SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNAGI TENGAH NOMOR 30 TAHUN 2000

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 13 TAHUN 2001 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 15 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2007 SERI E =================================================================

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan

Peran dinas perhubungan dalam mendukung peningkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten Magelang

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945 Alinea ke-iv, yakni melindungi

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, lahir dari perjuangan

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG SUMBER SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR : 6 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 19 TAHUN 2000 T E N T A N G ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 09 TAHUN 2000 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN PEKON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH NOMOR 16 TAHUN 2000

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 19 TAHUN 2OOO TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DESA NANGGUNG SUMBER PENDAPATAN DESA

KONTRIBUSI REALISASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BUPATI BENGKULU TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA PENGURUSAN DAN PENGAWASANNYA

PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 9 TAHUN 2O15 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

Menimbang : a. Mengingat : 1.

BAB I PENDAHULUAN. utuh, sehingga wilayah negara Indonesia terbagi ke dalam daerah otonom.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2006 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia sebagai negara kesatuan yang berbentuk republik

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUNGO,

PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPANTEN BOGOR NOMOR 8 TAHUN 2000 TENTANG: SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR: 10 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEKON (APBP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan pemberian Otonomi Daerah kepada Daerah atas dasar. desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU Jl. Soekarno Hatta No. 17 Telp (0426) Kode Pos Mamuju

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 15 TAHUN 2009

BAB II LANDASAN TEORI

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO LEMBARAN DAERAH NOMOR : 13 TAHUN 2000 SERI : NOMOR : 13 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 14 TAHUN 2000

Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1649);

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat, memiliki wilayah (daerah) tertentu, adanya rakyat yang hidup teratur,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2000 T E N T A N G ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEKON (APBP)

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO 3

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KUBU RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR : 10 TAHUN 2000 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN DESA

ANALISIS EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG SUMBER KEUANGAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (Studi Kasus di Pasar Gawok, Desa Geneng, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo Periode Tahun 2009-2010) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Diajukan oleh: ICHSANNUDIN NUGROHO A 220010059 Kepada FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 45 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Berdasarkan pokok pikiran tersebut diatas maka hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Pokok pikiran tersebut diwujudkan dalam tugas-tugas pembangunan yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan yang meliputi segala aspek kehidupan baik secara material maupun spiritual. Dalam rangka meningkatkan efektivitas tugas-tugas pemerintah, dan pembangunan dapat mencapai sasaran yang diharapkan yaitu dapat menjangkau secara merata seluruh wilayah negara Republik Indonesia, maka pembangunan daerah di negara Indonesia dibagi menjadi dua pemerintah, yaitu: a. Pemerintah pusat, dan b. Pemerintah daerah. 1

2 Pembagian daerah Indonesia tersebut secara tegas dalam pasal 18 UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah yang secara lengkapnya berbunyi: Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hal asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Setelah amandemen keempat ada perubahan tentang isi pasal 18 UUD 1945 adalah sebagai berikut: 1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi-bagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiaptiap provinsi, kabupaten dan kota ini mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. 2. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. 3. Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki DPRD yang anggotanya dipilih melalui pemilu. 4. Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi/daerah kabupaten dan kota dipilih secara demokrasi. 5. Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. 6. Pemerintah Daerah berhak menetapkan Perda dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. 7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan Pemerintah Daerah diatur dalam undang-undang. Pasal 18 A 1. Hubungan wewenang antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah provinsi/kabupaten dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota diatur dengan undang-undang dan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. 2. Hak keuangan pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undangundang.

3 Pasal 18 B 1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan Pemerintah Daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undangundang. 2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. Berdasarkan pasal 18 amandemen keempat UUD 1945 tersebut, penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan daerah dilaksanakan dengan menggunakan tiga asas yaitu asas desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, kemudian asas dekonsentrasi yaitu pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah serta asas pembantuan yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa dari daerah ke desa melaksanakan tugas tertentu yang disertai dengan pembiayaan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung jawabkannya kepada pemerintah pusat. Tujuan pemberian Otonomi Daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan untuk daya guna hasil penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dibidang pembangunan, serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa. Pemberian otonomi kepada daerah harus merupakan otonomi yang nyata dalam arti bahwa pemberian otonomi kepada daerah harus didasarkan kepada faktor-faktor, perhitungan dan

