DEPARTEMEN PERBUHUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : 1453/HK.402/DRJD/2005

KEPUTUSAN DI REKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.1858/ HK.402/ DRJD/ 2003

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.1187/HK.402/DRJD/2002

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.1186/HK.402/DRJD/2002

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

BENTUK, WARNA DAN UKURAN SURAT PERSETUJUAN PENGANGKUTAN ALAT BERAT DAN PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 90 TAHUN 2002 TENTANG

K E P U T U S A N DI R EKT UR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, NOMOR : SK.1185/PR.301/DRJD/2002 T ENT ANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 088 TAHUN 2014 TENTANG

CONTOH : TANDA BUKTI PEMBAYARAN KARCIS ANGKUTAN ANTAR KOTA ANTAR PROPINSI

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.1763/AJ.501/DRJD/2003 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.653/AJ.202/DRJD/2001 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SEWA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.2257/AJ.003/DRJD/2006. Tentang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

CONTOH 1 : PERMOHONAN IZIN USAHA ANGKUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 85 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERLAKUAN KEWAJIBAN MELENGKAPI DAN MENGGUNAKAN SABUK KESELAMATAN

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 3214/HK.402/DRJD/2006 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.4285/AJ.402/DRJD/2007

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KP.288 TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 89 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.3315/AJ.405/DRJD/ /HM.101/DRJD/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 51 TAHUN 2005 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.47/HK.402/DRJD/2003 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tenta

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERIAN SURAT IZIN KERJA (SIK) DI TERMINAL BUS KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

-2- Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan dan

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 19 Tahun 2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran N

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 52 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 17 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KEBUPATEN MAGELANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG TARIF DASAR ANGKUTAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN MOBIL PENUMPANG UMUM DI KABUPATEN SEMARANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2574/AJ.403/DRJD/2017

c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan di atas, perlu ditetapkan Persyaratan Teknis Sabuk Keselamatan dengan Keputusan Menteri Perhubungan;

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 10 Tahun 2003 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 45 TAHUN 2003 TENTANG

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) ANGKUTAN PEMADU MODA TRAYEK BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU BANGKINANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.2891 / AJ.405 / DRJD / 2007 SKK.747/HM.101/DRJD/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK. 4135/KP.108/DRJD/2013 T E N T A N G KOMPETENSI INSPEKTUR SUNGAI DAN DANAU

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGELOLA TRANSPORTASI JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI NOMOR : SK.57/AJ.206/BPTJ-2017

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 16 TAHUN 2013 SERI E.11 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG TARIF ANGKUTAN PERDESAAN

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2013

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SORONG,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI IZIN TRAYEK

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.2892 / AJ.405 / DRJD / 2007 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 62 TAHUN 2011 PENGATURAN WAKTU OPERASI KENOARAAN ANGKUTAN BARANG 01 JALAN TOL OALAM KOTA 01 OKI JAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 4 SERI C

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KOTA BATU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

b. bahwa dalam rangka kebutuhan transportasi dan penanggulangan muatan lebihdi pulau Jawa, diperlukan penetapan kelas jalan;

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2014 SERI BUPATI CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2012

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

T E N T A N G WALIKOTA SURABAYA,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL PENUMPANG DI KABUPATEN MAGELANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG

Tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan; Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angk

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 26 TAHUN 2009

Transkripsi:

DEPARTEMEN PERBUHUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT GEDUNG KARYA JL. MERDEKA BARAT NO. 8 JAKARTA 10110 TEL. (021) 3506138 3506129, 3506145, 3506204, 3506143 FAX : (021) 3507202, 3506129, 3506145, 3506204, 3506143 Email : hubdat@hubdat.go.id Home Page : www.hubdat.go.id KEPUTUSAN DI REKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.1131/AJ.003/DRJD/2003 TENTANG PETUNJUK TEKNIS STANDAR FASILITAS PELAYANAN BUS UMUM ANGKUTAN ANTAR KOTA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Menimbang : a. bahwa untuk menghadapi pemberlakuan pasar bebas, disektor transportasi, maka penyedia jasa angkutan bus dituntut untuk memberikan jasa angkutan dengan kualitas pelayanan yang makin baik ; b. bahwa dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat akan kenyamanan dan persaingan yang sehat perlu ditetapkan standar fasilitas pelayanan angkutan antar kota dengan mobil bus umum; c. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, perlu ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat tentang standar fasilitas pelayanan bus umum angkutan antar kota. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480) ; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527) ; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3528) ; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3529) ;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3530) ; 7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 44 Tahun 1990 tentang Kebijakan Tarif Angkutan Penumpang dan Barang; 8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 84 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum ; 9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 90 Tahun 2002 tentang Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Angkutan Penumpang Antar Kota Antar Propinsi Kelas Ekonomi Di Jalan Dengan Mobil Bus Umum 10. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK 1185/PR.301/DRJD/2002 Tanggal 22 Nopember 2002 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Mekanisme Pengawasan Tarif Angkutan Penumpang Antar Kota dengan Mobil Bus Umum 11. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 1186/HK.402/DRJD/2002 tanggal 22 Nopember 2002 tentang Pemberian sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Yang Dilakukan oleh Pengusaha Angkutan Penumpang Umum dalam Trayek Tetap dan Teratur M E M U T U S K A N Menetapkan : Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat tentang Petunjuk Teknis Standar Fasilitas Pelayanan Angkutan Antar Kota Dengan Bus Umum BAB I JENI S PELAYANAN Pasal 1 Pelayanan angkutan Orang dalam trayek terdiri pelayanan ekonomi dan pelayanan non ekonomi. Pasal 2 (1) Pelayanan ekonomi adalah pelayanan minimal tanpa fasilitas tambahan dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan dan kualitas pelayanan ; (2) Pelayanan non ekonomi adalah pelayanan dengan dilengkapi fasilitas tambahan yang berupa pengatur suhu ruangan (AC), tempat duduk yang dapat diatur (reclining seat) dan peturasan (toilet) untuk kenyamanan penumpang ;

