1.3 Penanggulangan Bencana Penanggulangan bencana adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan, dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi

15 bencana mencakup pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan (Depkes, 2005). Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Penanggulangan bencana bertujuan untuk (Pasal 4, UU RI No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana): a. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana b. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada c. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh d. Menghargai budaya lokal e. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta f. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan g. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Untuk mengetahui manajemen penanggulangan bencana secara berkesinambungan, perlu dipahami siklus penanggulangan bencanadan peran tiap komponen pada setiap tahapan (Depkes, 2005): 1. Kejadian Bencana Kejadian/peristiwa bencana yang disebabkan oleh alam atau ulah manusia, baik yang terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, dapat menyebabkan hilangnya jiwa manusia, trauma fisik dan psikis, kerusakan harta benca dan lingkungan, yang melampaui kemampuan dan sumberdaya masyarakat untuk mengatasinya.

16 2. Tanggap Darurat (Emergency Response) Upaya yang dilakukan segera setelah kejadian bencana yang bertujuan untuk menanggulangi dampak yang timbul akibat bencana, terutama penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian. 3. Pemulihan (Recovery) Proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana baik damapk fisik dan psikis, dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula. Hal ini dilakukan dengan memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar, Puskesmas, dan lain-lain), dan memulihkan kondisi trauma psikologis yang dialami anggota masyarakat. 4. Pembangunan Merupakan fase membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana. Pembangunan dapat dibedakan menjadi: a. Rehabilitasi Upaya yang dilakukan setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumah, fasilitas umum dan fasilitas sosial serta menghidupkan kembali roda ekonomi. b. Rekonstruksi Program jangka menengah dna jangka panjang yang meliputi perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik. 5. Pencegahan (Prevention) Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dan jika mungkin dengan meniadakan bencana.

17 6. Mitigasi Upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara fisik struktural melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik maupun non fisikstruktural melalui perundang-undangan dan pelatihan. 7. Kesiapsiagaan (Preparedness) Upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap meliputi (Pasal 33, UU RI No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana): a. Prabencana b. Saat tanggap darurat; dan c. Pascabencana. 2.1.4 Manajemen Bencana Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. Secara umum, manajemen bencana ditujukan untuk : a. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan lingkungan hidup b. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan penghidupan korban

18 c. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/ pengungsian ke daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang layak huni dan aman. d. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/ transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang terkena bencana. e. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut. f. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan Drs. Andi Hanindito, Kasubdit. Tanggap Darurat, Depsos RI menguraikan secara mendalam dan ilmiah pada The 5th Asia Crisis Management Conference Di Jakarta tanggal 24 Oktober 2007, bahwa prinsip utama dalam manajemen bencana adalah: 1. Tidak ada dua bencana yang sama, walaupun jenis bencana dan lokasinya sama. 2. Efektivitas dan efisiensi manajemen bencana ditentukan oleh penguasaan akan karakteristik setiap bencana serta kejelasan aspek-aspek kunci sebagai berikut : a. Sasaran dan bentuk bahaya yang akan terjadi b. Sumber-sumber lokal yang tersedia c. Bentuk-bentuk organisasi manajemen bencana yang dibutuhkan. d. Perencanaan pemenuhan kebutuhan bila bencana terjadi.

19 e. Tindakan yang harus dilakukan oleh sektor serta titik masuknya dalam siklus manajemen bencana (pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, tanggap darurat, restorasi, rehabilitasi dan rekonstruksi). f. Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan personel manajemen bencana secara berlanjut. g. Kesejahteraan personel-personel bencana. Ada tiga aspek mendasar dalam manajemen bencana (PAHO, 2006): a. Respons terhadap bencana b. Kesiapsiagaan menghadapi bencana c. Minimisasi (mitigasi) efek bencana Tanggung jawab dalam program manajemen bencana mencakup semua sektor, tidak hanya dari sektor kesehatan saja. Manajemen bencana harus memainkan peran utama dalam mempromosikan dan mengoordinasikan upaya pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, respons, dan upaya rehabilitasi dini yang terkait dengan kesehatan. Tujuan dari upaya kesiapsiagaan bencana adalah menjamin bahwa sistem, prosedur, dan sumber daya yang tepat siap di tempatnya masing-masing untuk memberikan bantuan yang efektif dan segera bagi korban bencana sehingga dapat mempermudah langkah-langkah pemulihan dan rehabilitasi layanan. Memang hampir tidak mungkin untuk mencegah terjadinya suatu bencana yang sifatnya alami, tetapi dampak kerusakan yang ditimbulkan dapat diminimalkan. Kegiatan mitigasi mempunyai dua tujuan, yaitu untuk mengurangi kerentanan sistem (seperti, dengan memperbaiki dan menegakkan aturan bangunan) dan untuk

