PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2012

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. masih didominasi oleh kekurangan zat gizi yang disebabkan banyak faktor, di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan setiap manusia atau masyarakat pada

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang memiliki dampak yang sangat besar terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB I LATAR BELAKANG. Kekurangan Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB 1. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh. ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan manusia saat ini menjadi hal yang sangat kompleks dan

METODE PENELITIAN. n= z 2 1-α/2.p(1-p) d 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

PANDUAN PENGISIAN KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) DAN MONITORING EVALUASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi.

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan

Apa yang dimaksud dengan Yodium?

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kecerdasan terutama pada anak-anak (Arisman, 2004). Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

( ) ( Dinik Listyowati )

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tetrajodotyronin (T4) yang terakhir disebut juga tiroksin (Sediaoetama,

BAB 1 : PENDAHULUAN. keadaan gizi : contohnya gizi baik, gizi buruk, gizi kurang ataupun gizi lebih. Untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

LYDIA NURVITA RACHMAWANTI J

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan

GAMBARAN KARAKTERISTIK KELUARGA BALITA DENGAN STATUS GIZI KURANG DAN BURUK DI KELURAHAN LANDASAN ULIN TENGAH KECAMATAN LIANG ANGGANG KOTA BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1. Kerangka konsep penelitian pemeriksaan kadar iodium pada garam. 18

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalalah suatu keluarga yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat. tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI DAN KADARZI PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DINAS KESEHATAN PROVINSI JAMBI TAHUN 2010 I.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan Sebagai Salah Satu SyaratUntuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III (tiga) Kesehatan Bidang Gizi

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGELOLAAN GARAM DI DESA JONO KECAMATAN TAWANGHARJO KABUPATEN GROBOGAN

PERKEMBANGANN SITUASI GAKI DAN GARAM BERIODIUM DI KABUPATEN TRENGGALEK SAMPAI DENGAN TAHUN 2014

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT GIZI KESEHATAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan atau biasa disebut Intelligence Quotient

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Transkripsi:

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN TINGGI BADAN ANAK BARU MASUK SEKOLAH (TBABS) DI PUSKESMAS PASAR BARU KECAMATAN BAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2012 Usulan Penelitian Skripsi Diajukan ke Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang sebagai pemenuhan syarat untuk melaksanakan Penelitian Skripsi Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh : ROZALINA ALDA 1010334055 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2012 BAB 1

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 141 ayat (1) Upaya perbaikan gizi masyarakat ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perseorangan dan masyarakat. Ayat (2) Peningkatan mutu gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui : perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang, perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi dan peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi. Pada pasal 142 ayat (1) Upaya perbaikan gizi dilakukan pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia dengan prioritas utamanya adalah pada kelompok rawan seperti : bayi, balita, remaja perempuan, ibu hamil dan menyusui. Departemen Kesehatan RI (2000) menyebutkan bahwa masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh kekurangan zat gizi yang disebabkan banyak faktor, diantaranya adalah tingkat sosial ekonomi keluarga. Krisis ekonomi yang dimulai tahun 1997 lalu memberi dampak berupa penurunan kualitas hidup keluarga yang menyebabkan rendahnya daya beli sehingga jumlah keluarga miskin dan anak-anak kekurangan gizi bertambah. 4) Akumulasi akibat krisis ekonomi di Indonesia tergambar dari tingginya angka prevalensi gangguan pertumbuhan pada anak. Hasil pengukuran TBABS secara nasional 2008 menunjukkan prevalensi anak baru masuk sekolah usia 6 9 tahun yang tergolong pendek / stunted sebesar 36,1 % ( Jahari,1999 ). Hasil penelitian di beberapa daerah juga

