Sumbangan Pemikiran ISTECS untuk Rancangan Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi: Integrasi IPTEK-Industri

dokumen-dokumen yang mirip
PRESENTASI SEKRETARIS MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI PADA RAPAT KOORDINASI PEMBANGUNAN PUSAT TAHUN Jakarta September 2002

DEWAN RISET NASIONAL

DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

REGULATIONS AND POLICIES ON CLINICAL RESEARCH IN INDONESIA

DR.IR. BAMBANG SETIADI, IPU KETUA DEWAN RISET NASIONAL ANGGOTA DEWAN PERGURUAN TINGGI

PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN DASAR HUKUM UNTUK REVITALISASI DEWAN RISET DAERAH * Oleh: Berna Sudjana Ermaya **

MATRIK KONSEP PERUBAHAN AD ART HIMPENINDO MENYESUAIKAN PP 11 /2017 TTG MANAJ PNS DAN KEBUTUHAN ORGANISASI POIN PERUBAHAN AD/ART HIMPENINDO

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

PEDOMAN PENYELENGGARAAN ANUGERAH IPTEK BUDHIPURA TINGKAT PROPINSI SE INDONESIA

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA DAN PERATURAN BERSAMA MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA DAN

Amandemen UU no. 18/2002

PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Kebijakan Penanaman Modal PEMERINTAH

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

P. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENANAMAN MODAL SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

GARIS BESAR HALUAN KERJA IKATAN LEMBAGA MAHASISWA PSIKOLOGI INDONESIA PERIODE

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PENYUSUNAN RUU TENTANG PRAKTIK KEPERAWATAN * Oleh : F.X. Soekarno, SH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 56 TAHUN 2008 TENTANG

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

Isu Strategis

Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Badan Litbang Pertanian Tahun 2014 BAB V. PENUTUP

kelembagaan yang satu ke unsur kelembagaan yang lain. Dengan demikian, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif.

KAK/TOR PER KELUARAN KEGIATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

KATA PENGANTAR. Bandung, 2013 KEPALA BPPT KOTABANDUNG. Drs. H. DANDAN RIZA WARDANA, M.Si PEMBINA TK. I NIP

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

Independensi Integritas Profesionalisme

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA INDUK RISET NASIONAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

NOTULEN RAPAT KERJA KOMITE III DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

BAB III OBJEK PENELITIAN. 3.1 Sejarah Umum Berdirinya Kementerian Riset dan Teknologi

MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1984 TENTANG DEWAN RISET NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

KRITERIA PENILAIAN SNI AWARD 2016

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN PEDOMAN PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT EDISI X 1

STRATEGI IMPLEMENTASI KKNI SECARA NASIONAL. Dokumen 003

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS MATARAM NOMOR 1333/UN18/LK.00.04/2012 Tanggal 31 Januari 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KERJASAMA UNIVERSITAS MATARAM

PEMANFAATAN KERJASAMA LUAR NEGERI UNTUK PENINGKATAN KEPENTINGAN NASIONAL

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

RESEARCH & INNOVATION IN SCIENCE & TECHNOLOGY (RISET-Pro) Free Powerpoint Templates

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA KECAMATAN GEDEBAGE TAHUN EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

Sistem IPTEK Nasional dalam Usaha untuk Meningkatkan Kemampuan Bangsa dalam Bidang Elektronika dan Telekomunikasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2010 TENTANG SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

MATRIK PENGELOLAAN SISTEM INFORMASI HIDROLOGI, HIDROMETEOROLOGI DAN HIDROGEOLOGI BERDASARKAN PERGUB NOMOR 60 TAHUN 2014 PERIODE

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS PADJADJARAN NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PENGELOLA UNIVERSITAS PADJADJARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI JAWA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


LAPORAN PERKEMBANGAN KINERJA KOMITE PENANGGULANGAN KEMISKINAN

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DINAS PERIZINAN DAN PENANAMAN MODAL KABUPATEN INDRAMAYU

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 57

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Transkripsi:

Sumbangan Pemikiran ISTECS untuk Rancangan Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi: Integrasi IPTEK-Industri Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 22 Oktober 2001 Institute for Science and Technology Studies Jl. Duren Tiga Selatan No 17, Duren Tiga, Jakarta Selatan 0

Daftar Isi Latar belakang Kondisi IPTEK Indonesia Tinjauan umum RUU Sisnasiptek Usulan Isi RUU IPTEK Penutup 1

Latar Belakang ISTECS sebagai LSM yang bergerak di bidang pengembangan IPTEK ingin memberikan kontribusi dalam pengembangan IPTEK RUU Sisnasiptek yang diajukan pemerintah kepada DPR masih memungkinkan untuk disempurnakan agar dapat mencapai sasaran yang diinginkan IPTEK merupakan modal dasar pembangunan nasional. Perlunya segera mewujudkan integrasi IPTEK dan industri. Belum adanya arah IPTEK Nasional. 2

Kondisi IPTEK Indonesia IPTEK belum dimanfaatkan secara optimal dalam kegiatan ekonomi, sosial dan budaya. Belum terkoordinasinya institusi dan program. Industri cenderung memanfaatkan lisensi impor. Institusi belum melaksanakan fungsinya. Belum menjadi pelaku IPTEK yang diperhitungkan secara internasional. Sumber daya yang ada belum diberdayakan secara maksimal. Peran industri belum optimal dalam pengembangan IPTEK. Terjadi Brain Drain SDM IPTEK. Arah IPTEK belum jelas. 3

Secara umum, latar belakang dan tujuan penyusunan UU Sisnasiptek perlu lebih diperjelas dan dipertajam Tinjauan Evaluasi Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Pokok Isi RUU Sistem Nasional IPTEK hanya menyebutkan tentang perlunya IPTEK dikembangkan sebagai sebuah sistem nasional untuk pembangunan nasional guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan Tujuan disusunnya undang-undang ini disebutkan hanya untuk memberikan landasan hukum yang kuat bagi unsur-unsur pembentuk kemampuan IPTEK dan tidak disebutkan secara jelas Secara keseluruhan, kesadaran pemerintah tentang perlunya sebuah UU yang khusus membahas IPTEK adalah sebuah kemajuan besar bagi perkembangan IPTEK di Indonesia Isi keseluruhan RUU Sistem Nasional IPTEK ini kurang memfokuskan pada masalah yang sedang dihadapi atau sedang dibutuhkan oleh keadaan IPTEK di Indonesia saat ini Perlunya penajaman latar belakang dengan menggambarkan situasi dan kondisi IPTEK di Indonesia, sehingga jelas duduk masalahnya yang menyatakan bahwa RUU Sisnasiptek ini benar-benar dibutuhkan untuk kebangkitan IPTEK di Indonesia Tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dengan disusunnya UU ini perlu ditetapkan secara lebih jelas dan kongkrit, sehingga bab-bab serta pasal-pasal yang ada di dalam batang tubuh UU benar-benar mencerminkan usaha demi pencapaian tujuan dan sasaran yang dimaksud Perlunya penegasan kewajiban pemerintah dalam pembangunan IPTEK nasional Perlunya penataan kelembagaan IPTEK yang jelas, terutama masalah koordinasi antar lembaga IPTEK di Indonesia untuk menghindari kerancuan dan tumpang tindih tugas antar lembaga IPTEK 4

Secara khusus, isi UU Sisnasiptek harus diarahkan untuk mendorong terjadinya integrasi antara IPTEK dan Industri, tidak sebatas kemitraan Tema-Tema Utama RUU Lembaga IPTEK Sumber Daya IPTEK Sumber Daya Manusia Jaringan IPTEK Penataan lembaga-lembaga IPTEK yang ada dengan melakukan evaluasi terhadap fungsi-fungsinya saat ini termasuk reposisi BUMN dengan kandungan IPTEK tinggi. Diusulkan untuk memasukkan lembaga koordinasi pembangunan IPTEK nasional dalam UU Sisnasiptek Pemasukan klausul pengembangan budaya IPTEK sebagai salah satu sumber daya IPTEK, beserta kewajiban/peran pemerintah dan masyarakat dalam proses pembudayaan ini SDM memegang peranan penting dalam pembangunan IPTEK Pengaturan pembentukan SDM yang diperlukan bagi pembangunan IPTEK perlu disebutkan secara eksplisit dalam UU Sisnasiptek dan karenanya perlu diatur secara khusus Penegasan cara mewujudkan kemitraan antara PT, Lembaga LITBANG, BUP dan lembaga lain 5

