WALIKOTA BANJARMASIN

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

WALIKOTA PANGKALPINANG

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR...TAHUN... TENTANG USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 10 SERI E

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

BUPATI TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2008 NOMOR 23

TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN PEMERINTAH BUPATI MUSI RAWAS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

2012, No.28 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan te

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG POTENSI KETENAGALISTRIKAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA BANJARMASIN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BULUNGAN dan BUPATI BULUNGAN MEMUTUSKAN :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 34 SERI E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG IZIN MENDIRIKAN PERUSAHAAN PENGANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

NOMOR 1 TAHUN 2014 KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 09 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 11 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN SARANA PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DI BIDANG MEDIK

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DAN PEMANFAATAN ENERGI

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BUPATI WAJO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAJO NOMOR 11 TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WAJO,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG IJIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 09 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI SURAT IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI (SIUJK)

IZIN PEMBANGUNAN JALAN KHUSUS PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa BUPATI SUBANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 14 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN PRAKTEK TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

WALIKOTA KEDIRI PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 06 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR : 5 TAHUN 2006 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

Transkripsi:

WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. Bahwa tenaga listrik mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta kegiatan ekonomi; b. bahwa dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik maka diperlukan peran serta masyarakat dalam pembangunan ketenagalistrikan; c. bahwa agar tenaga listrik yang disediakan oleh pemegang ijin usaha ketenagalistrikan untuk kepentingan sendiri tersebut memiliki keamanan dengan mutu dan keandalan yang baik dalam rangka memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat, maka Pemerintah Kota Banjarmasin perlu melakukan pengaturan usaha ketenagalistrikan tersebut; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Banjarmasin tentang izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan sendiri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang- Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831); 3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4226);

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3603); Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4469); Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2006 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4628); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembangian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 15 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Banjarmasin (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 15. Tambahan Lembaran Daerah Nomor 11); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARMASIN Dan WALIKOTA BANJARMASIN MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TENTANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Banjarmasin; 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Banjarmasin; 3. Walikota adalah Walikota Banjarmasin; 4. Badan adalah Badan Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin; 5. Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkutpenyediaan dan pemanfaatantenaga listrik serta usaha penunjang tenaga listrik; 6. Tenaga Listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan dan didistribusikan untuk segala macam keperluan tidak meliputi tenaga listrik yang dipakai untuk komunikasi elektronika atau isyarat; 7. Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan, selanjutnya disebut PKUK adalah Badan Usaha Milik Negara yang diserahi tugas untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum; 8. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan sendiri, selanjutnya disebut UKS adalah usaha pembangkitan, transmisi dan distribusi tenaga listrik yang memberikan kegunaan bagi kepentingan sendiri; 9. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan sendiri, selanjutnya disebut IUKS adalah ijin yang diberikan kepada Kepala Daerah kepada Koperasi, swasta dan BUMN/BUMD atau lembaga Negara lainnya untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri: 10. Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri, selanjutnya disebut PIUKS adalah Koperasi, swasta, BUMN/BUMD atau Lembaga Negara lainnya yang telah mendapatkan izin dari Kepala Daerah untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri; 11. Instalasi ketenagalistrikan, selanjutnya disebut Instalasi adalah bangunan sipil dan elektromekanik, mesin-mesin, peralatan, saluran-saluran, dan kelengkapannya yang digunakan untuk pembangkit, konversi transformasi, distribusi dan pemanfaatan tenaga listrik; 12. Jaringan Distribusi adalah jaringan tenaga listrik yang bertegangan sampai dengan 35.000 (tigapuluh lima ribu) Volt; 13. jaringan Transmisi adalah jaringan tenaga listrik yang bertegangan 70.000 Volt keatas; 14. Pembangkit adalah pembangkit tenaga listrik termasuk gedung dan perlengkapan yang dipakai beserta alat-alat yang diperlukan; 15. Penggunaan Utama adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan secara terus menerus untuk melayani sendiri tenaga listrik yang diperlukan; 16. Penggunaan cadangan adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan sewaktu-waktu dengan maksud untuk menjamin keandalan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri; 17. penggunaan darurat adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan pada saat terjadi gangguan penyediaan tenaga listrik dari Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) atau pemegang izin usaha ketenagalistrikan untuk kepentingan umum (PIUKU); 18. Penggunaan sementara adalah penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan untuk kegiatan yang bersifat sementara, termasuk dalam pengertian ini pembangkit yang relative mudah dipindah-pindahkan (jenis portable); 19. Analisis mengenai dampak lingkungan yang selanjutnya disebut AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan; 20. Upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan Upaya pemantauan lingkungan hidup(upl) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penaggung bjawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL.