menunjukkan prevalensi anak pendek / stunted masih cukup tinggi, antara lain di Kalimantan Tengah tahun 2004 sebesar 50 54 %. 4) Salah satu indikator gizi untuk menilai peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah ukuran fisik penduduk yang dapat dilakukan melalui pengukuran Tinggi Badan Anak Baru masuk Sekolah (TBABS). Departemen Kesehatan telah menetapkan untuk melakukan pemantauan TBABS setiap 5 tahun. Dengan penilaian pencapaian tinggi badan secara periodik khususnya pada anak baru masuk sekolah, akan memberikan informasi yang sangat penting bagi para penentu kebijakan setempat, dalam rangka perencanaan dan intervensi upaya peningkatan status gizi pada umumnya dan sebagai indikator pembangunan.3) Tinggi Badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Pertumbuhan TB tidak seperti BB, relatif kurang sensitif terhadap defisiensi gizi jangka pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap TB baru akan tampak dalam tempo yang lama. Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lalu. Indeks TB/U di samping dapat menggambarkan tentang status gizi masa lampau juga lebih erat kaitannya dengan masalah sosial ekonomi. Oleh karena itu indeks TB/U di samping digunakan sebagai indikator status gizi, dapat pula digunakan sebagai indikator perkembangan keadaan sosial ekonomi masyarakat. 4) Selain itu status yodium juga mempengaruhi Tinggi badan anak baru masuk sekolah, dimana kekurangan yodium dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan keterbelakangan mental. Gangguan fisik meliputi pembesaran kelenjer tiroid ( gondok), kretin ( kerdil ), gangguan motorik ( kesulitan berdiri atau berjalan normal, bisu, tuli hingga juling. Sedangkan keterbelakang mental termasuk berkurangnya tingkat kecerdasan anak. Hasil

survei konsumsi garam beryodium di rumah tangga yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tahun 2002 hanya mencapai 68,5 % rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium dengan kadar 30 ppm 19) Anak sekolah merupakan sasaran strategi dalam perbaikan gizi masyarakat karena merupakan generasi penerus tumpuan bangsa sehingga perlu disiapkan dengan baik kualitasnya. 3) Masa usia sekolah 6-12 tahun merupakan puncak pertumbuhan tertinggi kedua setelah usia 0-3 tahun, dimana proses pertumbuhan Tinggi Badan (TB) relatif cepat dan aktif diikuti dengan bertambahnya Berat Badan 5) Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik anak adalah faktor makanan dan keadaan status sosial ekonomi keluarga. Faktor makanan berhubungan dengan keseimbangan konsumsi gizi dengan kecukupan gizi, sedangkan faktor status sosial ekonomi keluarga berhubungan dengan pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga dan lain-lain. 5) Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua akan memudahkan dalam memberikan pengertian akan pentingnya makanan, pengolahan bahan makanan dan penyajian dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya anak balita dan anak usia sekolah. Penelitian Amigo et al, (2000) mengidentifikasi faktor risiko deficit pertumbuhan pada anak baru masuk sekolah yang orang tuanya bertubuh pendek dibanding dengan anak-anak yang orang tuanya bertubuh tidak pendek di distrik miskin di Santiago, Chile. Hasilnya bahwa faktor utama yang berhubungan dengan rendahnya tinggi badan anak sekolah pada populasi dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah adalah pendeknya tubuh orang tua, penghasilan rendah dan kekurangan gizi. 5)

Berdasarkan penelitian Emi Yunida ( 2005 ) mengemukakan bahwa pendidikan berhubungan dengan pengetahuan gizi yang pada akhirnya berpengaruh terhadap konsumsi makanan. Hal serupa juga dikemukakan oleh Green, Rooger yang mengatakan bahwa makin baik tingkat pendidikan ibu makin baik pula keadaan gizi anaknya. 5) Pekerjaan ibu dapat mempengaruhi keadaan gizi keluarga khususnya anak balita dan usia sekolah. Banyaknya waktu yang tersita diluar rumah menyebabkan ibu ibu yang bekerja tidak cukup waktu untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan serta kurangnya perhatian dan pengasuhan kepada anak. 4) Tingkat pendapatan menentukan jenis dan jumlah pangan yang akan dibeli. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Keluarga yang pendapatannya rendah tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan baik kualitas maupun kuantitasnya, sehingga kecukupan konsumsi makanan per individu menjadi kurang. Ini akan berpengaruh kepada pemenuhan akan zat zat gizi untuk pertumbuhan fisik tidak tercapai secara optimal 5). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saraswati di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi tentang Hubungan Sosial Ekonomi dan Intake Zat Gizi dengan Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah (TBABS) Pada Daerah Endemis GAKY Tahun 2008 menunjukkan bahwa terdapat 56,5% anak termasuk stunted. Penelitian yang di lakukan oleh Yumida tentang Hubungan Status Sosial Ekonomi Keluarga dengan Berat dan Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.060834 Kota Medan tahun 2005, menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan BB/U, terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan status ibu dengan BB/U tetapi tidak ada hubungan dengan TB/U dan BB/TB tidak

ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan keluarga dengan BB/U dan TB/U, tetapi ada hubungan dengan BB/TB. 5) Selanjutnya hasil penelitian Hanung (1996) di Kabupaten Purworejo pada 32 SD, menunjukkan bahwa prevalensi TBABS dan prevalensi gangguan pertumbuhan TBABS 6 9 tahun, lebih tinggi dibanding tinggi badan anak Indonesia, rata-rata TBABS anak laki-laki 114,3 cm, perempuan 112,5 cm dan prevalensi gangguan 35,8%, lebih tinggi dibanding angka nasional 30,1 %. 4) Penelitian Norliani (2005), menunjukkan tingkat sosial ekonomi, tinggi badan orang tua dan panjang badan lahir dengan TBABS di Palangkaraya berhubungan dengan kondisi panjang badan anak waktu lahir dengan TBABS yang stunted dan tidak stunted. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan keluarga, tingkat pendidikan orang tua yang rendah, tinggi badan ayah dan ibu yang pendek meningkatkan risiko terjadinya stunted pada anak baru masuk sekolah. 13) Demikian juga terdapat hubungan antara panjang badan lahir dengan TBABS. Anak yang stunted waktu lahir akan berisiko stunted pula pada usia masuk sekolah dan faktor yang berhubungan dengan kejadian stunted pada anak baru masuk sekolah yang paling dominan dan berpengaruh adalah tingkat pendidikan ibu 4). Menilik dari data sekunder tahun 2004 pada 10 Sekolah Dasar di wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan didapatkan 48 % anak bertubuh pendek, 34 % anak normal dan 18 % anak bertubuh tinggi. Berdasarkan hasil penelitian diatas dan data awal yang diperoleh serta belum pernah ada penelitian serupa, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Tinggi Badan Anak Baru masuk Sekolah (

TBABS ) di wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2012. 1.2. Rumusan masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan sosial ekonomi keluarga terhadap Tinggi Badan Anak Baru masuk Sekolah ( TBABS ) di wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2012. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui adanya hubungan sosial ekonomi keluarga terhadap Tinggi Badan Anak Baru masuk Sekolah ( TBABS ) di wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus 1.3.2.1. Diketahuinya distribusi frekwensi Tinggi Badan Anak Baru masuk Sekolah ( TBABS). 1.3.2.2. Diketahuinya distribusi frekwensi pendidikan ibu anak baru masuk sekolah di 1.3.2.3. Diketahuinya distribusi frekuensi pendapatan keluarga anak baru masuk sekolah di 1.3.2.4. Diketahuinya distribusi frekuensi pekerjaan ibu anak baru masuk sekolah di 1.3.2.5. Diketahuinya distribusi frekuensi tanggungan keluarga anak baru masuk sekolah di

1.3.2.6. Diketahuinya distribusi frekuensi status Iodium anak baru masuk sekolah di 1.3.2.7. Diketahuinya hubungan pendidikan ibu anak baru masuk sekolah dengan Tinggi Badan Anak Baru masuk Sekolah ( TBABS ) 1.3.2.8. Diketahuinya hubungan pendapatan keluarga anak baru masuk sekolah dengan Tinggi Badan Anak Baru masuk Sekolah ( TBABS) 1.3.2.9. Diketahuinya hubungan pekerjaan ibu anak baru masuk sekolah dengan Tinggi Badan Anak Baru Sekolah ( TBABS ) 1.3.2.10. Diketahuinya hubungan jumlah tanggungan anggota keluarga dengan pendapatan ibu anak baru masuk sekolah terhadap Tinggi Badan Anak Baru Sekolah ( TBABS ) 1.3.2.11. Diketahuinya hubungan status Iodium terhadap Tinggi Badan Anak Baru Sekolah ( TBABS ) 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Sekolah Dasar (SD) di Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan. Sebagai bahan masukan tentang hubungan sosial ekonomi keluarga dengan Tinggi Badan Anak Baru masuk Sekolah ( TBABS ) di wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2012. 1.4. 2. Bagi Ilmu Kesehatan Diharapkan dapat menambahkan koleksi data dan referensi tentang hubungan sosial ekonomi keluarga terhadap Tinggi Badan Anak Baru Sekolah ( TBABS ) di wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2012. 1.4.3 Bagi Peneliti

Diharapkan mendapatkan pengalaman secara langsung dalam merencanakan, melaksanakan serta melaporkan hasil penelitian, serta menambah pengalaman tentang hubungan sosial ekonomi keluarga dengan Tinggi Badan Anak Baru Sekolah ( TBABS ) di wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2012.