PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT)

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI POLEWALI MANDAR

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender?

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

HUBUNGAN PENGETAHUAN SUAMI TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI DESA KEPARAKAN KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengendalian diri setiap orang di lingkup rumah tangga tersebut. 1

PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh : Listyo Budi Santoso Dosen Fakultas Hukum - Universitas Pekalongan ABSTRAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 23 TAHUN 2004 (23/2004) TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL SATUAN TUGAS PENANGANAN MASALAH PEREMPUAN DAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, baik di lingkup domestik (rumah tangga) maupun publik.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

Menanti Tuntutan Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Oleh : Arrista Trimaya * Naskah diterima: 07 Desember 2015; disetujui: 22 Desember 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung

Vol 13 No. 2 Oktober 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin

Transkripsi:

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Istilah KDRT sebagaimana ditentukan pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) tersebut seringkali disebut dengan kekerasan domestik. Kekerasan domestik sebetulnya tidak hanya menjangkau para pihak dalam hubungan perkawinan antara suami dengan istri saja, namun termasuk juga kekerasan yang terjadi pada pihak lain yang berada dalam lingkup rumah tangga. Pihak lain tersebut adalah 1) anak, termasuk anak angkat dan anak tiri; 2) orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, istri dan anak karena hubungan darah, perkawinan (misalnya: mertua, menantu, ipar dan besan), persusuan, pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga serta 3) orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Siapapun sebetulnya berpotensi untuk menjadi pelaku maupun korban dari kekerasan dalam rumah tangga. Pelaku maupun korban kekerasan dalam rumah tangga pun tidak mengenal status sosial, status ekonomi, tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, suku maupun agama. Namun demikian, berdasarkan Catatan KOMNAS Perempuan dalam Pelaporan Kasus KDRT Pasca UU-PKDRT selain 1

menggambarkan adanya peningkatan jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga dari tahun ke tahun juga menunjukkan bahwa diantara korban tersebut terbanyak adalah istri, yakni mencapai 85% (25.788 kasus ) dari total korban. Anak perempuan merupakan korban ketiga terbanyak (1.693 kasus) setelah pacar (2.548 kasus) dan pembantu rumah tangga menduduki posisi keempat terbanyak (467 kasus) (Mudjiati, S.H., Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Suatu Tantangan Menuju Sistem Hukum Yang Responsif Gender, diakses dari www.djpp.depkumham.go.id, tanggal akses 10 Juli 2010). Data tersebut menunjukkan pada kita bahwa mayoritas korban kekerasan dalam rumah tangga ternyata perempuan. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa perempuan tergolong pihak yang dianggap rentan terhadap kekerasan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, data dari hasil Survei Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Tahun 2006 oleh BPS dan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, khususnya mengenai Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan Menurut Pelaku, menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi sebanyak 51,1% dilakukan oleh suami; 11,7% dilakukan oleh orang tua/mertua, anak/cucu, dan famili; 19,6% dilakukan oleh tetangga; 2,5% dilakukan oleh atasan/majikan; 2,9% dilakukan oleh rekan kerja; 0,2% dilakukan oleh guru; dan 8,0% dilakukan oleh lain-lain (Mudjiati, S.H., Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Suatu Tantangan Menuju Sistem Hukum Yang Responsif Gender, diakses dari www.djpp.depkumham.go.id, tanggal akses 10 Juli 2010). Jika kita melihat fakta dari data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tindak kekerasan mayoritas memang dilakukan dalam lingkup rumah tangga, yaitu oleh suami, orang tua/mertua, anak/cucu dan famili serta atasan/majikan. Beberapa Faktor Penyebab dan Dampak KDRT Yang Dialami Perempuan Isu kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh kaum perempuan seringkali dianggap sebagai persoalan individu. Padahal saat ini, kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi isu global yang mengundang perhatian berbagai 2

