BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

Kondisi Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

meningkatkan pembangunan ekonomi dan menyejahterakan masyarakat. dicerminkan dari adanya pertumbuhan ekonomi negara bersangkutan.

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Sebagian besar produksi kopi di Indonesia merupakan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

Pengaruh Perkembangan Harga Komoditas pada Perekonomian Daerah 8

PENDAHULUAN. daratan menjadi objek dan terbukti penyerapan tenaga kerja yang sangat besar.

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

PENDAHULUAN Gejolak moneter yang terjadi pada November 1997 dan mencapai Mminasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan taraf pertumbuhan ekonomi

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi dan sekaligus menghadapi

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. terjadi apabila barang yang dihasilkan oleh suatu negara dijual ke negara lain

Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

PROSPEK TANAMAN PANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan dan industri kelapa sawit merupakan salah satu sektor usaha yang mendapat pengaruh besar dari gejolak ekonomi global, mengingat sebagian besar (sekitar 70%) dari produk perkebunan/industri kelapa sawit diekspor dalam bentuk CPO. Globalisasi merupakan sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara. Sebagai sumber energi alternatif, harga CPO sangat dipengaruhi oleh harga minyak bumi. Dengan demikian penurunan harga minyak bumi yang terjadi sejak Agustus 2008 memberikan pengaruh besar terhadap penurunan harga CPO. Selanjutnya krisis ekonomi global yang diikuti oleh menurunnya daya beli dan ketidakpastian ekonomi pada beberapa negara importir utama CPO seperti China, India, Uni Eropa, dan Amerika Serikat, menyebabkan permintaan CPO menurun dan memberikan tekanan yang besar terhadap penurunan harga CPO. Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan 16

bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara. Sejak tahun 2000 sektor industri minyak sawit sangat diminati oleh pasar dunia karena kebutuhan konsumsi bahan pangan dan kosmetik. Selain itu alternatif penggunaan bahan bakar nabati (biofuel) mendorong naiknya harga CPO dunia sehingga dianggap sangat menguntungkan bagi devisa negara melalui ekspor CPO yang sangat menggiurkan. Devisa dari industri minyak sawit pada tahun 2006 menurut komisi minyak sawit Indonesia berada pada urutan nomor 2 pada ekspor non migas sektor pertanian dengan nilai ekspor komoditas perkebunan 2007 mencapai US$ 12,3 miliar (Rp 115,6 triliun) atau naik 21,5 persen dibandingkan 2006 yang mencapai US$ 10,11 miliar (Rp 95 miliar). Angka ekspor itu telah melampaui target sejak Oktober 2007 yang mencapai US$ 11,25 miliar (Rp 105,7 triliun). Melihat peluang tersebut kemudian Pemerintah menargetkan pembukaan perkebunan sawit hingga 20 juta ha yang tersebar hampir di setiap propinsi di Indonesia. Pada tahun 2007 kebun yang sudah dibuka adalah 7,4 juta ha dan produksi CPO yang dihasilkan mencapai 17,5 juta ton menghantarkan Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit mengalahkan Malaysia. Ambisi tersebut harus dibayar dengan terjadinya konflik di mana-mana akibat keserakahan antar pemodal dan birokrasi dalam mencari keuntungan. Konflik sosial terutama konflik tanah meningkat berbanding lurus dengan jumlah luasan pembukaan perkebunan. 12

Lokasi ijin yang diberikan tidak memperhatikan daya dukung ekologi sehingga terjadinya konversi hutan besar-besaran, asap dan banjir sudah merupakan bencana yang sering ditemui hampir disetiap tahun. Pada tahun 2003 sampai 2004 saja luas lahan pertanian menyusut 703.869 hektar dari 8.400.030 hektar menjadi 7.696.161 hektar, mengakibatkan kerawanan pangan di beberapa daerah ditengarai pembukaan perkebunan sawit juga ikut andil dalam hal ini (Jomla, 2009). Di sisi lain memang keuntungan dapat diperoleh karena semakin meningkatnya harga TBS (Fresh Fruit Brunch) ditingkat petani sawit disebabkan permintaan pasar yang besar. Sejak tahun 2000 sampai tahun 2007 harga TBS melonjak tajam dari harga Rp 400-600/kg mencapai hingga angka Rp 2000/kg. Petani sawit ikut merasakan nikmatnya harga ini dan mendorong mereka untuk terlibat dalam perkebunan sawit, bahkan mereka berani untuk mengkonversikan kebun karet dan lahan pangan untuk dijadikan kebun sawit dengan dibantu oleh Pemerintah melalui kredit perbankan yang sesungguhnya "keblinger" karena topangan mikro ekonomi yang lemah. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia, luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bila pada 1967 Indonesia hanya memiliki areal perkebunan kelapa sawit seluas 105.808 hektar, pada 1997 telah membengkak menjadi 2,5 juta hektar. Pertumbuhan yang pesat terjadi pada kurun waktu 1990-1997, di mana terjadi penambahan luas areal tanam rata-rata 200.000 hektar setiap tahunnya, yang sebagian besar terjadi pada perkebunan swasta. Pertumbuhan luas areal yang pesat kembali terjadi pada lima tahun terakhir, yakni periode 1999-2003, dari 2,96 juta hektar menjadi 3,8 juta 13

