BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prima Mutia Sari, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

2014 IDENTIFIKASI KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN SIKAP ILMIAH YANG MUNCUL MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM PADA MATERI NUTRISI KELAS XI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan merupakan suatu kunci pokok untuk mencapai cita-cita suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

BAB I PENDAHULUAN. IPA itu suatu cara atau metode mengamati Alam (Nash, 1963) maksudnya, membentuk suatu perspektif baru tentang objek yang diamati.

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Lidia Rahmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Makna umum pendidikan adalah sebagai usaha manusia menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu bidang studi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN. sarana dalam membangun watak bangsa. Tujuan pendidikan diarahkan pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran dan berpengaruh positif terhadap segala bidang

BAB III PEMBAHASAN. pembelajaran yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hal yang paling pokok dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abas Hidayat, 2015

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK USAHA DAN ENERGI KELAS VIII MTS N-3 MEDAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi dari berbagai media massa, baik media cetak atau elektronika sering dikemukakan bahwa mutu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada kecakapan hidup (life skill oriented), kecakapan berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan berfungsi sebagai pencetak SDM

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Pada hakikatnya, pendidikan berlangsung pada suatu sistem pendidikan, yang di dalamnya terdapat komponen masukan, proses, dan hasil. Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh sistem dan pelaksananya. Sistem akan beroperasi secara optimal apabila komponen pelaksana memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal. Pendidikan di Indonesia semakin hari kualitasnya semakin rendah. Faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya kompetensi guru, dan mahalnya biaya pendidikan. Selain itu, prestasi siswa yang merupakan indikator kualitas pendidikan di Indonesia juga masih berkategori rendah. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data survei TIMSS

2 (Trend In Mathematics and Science Study), prestasi sains Indonesia pada tahun 2007 berada di peringkat 35 dari 49 negara dan pada tahun 2011 berada di peringkat 40 dari 45 negara. ( Martin, 2012:44). Selain itu OECD (2013:5) mempublikasikan hasil PISA (Programme for International Student Assessment) 2012 bahwa dalam bidang sains, Indonesia menduduki peringkat 64 dari 65 negara. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi sains siswa di Indonesia masih sangat rendah dan semakin menurun dari tahun ke tahun dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Pada dasarnya sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. Namun, fakta yang ditemukan di lapangan adalah pelajaran sains yang tidak disukai siswa adalah fisika. Berdasarkan hasil observasi peneliti di SMA Negeri 10 Medan, ditemukan beberapa permasalahan antara lain siswa kurang menyukai pelajaran fisika karena dianggap sulit dan tidak menyenangkan. Pada dasarnya, sikap siswa dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Sikap siswa yang positif terutama pada mata pelajaran yang disajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar

3 siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap mata pelajaran, apalagi jika diiringi kebencian kepada guru dan mata pelajaran dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut. Salah satu penyebab kurang tertariknya siswa pada pelajaran fisika adalah pembelajaran yang digunakan guru. Model pembelajaran yang cenderung digunakan guru adalah pembelajaran konvensional yang dilakukan dengan metode ceramah dan presentasi. Dengan menerapkan pembelajaran ini, guru hanya menyajikan materi melalui laptop kemudian dijelaskan kepada siswa tanpa ada pembuktian secara praktek. Padahal, sekolah memiliki laboratorium namun dalam siswa tidak pernah melakukan praktikum sehingga mereka tidak dapat mengembangkan keterampilan mereka. Pengetahuan konsep fisika yang diperoleh siswa selama pembelajaran hanya secara teori, belum secara praktek. Artinya teori dan eksperimen belum terintegrasi. Hal ini diperkuat dengan hasil observasi terhadap siswa kelas X SMAN 10 Medan bahwa mereka tidak pernah melakukan praktikum dalam pembelajaran. Siswa selalu bersikap pasif, hanya bersikap sebagai pendengar sehingga sikap ilmiah mereka juga tidak muncul. Keaktifan siswa hanya terlihat dalam mengerjakan soal-soal fisika saja. Hal ini membuat siswa kurang termotivasi dan pembelajaran fisika kurang bermakna. Inilah yang membawa efek negatif terhadap hasil belajar fisika siswa yaitu masih kurang memuaskan. Hanya beberapa siswa yang memperoleh hasil yang cukup memuaskan, selebihnya siswa harus melakukan remedial.

