Nasikh dan Mansuk dalam Al Qur an

dokumen-dokumen yang mirip
TAFSIR AL QUR AN UL KARIM

SEBAB-SEBAB PARA ULAMA BERBEDA PENDAPAT. (Dirangkum dari kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Raf ul Malaam an Aimatil A laam )

Jangan Taati Ulama Dalam Hal Dosa dan Maksiat

E٤٨٤ J٤٧٧ W F : :

Robiul Awal 1433 H Cetakan 1 SHOLAT EKSEKUSI MATI

TAWASSUL. Penulis: Al-Ustadz Muhammad As-Sewed

Bab 34 Bagaimana Cara Dicabutnya Ilmu

Bab 32 Nasehatnya Imam kepada Wanita dan Pengajarannya kepada Wanita. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita (QS. An Nisaa (4) : 34).

Pentingnya Menyambung Silaturahmi

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN

Bab 26 Mengadakan Perjalanan Tentang Masalah Yang Terjadi dan Mengajarkan kepada Keluarganya

HUKUM MENGENAKAN SANDAL DI PEKUBURAN

BENARKAH KHUTBAH SHOLAT DUA HARI RAYA DUA KALI

Di antaranya pemahaman tersebut adalah:

Bab 42 Menghapal Ilmu

Bab 37 Hendaknya Yang Hadir Menyampaikan Ilmu kepada Yang Tidak Hadir Ini adalah perkataan Nabi yang dinukil Ibnu Abbas

Kekhususan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Yang Tidak Dimiliki Oleh Umatnya

Islam Satu-Satunya Agama Yang Benar

Istri-Istri Rasulullah? Adalah Ibunya Orang-Orang Beriman

Memperbaiki Kesalahan dalam Bulan Ramadhan

Hidayah Adalah Karunia Ilahi

INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab

Rasulullah SAW suri teladan yang baik (ke-86)

Para wanita di bulan ramadhan

Berkawan dengan Orang Shalih

ISTRI-ISTRI PENGHUNI SURGA

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam (Ali Imran: 19)

Jika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah beserta orangorang yang ruku (Al Baqarah : 43)

BAB IX MAKNA NASIKH DAN MANSUKH

Kedudukan Sahabat Nabi dan Hukum Mencela Mereka

Umrah dan Haji Sebagai Penebus Dosa

Bab 34 Zakat Termasuk Islam

Pentingnya Menyambung Silaturahmi

$! " # %& ' ( ) * &+, -. /0 1 & ! "#$

Engkau Bersama Orang Yang Kau Cintai

Bab 40 Menunaikan Pembagian Seperlima Harta Rampasan Perang Termasuk Keimanan

E٤٢ J٣٣ W F : :

Membaca Sebagian Al-Quran Dalam Khutbah Jum'at

Dusta, Dosa Besar Yang Dianggap Biasa

Fidyah. "Dan orang-orang yang tidak mampu berpuasa hendaknya membayar fidyah, dengan memberi makanan seorang miskin." (Al Baqarah : 184)

ILMU QIRO AT DAN ILMU TAFSIR Oleh: Rahmat Hanna BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an sebagai kalam Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW

Bab 23 Dholim dibawah dholim (yang besar)

UCAPAN SELAMAT HARI RAYA

Otopsi Jenazah Dalam Tinjauan Syar'i

Beribadah Kepada Allah Dengan Mentauhidkannya

Mentadabburi Nama Allah, Al-Ghani (Maha Kaya)

Luasnya Rahmat (kasih sayang) Allah Subhanahu wa Ta ala


Mengimani Kehendak Allah

Dosa Memutuskan Hubungan Kekeluargaan

Bab 38 Dosa Bagi Orang yang Berdusta Atas Nabi

Kekeliruan Sebagian Umat Islam di Bulan Rajab

AWAS!!! JANGAN SEPELEKAN PERKARA DALAM AGAMA ISLAM Al Ustadz Muhammad Umar as Sewed

