62 PEKERJA SOSIAL MEDIS DALAM MENANGANI ORANG DENGAN SKIZOPHRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM UPAYA PELAYANAN KESEHATAN JIWA PARIPURNA

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

Family Gathering Terpadu RSJ Grhasia Yogyakarta

dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Depkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

Psikoedukasi keluarga pada pasien skizofrenia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG KESEHATAN JIWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. faktor keturunan merupakan salah satu penyebabnya. Candra (2006)

LAYANAN REHABILITASI MEDIK DALAM KEJADIAN KEGAWATDARURATAN. dr Luh K Wahyuni, SpKFR-K*, dr Fitri Anestherita, SpKFR

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

TUGAS MATA KULIAH METOPEN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

Menuju Desa Siaga Sehat Jiwa

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkakan kesadaran, kemauan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lain, kesulitan karena persepsinya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERAN KELUARGA PADA PEMULIHAN KESEHATAN JIWA

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan,

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan fungsi mental berupa frustasi, defisit perawatan diri, menarik diri

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kegiatankegiatan tertentu dalam rangka mencapai tujuan optimal, baik komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

Transkripsi:

62 PEKERJA SOSIAL MEDIS DALAM MENANGANI ORANG DENGAN SKIZOPHRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT Oleh: Ajruni Wulandestie Arifin, & Soni A. Nulhakim Email: wulansocialworker@yahoo.co.id; soninulhakim@yahoo.com Abstrak Skizofrenia merupakan salah satu jenis gangguan jiwa kronik dimana penyandang mengalami halusinasi, delusi, gangguan berfikir dan bertingkah laku. Data riset kesehatan dasar (riskesdas) Departemen Kesehatan sampai dengan bulan Juni 2014 menyebutkan bahwa ada 1 juta pasien gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien gangguan jiwa ringan di Indonesia. UU No. 18 tahun 2014 menyebutkan bahwa tenaga profesi yang menangani Orang Dengan Gangguan Kejiwaan diantaranya yakni Psikiater, Psikolog, Pekerja Sosial, Terapi Okupasi, dan Perawat. Tenaga professional dan institusi tentunya memiliki tanggung jawab terhadap pemenuhan aspek biopsikososial dan human right dari pasien. Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu institusi yang menangani Orang Dengan Gangguan Jiwa di lingkup Jawa Barat termasuk Skizofrenia. Pasien Skizofrenia menghadapi kondisi dimana aspek biologis dan aspek sosial merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan. Oleh karenanya dibutuhkan pelayanan yang holistik terhadap kondisi pasien Skizofrenia, yang tidak hanya berbatas kepada kondisi rehabilitasi medis saja. Pekerja sosial sebagai salah satu profesi untuk meningkatkan keberfungsian sosial bagi klien memiliki salah satu peran yakni sebagai pendamping. Tentu akan banyak sekali hal yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial dalam pendampingan terhadap pasien Skizofrenia. Oleh karenanya artikel ini akan membahas mengenai peran pendampingan terhadap pasien Skizofrenia yang dilakukan oleh pekerja sosial medis di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Kata kunci : Human Right, Pekerja Sosial, Pekerja Sosial Medis, Pendampingan, Skizofrenia PENDAHULUAN Fenomena Skizofrenia di Indonesia layaknya gunung es yang tidak nampak di permukaan. Bila ditelisik lebih jauh akan diketahui besarnya penyandang Skizofrenia di Indonesia beserta permasalahan yang harus dihadapi. Menurut data riskesdas Jawa Barat, Departemen Kesehatan sampai dengan bulan Juni 2014 menyebutkan bahwa ada 1 juta pasien gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien gangguan jiwa ringan di Indonesia. Penderita Skizofrenia memiliki tantangan hidup yang begitu sulit ketika harus dihadapkan pada kondisi medis dan sosial secara beriringan. Hal ini kian diperburuk oleh reaksi keliru dari masyarakat bahkan keluarga sendiri dengan stigma orang gila, penolakan terhadap kehadirannya, ditakuti, diskriminasi, bahkan penganiayaan. Fenomena tersebut dapat menjadi tekanan psikologis yang dapat memicu kekambuhan ODS (relaps). Tak jarang pasca proses rehabilitasi medis di Rumah Sakit, gejala-gejala kekambuhan muncul kembali. Padahal proses penyembuhan di Rumah Sakit bertujuan untuk menstabilkan kondisi pasien, mengurangi gejala-gejala kekambuhan, dan mengupayakan agar pasien dapat menjalani aktivitas sehari-hari seperti sediakala. 404