4 Pada hakikatnya, pembelajaran fisika lebih menekankan pada proses. Hal ini senada dengan pendapat Bhaskara ( 2008: 19), Science is not just content, science is content plus something. That something is process. Untuk itu, percobaan merupakan bagian terpenting dalam fisika. Dalam pembelajaran fisika, siswa berperan seolah-olah sebagai ilmuan. Siswa menggunakan metode ilmiah untuk mencari jawaban terhadap suatu permasalahan yang sedang dipelajari. Model pembelajaran menurut Joyce ( 1980: 1) adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya. Penggunaan model pembelajaran yang inovatif dapat membuat pembelajaran fisika menjadi lebih menyenangkan dan bermakna. Salah satu model pembelajaran yang inovatif adalah model pembelajaran scientific inquiry. Model pembelajaran ini dapat digunakan untuk mengembangkan sikap ilmiah dan meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Model pembelajaran inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan pengembangan keterampilan. ( Gulo, 2002: 93). Schwab ( dalam Joyce, 1980: 10) mengemukakan bahwa Scientific Inquiry designed to teach the research system of a discipline, but also expected to have

5 effects in other domains; sociological methods may be taught in order to increase social understanding and social problem solving ( model pembelajaran Scientific Inquiry dirancang untuk pembelajaran sistem penelitian dari suatu displin, dan juga memiliki efek dalam domain lainnya; metode sosial dapat diajarkan untuk meningkatkan pemahaman sosial dan pemecahan masalah sosial). Dalam model pembelajaran Scientific Inquiry, siswa dibimbing oleh guru dalam memahami konsep melalui serangkaian percobaan. Dhakaa ( 2012: 81) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa belajar konsep biologi pada siswa kelas IX melalui model pembelajaran Scientific Inquiry lebih efektif daripada pembelajaran konvensional. Ini berarti model pembelajaran Scientific Inquiry memiliki implikasi yang sangat penting bagi pembelajaran di dalam kelas sehari-hari dan juga untuk kepentingan siswa. Model ini membuat proses pengajaran menjadi interaktif dan menarik. Siddiqui ( 2013: 77) juga berpendapat bahwa model pembelajaran Scientific Inquiry diterapkan untuk menghadapi emosional yang tinggi, membuat penyelidikan akademis, membantu semua tingkat kelas, memberikan teknik penelitian, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, meningkatkan tingkat penalaran, meningkatkan tingkat berpikir kritis, mengembangkan tingkat pemahaman, menerapkan penyelidikan perilaku manusia dan meningkatkan tingkat interaksi. Model pembelajaran inkuiri bertujuan untuk menolong peserta didik dalam mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang dibutuhkan serta mengajak peserta didik untuk aktif dalam memecahkan satu masalah. Penggunaan

6 model pembelajaran inkuiri dalam proses pembelajaran dapat mendorong peserta didik untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat objektif, jujur, dan terbuka, serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sendiri dan dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individunya. Melalui model pembelajaran Scientific Inquiry, siswa dihadapkan pada suatu kegiatan ilmiah ( eksperimen). Siswa dilatih agar terampil dalam memperoleh dan mengolah informasi melalui aktivitas berpikir dengan mengikuti prosedur (metode) ilmiah, seperti terampil melakukan pengamatan, pengukuran, pengklasifikasian, penarikan kesimpulan, dan pengkomunikasian hasil temuan. Mereka diarahkan untuk mengembangkan keterampilan proses sains yang dimilikinya dalam memproses dan menemukan sendiri pengetahuan tersebut. Marwoto ( 2009: 46) menyatakan bahwa pembelajaran sains dengan keterampilan proses penting sekali untuk diterapkan karena melibatkan siswa untuk aktif dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan tuntutan kurikulum yang dikembangkan. Implementasi LKS inkuiri membantu siswa dalam mempelajari konsep dan memberikan kesempatan pada siswa untuk berlaku seperti ilmuwan sehingga memberikan pengalaman yang lebih mendalam tentang konsep sains fisika. Triwiyono ( 2011: 82) juga menyimpulkan pada hasil penelitiannya bahwa pembelajaran dengan eksperimen terbimbing dapat memperbaiki kualitas pembelajaran fisika pada topik getaran, gelombang dan bunyi. Pembelajaran eksperimen terbimbing lebih efektif meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