Pasal 3 Pelayanan Non Ekonomi sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (2) terdiri dari empat kelas yaitu : a. Kelas Bisnis RS b. Kelas Bisnis AC c. Kelas Eksekutif d. Kelas Super Ekskutif BAB II FASILITAS PELAYANAN TAMBAHAN Bagian Pertama Kelas Ekonomi Pasal 4 (1). Untuk pelayanan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1), tempat duduk mobil bus harus memenuhi persyaratan: a. tempat duduk terbuat dari busa atau bahan sejenis yang tidak mudah terbakar; b. lebar tempat duduk sekurang-kurangya 400 milimeter; c. jarak antara tempat duduk dengan tempat duduk didepannya sekurang-kurangnya 650 milimeter, diukur dari sisi depan sandaran tempat duduk kesisi belakang sandaran tempat duduk didepannya; d. lebar lorong efektif (gangway) antar baris tempat duduk sekurangkurangnya 350 milimeter untuk lalu lintas penumpang didalam bus; e. susunan tempat duduk 2-3, untuk mobil bus besar. (2) Ukuran dan susunan tempat duduk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). adalah sebagaimana contoh 1 Lampiran Keputusan ini. Bagian Kedua Kelas Bisnis RS Pasal 5 (1) Pelayanan kelas Bisnis RS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan pelayanan yang hanya dilengkapi dengan fasilitas tambahan berupa tempat duduk yang dapat diatur (reclining seat). (2) Untuk penyediaan fasilitas tambahan berupa tempat duduk yang dapat diatur (reclining seat) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tempat duduk mobil bus harus memenuhi persyaratan :

a. tempat duduk harus dapat direbahkan dan dilengkapi dengan sandaran tangan b. tempat duduk terbuat dari busa atau bahan sejenis yang tidak mudah terbakar; c. lebar tempat duduk sekurang-kurangya 480 milimeter; d. jarak antara tempat duduk dengan tempat duduk disepannya sekurang-kurangnya 850 milimeter, diukur dari sisi depan sandaran tempat duduk kesisi belakang sandaran tempat duduk didepannya; e. lebar lorong (gangway) antar baris tempat duduk sekurangkurangnya 350 milimeter untuk lalu lintas didalam bus; f. susunan tempat duduk 2-2, untuk mobil besar, untuk mobil bus sedang disesuaikan dengan persyaratan lebar tempat duduk; g. tidak mengganggu penumpang dibelakangnya pada saat sandaran direbahkan termasuk pada posisi maksimal ; h. reclining seat berfungsi dengan baik ; i. dapat ditambahkan foot rest atau foot step. (3) Ukuran dan susunan tempat duduk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah sebagaimana contoh 2 lampiran Keputusan ini Bagian Ketiga Kelas Bisnis AC Pasal 6 (1) Pelayanan kelas Bisnis AC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan pelayanan yang hanya dilengkapi dengan fasilitas tambahan berupa pengatur suhu ruangan (air conditioner). (2) Untuk pelayanan non ekonomi kelas Bisnis AC sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf b, tempat duduk mobil bus harus memenuhi persyaratan : a. tempat duduk terbuat dari busa atau bahan sejenis yang tidak mudah terbakar; b. lebar tempat duduk sekurang-kurangya 400 milimeter c. jarak antara tempat duduk dengan tempat duduk didepannya sekurang-kurangnya 650 milimeter, diukur dari sisi depan sandaran tempat duduk kesisi belakang sandaran tempat duduk didepannya; d. lebar lorong (gangway) antar baris tempat duduk sekurangkurangnya 350 milimeter untuk lalu lintas didalam bus; e. susunan tempat duduk atau 2-3 untuk mobil besar, untuk mobil bus sedang disesuaikan dengan persyaratan lebar tempat duduk. (3) Ukuran dan susunan tempat duduk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah sebagaimana contoh 1 Lampiran Keputusan ini.

