Pemekaran Wilayah. Tabel Pemekaran Daerah Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara yuridis, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

Pemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi? MENGURAI REGULASI PEMEKARAN. Disusun Oleh : Agunan P. Samosir 1 ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

Catatan : Kebijakan Transfer ke Daerah Dalam rangka RAPBNP Tahun 2011 Kebijakan belanja daerah atau transfer ke daerah dalam APBN 2011

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

PERSYARATAN DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN DAERAH OTONOMI BARU

Pemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi? POTRET PEMEKARAN DAERAH. Disusun Oleh : Sri Lestari Rahayu 1

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

Pemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi? MENGAPA HARUS MEKAR. Disusun Oleh : Rita Helbra Tenrini 1

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

Pemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi? MENYIBAK KEGAGALAN PEMEKARAN. Disusun Oleh : Rita Helbra Tenrini 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EXECUTIVE SUMMARY Kajian Evaluasi Pembentukan, Pemekaran, Penggabungan dan Penghapusan Daerah

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Desentralisasi dan Otonomi Daerah:

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah. Karena otonomi daerah itu sendiri adalah hak, wewenang, dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INUNG ISMI SETYOWATI B

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

Analisis Terhadap Hasil Pemeriksaan BPK Mengenai Pemenuhan Kewajiban Pembiayaan Pada Masa Transisi Pemekaran Daerah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN TANA TIDUNG DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

TRANSFER DANA DESENTRALISASI LAMPAUI RP500 TRILIUN

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

I. PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22

BAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kerja finansial Pemerintah Daerah kepada pihak pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

Transkripsi:

Pemekaran Wilayah Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten/kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah untuk menjalankan otonomi daerah seluasluasnya. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 1 Ketersediaan peluang regulasi bagi pemekaran daerah otonom, atau pembentukan daerah otonom baru, sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia. Sejak sistem pemerintahan sentralistis pada masa Orde Baru, pemerintah juga telah banyak melakukan pembentukan daerah otonom baru. Kecamatan-kecamatan yang semakin kuat karakter urban-nya kemudian dijadikan Kota Administratif, sebuah unit pemerintahan wilayah dekonsentratif (field administration). Selanjutnya bila karakter tersebut telah semakin menguat, daerah tersebut dijadikan Kota Madya yang setingkat dengan Pemerintahan Kabupaten. Di luar itu juga dimungkinkan pembentukan pemerintah kabupaten ataupun provinsi baru. Namun, selama periode Orde Baru tahun 1966-1998, tidak terdapat penambahan daerah otonom baru yang signifikan. Ledakan penambahan daerah otonomi baru, atau yang biasa disebut pemekaran daerah, baru terjadi pasca 1999. Ditengah keinginan berbagai pihak untuk merasionalisasi pemekaran daerah, proses pemekaran daerah terus berlangsung hampir setiap tahun pada periode 1998-2008 sebagaimana terlihat di tabel berikut. Tabel Pemekaran Daerah Tahun 1999 2008 Tahun Bulan Jmlh Provinsi Baru Jmlh Kabupaten Baru Jmlh Kota Baru 1999 Oktober - 26 1 27 2000 Juni 2 - - 2 Oktober 1 - - 1 Desember 2 1-3 2001 Juni - - 12 12 2002 2003 Total April - 19 3 22 Oktober 1 - - 1 Februari - 9 3 12 April - 17-17 Mei - 12-12 Desember - 23-23 2004 Oktober 1 - - 1 2007 Januari - 14 2 16 Maret - 1-1 Agustus - 6 2 8 2008 Januari - 6-6 Juli - 5-5 TOTAL 7 134 23 169 Sumber : Diolah dari UU Pembentukan Daerah Baru, Sekretariat DPR 1999-2008. 1 Pasal 1 Angka 5 UU Pemda. Sie Infokum Ditama Binbangkum 1

Usulan untuk membentuk daerah baru ini masih terus terjadi sampai sekarang, bahkan sebagian diantaranya sedang dibahas oleh DPR. Dilihat dari segi regulasi, pemekaran daerah diberi peluang oleh pemerintahan Orde Baru dan pasca Orde Baru. Perbedaannya terletak pada proses pengusulan pemekaran. Di masa Orde Baru pemerintah pusat mempunyai peran yang besar untuk menyiapkan pembentukan daerah otonom (dari ibukota Kecamatan, menjadi Kota Administratif lalu Kotamadya) dan menginisiasi pembentukannya. Di masa pasca Orde Baru, regulasi yang ada menekankan pada usulan daerah untuk memekarkan diri dalam rangka membentuk daerah otonom baru. Namun pun demikian, regulasi yang ada berusaha untuk menyaring usulan pemekaran dengan mempertimbangkan kapasitas daerah yang akan dibentuk. Selain itu, bukan hanya pemekaran yang dimungkinkan. Tetapi penggabungan beberapa daerah menjadi satu daerah otonompun diberi peluang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya ditulis UU Pemda), pembentukan daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Pembentukan daerah dapat berupa pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih, atau penggabungan bagian daerah yang bersandingan, atau penggabungan beberapa daerah. 2 Pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih. 3 Sementara dalam prakteknya sampai dengan tahun 2008, Indonesia belum pernah mempunyai pengalaman penggabungan daerah. Sebelumnya, tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 diganti Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah (selanjutnya ditulis PP 78/07). Dalam PP 78/07 mengatur mengenai proses pembentukan daerah yang didasari pada 3 (tiga) persyaratan, yakni administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. 1. Persyaratan administratif didasarkan atas aspirasi sebagian besar masyarakat. 2. Persyaratan secara teknis didasarkan pada faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Adapun faktor lain tersebut meliputi pertimbangan kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan. 3. Persyaratan fisik kewilayahan dalam pembentukan daerah meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan. Dengan persyaratan dimaksud diharapkan agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dalam memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pembentukan daerah, tidak boleh mengakibatkan daerah induk menjadi tidak mampu menyelenggarakan otonomi 2 Pasal 4 Ayat (3) UU Pemda. 3 Pasal 1 Angka 10 PP No. 78/07. Sie Infokum Ditama Binbangkum 2