BAB II USAHA KETENAGALISTRIKAN UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI (UKS) Pasal 2 (1) UKS dapat diselenggarakan oleh Koperasi dan Badan Usaha lain. (2) Badan Usaha lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Badan Usaha Milik Negara selain Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan, Badan Usaha Milik Daerah, swasta, swadaya masyarakat, perorangan dan Lembaga Negara lain. (3) Jenis-jenis UKS meliputi : a. Pembangkit tenaga listrik; b. Transmisi tenaga listrik; c. Distribusi tenaga listrik; BAB III P E R I Z I N A N Pasal 3 (1) UKS dengan kapasitas tenaga listrik di atas 50 kva hanya dapat dilakukan dengan IUKS. (2) UKS dengan kapasitas tenaga listrik 10 kva s/d 50 kva dapat dilakukan tanpa izin. (3) UKS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib didaftarkan pada Pemerintah Daerah. Pasal 4 IUKS diberikan menurut sifat penggunaan tenaga listrik yang dibangkitkan yaitu untuk : a. penggunaan utama; b. penggunaan Cadangan; c. penggunaan Darurat; d. penggunaan Sementara. BAB IV PERMOHONAN IUKS Pasal 5 Permohonan izin usaha ketenagalistrikan untuk kepentingan sendiri diajukan dengan melengkapi persyaratan administrasi dan teknis. Pasal 6 (1) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 meliputi : a. Identitas pemohon; b. Akta pendirian perusahaan (bagi pemohon badan usaha); c. Profil perusahaan (bagi pemohon badan usaha); d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); e. Surat pernyataan diatas kertas bermaterai bahwa jumlah bahan bakar yang digunakan tidak melebihi perkiraan kebutuhan pembangkit sesuai peruntukannya dan yang tidak bersubsidi;

(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 meliputi : a. Studi kelayakan; b. Lokasi instalasi termasuk tata letak (gambar situasi); c. Diagram satu garis (single line diagram); d. Jenis dan kapasitas usaha; e. Jadwal pembangunan; f. Jadwal pengoperasian; g. Izin gangguan (HO); h. Persetujuan studi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) atau upaya pengelolaan lingkungan (UKL) atau pemantauan lingkungan (UPL) sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku; dan i. Izin dan persyaratan lain sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. (3) Ketentuan mengenai formulir dan hal-hal teknis lainnya dalam kelengkapan administrasi permohonan UKS diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota. Pasal 7 (1) Permohonan IUKS wajib membayar retribusi izin sebagaiman yang dimaksud Pasal 3 ayat (1) sebesar Rp. 750.000,- (Tujuhratus Limapuluh Ribu Rupiah) yang langsung disetor ke Kas Daerah. (2) Perubahan permohonan yang telah diajukan, harus diberitahukan secara tertulis oleh pemohon IUKS kepada Walikota. Pasal 8 (1) Walikota memberikan persetujuan atau penolakan IUKS dalam jangka waktu selambatlambatnya 15 (limabelas) hari kerja. (2) Dalam hal permohonan IUKS tidak disetujui, Walikota memberitahukan secara tertulis kepada pemohon IUKS disertai dengan alasan penolakan. Pasal 9 IUKS diberikan selain telah memenuhi persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 diatas, dapat memperhatikan : a. Rekomendasi dari PKUK atau PIUKU mengenai kemampuan penyediaan tenaga listrik di wilayah usahanya; b. Keandalan dan mutu penyediaan tenaga listrik yang disyaratkan pemohon dibandingkan dengan keandalan dan mutu yang disediakan oleh PKUK atau PIUKU; c. Kelayakan ekonomis dan kelaikan teknis atas penggunaan pembangkit tenaga listrik; d. Penggunaan energi primer untuk pembangkit yang akan digunakan; e. Dipenuhinya aspek keselamatan kerja, keamanan instalasi, standarisasi dan lingkungan. BAB V MASA BERLAKU DAN BERAKHIRNYA IUKS Pasal 10 Masa berlaku IUKS adalah waktu 5 (lima) tahun dan selanjutnya dapat diperpanjang.

Pasal 11 (1) IUKS berakhir karena : a. habis masa berlakunya; b. dikembalikan; c. dibatalkan. (2) IUKS yang berakhir masa berlakunya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, karena tidak diberikan perpanjangan atau PIUKS tidak mengajukan perpanjangan. (3) IUKS yang berakhir masa berlakunya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, apabila PIUKS yang menyerahkan kembali IUKSnya kepada Walikota secara tertulis disertai dengan alasan yang cukup sah dan telah disetujui oleh Walikota. (4) IUKS yang berakhir masa berlakunya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, apabila PIUKS tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang- Undangan yang berlaku atau tidak mentaati petunjuk yang diberikan oleh Walikota. (5) Sebelum pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) Walikota memberikan peringatan tertulis kepada PIUKS yang bersangkutan. Pasal 12 (1) Permohonan perpanjangan IUKS sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 diajukan secara tertulis kepada Walikota dalam jangka waktu 90 (sembilanpuluh) hari sebelum IUKS berakhir. (2) Perpanjangan IUKS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disertai dengan alasanalasan secara tertulis. (3) Tatacara perpanjangan IUKS mengikuti tatacara permohonan dan pemberian IUKS sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) dan (2) dalam Peraturan Daerah ini. (4) Setiap perpanjangan IUKS yang ditolak, diberitahukan secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari setelah permohonan diterima. Pasal 13 PIUKS dilarang mengalihkan IUKS kepada pihak lain kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Walikota. BAB VI PENGOPERASIAN INSTALASI Pasal 14 (1) Instalasi Tenaga Listrik milik PIUKS hanya dapat dioperasikan setelah dilakukan uji laik Operasi dan pemeriksaan Uji Laik Lingkungan. (2) Uji Laik Operasi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dapat dilakukan oleh : a. Lembaga Inspeksi Teknis Independen yang telah diakreditasi dan terdaftar di Dirjen Listrik dan pemanfaatan energi untuk melakukan pemeriksaan dan pengujian sehingga diperoleh Sertifikasi Laik Operasi (SLO); atau b. Usaha Penunjang Tenaga Listrik (UPTL) bidang pengujian yang telah memiliki izin usaha yang dikeluarkan oleh Walikota melalui Kepala Badan. (3) Pemeriksaan Uji Laik Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dilakukan oleh instalasi yang berwenang yang ditunjuk oleh Kepala Badan.

