BAB I PENDAHULUAN. dengan tega s menyatakan bahwa pemerintahan daerah provinsi, kabupaten

dokumen-dokumen yang mirip
Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

I. PENDAHULUAN. dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TESIS. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Magister. Program Studi Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Tata Negara.

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. utuh, sehingga wilayah negara Indonesia terbagi ke dalam daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1. Permasalahan. Latar Belakang Masalah

Panduan diskusi kelompok

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN TENTANG HIBAH DAERAH DI INDONESIA. A. Pengaturan Tentang Hibah Daerah di Indonesia

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : RAILA SOLANTIKA BP

2012, No sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No

KEWENANGAN GUBERNUR DALAM URUSAN AGAMA DI DAERAH SKRIPSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

MAKALAH PEMERINTAHAN DAERAH. Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sistem Pemerintahan Daerah Dosen : Daliha, S.IP., M.Si.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota,

PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang menganut sistem

PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa,

kenegaraan maupun kebijakan perekonomian. Pada era reformasi saat ini membawa perubahan paradigma sistem pemerintahan nasional, dari sistem

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

Undang-Undang No. 32. Tahun 2004 Pelimpahan. wewenang. pemerintahan oleh. Pemerintah kepada. Gubernur sebagai. wakil pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. tekhnologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. pembangunan. Oleh karena itu peran masyarakat dalam Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas sumber daya alam, sumber daya potensial yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

Pembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG KELOMPOK KERJA SEKRETARIS GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014

I. UMUM. Dalam...

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami perubahan yaitu, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

GaneÇ Swara Vol. 6 No.2 September 2012 I KOMANG RUPADHA ABSTRAKSI PENDAHULUAN. Kajian Historis Undang-undang Pemerintahan...I Komang Rupadha 114

BAB I PENDAHULUAN. baik propinsi, kabupaten maupun kota menggerakkan roda pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran. pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia sebagai negara kesatuan yang berbentuk republik

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KECAMATAN DI KABUPATEN BIMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PE DAHULUA. sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Negara baik di bidang. kenegaraan maupun di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Pasal 18 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan tega s menyatakan bahwa pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri pe merintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantu. Sedang pada ayat (5) dinyatakan bahwa pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh unda ng undang sebagai urusan pemerintah pusat. Berdasarkan pada ketentuan tersehut di atas berarti ada paradigma baru yang diletakkan oleh UUD 1945 setelah dilakukan perubahan terkait kewenangan pemerintahan daerah,yaitu: 1. Pemerinta h daerah di susun dan dijalankan berdasarkan prinsip (asas) otonomi dan tugas pembantuan. 2. Pemerintahan daerah disusun dan dijalankan berdasarkan prinsip otonomi yang seluas-luasnya: 3. Pemerintah daerah me miliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus semua urusanpemerintahan (administratif regelen en bestuur) di daerah,kecuali oleh atau berdasarkan ketentuan undang-undang ditentukan se bagai urusan (kewenangan) pemerintah pusat. Dala m rangka menjalankan urusan-urusan tersebut diatas, berdasarkan pasal 18 ayat (6) UUD 1945: Pemerintah daerah 1

berwenangmenetapkanperaturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan". Pada pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar yang telah mengatur berbagai hal, termasuk pembentukan pemerintahan di daerah sebagaimana tertuang da lam Pasal 18, yang realisasinya dituangkan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1945 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah yang kemudian karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Pada era reformasi undangundang tersebut juga dipandang tidak sesuai dengan tuntutan reformasi sehingga dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah direvisi dan diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, serta dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan menggunakan asas desentralisasi dan tugas pembantuan. 1 Desentralisasi, menurut pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NegaraKesatuan Republik Indonesia. Dekonsentrasi, menurut 1 Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, Raja Grafindo, Jakarta, 2005, hal 27. 2

Pasal 1 angka 8 undang-undang tersebut, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Sedangkan, tugas pembantuan (medebewind), menurut pasal 1 angka 9 undang-undang tersebut, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau fesa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Menurut pasal 10 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah ayat (1). Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah menjakankan otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan ayat (2). Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Politik luar Negeri; b. Pertahanan; c. Keamanan; d. Yustisi; e. Moneter dan fiskal; serta f. Agama 3