Usulan Isi RUU Sisnasiptek: Integrasi IPTEK-Proses Industri 6

Nama Undang-undang UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi UU Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Seharusnya lebih diarahkan pada pengembangan IPTEK itu sendiri, bukan sebatas pembahasan sistemnya. 7

Komposisi Undang-undang IPTEK Tujuan Sisnasiptek Integrasi IPTEK-Industri Kebijakan Strategis Pembangunan IPTEK Latar belakang dan tujuan yang jelas dan kongkrit mengenai penyusunan UU Iptek yaitu bagi kesejahteraan rakyat, sehingga menjadi pedoman yang tegas bagi para pelaku IPTEK Menjadikan IPTEK sebagai Modal Dasar Pembangunan dan Unsur Ketahanan Nasional Pengembangan IPTEK didasarkan pada sumber daya nasional Mengatur pembangunan Sistem Nasional IPTEK yang terdiri dari empat unsur Kelembagaan IPTEK perumusan, pelaksanaan, pengawasan, pengkoordinasian Sumber Daya Manusia Sumber Daya IPTEK Jaringan IPTEK Memberi peran pemerintah daerah di era Otoda dalam pembangunan IPTEK nasional Pengaturan wewenang antara pemerintah pusat dan daerah Pembentukan lembaga-lembaga IPTEK daerah Pengembangan IPTEK sesuai dengan karakteristik setiap daerah Mengatur hal-hal yang mendorong terjadinya integrasi antara IPTEK dan proses industri sehingga terjadi kesinambungan dalam proses inovasi nasional Mengatur kewajiban pemerintah untuk menyusun Kebijakan Strategis IPTEK Nasional secara berkala dan melaksanakan evaluasinya yang menjadi acuan kerja bagi lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta Arah dan target pembangunan IPTEK Bidang-bidang unggulan pembangunan IPTEK 8

Pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Basis Sumber Daya Alam Basis Sumber Daya Manusia Basis Industri Proses Pembangunan IPTEK Perumusan basis-basis IPTEK yang ada untuk menghasilkan IPTEK yang dapat mendorong pembangunan industri Kesejahteraan Rakyat Peran Pemerintah Menciptakan kondisi yang kondusif bagi pengembangan IPTEK Regulator Fasilitator Motivator 9

Tujuan Penyusunan UU IPTEK Tujuan utama penyusunan UU ini adalah untuk memberikan arah pembangunan IPTEK yang menunjang pembangunan industri Isi UU IPTEK haruslah mengatur pembangunan IPTEK Indonesia agar dapat memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi pembangunan industri nasional Pembangunan industri nasional untuk menjadi industri yang tangguh dan kompetitif di dunia tidak bisa terlepas dari pembangunan IPTEK yang berkualitas dan berdaya guna dan juga lingkungan yang kondusif untuk berkembang Tidak berjalannya pembangunan IPTEK yang terfokus dan efektif akan membawa pengaruh buruk terhadap pembangunan industri dan ekonomi Tujuan penyusunan UU IPTEK harus menyebutkan secara jelas dan tegas bahwa Iptek adalah Modal Dasar Pembangunan dan Unsur Ketahanan Nasional 10