20 mengurangi besarnya bahaya (seperti, dengan mengalihkan aliran sungai). Istilah pencegahan bencana menyiratkan bahwa eliminasi kerusakan akibtan suatu bencana memang dimungkinkan, tetapi hal ini tidak realistis utuk sebagian besar bahaya. Salah satu contohnya adalah relokasi penduduk dari daerah banjir ke suatu tempat yang tidak mungkin terjadi banjir. (PAHO, 2006). 2.1.5 Bantuan Kesehatan untuk Bencana Jenis dan kuantitas persediaan bantuan kemanusiaan biasanya ditentukan oleh dua faktor utama: (1) tipe bencana, karena kejadian khas memberikan pengaruh yang juga khas pada penduduk; dan (2) tipe dan kuantitas persediaan yang ada dalam inventaris nasional sebelum kejadian bencana. Segera setelah bencana, persediaan kesehatan yang paling kritis adalah persediaan yang dibutuhkan untuk merawat korban dan mencegah penyebaran penyakit menular. Setelah fase darurat awal, persediaan yang selanjutnya dibutuhkan mencakup peralatan pembersihan, makanan, tempat penampungan, dan materi bangunan. Pengelolaan persedian untuk bantuan kesehatan sangat diperlukan. Tujuan utama sistem pengelolaan bentuan kemanusiaan adalah untuk memperkuat kapasitas nasional sehingga persediaan dapat dikelola dengan efektif mulai saat pendonor menawarkan bantuan dan selama perjalanan serta distribusinya di daerah yang terpengaruh bencana (PAHO, 2006). Bantuan kesehatan untuk para korban bencana harus diserahkan secara langsung kepada penerima yang dimaksud atau melalui perantara yang dapat dipercaya yang dipilih khusus untuk tugas ini. Sistem distribusi yang dipakai

21 bergantung pada kondisi spesifik dari penduduk yang membutuhkan sekaligus pada kapasitas organisasi untuk menangani distribusi. Situasi penduduk yang tertimpa bencana cendrung beragam bergantung pada jenis bencana dan konteks sosial, geografi, dan politik. Kenyataannya, dalam medan operasi yang dama, situasi yang berbeda mungkin timbul. Secara garis besar, situasi tersebut mencakup hal-hal berikut (PAHO, 2006): a. Korban bencana yang rumah dan hartanya mengalami kerusakan, tetapi masih tinggal di sana atau di daerah dekat sekitarnya b. Korban bencana yang karena kerusakan parah pada komunitas mereka, harus ditampung untuk sementara waktu, jauh dari tempat tinggal biasa mereka c. Orang-orang yang mengungsi dari komunitas mereka (biasanya karena kekerasan) dan yang kepulangannya diragukan d. Pengungsi yang meninggalkan negara mereka karena khawatir akan keselamatan atau hidup mereka 2.2 Sistem 2.2.1 Definisi Sistem Azrul Azwar dalam bukunya yang berjudul Pengantar Administrasi Kesehatan, menyebutkan beberapa pengertian sistem, yaitu: 1. Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan.

22 2. Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai satu unit organik untuk mencapai keluaran yang diinginkan secara efektif dan efisien. 3. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan membentuk satu kesatuan yang majemuk, dimana masing-masing bagian bekerja sama secara bebas dan terkait untuk mencapai sasaran kesatuan dalam suatu situasi yang majemuk pula. 4. Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2.2.2 Pendekatan Sistem Dibentuknya suatu sistem adalah untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya suatu sistem maka perlu dirangkai unsur-unsur sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secar bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan kesatuan. Ada beberapa pengertian pendekatan sistem, yaitu: 1. Pendekatan sistem adalah penerapan suatu prosedur yang logis dan rasional dalam merancang suatu rangkaian komponen-komponen yang berhubungan sehingga dapat berfungsi sebagai satu kesatuan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Pendekatan sistem adalah suatu strategi yang menggunakan metoda analisa, desain dan manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.