Bagian Keempat Kelas Eksekutif Pasal 7 (1) Pelayanan kelas Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c merupakan pelayanan yang dilengkapi dengan fasilitas pelayanan tambahan berupa pengatur suhu ruangan (air conditioned) dan dapat dilengkapi dengan toilet. (2) Selain dilengkapi dengan fasilitas pelayanan tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tempat duduk mobil bus untuk pelayanan non ekonomi kelas Ekskutif harus memenuhi persyaratan : a. tempat duduk harus dapat direbahkan dan dilengkapi dengan sandaran tangan; b. tempat duduk terbuat dari busa atau bahan sejenis yang tidak mudah terbakar; c. lebar tempat duduk sekurang-kurangya 480 milimeter; d. jarak antara tempat duduk dengan tempat duduk didepannya sekurang-kurangnya 850 milimeter, diukur dari sisi depan sandaran tempat duduk kesisi belakang sandaran tempat duduk didepannya; e. lebar lorong (gangway) antar baris tempat duduk sekurangkurangnya 400 milimeter untuk lalu lintas didalam bus; f. susunan tempat duduk 2-2, untuk mobil besar, untuk mobil bus sedang disesuaikan dengan persyaratan lebar tempat duduk; g. tidak mengganggu penumpang dibelakangnya pada saat sandaran direbahkan termasuk pada posisi maksimal ; h. reclining seat berfungsi dengan baik ; i. dapat ditambahkan foot rest atau foot step. (3) Ukuran dan susunan tempat duduk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah sebagaimana contoh 2 Lampiran Keputusan ini. Bagian Kelima Kelas Super Eksekutif Pasal 8 (1) Pelayanan kelas Super Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d merupakan pelayanan yang dilengkapi dengan fasilitas pelayanan tambahan berupa pengatur suhu ruangan (air conditioned) dan toilet. (2) Selain dilengkapi dengan fasilitas pelayanan tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tempat duduk mobil bus untuk pelayanan non ekonomi kelas Super Ekskutif harus memenuhi persyaratan : a. Tempat duduk harus dapat direbahkan, memiliki sandaran tangan dan dapat dilengkapi dengan Leg Rest atau Foot Rest;

b. tempat duduk terbuat dari busa atau bahan sejenis yang tidak mudah terbakar; c. lebar tempat duduk sekurang-kurangya 650 milimeter; d. jarak antara tempat duduk dengan tempat duduk disepannya sekurang-kurangnya 1200 milimeter, diukur dari sisi depan sandaran tempat duduk kesisi belakang sandaran tempat duduk didepannya; e. tempat duduk dapat direbahkan; f. lebar lorong (gangway) antar baris tempat duduk sekurangkurangnya 400 milimeter untuk lalu lintas didalam bus; g. susunan tempat duduk 1-2, untuk mobil besar, untuk mobil bus sedang disesuaikan dengan persyaratan lebar tempat duduk; j. tidak mengganggu penumpang dibelakangnya pada saat sandaran direbahkan termasuk pada posisi maksimal ; k. reclining seat berfungsi dengan baik ; l. ditambahkan foot rest atau foot step. (3) Ukuran dan susunan tempat duduk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah sebagaimana contoh 3 Lampiran Keputusan ini. Bagian Keenam Persyaratan fasilitas tambahan Pasal 9 Fasilitas tambahan berupa pengatur suhu udara ruangan (Air Conditioning/AC) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) harus memenuhi persyaratan : a. mempunyai alat kontrol udara baik sentral maupun partial ; b. alat pengatur suhu berfungsi dengan baik ; c. suhu udara di dalam kendaraan secara konstan pada suhu 25 Celcius ; d. dapat menyediakan tempat untuk merokok (smoking area) bila memungkinkan. Pasal 10 (1) Fasilitas tambahan berupa toilet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1), harus memenuhi persyaratan : a. menyediakan fasilitas urinisasi yang memadai ; b. dapat berfungsi dengan baik ; c. persediaan air yang cukup ; d. aroma toilet tidak tersebar keseluruh ruangan bus ; e. terjaga kebersihannya ; f. tersedia tempat sampah ; g. dapat digunakan pada saat bus sedang berjalan. h. Posisi Toilet dikanan belakang i. Ukuran Toilet 830 milimater x 960 milimeter