Pembangunan Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Unsur-unsur Sisnasiptek Lembaga IPTEK Sumber Daya IPTEK Sumber Daya Manusia Jaringan IPTEK Sistem IPTEK Daerah Pokok-pokok Peraturan Penataan kembali lembaga-lembaga IPTEK berdasarkan fungsinya Pembentukan lembaga koordinasi pembangunan IPTEK sebagai konsistensi Kebijakan Satu Pintu (KSP) Pembentukan sumber daya IPTEK yang mumpuni dan dapat menunjang pembangunan IPTEK Pengembangan budaya IPTEK sebagai salah satu unsur sumber daya IPTEK, beserta kewajiban/peran pemerintah dan masyarakat dalam proses pembudayaan ini Pembinaan SDM IPTEK untuk memenuhi kebutuhan pembangunan IPTEK nasional Penentuan target jumlah SDM yang diperlukan Pengaturan sistem insentif dan disinsentif Mendorong akselerasi realisasi kerjasama tripartit yang sinergis Pembagian peran pemerintah pusat dan daerah dalam pembentukan Sistem IPTEK Daerah (Siptekda) 11

Penataan kembali lembaga-lembaga IPTEK nasional berdasarkan fungsinya menjadi tema utama bagian lembaga IPTEK Lembaga-lembaga yang berhubungan dengan kebijakan IPTEK Pemerintah Lembaga Perumus dan Koordinasi Lembaga Pengawas Kebijakankebijakan IPTEK Perumusan dan koordinasi Pelaksanaan Pengawasan Lembaga-lembaga yang berhubungan dengan pembiayaan IPTEK Lembaga-lembaga yang berhubungan dengan hasilhasil IPTEK Litbang Promosi Lembaga-lembaga yang berhubungan dengan pembentukan sumber daya IPTEK Hasil-hasil IPTEK Pembentukan SDM Pembentukan Infrastruktur IPTEK Pembentukan Profesionalisme IPTEK Pengguna hasil-hasil IPTEK 12

Pembinaan SDM IPTEK dan penentuan target kualitas dan kuantitasnya adalah poin utama bagian SDM dalam UU IPTEK Pembinaan SDM IPTEK Alokasi SDM Sistem rekruitmen yang baik Training dan edukasi Merit system dan promosi Perencanaan karir Motivasi, insentif dan disinsentif Target Jumlah SDM IPTEK Penentuan target jumlah SDM IPTEK secara nasional pada kebijakan pemerintah di bawah undang-undang untuk memudahkan evaluasi pembangunan SDM IPTEK Pendekatan secara critical mass Pendekatan rasio Pendekatan benchmarking negara lain 13

Pembangunan Sistem IPTEK Daerah perlu dilakukan dalam rangka mendorong munculnya produk-produk unggulan daerah yang berdaya saing tinggi, baik untuk tingkat nasional maupun global Pembangunan Sistem IPTEK Daerah Peran Pemerintah Pusat Peran Pemerintah Daerah Mendukung pengembangan SDM daerah dengan memberikan pelatihan, pendidikan, dan sebagainya Mendukung kerjasama tripartit (industri, lembaga riset pemerintah, universitas) tingkat daerah, antar daerah, dan dalam skala nasional. Menguatkan aktivitas dan fungsi institusi riset daerah untuk menjadi pendorong industri daerah dengan mempermudah pertukaran SDM antar daerah Memindahkan sebagian fungsi riset Pemerintah Pusat ke daerah dalam Balitbangda Menentukan produk unggulan pada masingmasing DATI II DATI I mengkoordinasi dan mengintegrasi produk-produk unggulan dari DATI II Mendukung pembangunan sekolah-sekolah profesional kejuruan yang mengarah kepada bidang teknologi (untuk Dati II), sedang untuk DATI I adalah pembangunan sekolah tinggi yang mengarah kepada penelitian yang berhubungan dengan kompetensi inti DATI I tersebut 14