23 3. Pendekatan sistem adalah penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam membahas dan mencari pmecahan dari suatu masalah atau keadaan yang dihadapi. 2.2.3 Ciri-ciri Sistem Ciri-ciri sistem adalah apabila memiliki beberapa ciri pokk antara lain (Azwar, 1996): a. Terdapat elemen atau bagian yang satu sama lain saling berhubungan dan mempengaruhi yang semuanya membentuk satu kesatuan dalam arti semuanya membentuk satu kesatuan dalam arti semuanya berfungsi untuk mencapai tujuan yang sama yang telah ditetapkan. b. Sekalipun sistem merupakan suatu kesatuan yang terpadu, bukan berarti ia tertutup terhadap lingkungan. c. Fungsi yang diperankan oleh masing-masing elemen atau bagian yang membentuk satu kesatuan tersebut adalah dalam rangka mengubah masukkan menjadi keluaran yang direncanakan. d. Dalam melaksanakan fungsi ini semuanya bekerja sama secara bebas, namun terkait dalam arti terdapat mekanisme pengendalian yang mengarahkannya agar tetap berfungsi sebagaimana yang telah direncanakan. 2.2.4 Unsur-unsur Sistem Menurut Azwar (1996) sistem terbentuk dari elemen-elemen atau bagian yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan elemen atau bagian tersebut adalah sesuatu yang mutlak harus ditemukan.

24 Elemen atau bagian tersebut banyak macamnya, yang jika disederhanakan dapat dikelompokkan dalam 6 unsur yaitu: a. Masukan (Input) Masukan adalah kumpulan elemen-elemen yang terdapat dalam sistem untuk berfungsinya sistem tersebut. b. Proses (Process) Proses adalah kumpulan elemen yang terdapat dalam sistem untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. c. Keluaran (Output) Keluaran adalah kumpulan elemen atau bagian yang dihasilkan dan berlangsungnya proses dalam sistem. d. Umpan Balik (Feed Back) Umpan balik merupakan kumpulan elemen yang menghasilkan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukkan bagi sistem tersebut. e. Dampak (Impact) Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem. f. Lingkungan (Environment) Lingkungan adalah dunia diluar sistem yang tidak dikelola sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem. 2.3 Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 58 Tahun 2002, tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Provinsi

25 DKI Jakarta. Kedudukan Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, adalah : 1. Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang Kesehatan. 2. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekertaris Daerah. 3. Dinas Kesehatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dikoordinasikan oleh Asisten Kesejahteraan Masyarakat. Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan di bidang kesehatan yang meliputi pelayanan kesehatan klinis, kesehatan masyarakat, kesehatan gawat darurat dan bencana, pemasaran sosial dan sistem informasi kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sistem manajemen mutu kesehatan, perencanaan kesehatan, yang berwawasan lingkungan. Fungsi Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta : a. Perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan; b. Perencanaan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan pelayanan kesehatan klinis; c. Perencanaan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan pelayanan kesehatan masyarakat; d. Perencanan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan pelayanan kesehatan gawat darurat dan bencana; e. Perencanan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan pemasaran sosial kesehatan dan sistem informasi kesehatan;

26 f. Perencanan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan sumber daya manusia kesehatan; g. Perencanan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan sistem manajemen mutu kesehatan; h. Perencanan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan sistem perencanaan dan pembiayaan kesehatan; i. Perencanan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan jaringan pelayanan kesehatan yang berwawasan lingkungan; j. Pemberian izin tertentu atau rekomendasi dan evaluasi di bidang kesehatan; k. Pemungutan retribusi di bidang kesehatan; l. Penyelenggaraan akreditasi dan standarisasi pada sarana pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta; m. Pemberian akreditasi jabatan fungsional tenaga kesehatan; n. Pemberian bantuan penyelenggaraan kesehatan; o. Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat; p. Pengelolaan dukungan teknis dan administratif; q. Pembinaan teknis pelaksanaan kegiatan suku dinas. 2.3.1 Dukungan Dinas Kesehatan Dalam era desentralisasi, peran pemerintah pusat (Departemen Kesehatan) adalah memberikan dukungan kepada Puskesmas, sebagai sarana pelayanan kesehatan terdepan, melalui Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, berdasarkan usulan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pihak swasta, dunia usaha, LSM, dan masyarakat dapat berperan aktif dalam penanggulangan bencana.