4 tindakan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang benar-benar dapat menjamin daerah yang bersangkutan secara nyata dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Pemerintah desa yang merupakan simbol formil dari kesatuan masyarakat desa, dimana pemerintahan desa sebagai badan kekuasaan terendah selain memiliki wewenang asli untuk mengatur rumah tangganya sendiri (wewenang otonomi/ pemerintah sendiri), juga memiliki wewenang dan kekuasaan sebagai pelimpahan secara bertahap dari pemerintah daerah. Pemerintah desa merupakan bentuk penjabaran asas-asas desentralisasi, dan tugas pembantuan yang unik, maksudnya bahwa pengertian mengenai wewenang otonom pemerintah desa tidak dapat disamakan dengan pengertian wewenang otonom yang dimiliki dalam Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II pada pemerintahan provinsi atau kabupaten. Perbedaan itu terletak didalam sempitnya pengertian daripada wewenang otonom desa itu apabila dibandingkan dengan pengertian wewenang otonom dalam ilmu ketatanegaraan pada umumnya. Dalam rangka mengoptimalkan kinerja pemerintahan desa sekaligus untuk memperkuat kedudukan pemerintahan desa maka diperlukan suatu upaya-upaya guna mencapai tujuan tersebut, salah satu upaya tersebut diantaranya dengan membuat produk perundang-undangan, yaitu dengan dikeluarkannya UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Kemudian UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintah Daerah, UU No. 28 th 1999 lalu UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang secara khusus mengatur desa pada Bab I. Upaya tersebut diatas diharapkan dapat mendorong Pemerintah Daerah agar mampu menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam

5 penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan mampu menyelenggarakan administrasi yang semakin luas dan efektif. Oleh karena itu penyelenggaraan Pemerintah Daerah mempunyai nilai yang strategis dalam penyelenggaraan Pemerintah secara nasional. Sejalan dengan itu maka setahap demi setahap dilaksanakan pembangunan di segala bidang dengan baik dan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Pada prinsipnya, penyelenggaraan Pemerintah Daerah merupakan usaha untuk mempercepat pembangunan di daerah dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penduduk pedesaan merupakan suatu modal dasar bagi penyelenggaraan pemerintah nasional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang pada tahun 2009 lalu kurang lebih mencapai 200 juta jiwa apabila dapat dibina (diberdayakan) dengan baik merupakan potensi tenaga kerja yang efektif bagi berbagai kegiatan. Penyelenggaraan pemerintah di segala bidang kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, perhatian yang besar perlu diberikan pada peningkatan penyelenggaraan pemerintah desa terutama melalui peningkatan prakarsa dan swadaya masyarakat daerah. Namun perlu kita ketahui bahwa penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang berada tersebar di seluruh wilayah negara Indonesia masih kurang bahkan bisa dikatakan belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam kenyataan menunjukkan masih banyak daerah-daerah yang tertinggal (miskin) akan tetapi disisi lain ada beberapa daerah pedesaan yang sudah maju. Keadaan ini dipengaruhi banyak faktor yang menyertai keberadaan di desa yang bersangkutan diantaranya dari sumber pendapatan asli daerah, karena sejak dikeluarkannya UU

6 No. 32 tahun 2004, Otonomi Daerah didorong begitu kuat sehingga dari sisi sumber pendapatan desa tidak lagi sepenuhnya bergantung pada bantuan keuangan Pemerintah Pusat, tetapi justru daerah yang bersangkutan dipaksa untuk mencukupi kebutuhan anggaran pendapatan belanja desa masing-masing secara mandiri. Dalam Perda Kabupaten Sukoharjo No. 6 tahun 2000 pasal 12 ayat (1) secara lengkap berbunyi sebagai berikut: 1. Sumber Pendapatan Daerah terdiri atas: a. Pendapatan Asli Daerah yang meliputi: 1) Hasil usaha desa 2) Hasil kekayaan desa 3) Hasil swadaya dan partisipasi 4) Hasil gotong royong, dan 5) Lain-lain pendapatan asli desa yang sah b. Bantuan dari pemerintah kabupaten, yang meliputi: 1) Bagian dari perolehan pajak dan distribusi daerah, dan 2) Bagian dari dana perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten; c. Bantuan dari pemerintah dan pemerintah provinsi; d. Sumbangan dari pihak ketiga, dan e. Pinjaman desa 2. Sumber pendapatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. 3. Kepala Desa bersama Badan Perwakilan Desa menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa. 4. Pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ditetapkan oleh Bupati. 5. Tata cara dan pungutan obyek Pendapatan dan Belanja Desa ditetapkan bersama diantara Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa. Dalam Perda Kabupaten Sukoharjo No. 6 tahun 2000 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa juga disebut mengenai sumber-sumber pendapatan dan belanja desa yang penjabarannya tertuang dalam keputusan Bupati Sukoharjo No. 35 tahun 2000 tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo No. 6 tahun 2000 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang

7 dalam pasal 12 disebutkan mengenai 9 Pos-pos pendapatan desa. Adapun secara lengkap bunyi pasal 12 Keputusan Bupati Sukoharjo No. 35 tahun 2000 adalah sebagai berikut: 1. Bagian Pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal II ini terdiri terdiri atas 9 (Sembilan) pos pendapatan dengan kode anggaran dan urutan sebagai berikut: a. Sisa lebih dan atau hutang perhitungan anggaran tahun lalu; b. Pendapatan asli desa; c. Sumbangan dan bantuan pemerintah; d. Sumbangan dan bantuan dari pemerintah provinsi; e. Sumbangan dan bantuan dari pemerintah kabupaten; f. Sumbangan dari pihak ketiga; g. Pinjaman desa; h. Sisa hasil usaha Badan Kredit Desa (SHU BKD) i. Lain-lain pendapatan. 2. Tiap-tiap kode anggaran pendapatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dapat dirinci kedalam ayat-ayat. Sedang pasal 14 dari Keputusan Bupati Sukoharjo tersebut merinci tentang Pendapatan Asli Desa, yaitu: Pos pendapatan asli desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal 12 keputusan ini terdiri atas: a. Hasil kekayaan desa; b. Hasil swadaya masyarakat dan partisipasi masyarakat; c. Hasil gotong royong masyarakat desa; d. Lain-lain dan usaha desa yang sah. Kemudian pada pasal 15 dari Keputusan Bupati tersebut menyebutkan: Hasil kekayaan desa sebagai sumber pendapatan asli desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf a keputusan ini terdiri atas: 1) Tanah kas desa; 2) Pasar desa; 3) Bangunan milik desa; 4) Obyek rekreasi yang diurus oleh desa; 5) Pemandian umum yang diurus oleh desa; 6) Hutan desa; 7) Perairan sungai dalam batas tertentu yang diurus oleh desa; 8) Tempat pemancingan umum desa;

8 9) Pelelangan ikan yang dikelola oleh desa; 10) Jalan desa; 11) Tanah makam desa; 12) Tanggul saluran desa; 13) Lain-lain kekayaan milik desa (lurus jalan, perlengkapan kantor desa, gamelan dan sebagainya). Dari uraian-uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pasar desa merupakan salah satu kekayaan desa yang menjadi salah satu pos pendapatan asli yang mempunyai peran yang cukup signifikan dalam menyokong Anggaran dan Belanja Desa yang nantinya berguna untuk menggerakkan penyelenggaraan roda pemerintahan desa. B. Identifikasi Masalah Pemerintah Desa dapat melaksanakan tugas dengan baik tentunya membutuhkan dana, ini berarti Pemerintah Desa membutuhkan sumber-sumber keuangan desa, dan perlu memiliki wewenang untuk mengenakan pajak terhadap penduduk setempat. Mengenai pemerintah daerah di negara Indonesia diatur dalam UU No. 32 th 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk Kabupaten Sukoharjo, pengaturan tentang retribusi pasar diatur dalam Peraturan Daerah No. 15 th 2003. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik mengadakan penelitian mengenai Sumbangan Retribusi Pasar Tradisional Kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (Studi kasus di Pasar Gawok Desa Geneng, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo periode tahun 2007-2008).