daerah, sehingga tujuan pembentukan daerah dapat terwujud dengan dilengkapi dengan kajian daerah. Kajian daerah ini merupakan hasil kajian Tim yang dibentuk oleh kepala daerah yang bersangkutan untuk menilai kelayakan pembentukan daerah otonom baru secara obyektif yang memuat penilaian kuantitatif terhadap faktor-faktor teknis. Penilaian kuantitatif ini dilengkapi dengan proyeksi faktor-faktor dominan (kependudukan, potensi daerah, kemampuan ekonomi dan kemampuan keuangan) selama 10 (sepuluh) tahun dan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Induk serta penilaian kualitatif terhadap faktor lainnya yang memiliki karakteristik tersendiri antara lain potensi sumber daya alam yang belum tergali, kondisi etnik, potensi konflik dan historis. Aturan mengenai tata cara pembentukan daerah, baik yang diatur dalam PP No. 129/00 maupun PP No. 78/07 sangat kental menekankan kuatnya dukungan dan inisiatif daerah dalam proses inisiasi pembentukan daerah. Hal ini terlihat jelas jika kita mengikuti alur proses inisiasi pemekaran daerah sesuai dengan Pasal 14 sampai 21 PP No. 78 Tahun 2007. Gambar Proses Pengusulan Pemekaran Wilayah di Tingkat Daerah Sedangkan prosedur pembahasan ditingkat pusat untuk meloloskan usulan proposal pembentukan daerah otonom baru secara teknokratis dapat digambarkan sebagai berikut : D Sie Infokum Ditama Binbangkum 3

Dalam wacana publik dan kajian akademis diuraikan dorongan pemekaran selama ini lebih banyak muncul dari tuntutan daerah. Beberapa alasan utama daerah mengajukan pemekaran antara lain adalah : 1. Kebutuhan untuk pemerataan ekonomi daerah. Menurut data IRDA, kebutuhan untuk pemerataan ekonomi menjadi alasan paling populer digunakan untuk memekarkan sebuah daerah. 2. Kondisi geografis yang terlalu luas. Banyak kasus di Indonesia, proses delivery pelayanan publik tidak pernah terlaksana dengan optimal karena infrastruktur yang tidak memadai. Akibatnya luas wilayah yang sangat luas membuat pengelolaan pemerintahan dan pelayanan publik tidak efektif. 3. Perbedaan Basis Identitas. Alasan perbedaan identitas (etnis, asal muasal keturunan) juga muncul menjadi salah satu alasan pemekaran. Tuntutan pemekaran muncul karena biasanya masyarakat yang berdomisili di daerah pemekaran merasa sebagai komunitas budaya tersendiri yang berbeda dengan komunitas budaya daerah induk. 4. Kegagalan pengelolaan konflik komunal. Kekacauan politik yang tidak bisa diselesaikan seringkali menimbulkan tuntutan adanya pemisahan daerah. 5. Adanya insentif fiskal yang dijamin oleh Undang-Undang bagi daerah-daerah baru hasil pemekaran melalui Dana Alokasi Umum (DAU), bagi hasil Sumber Daya Alam, dan Pendapatan Asli Daerah. 4 Secara umum, beberapa implikasi pemekaran daerah antara lain adalah : 1. Implikasi di bidang Politik Pemerintahan Dari sisi politis, pemekaran wilayah dapat menumbuhkan perasaan homogen daerah pemekaran baru yang akan memperkuat civil society agar lebih aktif dalam kehidupan politik. 2. Implikasi di bidang Sosio Kultural Dari dimensi sosial, kultural, bisa dikatakan bahwa pemekaran daerah mempunyai beberapa implikasi positif, seperti pengakuan sosial, politik dan kultural terhadap masyarakat daerah. Melalui kebijakan pemekaran, sebuah entitas masyarakat yang mempunyai sejarah kohesivitas dan kebesaran yang panjang, kemudian memperoleh pengakuan setelah dimekarkan sebagai daerah otonom baru. 5 3. Implikasi Pada Pelayanan Publik Dari dimensi pelayanan publik, pemekaran daerah memperpendek jarak geografis antara pemukiman penduduk dengan sentra pelayanan, terutama ibukota pemerintahan daerah. Pemekaran juga mempersempit rentang kendali antara pemerintah daerah dengan unit pemerintahan di bawahnya. 4 Putra, R Alam Surya, 2006, Pemekaran Daerah di Indonesia : Kasus di Wilayah Penelitian IRDA, Makalah Seminar Internasional Percik ke-7, Salatiga, Juli 2006. Pratikno, 2007, Policy Paper : Usulan Perubahan Kebijakan Penataan Daerah (Pemekaran dan Penggabungan Daerah),Kajian Akademik Penataan Daerah di Indonesia Kerja sama Dengan DRSP-Depdagri. 5 Kana & Suwondo, 2007 dalam www.ugm.ac.id, Rasionalisasi Pemekaran & Penggabungan Wilayah Sie Infokum Ditama Binbangkum 4