27 Adanya keterbatasan kemampuan sumberdaya yang dimiliki Puskesmas dalam penanggulangan bencana, maka dukungan dari Dinas Kesehatan sangat diperlukan. Dukungan tersebut mencakup (Depkes, 2005): 1. Dukungan dalam upaya kesehatan Dukungan upaya kesehatan mencakup upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, upaya perbaikan gizi, upaya kesehatan ibu dan anak dan upaya pengobatan termasuk upaya gawat darurat pada kegiatan rutin Puskesmas. Maupun dalam kegiatan khusus penanggulangan bencana dalam rangka memperkuat pelayanan di Puskesmas. Dukungan upaya khusus pada penanggulangan bencana dilakukan pada setiap tahapan kejadian bencana, hal tersebut karena penanggung jawab penanggulangan bencana ada di Satgas Kesehatan yang diketuai oleh Kepala Dinas Kesehatan. 2. Dukungan dalam pembiayaan Sebagai UPTD dari Dinas Kesehatan, Puskesmas memerlukan dukungan pembiayaan dalam upaya penanggulangan bencana. Pembiayaan rutin diperlukan oleh Puskesmas untuk mendukungh kegiatan pada tahap kesiapsiagaan, pencegahan. Kebutuhan biaya pada tahap tanggap darurat dan pemulihan harus disiapkan oleh Dinas Kesehatan melalui perencanaan kontigensi. Dana tersebut diharapkan disiapkan Pemda setempat dan dapat segera digunakan bila terjadi bencana.

28 3. Dukungan dalam Sumber Daya Manusia (SDM) bidang kesehatan Dukungan tenaga kesehatan dalam penanggulangan bencana, mencakup penyediaan tenaga kesehatan yang kompeten dalam penanggulangan bencana melalui pelatihan-pelatihan. 4. Dukungan obat dan perbekalan kesehatan Dukungan obat dan perbekalan kesehatan dalam penanggulangan bencana mencakup obat, bahan habis pakai, bahan sanitasi, MP-ASI, sediaan farmasi untuk gawat darurat dan perbekalan kesehatan lain. Termasuk peralatan kesehatan gawat darurat serta peralatan kesehatan masyarakat. 5. Dukungan dalam pemberdayaan masyarakat Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam penanggulangan bencana merupakan potensi yang baik dalam mendukung keberhasilan penanggulangan bencana. Untuk itu perlu dukungan Dinas Kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat perorangan, kelompok maupun masyarakat umum. Upaya melatih masyarakat, memberi informasi kewaspadaan maupun melibatkan masyarakat dalam upaya penanggulangan bencana merupakan peran Dinas Kesehatan. Dukungan masyarakat dapat berupa pengiriman tenaga, mencarikan mitra dari LSM, Ormas yang peduli kesehatan khususnya dalam penanggulangan bencana. 6. Dukungan dalam manajemen kesehatan Dukungan manajemen kesehatan yang mencakup pengelolaan data dan informasi, pengetahuan dan teknologi kesehatan, peraturan dan perundangan kesehatan dan administrasi kesehatan (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggung jawaban).

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DAFTAR ISTILAH 3.1 Kerangka Konsep Setiap kegiatan yang diorganisasikan dengan baik harus selalu mempunyai tujuan agar kegiatan-kegiatan yang mendukungnya akan dan harus ditujukan terutama pada tujuan yang sudah disepakati atau ditetapkan. Azrul Azwar dalam bukunya yang berjudul Pengantar Administrasi Kesehatan mengatakan bahwa dibentuknya suatu sistem adalah untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya suatu sistem maka perlu dirangkai unsur-unsur sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secar bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan kesatuan. Ada beberapa pengertian pendekatan sistem, yaitu: 1. Pendekatan sistem adalah penerapan suatu prosedur yang logis dan rasional dalam merancang suatu rangkaian komponen-komponen yang berhubungan sehingga dapat berfungsi sebagai satu kesatuan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Pendekatan sistem adalah suatu strategi yang menggunakan metoda analisa, desain dan manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. 3. Pendekatan sistem adalah penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam membahas dan mencari pemecahan dari suatu masalah atau keadaan yang dihadapi. Gambaran penanggulangan bencana..., Citra Thulusia, FKM 29 UI, 2008

30 Komponen-komponen sistem terdiri dari: 1. Input (Masukan) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan pekerjaan. 2. Process (Proses) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. 3. Output (Keluaran) adalah hasil yang diharapkan.