kalangan. Kekerasan dalam rumah tangga yang selama ini banyak terjadi dapat dikatakan sebagai suatu fenomena gunung es. Artinya bahwa persoalan kekerasan dalam rumah tangga yang selama ini terekspose ke permukaan (publik) hanyalah puncaknya saja. Persoalan kekerasan dalam rumah tangga yang muncul dalam sebuah keluarga lebih banyak dianggap sebagai sebuah permasalahan yang sifatnya pribadi dan harus diselesaikan dalam lingkup rumah tangga (bersifat tertutup dan cenderung sengaja ditutup-tutupi). Di masa sekarang ini tindak kekerasan dalam rumah tangga, baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga, semakin sering terjadi pada perempuan, terutama pada istri, anak perempuan (tidak hanya anak kandung tetapi termasuk juga anak angkat, anak tiri, atau keponakan) dan pembantu rumah tangga yang mayoritas adalah perempuan. Beberapa penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan antara lain karena beberapa hal berikut: 1. Adanya pengaruh dari budaya patriarki yang ada ditengah masyarakat. Ada semacam hubungan kekuasaan di dalam rumah tangga yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki. Dalam struktur dominasi tersebut kekerasan seringkali digunakan untuk memenangkan perbedaan, menyatakan rasa tidak puas ataupun untuk mendemontrasikan dominasi semata-mata. Dari hubungan yang demikian seolah-olah laki-laki dapat melakukan apa saja kepada perempuan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Dalam hal ini ada ketidaksetaraan antara laki-laki dengan perempuan. Muncul ketidakadilan gender. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender tampak pada adanya peminggiran terhadap kaum perempuan (marginalisasi), penomorduaan (subordinasi), pelabelan (stereotipe negatif), adanya beban ganda pada perempuan serta kemungkinan munculnya kekerasan pada perempuan. 2. Adanya pemahaman ajaran agama yang keliru. Pemahaman yang keliru seringkali menempatkan perempuan (istri) sebagai pihak yang berada di bawah kekuasaan laki-laki (suami), sehingga suami menganggap dirinya 3

berhak melakukan apapun terhadap istri. Misalnya, pemukulan dianggap sebagai cara yang wajar dalam mendidik istri. 3. Prilaku meniru yang diserap oleh anak karena terbiasa melihat kekerasan dalam rumah tangga. Bagi anak, orang tua merupakan model atau panutan untuk anak. Anak memiliki kecenderungan untuk meniru prilaku kedua orang tuanya dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Anak yang terbiasa melihat kekerasan menganggap bahwa kekerasan adalah suatu penyelesaian permasalahan yang wajar untuk dilakukan. Hal ini akan dibawa hingga anakanak menjadi dewasa. 4. Tekanan hidup yang dialami seseorang. Misalnya, himpitan ekonomi (kemiskinan), kehilangan pekerjaan (pengangguran), dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut memungkinkan seseorang mengalami stress dan kemudian dapat memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Beberapa penyebab diatas bukanlah penyebab mutlak terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Di luar dari beberapa penyebab yang telah disebutkan diatas, pasti masih ada lagi beberapa sebab yang lain yang memicu munculnya kekerasan pada perempuan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga. Namun demikian, terlepas dari apapun penyebabnya, dampak dari kekerasan dalam rumah tangga tentu sangat luas. Dampak yang dirasakan tidak hanya pada perempuan korban secara langsung, namun juga berdampak pada anak-anak. Dampak pada perempuan korban dapat berupa dampak jangka pendek atau dampak langsung dan dampak jangka panjang. Dampak langsung bisa berupa luka fisik, kehamilan yang tidak diinginkan, hilangnya pekerjaan, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam jangka panjang perempuan korban dapat mengalami gangguan psikis seperti hilangnya rasa percaya diri (menutup diri), ketakutan yang berlebihan, dan sebagainya. Kekerasan yang terjadi terkadang dilakukan pula secara berulang oleh pelaku pada korban yang sama. Kekerasan semacam ini dapat memperburuk keadaan si korban. Secara psikologis tentu akan muncul rasa takut hingga depresi. Hal tersebut biasanya terjadi karena adanya ketergantungan (dependence) perempuan 4