4. Implikasi Bagi Pembangunan Ekonomi Pemekaran dianggap sebagai cara untuk meningkatkan pembangunan di daerah miskin, khususnya dalam kasus pembentukan kabupaten baru. Adanya pemekaran dinilai akan memberi kesempatan kepada daerah miskin untuk memperoleh lebih banyak subsidi dari pemerintah pusat (khususnya melalui skema DAU dan beberapa DAK), hal ini akan mendorong peningkatan pendapatan per kapita di daerah tersebut. 5. Implikasi Pada Pertahanan, Keamanan dan Integrasi Nasional Pembentukan daerah otonom baru, bagi beberapa masyarakat pedalaman dan masyarakat di wilayah perbatasan dengan negara lain, merupakan isu politik nasional yang penting. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu motivasi untuk membentuk daerah baru tidak terlepas dari adanya jaminan dana transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dalam era desentralisasi ini, bentuk dana transfer ini dikenal sebagai dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), serta Dana Bagi Hasil (DBH) baik bagi hasil pajak maupun bagi hasil sumber daya alam. Komponen terbesar dalam dana transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah DAU. Dampak dari adanya pemekaran daerah terhadap alokasi DAU dan akhirnya membebani APBN sebenarnya lebih bersifat tidak langsung. Hal ini dikarenakan DAU yang dialokasikan didasarkan pada perhitungan daerah induk dan baru kemudian dibagikan berdasarkan proporsi tertentu antara daerah induk dan daerah pemekaran. Tentunya sebagai daerah baru, penerimaan DAU tersebut lebih diarahkan pada pembangunan prasarana pemerintah seperti kantor pemerintahan, rumah dinas, serta pengeluaran lain yang berkaitan dengan belanja pegawai. Pengeluaran yang berkaitan dengan aparatur pemerintahan ini jelas memiliki pengaruh yang sedikit kepada masyarakat sekitar. Penyediaan barang publik kepada masyarakat tentunya akan menjadi berkurang dikarenakan pada tahun-tahun awal pemekaran daerah, pembangunan lebih difokuskan pada pembangunan sarana pemerintahan. Karena itu, aliran DAU kepada daerah pemekaran, menjadi opportunity loss terhadap penyediaan infrastruktur dan pelayanan publik kepada masyarakat. Jumlah ini tentunya tidaklah sedikit. Berdasarkan hasil evaluasi Departemen Keuangan (Depkeu) terhadap 145 daerah otonomi baru menunjukkan bahwa sekitar 80% tidak berdampak positif, baik dalam konteks pelayanan publik maupun kesejahteraan masyarakat. Mayoritas (86%) sumber pendapatan APBD kabupaten/kota dan 53% APBD provinsi dari dana perimbangan yang dialokasikan Depkeu. Sebagian besar alokasi APBD (58%) digunakan untuk belanja pegawai, sedangkan biaya pembangunan cuma 21%. 6 Dalam APBN 2009, dana transfer ke daerah ditetapkan sebesar Rp 303,1 triliun yang terdiri dari dana perimbangan sebesar Rp 279,3 triliun dan dana otonomi khusus dan penyesuaian sebesar Rp 23,7 triliun. Dana perimbangan sebesar Rp 279,3 triliun terdiri dari DBH sebesar Rp 68,1 triliun, DAU sebesar Rp186,4 triliun, dan DAK sebesar Rp24,8 triliun. 7 6 www.puspen.depdagri.go.id, 80% Pemekaran Wilayah Gagal 7 www.kppod.org, Pemekaran Daerah Hamburkan Uang Negara Sie Infokum Ditama Binbangkum 5

Dengan demikian, BPK mempunyai peranan strategis membantu DPR, DPRD, dan DPD dalam mengawasi anggaran belanja pemerintah agar efisien dan efektif sehingga terciptanya good governance dengan melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sesuai dengan amanat Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Sie Infokum Ditama Binbangkum 6