31 Gambar 2: KERANGKA KONSEP INPUT SDM - Jumlah dan Kecukupan - Pendidikan dan pelatihan - Motivasi Dana - Ketersediaan - Kecukupan Sarana - Sumber - Kecukupan - Kondisi Metode PROCESS Pemberian dukungan kesehatan Ketaatan terhadap prosedur OUTPUT Jumlah dukungan kesehatan yang tersalurkan OUTCOME Perkiraan morbiditas /mortalitas yang dapat ditanggulangi UMPAN BALIK LINGKUNGAN Keterangan: : Area penelitian

32 3.2 Daftar Istilah 1 SDM (Sumber Daya Manusia) Adalah pegawai di Subdinkes Gawat Darurat dan Bencana Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang turut andil dalam upaya penanggulangan bencana banjir di DKI Jakarta tahun 2007. a. Jumlah dan kecukupan: pegawai di Subdinkes Gawat Darurat dan Bencana Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang dilihat dari segi jumlah mencukupi untuk melaksanakan kegiatan manajemen penanggulangan bencana banjir di DKI Jakarta pada tahun 2007. Cara ukur: Wawancara mendalam dan telaah data sekunder. Instrumen: Pedoman wawancara dan check list data. b. Pendidikan dan pelatihan: kondisi pendidikan formal terakhir yang dimiliki pegawai di Subdinkes Gawat Darurat dan Bencana Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, serta keikutsertaan pegawai tersebut terhadap pelatihan mengenai penanggulangan bencana banjir. Cara ukur: Wawancara mendalam, FGD, dan telaah data sekunder. Instrumen: Pedoman wawancara, pedoman FGD, dan check list data. c. Motivasi: besarnya keinginan yang dimiliki oleh pegawai di Subdinkes Gawat Darurat dan Bencana Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, baik dari dalam diri maupun dorongan dari luar untuk melaksanakan kegiatan manajemen penanggulangan bencana banjir di DKI Jakarta pada tahun 2007. Cara Ukur: Wawancara mendalam. Instrumen: Pedoman wawancara.

33 2 Dana Adalah keuangan yang tersedia untuk menunjang kebutuhan dalam melaksanakan upaya penanggulangan bencana banjir di DKI Jakarta tahun 2007. a. Ketersediaan : terdapatnya dana untuk menunjang kebutuhan dalam melaksanakan upaya penanggulangan bencana banjir di DKI Jakarta tahun 2007. Cara ukur: Wawancara mendalam dan telaah data sekunder. Instrumen: Pedoman wawancara dan check list data. b. Kecukupan : kesesuaian antara ketersediaan dana dengan kebutuhan dalam melaksanakan upaya penanggulangan bencana banjir di DKI Jakarta tahun 2007. Cara ukur: Wawancara mendalam Instrumen: Pedoman wawancara. 3 Sarana Adalah alat transportasi, komunikasi, dan logistik di Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang digunakan untuk menunjang upaya penanggulangan bencana banjir di DKI Jakarta tahun 2007. a. Sumber: sumber diperolehnya sarana di Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta untuk penunjang upaya penanggulangan bencana banjir di DKI Jakarta tahun 2007. Cara ukur: Wawancara mendalam. Instrumen: Pedoman wawancara.

34 b. Kecukupan: kesesuaian jumlah, jenis, dan fungsi sarana transportasi, komunikasi, dan logistik yang tersedia dengan kebutuhan penanggulangan bencana banjir di DKI Jakarta tahun 2007. Cara ukur: Wawancara mendalam dan telaah data sekunder. Instrumen: Pedoman wawancara dan check list data. c. Kondisi: keadaan dan kelayakan sarana transportasi, komunikasi, dan logistik yang digunakan untuk penanggulangan bencana banjir di DKI Jakarta tahun 2007. Cara ukur: Wawancara mendalam Instrumen: Pedoman wawancara 4 Metode Adalah ketersediaan dan kejelasan prosedur dan dokumen yang berkaitan dengan usaha penanggulangan bencana banjir di DKI Jakarta. Cara ukur: Wawancara mendalam dan telaah data sekunder. Instrumen: Pedoman wawancara dan check list data. 5. Pemberian dukungan kesehatan Adalah usaha atau kegiatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta untuk memberikan dukungan kesehatan bagi korban bencana banjir di DKI Jakarta tahun 2007. Cara ukur: Wawancara mendalam, FGD, dan telaah data sekunder. Instrumen: Pedoman wawancara, pedoman FGD, dan check list data.

35 6. Ketaatan terhadap Prosedur Adalah penilaian untuk melihat bagaimana ketaatan SDM terhadap prosedur yang tersedia untuk penanggulangan bencana banjir di DKI Jakarta tahun 2007. Cara ukur: Wawancara mendalam. Instrumen: Pedoman wawancara. 7. Jumlah dukungan kesehatan yang tersalurkan Adalah jumlah dukungan kesehatan yang diterima para korban bencana banjir di DKI Jakarta tahun 2007. Cara ukur: Telaah data sekunder. Instrumen: Check list data.