Bukti Cinta Kepada Nabi

Berhati-Hati Dalam Menjawab Permasalahan Agama

Puasa Sunah Asyura: Waktu dan Keutamaannya

Tafsir Surat Al-Ikhlas

Allah Al-Ghalib (Maha Menang) dan An-Nashir (Maha Penolong)

Berkata Imam Bukhori :

Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang bukan urusan kami (tidak ada contohnya) maka (amalan tersebut) tertolak (Riwayat Muslim)

Allah Itu Maha Indah dan Mencintai Keindahan

Munakahat ZULKIFLI, MA

Al-Wadud Yang Maha Mencintai Hamba-Hamba-Nya Yang Shaleh

Yang kafir. Yang dimaksud orang-orang kafir di sini adalah Yahudi dan Nashara sebagaimana yang disebutkan oleh Qatadah, As-Suddi, dan yang lainnya.

WAKTU TERJADINYA PERISTIWA ISRAA DAN MI RAJ

Muharram, Ketika kemuliaannya ternoda..

???????????????????????????????????????????????:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY

Penulis : Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc Dipublikasikan ulang dari

Renungan Pergantian Tahun

DERAJAT HADITS PEROWI SHODUQ DALAM ILMU HADITS

Mengenal Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah

Mari Bershalawat Rabu, 07 April 04

HUKUM BERBUKA PUASA BAGI WANITA HAMIL DAN MENYUSUI

Ditulis oleh administrator Senin, 15 Desember :29 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 20 Mei :36

Tidak Mungkin Beriman Kecuali dengan Izin Allah

Al-Qur an Al hadist Ijtihad

Sifat-Sifat Ibadah Yang Benar

Berkata Imam Bukhori : Penjelasan biografi perowi hadits :

Ternyata Hari Jum at itu Istimewa

Bab 24 Tanda Kemunafikan

Merasakan Manisnya Keimanan

Bab 7 Tentang Al Munawalah Para Ulama untuk Menyebarkan Ilmunya ke Seluruh Negeri

Memaksimalkan Waktu-Waktu Mustajab Untuk Berdoa

Khutbah Jum'at. Isra' Mi'raj. Bersama Dakwah 1

: :

Memahami Takdir Secara Adil

Merenungi Firman Allah Ta ala

Tauhid untuk Anak. Tingkat 1. Oleh: Dr. Saleh As-Saleh. Alih bahasa: Ummu Abdullah. Muraja ah: Andy AbuThalib Al-Atsary. Desain Sampul: Ummu Zaidaan

Kewajiban berdakwah. Dalil Kewajiban Dakwah

??????????????????????????????????:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Bacakanlah surat Yasin kepada orang yang meninggal dunia.

Aktualisasi Makna Hijrah

Faedah Kisah-kisah Qur ani FAEDAH KISAH-KISAH QUR ANI

Al-Ilmu, Sebelum Berkata & Beramal

Bab 24 Orang yang Menjawab Fatwa dengan Isyarat Tangan dan Kepala

Diterjemahkan oleh : Abu Sa id Neno Triyono. KARYA : Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rohimahullah

Transkripsi:

Nasikh dan Mansuk dalam Al Qur an I. Mukadimah.. Mayoritas ulama, menurut Imam Ibnu Jauzi dalam kitabnya Nawaasikhul Qur an bersepakat bahwa Nasikh-Mansukh diperbolehkan menurut akal dan syariat. Imam Syafi I dalam kitab Ar Risalah berkata : Allah menciptakan manusia sesuai kehendak-nya untuk menciptakan mereka. Ketetapan ini telah ada dalam pengetahuan-nya. Tidak ada yang menyalahi ketetapan- Nya, dan Dia Maha Cepat perhitungan-nya. Allah menurunkan kitab kepada mereka sebagai penjelasan terhadap segala sesuatu, petunjuk dan rahmat. Didalam Kitab ini Allah membuat kewajiban-kewajiban. Sebagian kewajiban ini dijadikan-nya tetap berlaku, dan sebagian lain di-nasakh-nya (dihapus) sebagai bentuk rahmat bagi manusia dengan memberikan keringanan dan kelonggaran bagi mereka, dan dengan menambahkan nikmat diluar nikmat yang telah ada. Allah membalas kepatuhan mereka terhadap kewajiban yang dijadikan-nya tetap berlaku itu dengan surga-nya dan keselamatan dari adzab-nya. Jadi rahmat Allah tetap meliputi mereka, baik kewajiban itu dijadikan-nya tetap berlaku maupun dihapus-nya. II. Definisi Nasikh dan Mansukh Syaikh Manna Al Qoththon dalam Mabaahits fii ulumil Qur an mendefinisikan Nasikh secara bahasa adalah Izalah (menghilangkan) adapun secara istilah adalah mengangkat (menghapuskan) hukum syara dengan dalil hukum syara yang lain. Disebutkan kata hukum disini, menunjukkan bahwa prinsip segala sesuatu hukum asalnya boleh (Al Baro ah Al Ashliyah), tidak termasuk yang dinasakh. Kata-kata dengan dalil hukum syara mengecualikan pengangkatan (penghapusan) hukum yang disebabkan kematian atau gila, atau penghapusan dengan ijma atau qiyas.mansukh adalah hukum yang diangkat atau yang dihapuskan. III. Dalil adanya Nasikh dan Mansukh Imam Ibnul Jauzi dalam kitab diatas menyebutkan dalil secara akal terjadinya nasikh-mansukh, kata beliau rohimahulloh :

. Adapun dalil diperbolehkannya nasikh secara akal adalah bahwa pembebanan syariat tidak terlepas dari kehendak yang Membebani (dalam hal ini Allah ) atau kepada kemaslahatan yang dibebani (dalam hal ini hamba-nya). Maka berdasarkan kepada yang pertama yaitu kehendak Allah, maka tidak ada halangan bagi-nya untuk menetapkan pembebanan pada hukum tertentu kemudian menghapuskannya dan memerintahkan hukum lainnya. Adapun berdasarkan kepada yang kedua, maka diperbolehkan nasikh-mansukh sebagai kemaslahatan kepada para hamba-nya pada perbuatan ibadah pada suatu masa dengan masa lainnya. Jelaslah hal ini bahwa boleh secara akal pembebanan ibadah yang terlarang seperti puasa pada hari tertentu, maka pembebanan ini digantikan seiring pergantian zaman, kemudian telah tetap bahwa Allah terkadang menjadikan seorang yang miskin menjadi kaya dan dari sehat menjadi sakit, menggilirkan musim panas dengan musim dingin dan malam dengan siang. Dialah Yang Maha Mengetahui Kemaslahatan dan Dialah yang memiliki hukum. Kemudian dalil secara syara, Imam Ibnul Jauzi masih dalam kitab yang sama mengatakan : Adapun dalil bolehnya nasikh secara syara adalah telah tetap bahwa termasuk dari agamanya Nabi Adam dan beberapa keturunannya, diperbolehkan untuk menikahi saudara perempuannya yang masih memiliki hubungan mahram, kemudian bekerja pada hari Sabtu, lalu syariat ini dihapuskan pada syariat Nabi Musa, demikian juga lemak pada asalnya mubah, kemudian diharamkan pada agama Nabi Musa. Maka barangsiapa yang mengatakan bahwa ini bukan nasikh maka sebenarnya perselisihannya adalah pada masalah lafadz (bahasa) bukan secara makna. Imam Syafi I dalam kitab Risalah telah menyebutkan dalil dalam Al Qur an tentang kebolehan terjadinya nasikh-mansukh, Firman-Nya :

Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh). (QS. Ar-Ra d (13) : 39). Kemudian Imam Syafi I menafsirkannya : mengenai maksud firman Allah Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki, ada yang berpendapat bahwa Allah menghapus kewajiban yang dikehendaki-nya dan menetapkan kewajiban lain yang dikehendaki-nya. Kemudian beliau rohimahulloh juga membawakan dalil lain, Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (QS. Al Baqoroh (2) : 106). Kata Imam Syafi I : disini Allah menjelaskan bahwa nasakh Al Qur an dan penundaan turunnya itu hanya dengan Al Qur an. IV. Jenis-Jenis Nasikh-Mansukh Imam Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa nasikh-mansukh dalam Al Qur an ada 3 jenis : 1. Nasikh dalam bacaan dan hukumnya Jenis pertama, dicontohkan oleh Syaikh Manna dalam kitabnya diatas yaitu riwayat Imam Muslim dan lainnya, dari Aisyah, ia berkata : Diantara yang diturunkan kepada beliau adalah bahwa sepuluh susuan yang diketahui itu menyebabkan pemahraman, kemudian dinasakh oleh lima susuan yang diketahui. Ketika Rasulullah wafat, lima susuan ini termasuk ayat Al Qur an yang dibaca (berlaku). Syaikh Manna mengomentari : Secara zhahir menunjukkan bahwa bacaannya masih tetap (ada). Tetapi tidak demikian halnya, karena ia tidak terdapat dalam mushaf Utsmani. Kesimpulan ini dijawab, bahwa yang dimaksud dengan perkataan Aisyah tersebut ialah ketika menjelang Nabi wafat. Yang jelas ialah bahwa tilawahnya (bacaannya) telah dinaskh (dihapuskan), tetapi penghapusan ini tidak sampai kepada semua orang kecuali sesudah Rasulullah wafat. Oleh karena itu, ketika beliau wafat, sebagian orang masih tetap membacanya (sebagai bagian dari Al Qur an). 2. Nasikh dalam bacaan, tetapi hukumnya tetap berlaku Misalnya adalah apa yang diriwayatkan oleh Shahihain dan ini adalah lafadz Muslim, Shahabat Anas berkata :

Alllah Azza wa Jalla menurunkan ayat yang berkaitan dengan orang-orang yang terbunuh di sumur Maunah sebuah ayat Al Qur an yang kami baca, sampai kemudian dihapus (bacaannya dalam Al Qur an) yaitu : Sampaikanlah dari kami kepada kaum kami bahwa kami telah bertemu dengan Rabb kita, maka Dia ridho kepada kami dan kami pun ridho kepada-nya. Ayat ini telah pasti tidak kita temukan dalam Al Qur an yang dibukukan oleh para sahabat yang menunjukkan dari perkataan Anas tadi bahwa ayat tersebut telah dihapus bacaannya. Adapun hukumnya tetap berlaku, sebagaimana firman Allah : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah (QS. At Taubah (9) : 100). 3. Nasikh dalam hukum, tetapi bacaannya masih berlaku Imam Syafi I dalam Risalah menyebutkan contohnya, kata beliau rohimahulloh : Diantara hal yang disitir oleh perowi, kudengar riwayatnya dari para ulama adalah bahwa Allah telah menurunkan kewajiban sholat sebelum kewajiban sholat lima waktu. Allah berfirman : (3) (2) (1) Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan (QS. Al Muzammil (73) : 1-4). Kemudian Allah menasakh kewajiban ini didalam surat yang sama, firman-nya : ( 4)

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orangorang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat (QS. Al Muzammil (73) : 20). Jadi, jelas didalam Kitab Allah bahwa sholat sepanjang malam, separuhnya, kurang dari separuh atau lebih dihapus dengan firman Allah : maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. V. Studi Kasus ayat 214 Surat Asy-Syu ara Imam Bukhori dan Imam Muslim meriwayatkan dari Shahabat Ibnu Abbas bahwa beliau berkata : - ( ) - ketika turun ayat : Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan dari kalangan mereka yang ikhlas, Nabi pun keluar lalu naik keatas bukit shoafa. Imam Qurthubiy dalam Tafsirnya ketika menafsiri ayat 214 surat Asy- Syu araa berkata :." " :. Terdapat dalam riwayat Muslim : Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan dari kalangan mereka yang ikhlas. Yang nampak bahwa (tambahan riwayat ini) adalah Al Qur an yang dibaca, kemudian ia dihapus bacaannya yang mana tidaklah