7 Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang: Efek Model Pembelajaran Scientific Inquiry dan Sikap Ilmiah terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Listrik Dinamis Kelas X SMA Negeri 10 Medan Semester 2 T.P. 2013/2014. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah yang relevan dengan penelitian ini sebagai berikut. 1. Siswa kurang tertarik pada pelajaran fisika. 2. Model pembelajaran yang digunakan guru yaitu pembelajaran konvensional yang terdiri dari metode ceramah dan presentasi. 3. Hasil belajar fisika siswa masih kurang memuaskan. 4. Belum terintegrasinya teori dan eksperimen. 1.3. Batasan Masalah Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda dalam penelitian ini dan mengingat keterbatasan kemampuan, materi dan waktu yang tersedia, maka perlu adanya pembatasan masalah sebagai berikut: 1. Model pembelajaran Scientific Inquiry belum diterapkan di SMA Negeri 10 Medan. 2. Pembelajaran belum mempertimbangkan perbedaan sikap ilmiah terhadap hasil belajar siswa. 3. Pembelajaran belum melihat adanya interaksi antara model pembelajaran Scientific Inquiry dengan sikap ilmiah siswa.

8 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Scientific Inquiry lebih baik dibandingkan model pembelajaran langsung? 2. Apakah hasil belajar siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah? 3. Apakah ada interaksi model pembelajaran Scientific Inquiry dan sikap ilmiah dalam meningkatkan hasil belajar siswa? 1.5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Scientific Inquiry lebih baik dibandingkan model pembelajaran langsung. 2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah. 3. Untuk mengetahui interaksi model pembelajaran Scientific Inquiry dan sikap ilmiah dalam meningkatkan hasil belajar siswa. 1.6. Manfaat Penelitian Hasil penelitian dapat bermanfaat: 1. Bagi siswa a. Meningkatkan minat belajar siswa pada pelajaran Fisika.

9 b. Meningkatkan sikap ilmiah siswa. c. Meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Bagi guru a. Menambah wawasan guru tentang model pembelajaran yang inovatif. b. Mengembangkan keterampilan guru dalam penggunaan model pembelajaran. 3. Bagi peneliti selanjutnya Sebagai bahan referensi dan masukan bagi peneliti selanjutnya. 1.7 Definisi Operasional 1. Model pembelajaran Scientific Inquiry adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan ilmiah/ penemuan jawaban dari suatu masalah. Fase-fase dalam model ini adalah penyajian masalah kepada siswa; siswa merumuskan masalah; siswa mengidentifikasi masalah; dan siswa menemukan cara untuk mengatasi kesulitan tersebut. 2. Sikap ilmiah adalah suatu kecenderungan seseorang untuk merespon suatu keadaan dalam melakukan kegiatan ilmiah. Indikator sikap ilmiah meliputi: rasa ingin tahu, teliti, jujur, berpikir kritis, terbuka, objektif dan tanggung jawab. 3. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi akibat pembelajaran. Hasil belajar terdiri dari tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif meliputi mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Ranah afektif meliputi jujur, tanggung jawab, kerjasama, dan menyampaikan

10 pendapat. Ranah psikomotorik meliputi mengamati, menginterpretasi, merumuskan masalah, membuat hipotesis, melaksanakan percobaan, dan mengkomunikasikan data.