(4) Hasil Uji Laik Operasi dan hasil pemeriksaan Uji Laik Lingkungan dituangkan dalam berita acara. (5) Biaya untuk pelaksanaan Uji Laik Operasi dan pemeriksaan Uji Laik Lingkungan, dibebankan kepada pemohon IUKS, termasuk juga untuk perpanjangan. (6) Apabila PIUKS mengoperasikan pembangkitnya tanpa dilakukan Uji Laik Operasi dan pemeriksaan Uji Laik Lingkungan, maka dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. BAB VII HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 15 (1) PIUKS melakukan kegiatan usaha sesuai dengan IUKS yang telah diberikan. (2) PIUKS yang dalam usahanya ternyata mempunyai kelebihan tenaga listrik, dan menjual kelebihan tenaga listriknya kepada pelanggan tertentu atau umum harus memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan oleh Peraturan Perundang-Undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjualan kelebihan tenaga listrik sebagaimana dimaksud ayat (2) akan diatur dalam sebuah Peraturan Daerah. Pasal 16 (1) PIUKS wajib bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul dari pelaksanaan IUKS yang telah diberikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (2) Melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap instalasi sesuai dengan ketentuan dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di bidang ketenagalistrikan. (3) Menyampaikan laporan berkala kepada Walikota mengenai kegiatan usahanya setiap 6 (enam) bulan. (4) Bentuk dan format laporan sebagaimana dimaksud ayat (3) ditetapkan oleh Walikota. BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 17 (1) Pembinaan dan Pengawasan atas pelaksanaan IUKS dilakukan oleh Walikota melalui Badan sesuai dengan kewenangannya. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. Keselamatan dan keamanan bagi manusia dan pada keseluruhan sistem penyediaan tenaga listrik; b. Optimalisasi pemanfaatan sumber energi domestik, termasuk pemanfaatan energi terbaru; c. Perlindungan lingkungan; d. Pemanfaatan proses teknologi yang bersih, ramah lingkungan dan berefisiensi tinggi pada pembangkit tenaga listrik; e. Pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri, termasuk kompetensi engineriing; f. Keandalan penyediaan tenaga listrik; dan g. Tercapainya standarisasi dalam bidang ketenagalistrikan.

Pasal 18 Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diatas, Walikota dapat : a. menetapkan pedoman teknis dengan memperhatikan standar, keselamatan ketenagalistrikan dan lingkungan dibidang ketenagalistrikan; b. memberikan bimbingan dan pelatihan; dan c. melakukan inspeksi teknis terhadap instalasi PIUKS. Pasal 19 Dalam keadaan terjadi kekurangan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum atau membahayakan keamanan umum, Walikota dapat mengambil tindakan untuk memerintahkan mengoperasikan atau tidak mengoperasikan instalasi milik PIUKS. BAB IX PENYIDIKAN Pasal 20 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi agar keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah; e. melakukan penggeladahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah menurut hukum yang bertanggung jawab. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. BAB X SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 21 (1) Pemerintah Daerah dapat memberikan sanksi administrasi apabila PIUKS tidak lagi memenuhi ketentuan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini dan/atau Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. (2) Sanksi administratif yang dimaksud dalam ayat (1) diatas dapat berupa : a. Peringatan tertulis; b. Pencabutan Sementara IUKS; atau c. Pencabutan IUKS. BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 22 Pelanggaran terhadap Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 13, Pasal 14 ayat (6) Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,- (Limapuluh Juta Rupiah). BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 23 Semua kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik dan usaha penunjang tenaga listrik yang telah memperoleh izin dan atau rekomendasi lainnya sebelum saat berlakunya Peraturan Daerah ini, masih tetap berlaku dan segera menyesuaikan dengan aturan yang baru paling lama 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya Peraturan Daerah ini. BAB XIII P E N U T U P Pasal 24 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan atau Keputusan Walikota.

Pasal 25 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Banjarmasin. Ditetapkan di Banjarmasin pada tanggal WALIKOTA BANJARMASIN, Diundangkan di Banjarmasin Pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KOTA BANJARMASIN, H.A.YUDHI WAHYUNI H. DIDIT WAHYUNIE LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2009 NOMOR 15