Berbicara mengenai proses penyembuhan bagi penyandang Skizofrenia tentu berbicara mengenai aspek preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Keempat aspek ini berbicara mengenai ranah medis dan sosial serta multidisiplin ilmu yang saling terintegrasi untuk memulihkan kondisi klien. Disebutkan dalam UU No. 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa bahwa, Yang dimaksud dengan tenaga profesional lainnya adalah tenaga profesional di luar tenaga kesehatan yang menggunakan keilmuan dan keterampilannya sebagai profesi untuk melakukan pelayanan di bidang Kesehatan Jiwa, antara lain pekerja sosial, terapis okupasi, terapis wicara, guru tertentu, dan lainlain. Pekerja Sosial sebagai salah satu profesi yang berfokus pada keberfungsian sosial klien dan interaksi lingkungan sosial klien sejatinya memiliki peran yang sangat penting dalam hal pemulihan sosial bagi penyandang Skizofrenia. Dengan menggunakan pemahaman sistem dasar pekerja sosial, akan terlihat bagaimana lingkungan dapat menjadi satu faktor yang sangat penting bagi proses penyembuhan. Oleh karena itu, untuk membantu pemulihan bagi penyandang Skizofrenia di Rumah Sakit diperlukan tenaga pekerja sosial professional atau pendamping sosial yang kompeten (terstandar). Orang Dengan Skizofrenia sebagai sosok pribadi yang utuh memiliki hak-hak dasar yang harus diperjuangkan. Gangguan kejiwaan tentunya tidak mempengaruhi lingkungan untuk dapat mengakomodir hak asasi manusia yang dimiliki oleh ODS. Mengacu pada UU No. 39 tahun 1999, disebutkan bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya. Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgem, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Salah satu rumah sakit jiwa yang memiliki tenaga pekerja sosial professional dalam memberikan pelayanan terhadap pasiennya yakni Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat yang terletak di Jl. Kolonel Masturi Km. 07 Cisarua Bandung. Rumah Sakit ini menerima berbagai bentuk pelayanan untuk mengakomodir dan menjangkau kebutuhan pasien dengan masalah kejiwaan. Unit Rehabilitas Medis merupakan salah satu bagian dalam RS Jiwa Provinsi Jawa Barat dimana pekerja sosial medis melakukan pelayanan bersama dengan tim yang berasal dari berbagai profesi. Oleh karenanya, pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai pendampingan yang dilakukan oleh pekerja sosial medis di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat dalam memberikan pelayanan terhadap pasien Skizofrenia, serta bagaimana pendampingan tersebut dapat mengakomodir hak asasi manusia setiap individu. SELAYANG PANDANG SKIZOFRENIA Menurut buku Patologi Sosial 3, Skizofrenia diartikan sebagai kondisi psikotik dengan gangguan disintegrasi, deperonalisasi, dan kelelahan atau kepecahan struktur kepribadian, serta regresi-aku yang parah. Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia menjabarkan bahwasanya Skizofrenia merupakan suatu gangguan kejiwaan kompleks di mana seseorang mengalami kesulitan dalam proses berpikir sehingga menimbulkan halusinasi, delusi, gangguan berpikir dan bicara atau perilaku yang tidak biasa (dikenal sebagai gejala psikotik). Karena gejala ini, orang dengan skizofrenia dapat mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain dan mungkin menarik diri dari aktivitas sehari-hari dan dunia luar. Skizofrenia hanya dapat dikenali dari gejala-gejala yang tampak melalui perubahan perilaku yang ditampilkan oleh penyandang seperti marah tanpa sebab yang jelas, bicara kacau, menyendiri dan sibuk dengan dirinya, serta cenderung menarik diri. Skizofrenia menjadi bagian dari gangguan mental kronik yang memiliki karakteristik gejala positif seperti waham dan halusinasi, juga gejala negatif seperti afek tumpul dan apatis. Penyakit ini juga sering berhubungan dengan ganggguan 405