tetap penukilannya dalam mushaf dan tidak mutawatir. (seandainya) kita tetapkan bahwa hal tersebut adalah Al Qur an yang dihapus, maka ada kerancuan, yakni mengharuskan kepada Nabi untuk tidak memberikan peringatan kecuali kepada orang-orang yang beriman dari kalangan kerabatnya, karena kaum mukminin adalah orang-orang yang disifati dengan keikhlasan didalam agama Islam dan kecintaan kepada Nabi, ini tentunya bukan sifat orang-orang musyrik, karena mereka sifatnya tidak seperti itu. Sedangkan Nabi mendakwahkan kepada kerabatnya baik yang Mukmin maupun yang kafir, Nabi mengingatkan mereka semuanya, kepada orangorang yang bersama mereka dan orang-orang yang datang belakangan, maka hal ini tidak tetap penukilannya tambahan ini adalah ayat Al Qur an baik secara riwayat maupun makna. Perkataan Imam Qurthubi bahwa tambahan ini terdapat dalam shohih Muslim, kemungkinan karena mengikuti informasi yang disampaikan oleh Imam Nawawi dalam Syarhul Muslim yang mana Imam Nawawi berkata : ( ) : Dhohirnya ucapan ini: dan dari kalangan mereka yang ikhlas. Adalah Al Qur an yang diturunkan, kemudian dihapus bacaannya dan tambahan ini tidak terdapat dalam riwayat Bukhori. Namun sebagaimana yang kita dapati dalam shahih Bukhori tambahan ini terdapat dalam kitab shahihnya pada tafsir surat Tabbat. Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyanggah perkataan Imam Qurthubi yang merasa terdapat kerancuan dengan adanya tambahan tersebut, kata Beliau rohimahulloh : ( ) : " " Jawabannya adalah hal ini tidak menghalangi untuk athof (menyambungkan) yang khusus kepada yang umun, maka ucapan-nya : Dan berilah peringatan kepada kerabatkerabatmu yang terdekat. Itu umum mencakup orang yang beriman dan tidak beriman dari kalangan kerabat Nabi, kemudian athof Kerabat yang ikhlas ini sebagai pengarahan dan penguat, sebagian Malikiyyah berdalil dengan sabda Nabi : Wahai Fatimah binti Muhammad, mintalah kepada harta yang engkau inginkan, aku tidak bisa mencukupimu disisi Allah sedikitpun.

Sehingga seandainya ada syubhat bahwa terdapat dalam Al Qur an ayat, yaitu dalam hal ini contohnya adalah tambahan ayat 214 surat Asy- Syu araa yang belum dicantumkan oleh sahabat ustman dalam Mushafnya, maka kita dapat membantahnya bahwa : 1. Ayat ini termasuk kategori ayat yang dimansukh dan kita dapat mengelompokkannya dalam jenis kedua, yaitu ayat yang dihapus bacaannya, namun tetap hukumnya. Karena Nabi senantiasa diperintahkan untuk berdakwah dan memberi peringatan kepada umatnya, khususnya kepada sanak familinya, tidak asing bagi kita riwayat bahwa Nabi mengajarkan kepada pamannya Abu Tholib ketika menjelang ajalnya, agar mau mengucapkan kalimat tauhid, namun ternyata pamannya enggan mengucapkannya, sehingga mati diatas kesyirikan, padahal semasa hidupnya Abu Tholib adalah pembela Rasulullah. Begitu juga Nabi tetap berdakwah kepada kerabatnya yang telah beriman, seperti kepada Ali bin Abi Tholib, kepada pamannya Abbas, sehingga akhirnya beliu pun memeluk Islam. 2. Seandainya ditanyakan darimana diketahui bahwa tambahan tersebut mansukh hukumnya, maka kita jawab : memang benar tidak terdapat riwayat yang sharih atau tegas yang menunjukkan bahwa tambahan ini telah mansukh, namun yang perlu diingat bahwa penentuan sesuatu itu termasuk Al Qur an adalah dengan cara mutawatir yakni diriwayatkan dari zaman ke zaman oleh para perowi yang sangat banyak yang mustahil secara adat mereka bersepakat atau tidak bersepakat untuk berdusta, sehingga apabila dipaksakan bahwa tambahan ini adalah ayat Al Qur an, maka tidak memenuhi persyaratan ini, karena tambahan tersebut adalah khobar Ahad yang walaupun shahih namun tidak mencapai derajat mutawatir, sehingga tidak masuk kriteria untuk dijadikan ayat dalam Al Qur an, hanya saja melalui khobar ini, kita dapat mengambil faedah bahwa tambahan tersebut telah dihapus bacannya, karena tidak terdapat lagi dalam mushaf Utsmani yang beredar luas dari zaman sahabat sampai sekarang. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Qurthubi dan Imam Nawawi yang telah memastikan bahwa tambahan tersebut telah dihapus bacaannya yang kemudian juga disetujui oleh Al Hafidz Ibnu Hajar. 3. Kalau ada yang mengatakan bahwa nasakh semacam ini tidak bisa diterima, karena khobarnya adalah Ahad, padahal tidak boleh memastikan sesuatu itu adalah Al Qur an atau menasakh Al Qur an dengan khabar Ahad. Khabar Ahad tidak dapat dijadikan hujjah karena ia