hektar pada 2003, yang berarti terjadi penambahan luas areal tanam rata-rata lebih dari 200 ribu hektar setiap tahunnya (Sumut Dalam Angka, 2008). Perkembangan perkebunan kelapa sawit yang pada tahun 1979/1980 seluas 289.526 Ha dan hanya diusahakan dalam bentuk usaha perkebunan besar, kemudian berkembang sampai 5.972 Ribu Ha pada tahun 2006 setidaknya merupakan gambaran keberhasilan kebijakan pemerintah di sektor bersangkutan dalam percepatan pembangunan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sedangkan luas tanam kebun kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara pada tahun 2010 sebesar 394.656,96 Ha dengan produksi 5.084.166,80 ton Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. Kabupaten Labuhan Batu Utara merupakan pusat perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara. Di daerah ini terdapat sebesar 64.144 Ha kebun sawit rakyat atau 16,25 persen dari seluruh perkebunan kelapa sawit rakyat Sumatera Utara. Produksi kopi Sumatera Utara tahun 2010 adalah sebesar 55.600,05 ton dengan luas lahan 78.709,56 Ha. Kabupaten Dairi dan Tapanuli Utara merupakan penghasil kopi dari Sumatera Utara. Bahkan kopi Sidikalang sudah dikenal di Pulau Jawa dan Eropa. Di Sumatera Utara terdapat 3 perkebunan besar BUMN dan ratusan perkebunan besar swasta. Sama seperti pada perkebunan rakyat, jenis tanaman perkebunan besar yang ada di Sumatera Utara diantaranya kelapa sawit, karet, coklat, teh, tembakau, dan tebu (Sumut Dalam Angka, 2011). 14

Tabel 1.1. Perkembangan Produksi, Penawaran Domestik dan Penawaran Ekspor CPO Sumatera Utara Tahun 1985-2010 Tahun Total Produksi Penawaran Domestik Penawaran Ekspor (Ton) (Ton) (Ton) Q QD QE 1985 673524 429851 243673 1986 877422 551623 325799 1987 1095043 572698 522345 1988 1184337 616912 567425 1989 1109547 436185 673362 1990 1466315 590814 875501 1991 1623353 698776 924577 1992 1714691 727831 986860 1993 1734332 701165 1033167 1994 1807658 761404 1046254 1995 1829234 677100 1152134 1996 1829234 666104 1163130 1997 2017244 689943 1327301 1998 2503983 971079 1532904 1999 2503983 1063240 1440743 2000 2380453 969931 1410522 2001 2380453 940933 1439520 2002 2514573 1016234 1498339 2003 2545829 1040292 1505537 2004 2661425 1129070 1532355 2005 2893307 1226686 1666621 2006 2963535 1130535 1833000 2007 3084154 943702 2140452 2008 3527617 1387623 2265147 2009 5078341 1465387 2348912 2010 7015279 1567899 2595366 Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan di Indonesia. Perkebunan di Sumatera Utara telah dibuka sejak penjajahan Belanda. Komoditi hasil perkebunan yang paling penting di Sumatera Utara saat ini antara lain Sawit, Kopi, Cokelat dan Tembakau. Harga produk pertanian terutama yang berkaitan dengan kebutuhan pokok banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat baik secara sosial maupun secara politik. Dalam menganalisis kondisi pasar kebutuhan pokok, sebagai produk pertanian diperlukan metode yang mampu 15