(2) Bentuk dan ukuran Toilet sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah sebagaimana contoh 4 Lampiran Keputusan ini. Pasal 11 Pelayanan Bus disamping menyediakan fasilitas tambahan sesuai persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 2, dapat pula dilengkapi dengan Pelayanan Tambahan seperti Televisi (TV), Video, Karaoke, lampu baca, Selimut dan /atau Snack (makanan kecil) untuk kenyamanan penumpang. Pasal 12 Jenis pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 dan pasal 3 wajib ditulis secara jelas pada badan bus dan atau karcis bus, sebagaimana contoh 5 lampiran Surat Keputusan ini. BAB I V ATURAN PERALI HAN Pasal 13 (1) Pelaksanaan pelayanan angkutan orang dengan menggunakan kendaraan baru, sudah harus dapat diselenggarakan sesuai dengan ketentuan standar fasilitas pelayanan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan ini ; (2) Pelaksanaan pelayanan angkutan orang dengan menggunakan kendaraan yang telah mendapat izin sebelum Keputusan ini ditetapkan, ditentukan sebagai berikut : a. dalam waktu 15 (lima belas) hari sejak Surat Keputusan ini diterbitkan, perusahaan angkutan harus menyelesaikan proses inventarisasi kendaraan yang dimiliki, kemudian melakukan pengelompokan/klasifikasi atas fasilitas pelayanan kendaraan dengan berpedoman pada ketentuan yang tertuang dalam Surat Keputusan ini; b. melaporkan hasil inventarisasi kendaraan yang dimiliki kepada Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota sesuai domisili dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja, untuk mendapatkan pengesahan registrasi kendaraan dari masing-masing Perusahaan Angkutan ; c. setelah dilakukan verifikasi antara data yang dilaporkan, disesuaikan dengan kondisi fisik kendaraan, Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota menyampaikan Surat Perintah untuk mencantumkan identitas jenis pelayanan pada badan bus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 kepada Perusahaan Angkutan (PO) ;

d. Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota selanjutnya meneruskan data kendaraan lama yang dimiliki oleh Perusahaan Angkutan kepada Direktur Jenderal untuk pelayanan bus dengan trayek AKAP dan kepada Gubernur untuk pelayanan bus dengan trayek AKDP, dalam waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja. e. Direktur Jenderal dan Gubernur menerbitkan Kartu Pengawasan yang telah disesuaikan, menggantikan Kartu Pengawasan yang lama. BAB VI PENUTUP Pasal 14 Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kepala Dinas Propinsi/Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dibidang lalu lintas dan angkutan jalan mengawasi pelaksanaan Keputusan ini Pasal 15 Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : JAKARTA Pada Tanggal : 2 Juli 2003 DI REKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT ttd Tembusan disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Perhubungan RI; 2. Menteri Dalam Negeri RI; 3. Kepala Kepolisian RI 4. Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan; 5. Inspektur Jenderal Departemen Perhubungan; 6. Para Gubernur; 7. Para Bupati/Walikota; 8. Para Kepala Dinas Perhubungan/LLAJ Propinsi; 9. Para Kepala Dinas/Kantor Perhubungan/LLAJ Kab / Kota; 10. Ketua DPP Organda. I r. I SKANDAR ABUBAKAR MSc NI P. 120 092 889

1200 350 800 650 POT B-B Skala : 1/30 POT A-A Skala : 1/30 650 650 440 1050 SAMPING SUSUNAN KURSI Skala : 1 / 60

CONTOH 2 850 800 350 800 450 POT B-B Skala : 1/30 POT A-A Skala : 1/30

CONTOH 3 1200 1200 1880 TAMPAK SAMPING KIRI 650 290.0 TAMPAK DEPAN

CONTOH 4 Tempat sampah 235 B Bak Air 160 260 530 30 Lubang Pengeluaran ( Drainase ) 830 580 B 40

CONTOH 5 : JAKARTA - PEKALONGAN Nama: Jenis Pelayanan : Tanggal: Bisnis RS. Jam Kebrgk.: Bisnis AC Nomor Bus: Executive No. Kursi: Super Executive Bayarlah tiket sesuai tarif yang tercetak diatas Sudah termasuk Iuran wajib dan Extra Cover Barang hilang/ rusak menjadi tanggung jawab penumpang Bila mendapatkan pelayanan yang tidak memuaskan laporkan kami PO. INDONESIA EXPRESS Jl. Merdeka Barat No. 8 Jakarta Pusat Telp. (021) 3506138 TARIF Rp. 30.000 TERIMA KASIH ATAS KEPERCAYAAN ANDA MENGGUNAKAN BUS KAMI Gambar b. Contoh Tiket SUPER EXECUTIVE INDONESIA EXPRESS ANTAR KOTA ANTAR PROPINSI Gambar a. Bus Kelas Super Executive