kognitif dan depresi dan biasanya mulai muncul pada usia dewasa muda dan ditandai dengan terjadinya relaps dengan periode remisi sempurna atau parsial. Tanda pertama dari skizofrenia biasanya muncul saat masa remaja atau awal masa dewasa, tetapi tanda tersebut juga telah diketahui muncul pada orang di atas 40 tahun. Laki-laki maupun wanita memiliki risiko menderita skizofrenia. Gejala pada pria cenderung muncul di usia yang lebih muda daripada wanita. Gejala skizofrenia bervariasi dari satu orang ke orang lain, tetapi secara umum dikategorikan menjadi: 1. Gejala positif (misalnya halusinasi, delusi, pemikiran kacau, dan gelisah) yang biasanya tidak ada pada orang sehat dan dianggap 'ada' sebagai akibat dari gangguan tersebut. 2. Gejala negatif dapat dilihat sebagai perilaku yang 'hilang' (misalnya kurang: dorongan atau inisiatif, respon emosional, antusiasme, interaksi sosial). Kebanyakan orang memiliki kemampuan psikologis tersebut tetapi orang dengan skizofrenia mengalami beberapa derajat penurunan. 3. Gejala afektif yang dapat mempengaruhi suasana hati seperti pikiran depresi, kecemasan, kesepian atau ide bunuh diri. 4. Gejala kognitif meliputi masalah dengan konsentrasi dan memori misalnya kurangnya perhatian, kelambatan pikiran, kurangnya tilikan (pemahaman & penerimaan) mengenai penyakit. Pasien dengan skizofrenia mungkin mengalami gangguan fungsi dalam satu atau lebih bidang kegiatan hidup yang penting seperti hubungan antarpribadi, pekerjaan atau pendidikan, kehidupan keluarga, komunikasi, dan perawatan diri. Kebanyakan orang dengan skizofrenia mengalami beberapa episode psikotik (masa dimana gejala positif lebih relevan) selama hidup. Gejala positif biasanya bervariasi dari waktu ke waktu dan mungkin memburuk selama masa kekambuhan dan membaik ketika sedang remisi. Orang dengan skizofrenia dapat menjalani hidup yang secara relatif normal diantara episode psikotik, tampak sehat dan stabil secara emosional, meskipun gejala negatif sering muncul setelah episode pertama dan dapat menetap untuk waktu yang lama dan memburuk setelah itu. Suatu pola berkelanjutan atau berulang dari penyakit ini dikenal sebagai skizofrenia kronis. Kebanyakan orang dengan skizofrenia akan memerlukan terapi jangka panjang untuk mengatasi gangguan, yang umumnya akan mencakup penggunaan obat. Tidak ada penyebab tunggal skizofrenia. Seperti penyakit kronis umum lainnya, seperti diabetes dan penyakit jantung, berbagai faktor secara bersama-sama diperkirakan memberikan kontribusi untuk berkembangnya skizofrenia. Penyebab Skizofrenia diantaranya yakni faktor genetik dan lingkungan atau cedera otak sekitar masa kelahiran mungkin berperan. Masing-masing faktor ini diyakini akan meningkatkan risiko bagi individu tertentu untuk mengalami gejala psikotik, yang bisa dipicu oleh sejumlah peristiwa kehidupan dan situasi yang berbeda, seperti efek isolasi sosial dan stres, khususnya di sekitar awal masa dewasa. Narkoba, termasuk ganja, juga telah dikaitkan dengan pemicu terjadinya skizofrenia dan gejala psikotik sementara. Ahli jiwa (Psikiater) sepakat bahwa gejala skizofrenia merupakan akibat dari masalah dalam mengirim, dan memproses informasi dalam otak [Pedoman Klinis APA, 2004]. Masalah ini terjadi saat komunikasi normal antara sel-sel saraf otak yang terjadi akibat pelepasan bahan kimia tidak bekerja seperti seharusnya. Meskipun skizofrenia tidak dapat dicegah, jumlah frekuensi seseorang mengalami gejala skizofrenia (dikenal sebagai 'episode psikotik') dapat dikontrol dan seharusnya menjadi lebih jarang dengan terapi yang tepat (sumber : http://www.peduliskizofrenia.org/sumberdaya/tentang-skizofrenia) HUMAN RIGHTS Hak Asasi Manusia diartikan sebagai seprearangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tugas Yang Mha Esa dan merupakan anugrah-nya yang wajib 406

dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukun, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan. Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia. Hak Asasi Manusia (HAM) mucul dari keyakinan manusia itu sendiri bahwasanya semua manusia selaku makhluk ciptaan Tuhan adalah sama dan sederajat. Manusia dilahirkan bebas dan memiliki martabat serta hak-hak yang sama. Atas dasar itulah manusia harus diperlakukan secara sama adil dan beradab. HAM bersifat universal, artinya berlaku untuk semua manusia tanpa mebedabedakannya berdasarkan atas ras, agama, suku dan bangsa (etnis). Hal yang sama dimiliki oleh seorang penyandang Skizofrenia. Boleh dikatakan ia menghadapi situasi tidak mudah karena masalah kejiwaan terkadang akan sangat sulit disembuhkan jika sudah mencapai di titik kronik. Akan tetapi manusia dalam kondisi apapun memiliki human right yang tak dapat dikesampingkan maknanya. Hak asasi manusia dari penyandang Skizofrenia harus tetap diakomodir dan dipenuhi, dan menjadi tanggung jawab lembaga pelayanan, profesi, maupun keluarga ketika bahkan individunya sendiri sudah tak memiliki kesadaran terhadap hal tersebut. Negara memiliki tugas untuk memenuhi [to fulfill], melindungi [to protect] dan kewajiban untuk memajukan [to promote]. Hal ini merujuk pada UUD 1945, UU HAM, UU Pengadilan HAM dan berbagai UU lain. Pemerintah sudah mengatur regulasi mengenai Hak Asasi Manusia di dalam UU No. 39 tahun Tahun 1999. Pada Bab III Pasal 9, menjelaskan mengenai poin-poin hak asasi yang harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Hak tersebut dikelompokkan, seperti : Hak Untuk Hidup, Hak Untuk Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan, Hak Mengembangkan Diri, Hak Memperoleh Keadilan, Hak Atas Kebebasan Pribadi, Hak Atas Rasa Aman, Hak Atas Kesejahteraan, dan Hak Untuk Turut Serta dalam Pemerintahan. Fakta yang terjadi, pelayanan dan intervensi yang diberikan baik oleh lembaga pelayanan maupun profesi terkadang melupakan hak asasi yang dimiliki oleh setiap individu. Padahal, tujuan dari pelayanan yang diberikan kepada pasien bukan hanya semata-mata untuk memulihkan kondisi klien, akan tetapi juga memanusiakan manusia dalam prosesnya. Dalam intervensi yang dilakukan kepada pasien, pekerja sosial menyesuaikan dengan kondisi dan situasi sehingga tidak seluruh pasien dalam rumah sakit mendapatkan pelayanan dari seorang pekerja sosial. Disisi lain, tentunya setiap pasien memiliki tantangan yang sama dari segi lingkungan. Pekerja sosial di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat memiliki beberapa program untuk memenuhi beberapa aspek pelayanan, diantaranya terapi kelompok, terapi komunitas, sosialisasi kader, dan pendampingan itu sendiri. Pendampingan yang dilakukan oleh pekerja sosial adalah ketika membantu pasien untuk mengakses bantuan pelayanan, home visit, serta pendampingan keterampilan. Padahal, masih banyak sekali hal yang bisa dilakukan oleh seorang pekerja sosial terhadap pasien dengan Skizofrenia di Rumah Sakit, mengingat kompetensi yang dimiliki oleh seorang pekerja sosial tidak berbatas hanya kepada individu yang bersangkutan, tetapi juga mengenai lingkungan sosial yang mempengaruhi pasien. 407