korban terhadap pelaku (misalnya ketergantungan secara ekonomi). Seringkali pilihan menempuh jalur hukum pun merupakan alternatif pilihan yang sulit karena adanya ketergantungan tersebut. Akibat lain dari kekerasan dalam rumah tangga adalah stress, depresi, rasa takut, trauma, cacat fisik, perceraian, bahkan kematian. Kekerasan yang terjadi pada istri dapat pula melahirkan kekerasan lanjutan. Anak dapat menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga baik itu secara langsung oleh si pelaku maupun menjadi korban kedua (lanjutan) atas kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh si korban pertama. Misalnya, suami melakukan kekerasan pada istri dan kemudian istri melampiaskan kekerasan tersebut pada si anak. Pada anak, selain berdampak pada kondisi psikologis (traumatik), dalam jangka panjang dapat berdampak pula pada munculnya kecenderungan untuk menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga di masa yang akan datang. Proses tumbuh kembang anak tentu menjadi terganggu. Kekerasan memang berdampak sangat luas. Melihat dampak yang muncul akibat terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, maka serangkaian kegiatan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga sangat penting untuk diimplementasikan secara komprehensif dan dengan baik. Terlebih dengan melihat fakta maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga di tengah-tengah masyarakat, khususnya terhadap perempuan. Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga sudah tidak dapat ditawar lagi. Berbagai upaya perlu dilakukan, termasuk upaya preventif diantaranya adalah penyebaran informasi atau penyadaran masyarakat (kampanye/sosialisasi) mengenai penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Ini bukan sekedar tugas pemerintah semata, namun diperlukan pula peran serta masyarakat. Hadirnya UU PKDRT tentu menjadi harapan besar bagi masyarakat, khususnya para perempuan, untuk melawan segala tindak kekerasan dalam rumah tangga. Secara keseluruhan UU PKDRT sendiri memuat mengenai pencegahan, perlindungan dan pemulihan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu juga mengatur secara khusus kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dengan unsur-unsur tindak pidana yang berbeda dengan tindak pidana penganiayaan yang 5

diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ketentuan-ketentuan tersebut masih perlu terus diinformasikan kepada masyarakat luas, penegak hukum, tenaga medis, relawan pendamping, pekerja sosial serta pembimbing rohani dalam rangka mewujudkan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Apabila diantara kita mengetahui ada tindak kekerasan dalam rumah tangga janganlah lagi berpendapat bahwa kekerasan tersebut merupakan masalah rumah tangga orang lain. Membiarkan hanya akan melanggengkan kekerasan dalam rumah tangga. Akan tetapi berbuatlah sesuatu untuk korban. Membantu mencari pertolongan, baik dengan mendatangi rumah sakit, polisi, maupun lembaga swadaya masyarakat yang menangani korban kekerasan dalam rumah tangga. Tanpa bantuan dari pihak luar, korban kekerasan dalam rumah tangga, khususnya perempuan, akan sulit mencari jalan untuk keluar dari permasalahannya. Penutup Siapapun memiliki hak untuk diperlakukan dengan baik oleh orang lain, sehingga UU PKDRT menjadi harapan dalam rangka menghapus kekerasan dalam rumah tangga yang masih banyak terjadi di sekitar kita. Persoalan kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya persoalan milik perempuan sebagai pihak yang rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Perlu keterlibatan laki-laki untuk bersamasama melangkah dan berbuat sesuatu untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga. Hal lain yang perlu disadari adalah bahwa pemulihan korban dari dampak kekerasan dalam rumah tangga tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu, pencegahan, pendampingan, pemulihan dan penegakan hukum dari tindak kekerasan dalam rumah tangga tidak dapat ditawar lagi pelaksanaannya. 6

7