9 C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah ini dimaksudkan untuk mempertegas ruang lingkup masalah yang akan dibahas, agar pembahasannya terarah dan tidak menyimpang. Dalam hal ini penulis membatasi ruang lingkup fokus masalah yang diteliti sebagai berikut: 1. Objek penelitian Objek penelitian adalah aspek-aspek dari subjek penelitian yang menjadi sasaran penelitian. Dalam hal ini yang menjadi objek penelitian ini adalah Retribusi Pasar sesuai Peraturan Daerah No. 15 Th. 2003. 2. Subjek penelitian Subjek penelitian adalah pengelola pasar dan Dinas Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. D. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari pembatasan masalah di atas, maka agar permasalahan yang ada dapat dibahas secara terarah sesuai dengan tujuan yang diharapkan maka dirasakan perlu adanya perumusan masalah. Perumusan masalah bertujuan agar isi dan ruang lingkup uraian yang dibahas terbatas pada hal-hal yang ada hubungannya dengan masalah-masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan pemungutan retribusi pasar Gawok? 2. Bagaimana kontribusi restribusi pasar Gawok kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Geneng, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo?

10 3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi Dinas Pasar Gawok dalam pemungutan retribusi pasar? E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, selanjutnya dapat dikemukakan tujuan dari penelitian ini, yaitu:s 1. Tujuan Obyektif Penelitian a. Untuk mengetahui pelaksanaan pemungutan retribusi pasar Gawok. b. Untuk mengetahui kontribusi retribusi pasar Gawok kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Geneng. c. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Dinas Pasar Gawok dalam pemungutan retribusi pasar. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana (S1) di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan PPKn UMS. b. Untuk menambah pengetahuan penulis dalam bidang hukum tata negara, khususnya dalam hukum pajak dan hukum Pemerintahan Daerah. c. Untuk menambah wacana keilmuan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan PPKn UMS.

11 F. Manfaat Penelitian atau Kegunaan Penelitian Suatu penelitian akan tidak mempunyai arti jika tidak mempunyai suatu kemanfaatan. Oleh karena itu suatu penelitian akan berharga apabila memiliki kemanfaatan, baik manfaat praktis maupun teoritis. Adapun manfaat penelitian ini secara terperinci adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis a. Sebagai sarana bagi penulis untuk menyumbang pengetahuannya pada ilmu hukum umumnya, dan khususnya dalam lapangan hukum Pemerintah Desa. b. Untuk mengetahui sejauhmana kesesuaian teori antara teori yang telah penulis dapatkan selama perkuliahan di Jurusan PPKN Fakultas Keguruan ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan realita yang ada dalam pelaksanaan di lapangan. c. Memungkinkan untuk dapat digunakan sebagai referensi dan bahan masukan bagi penelitian pada waktu mendatang. d. Untuk menambah kepustakaan di Jurusan PPKN Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tentang Pemerintah Daerah di Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2. Manfaat praktis a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah Kabupaten Sukoharjo mengenai pelaksanaan penataan pasar sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Desa untuk pembiayaan Otonomi Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

12 b. Sebagai sarana atau media bagi penulis untuk memperoleh jawaban mengenai permasalahan yang diteliti. c. Dapat digunakan untuk memberikan saran atau masukan kepada pemerintah Kabupaten Sukoharjo untuk lebih meningkatkan kinerja dalam penataan pasar sehingga dapat menciptakan suatu keadaan yang tertib dan aman, baik kepada subjek parkir maupun bagi pengguna jasa umum lainnya. G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah para pembaca dalam memahami isi skripsi ini maka penulis perlu mengemukakan sistematikanya. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: Bagian awal meliputi: Halaman Judul, Halaman Persetujuan, Halaman Pengesahan, Halaman Pernyataan, Halaman Motto, Halaman Persembahan, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Gambar, Daftar Lampiran dan Abstraksi. Bagian proses skripsi ini diperinci dalam lima bab. Bab I Pendahuluan meliputi: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat atau Kegunaan Penelitian,dan Sistematika Penelitian. Bab II Landasan Teori yang berisi: Tinjauan Pustaka, Kerangka Teoritik meliputi Tinjauan umum tentang Pajak dan Retribusi, Tinjauan umum tentang Retribusi Pasar, Tinjauan umum tentang Sumber Pendapatan Desa, Tinjauan umum tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan Kerangka Pemikiran.

13 Bab III Metodologi Penelitian yang berisi uraian: Diskripsi Lokasi Penelitian, Diskripsi Permasalahan Penelitian, serta Temuan Studi yang dihubungkan Kajian Teori. Bab IV Berisi uraian: Kesimpulan, Implikasi, Saran-saran, sedangkan bagian akhir skripsi ini berisi uraian Daftar Pustaka, Daftar Lampiran, dan Daftar Tabel (bila ada).