BIOPSIKOSOSIAL ODS Setiap individu dibangun oleh aspek diri yang terdiri dari aspek biologi, psikologi, dan sosial yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Ketiga konsep ini akan membentuk individu menjadi sosok yang produktif dan dapat berfungsi secara sosial. Orang Dengan Skizofrenia menghadapi situasi yang sulit ketika ia dihadapkan pada stigma dari keluarga maupun masyarakat yang memberikan respon negatif terhadap keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. Penyandang Skizofrenia cenderung ditakuti karena terkadang mereka memiliki keyakinan yang berbeda dari apa yang mayoritas masyarakat lihat dan rasakan. Mereka mungkin memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan dalam hal yang tidak benar (delusi), misalnya bahwa orang membaca pikiran mereka, mengendalikan pikiran mereka atau berencana menyakiti mereka. Ketika dunia mereka kadang-kadang tampak menyimpang akibat halusinasi dan delusi, orang dengan skizofrenia dapat merasa takut, cemas dan bingung. Mereka bisa menjadi begitu kacau sehingga mereka dapat merasa takut sendiri dan juga dapat membuat orang di sekitar mereka takut. Penanganan aspek kuratif yang dilaksanakan oleh psikiater maupun psikolog dirasakan belum cukup. Faktor penyebab terbesar bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa justru seringkali berasal dari lingkungan. Sebagai aspek eksternal dari diri klien, tentunya perlu adanya intervensi khusus terhadap lingkungan yang diupayakan oleh profesi. Pekerja Sosial yang memusatkan pelayanannya kepada interaksi antara individu yang bermasalah dengan lingkungan sosialnya memiliki program yang fokus kepada masyarakat. Penekanan yang dilakukan bukan hanya dari inti masalah, akan tetapi juga kepada faktor penyebab sehingga dalam kondisi jangka panjang akan dapat mengurangi dampak terhadap inti masalah itu sendiri. Individu merupakan sistem yang saling mempengaruhi, oleh sebab itu faktor biopsikososial idealnya mendapatkan pelayanan yang holistik. UPAYA KESEHATAN PEKERJA SOSIAL MEDIS Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Siregar, 2003). Sedangkan menurut Levey dan Loomba (1973), Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan mencembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan peroorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat. Definisi Pelayanan Kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dimaksud yakni meliputi aspek preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Promosi Kesehatan menurut Green (1984) yakni segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Sementara Ottawa Charter (1986) mengartikan promosi kesehatan sebagai proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya. Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Prevensi secara etimologi berasal dari bahasa latin, pravenire yang artinya datang sebelum atau antisipasi atau mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam pengertian yang sangat luas, prevensi diartikan sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk mencegah 408

terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat. Upaya preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Sementara upaya rehabilitatif merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita-penderita yang dirawat dirumah, maupun terhadap kelompok-kelompok tertentu yang menderita penyakit yang sama. Pelayanan yang dilakukan oleh pekerja sosial medis di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat meliputi pelayanan dalam aspek preventif, promotif, dan rehabilitatif. Sesuai dengan uraian definisi yang telah dipaparkan sebelumnya, pelayanan kesehatan yang dilakukan tidak jauh berbeda dari pengertian setiap aspeknya itu sendiri. Untuk aspek preventif, pekerja sosial medis melakukan rawat jalan. Di dalam rawat jalan, pekerja sosial meminimalisir faktor penyebab yang mungkin muncul baik dari segi keluarga, lingkungan, maupun pasien itu sendiri. Hal ini diupayakan agar kondisi pasien tidak semakin parah. Ketika pasien masuk ke Unit Rehabilitasi Medis, ketika itu pula pasien mendapatkan deteksi mengenai kondisi gangguan kejiwaan yang sedang dialaminya. Rata-rata pasien yang masuk ke Unit Rehabilitasi Medis merupakan pasien yang baru terdeteksi mengalami gangguan jiwa sehingga kondisi yang dimiliki belum mencapai kondisi kronik. Dalam hal ini peran keluarga dan lingkungan untuk memberikan dukungan penuh merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan oleh pasien. Orang Dengan Gangguan Kejiwaan harus memiliki inside yang baik di dalam dirinya. Aspek Promotif yang dilakukan oleh pekerja sosial medis di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat yakni dengan mengadakan community meeting dengan masyarakat di sekitar RS untuk memberikan edukasi dan pemahaman terkait dengan Skizofrenia maupun Orang Dengan Gangguan Jiwa secara umum. Pekerja sosial memastikan masyarakat paham akan pentingnya mengenal Skizofrenia beserta kondisi yang dihadapi agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi dari pasien. Selain itu, pekerja sosial melakukan sosialisasi kader untuk memberikan kapasitas yang terbaik bagi kader-kader pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat. Hal ini diupayakan agar pelayanan yang diberikan kepada pasien Orang Dengan Gangguan Kejiwaan tidak hanya berpusat kepada basis institusi saja. Akan tetapi, tentunya masyarakat memiliki peranan yang sangat penting untuk membantu memulihkan kondisi pasien. Masyarakat sebagai elemen yang pasti akan langsung bersinggungan dengan pasien pasca perawatan di rumah sakit tentunya harus memiliki kondisi yang cukup siap ketika menerima pasien Skizofrenia di tengah-tengah mereka. Penanganan, penerimaan, dan pelayanan berbasis masyarakat dan kader tentunya harus tepat. Oleh karenanya diperlukan sosialisasi kader. Disamping melakukan pelayanan secara langsung, pekerja sosial medis mengupayakan fungsi promotif nya melalui media sosial, dan media cettak seperti pamplet dan poster. Terakhir, yang dilakukan oleh pekerja sosial medis di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat dalam aspek rehabilitatif yakni mengupayakan hadirnya rehabilitasi psikososial bagi kepentingan pasien. Rehabilitasi ini merupakan rehabilitasi yang tidak hanya melibatkan dari sisi medis saja, akan tetapi juga mengutamakan aspek sosial klien yang sangat berpengaruh terhadap kondisi sehat pasien. Pekerja sosial melaksanakan fungsi pendampingan untuk menambah keterampilan klien untuk lebih memaksimalkan potensinya dalam bidang seni. Klien didorong untuk membuat handmade yang dapat bermanfaat untuk sehari-hari dipandu oleh pekerja sosial dan Kelompok Kesenian Perempuan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Hal ini diupayakan agar klien dapat lebih produktif mengisi waktu luang dan memaksimalkan potensi yang dimilikinya agar tidak berkutat pada masalah yang sedang dihadapinya. PENUTUP Pekerja sosial memiliki peran yang cukup krusial dalam menangani Orang Dengan Skizofrenia, terlebih kapasitasnya yang tidak hanya terfokus pada individu-nya saja, akan tetapi juga keluarga dan lingkungan sosialnya. Oleh karenanya, pekerja sosial pun perlu membekali diri dengan 409

pemahaman mengenai Skizofrenia, Metode dan Praktek yang dapat digunakan untuk menangani permasalahan Skizofrenia baik secara individu maupun masyarakat, regulasi yang digunakan ketika melakukan pelayanan bersama dengan lintas profesi, keterampilan berkomunikasi yang baik dan benar, istilah-istilah yang digunakan oleh tim medis, dsb. Hal yang saya temukan adalah, pekerja sosial ternyata tidak hanya bekerja pada bidang pendampingan saja, akan tetapi jauh lebih luas dari itu. Pekerja sosial yang melakukan pendampingan hanya ketika melakukan bimbingan konseling dan pendampingan keterampilan. Pekerja sosial di RS Jiwa Provinsi Jawa Barat melakukan pelayanan dalam aspek preventif, promotif, dan rehabilitatif sebagai upaya untuk memaksimalkan keberfungsian sosial pasien Skizofrenia di tengah masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Bagus Utomo. 2013. Tentang Skizofrenia. Melalui : http://www.peduliskizofrenia.org/sumberdaya/tentang-skizofrenia [19/12/2014] Bestari, Mitra. 2010. Jurnal : Penelitian Kesejahteraan Sosial. B2P3KS : Yogyakarta. Fahrudin Ph. D, Adi. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung : PT REFIKA ADITAMA. Setiadi, Iman. 2006. Skizofrenia : Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Refika Aditama : Bandung. Kartono, Dr. Kartini. 2002. Patologi Sosial 3 Gangguan-Gangguan Kejiwaan. Divisi Buku Perguruan Tinggi. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Wibhawa, Budhi dan Raharjo, Santoso T. 2010. Dasar-Dasar Pekerjaan Sosial. Widya Padjadjaran 410