UU IPTEK harus menyebutkan secara tegas dan jelas kewajiban pemerintah untuk menyusun kebijakan strategis pembangunan IPTEK (Jakstra IPTEK) nasional Pokok-pokok Jakstra IPTEK Rencana yang komprehensif untuk pengembangan kegiatan penelitian dan pengembangan IPTEK Penentuan bidang-bidang IPTEK yang dianggap strategis dalam pembangunan industri dan ekonomi Indonesia dan karenanya patut diprioritaskan untuk dikembangkan Kebijakan-kebijakan yang komprehensif dan sistematis yang berhubungan dengan pembangunan infrastruktur IPTEK, promosi dan pelaksanaan hasil-hasil IPTEK dan perealisasian situasi yang kondusif bagi kegiatan IPTEK Hal-hal lain yang dibutuhkan untuk melaksanakan pembangunan IPTEK Kewajiban Pemerintah Konsultasi dengan lembaga-lembaga yang berhubungan dengan perumusan kebijakankebijakan IPTEK nasional dalam penyusunan Jakstra Memonitor pelaksanaan Jakstra IPTEK dan melakukan revisi terhadapnya jika dianggap perlu Mempublikasikan Jakstra IPTEK kepada masyarakat Mengalokasikan dana yang diperlukan untuk implementasi Jakstra IPTEK dari APBN dan sumber-sumber dana yang lain dalam batas kemampuan keuangan pemerintah Mengkoordinasikan pelaksanaan Jakstra IPTEK dan hasilnya secara berkala (1 tahun sekali) dengan DPR 15

Penutup ISTECS berharap masukan ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dan bagian dalam penyusunan UU IPTEK ISTECS berharap agar IPTEK menjadi titian emas menuju kesejahteraan ISTECS berterima kasih atas kesempatan dan perhatian yang diberikan untuk menyumbangkan pemikiran dalam penyusunan UU IPTEK ini 16

Lampiran: Kelembagaan Iptek 17

Kelembagaan IPTEK Nasional PRESIDEN KEBIJAKAN IPTEK NASIONAL Pengawasan bidang IPTEK LEMBAGA PERUMUS KEBIJAKAN DAN KOORDINASI IPTEKNAS 1. AIPI (koordinator) - ilmuwan. pakar, wakil industri, ulama, organisasi profesi ilmiah 2. Penasehat presiden bidang IPTEK 3. Menristek (DRN) 4. Deperindag (BPPT) DPR Komisi VIII Laporan teratur/ tahunan LEMBAGA PELAKSANA KEBIJAKAN IPTEK NASIONAL Menristek(melalui DRN) Deperindag (melalui BPPT) Implementasi 1. Menristek (BATAN, LAPAN, Bapeten, LIPI IPTEK Dasar) 1. Deperindag (BPPT, LIPI Industri, BBI, Bumnis) 2. Depdiknas (PT) 3. Depkes (Eijkman Biologi molekuler & litbang lainnya 4. Kantor lingkungan hidup & litbangnya 5. Departemen lainnya Koordinasi pelaksanaan 2. Dep. Pertambangan dengan litbangnya (hasil tambang dan industrinya) 3. Dep. Pertanian dengan litbangnya untuk industri pertanian 4. Dep. Perhubungan 5. Departemen lainnya LEMBAGA PENGAWAS (1) AIPI (koordinator) (2) Organisasi profesi ilmiah memantau pelaksanaan LEMBAGA PENGHUBUNG (1)Pemerintah (dengan perundang-undangannya) (2)Technology Licensing Office pada lembaga IPTEK (3)Asosiasi Profesi Ilmiah memantau efektifitas kerja lembaga penghubung LEMBAGA PENGGUNA (1)Industri (swasta dan bumnis) (2)Masyarakat Evaluasi hasil dan manfaat riset IPTEK bagi industri dan masyarakat Menggunakan hasil-hasil IPTEK 18

Kelembagaan IPTEK Daerah Kepala Daerah DPRD Lembaga Perumus dan Koordinasi Program IPTEKindustri BBI* Universitas Industri Organisasi profesi ilmiah Ulama Lembaga Pelaksana Lembaga Pengembang (BBI, Universitas, industri) Lembaga penghubung (BBI, organisasi profesi ilmiah) Lembaga Pengguna (IKM, koperasi, Industri) Lembaga Pengawas Universitas Organisasi profesi ilmiah Catatan: BBI- Balai Besar Industri 19