Berdasarkan ketentuan pasal 10 ayat (3) tersebut berarti, pemerintah daerah memiliki wewenang yang luas untuk mengatur dan mengurus segala macam urusan pemerintahan daerah, kecuali enam urusan yang secara tegas dinyatakan sebagai wewenang pemerintahan pusat. Dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan, terutama dalam penyelenggaraan otonomi daerah, daerah otonom dibekali dengan hakhak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Hak-hak daerah tersebut, menurut Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mencakup hak: a. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya; b. Memilih pemimpin sendiri; c. Mengelola aparatur pemerintahan; d. Mengelola kekayaan daerah; e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah; f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelola sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya yang berada di daerah; g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan h. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundangundangan. Di samping hak-hak tersebut di atas, daerah (otonomi) jugadibebani beberapa kewajiban, yang menurut Pasal 22 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 meliputi kewajiban untuk: 4

a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. Meningkatkan kualitas kehidupan; c. Mengembangkan kehidupan demokrasi; d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan; e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; f. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; g. Mengembangkan sistem jaminan sosial; h. Menyusun perencanan dan tata ruang daerah; i. Mengembangkan sumberdaya produktif di daerah; j. Melestarikan lingkungan hidup; k. Mengelola administrasi kependudukan; 1. Melestarikan nilai sosial budaya; m. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan n. Kewajiban lainnya yang di atur dalam peraturan perundang-undangan. Dengan adanya otonomidaerah tersebut, maka tiap-tiap daerah (baikdaerah propinsi, kabupaten/kota) diberi wewenanng untuk membuat peraturan tersendiri yang berbentuk Peraturan Daerah. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan pembangunan di Kabupaten Klaten yang terdiri dari 5 wilayah Pembantu, 26 Kecamatan dan 406 Desa yang telah disesuaikan dengan Rencana Induk Kots (RIK) dengan harapan akan tercapai pembangunan kota yang terencana dan berkesinambungan, khususunya akan merupakan 5

kerangkadasar dari pembangunan nasional. Agar pembangunan tersebut sesuai dengan Rencana Induk Kota, maka Pemerintah Daerah Klaten mengeluarkan peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1984 tantang Membuat dan Membongkar Bangun, yang lazimnya disebut dengan peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan. Peraturan daerah yang dibuat pada masa berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahandi Daerah itu hingga kini masih berlaku, karena belum pernah diganti atau dicabut dengan Peraturan Daerah yang baru, meskipun Undangundang Pemerintahan Daerah tersebut telah diganti dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Seperti kita ketahui bahwa sering kali kita dengar dan lihat tentang adanya penggusuran-penggusuran atau pembongkaran-pembongkaran bangunan yang dilakukan oleh aparat pemerintahan daerah dengan dalih bahwa bangunan tersebut tidak ada izin pendirian bangunannya. Pada masyarakat perkotaan, pada umumnya mereka tahu akan adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB), tetapi mereka belum mempunyai kesadaran untuk menerapkan sesui dengan peraturan, sedangkan pada masyarakat pinggiran kota (desa) pada umumnya mereka tidak tahu adanya peraturan daerah yang mengatur mengenai izin mendirikan bangunan, sehingga kalau mereka ingin mendirikan bangunan mereka langsung saja mendirikan bangunan sesuai dengan keinginan dan jika kemudian ketahuan oleh 6

petugaspengawas bangunan, serta mendapat teguran dari pihak yang berwenag baru mereka kemudian mengajukan izin. Bertitik tolak dari pertimbangan tersebut, maka saya tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pelaksanaan izin mendirikan bangunan khususnya untuk rumah tangga. Untuk itu, saya mengadakan penelitian dengan judul "Ketaatan Masyarakat Kabupaten Klaten Terhadap Peraturan Daerah Tentang Izin Mendirikan Bangunan". B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian-uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah, maka yang menjadi permasalahan adalah: 1. Bagaimanakah Ketaatan Masyarakat Kabupataen Klaten TerhadapPeraturan Daerah No 5 Tahun 1984 Tentang IMB di Kabupaten Klaten? 2. Faktor-faktor apakah yang menghambat dan mendorong masyarakat dikabupaten Klaten dalam mematuhi Peraturan Daerah tentang IMB dikabupaten Klaten? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui masyarakat di Kabupaten Klaten dalam mematuhi Peraturan Daerah tentang IMB? 2. Untuk mengetahui faktor yang menunjang dan menghambat masyarakat dalam mematuhi Peraturan Daerah IMB di Kabupaten Klaten? 7