tidak menunjukkan kepatian (qoth i), tetapi yang ditunjukkannya hanya bersifat dugaan (zhan). Maka Syaikh Manna dalam kitab yang telah disebutkan berkata : Pendapat ini dijawab, bahwa penetapan nasakh adalah suatu hal, sedang penetapan sesuatu sebagian Al Qur an adalah hal lain. Penetapan adanya nasakh cukup dengan khobar Ahad yang zhanni, tetapi penetapan sesuatu sebagai Al Qur an harus dengan dalil qoth I yakni khobar Mutawatir. Sementara pembahasan kita disini adalah terkait dengan penetapan adanya nasakh atau tidak, bukan penetapan sesuatu sebagai bagian dari ayat Al Qur an, karena itu cukup dengan khobar Ahad. Maka jika dikatakan bahwa qiroah ini tidak ditetapkan dengan khabar mutawatir, maka hal ini adalah benar. 4. Telah diriwayatkan dari beberapa Shahabat seperti dari Abu Huroiroh, Zuhair bin Amr, Qobishon bin Muhariq, Aisyah, Abu Umamah, Ali bin Abi Tholib, Al Asy ari, Zubair bin Awwam dan bahkan Ibnu Abbas sendiri asbabun Nuzul ayat 214 surat Asy-Syu araa tanpa adanya tambahan tersebut, yang meriwayatkan tambahan ini hanyalah dari riwayat Shahabat Ibnu Abbas dan dalam salah satu riwayat bahwa ini adalah qiroahnya Abdullah (bin Mas ud), sehingga ini adalah yang diistilahkan oleh para ulama dengan qiroah Syadz, karena tidak mutawatir. Imam Nawawi dalam Syarah Al Muhadzab berkata : Qiraat syadz tidak boleh dibaca baik didalam maupun diluar sholat, karena ia bukan Al Qur an. Al Qur an hanya ditetapkan dengan sanad yang mutawatir, sedang qiraat syadz tidak mutawatir. Orang yang berpendapat selain ini adalah salah atau jahil. Seandainya seseorang menyalahi pendapat ini dan membaca dengan qiroat syadz, maka tidak boleh dibenarkan baik didalam maupun diluar sholat. Para fuqoha Baghdad sepakat bahwa orang yang membaca Al Qur an dengan qiroah yang syadz diperintahkan untuk bertaubat. Ibnu Abdil Bar menukilkan ijma kaum muslimin tentang Al Qur an yang tidak boleh dibaca dengan qiroah yang syadz dan tidak sah sholat dibelakang orang yang membaca Al Qur an dengan qiroat-qiroat syadz itu (dinukil dari Al Mabahits karya Syaikh Manna Al Qoththon).