D. Kegunaan Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan agar memberikan sumbangan bagi perkembangan Ilmu Hukum, khususnya Hukum Tata Negara yang berhubungan dengan Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Klaten serta masyarakat di Kabupaten Klaten. 2. Hasil penelitian ini diharapkan pula memberikan manfaat bagi dunia praktek tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Klaten. E. Kerangka Pemikiran 1. Pengertian Pelaksanaan Skripsi ini berjudul "Ketaatan Masyarakat Kabupaten Klaten Terhadap Peraturan Daerah Tentang Izin Mendirikan Bangunan", kata ketaatan diartikan sebagai sejauh mana yang terjadi di lapangan, efektif atau tidak. 2. Pengertian Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1984 Kabupaten Klaten Peraturan yang dibuat oleh Kepala Daerah Kabupaten Kla ten dengan persetujuan Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Klaten tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB). 3. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan Pengertian izin mendirikan bangunan menurut Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1984 pasal 2 ayat (1): bahwa izin mendirikan bangunan adalah izin yang diberikan oleh kepala daerah kepada seseorang atau badan hukumyang akan melakukan pekerjaan membuat bangunan dengan 8

nama atau cara apapun, membangun atau memperbaiki ataupun mengubah bangunan yang telah ada dan melakukan pembongkaran bangunan di wilayah Kabupaten Klaten. F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Sifat Penelitian Pendekatan penelitian terhadap Ketaatan Masyarakat Kabupaten Klaten Terhadap Peraturan daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan, ini adalah "Normatif Sosiologis", sebab penelitian ini difokuskan pada asasasas atau norma -norma, pengertian-pengertian dan kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat sebagai disiplin (Das Sollen). Adapun dilihat dari sifatnya penelitian ini bersifat diskriptif, yaitu dengan jalan mengembalikan atau menjelaskan tentang pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1984 di Kabupaten Klaten beserta faktor-faktor yang menunjang dan menghambat pelaksanaan Peraturan Daerah tersebut. 2. Bahan penelitian 1) Bahan penelitian yang diperoleh dari studi lapangan (Field Study) adalah data primer terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah No 5 Tahun 1984 tentang Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Klaten. 9

2) Bahan yang diperoleh dari studi pustaka (Library Research) adalah data sekunder antara lain: a. Buku-buku lieratur, hasil penelitian, hasil pertemuan ilmiah. b. Peraturan Perundang-undangan c. Kamus-kamus, dalam hal ini penulis menggumakan Kamus Hukum, Kamus Inggris Indonesia. 3. Alat dan Teknik Pengumpulan Data 1) Untuk mendapatkan data primer penulis menggunakan: a. Interview atau Wawancara Yaitu dengan mengajukan pertanyaan secara lisan kepada responden guna memperoleh kejelasan. b. Questioner Yaitu mengambil data dengan cara menyerahkan daftar pertanyaan yang kemudian dijawab oleh responden. 4. Analisis Data Digunakan analisis data kualitatif, yaitu berdasarkan mutu atau kualitas data. Bahwa apa yang dapat dari studi pustaka maupun yang dinyatakan oleh responden baik secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata yang diteliti dan yang dipelajari sebagai suatu yang utuh. 10

G. Sistematika Untuk memberikan pemikiran secara umum menyeluruh isi dan jelas dari penulisan skripsi ini serta memudahkan pembaca untuk mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini terdiri dari: Bab Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka penelitian, definisi operasional Bab tinjauan pustaka yang terdiri dari pengertian izin mendirikan bangunan, maksud dan tujuan pengeluaran IMB, subjek dan objek IMB, macam-macam izin bangunan, hak dan kewajiban pemohon IMB, bentuk izin bangunan, Hinder Ordonentie (HO)- (Stb. No. 226-1926), persyaratan dan prosedur mendapatkan IMB, jenis jenis bangunan, bentuk, konstruksi, luas dan garis-garis bangunan, biaya untuk mendapatkan IMB. Bab hasil penelitian yang mencakup gambaran umum kabupaten Klaten, ketaatan masyarakat kabupaten Klaten terhadap perda tentangimb, efektifitas peraturan daerah No. 5 Tahun 1984, faktor penghambat dan pendorong masyarakat K laten dalam pelaksanaan peraturan daerah. Babpenutup yang mencakup kesimpulan dan saran Daftar Pustaka Lampiran 11