menggambarkan situasi yang mendekati kenyataan. Apabila kita mampu menggambarkan analisis sesuai yang diharapkan maka kita dapat melakukan analisis lebih lanjut tentang kebijakan apa yang perlu atau yang mempengaruhi kondisi tersebut. Intervensi atau berbagai kebijaksanaan perlu dilakukan dalam upaya meningkatkan dan mengatur perdagangan berbagai komoditi tujuan agar perekonomian dapat berjalan lebih sesuai harapan atau sesuai dengan tujuan pembangunan ekonomi suatu negara. Analisis harga merupakan suatu metodologi yang perlu dikuasai untuk menganalisis bagaimana pasar bergerak dan bagaimana intervensi yang dapat dilakukan. Hal ini menyangkut seluruh pelaku di pasar. Secara umum harga di bidang petanian, akan mempengaruhi beberapa agen ekonomi: produsen dan konsumen serta masyarakat secara luas. Secara teoritis, harga akan mempengaruhi berbagai aspek seperti harga mempengaruhi pembentukan pendapatan, kesejahteraan (produsen dan konsumen) dan lain-lain. Pada awal tahun 2002 harga rata-rata tandan buah segar (TBS) mencapai Rp 400 per kilogram. Pada akhir tahun 2002 sampai awal tahun 2003 harga TBS di tingkat petani mencapai lebih Rp 600 per kilogram. Meningkatnya harga TBS itu dipengaruhi oleh membaiknya harga CPO di bursa minyak nabati dunia di Rotterdam, Belanda. Pada awal tahun 2003 harga minyak sawit dunia mengalami fluktuasi harga akibat krisis di Timur Tengah, namun harga komoditas kelapa sawit di pasar dunia terus berada di atas 420 dollar AS per metrik ton. Kenaikan harga ini diperkirakan tidak terlepas dari berkembangnya pasar minyak sawit, terutama di negara-negara berkembang. Dengan kata lain, minyak sawit masih mempunyai prospek kedepan. 16

Harga CPO di dalam negeri sangat ditentukan oleh keadaan harga di Kuala Lumpur dan Rotterdam. Harga CPO di Rotterdam sangat terkait dengan situasi permintaan dan penawaran minyak kedelai sebagai bahan substitusi penting minyak goreng asal kelapa sawit. Produk akhir yang paling menentukan gejolak harga dalam industri kelapa sawit adalah harga minyak goreng. Harga minyak goreng merupakan acuan utama bagi harga CPO, selanjutnya harga CPO merupakan acuan utama bagi harga TBS. Dari berbagai aspek ekonomi, harga merupakan salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian. Pentingnya harga terutama ditingkat petani produsen (dengan tetap melindungi konsumen), dilakukan oleh pemerintah di berbagai negara melalui kebijakan intervensi. Secara umum tujuan kebijakan pemerintah di bidang harga adalah untuk mencapai salah satu atau kombinasi dari beberapa hal seperti membantu meningkatkan pendapatan petani, melindungi petani kecil untuk tetap memiliki insentif, mengurangi ketergantungan impor dan sebagainya. Beberapa instrumen kebijakan harga dalam rangka melindungi petani produsen yang umum dilakukan pemerintah adalah melalui (1) penetapan harga tertinggi-terendah dan atau harga pembelian pemerintah, (2) penetapan waktu dan atau volume impor, (3) pengaturan volume stock (cadangan) pemerintah dan pelepasan stock ke pasar, dan (4) penetapan larangan ekspor. Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan di Indonesia. Perkebunan di Sumatera Utara telah dibuka sejak penjajahan Belanda. Komoditi hasil perkebunan yang paling penting dari Sumatera Utara saat ini antara lain kelapa sawit, karet, kopi, coklat dan tembakau. Bahkan di Kota Bremen Jerman 17

Tembakau Deli sangat terkenal. Luas tanaman karet rakyat di Sumatera Utara selama periode 2007-2010 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,07 persen per tahun. Pada tahun 2009 luas tanaman karet rakyat adalah sebesar 388.017,39 Ha, menjadi 385.879,31 Ha pada tahun 2010. Kabupaten Mandailing Natal, Langkat dan Padang Lawas Utara merupakan pusat perkebunan karet rakyat di Sumatera Utara. Di ketiga daerah tersebut terbentang seluas 154.917,18 Ha kebun karet, atau sama dengan 40,15 persen dari total luas kebun karet rakyat Sumatera Utara. Sangat ironis dalam kondisi ini mereka tetap harus menanggung biaya kredit di perbankan dengan bunga yang ikut meningkat juga (plasma), sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan tidak ada lagi tanah untuk menghasilkan akibat sudah dikonversi menjadi sawit sehingga harus membeli. Beberapa faktor kenaikan harga-harga kebutuhan pokok memang tidak bisa dipisahkan dengan faktor resesi ekonomi dunia yang kian memburuk seiring dengan krisis umum imprealisme, kelesuan ekonomi Amerika Serikat yang dipicu oleh krisis kredit perumahan (subprime mortgage); krisis finansial, krisis energi (minyak, gas, batubara), ditandai dengan kenaikan harga minyak di pasaran internasional yang pernah menembus 117 US $/barel, namun terkoreksi pada angka 82 US $/barel pada bulan Oktober 2008 akibat permintaan terhadap minyak dunia menurun imbas dari krisis keuangan global. Harga minyak dunia yang sempat melambung memaksa berbagai sektor produksi ekonomi menaikkan ongkos produksinya dan tidak ikut terkoreksi hingga hari ini. Sedangkan disisi lain imbas dari pemanasan global telah menyerang lingkungan hidup bumi manusia, dengan cuaca buruk, gelombang 18

badai, banjir, longsor, telah memukul hampir semua produksi pertanian dan kelancaran sistem transportasi dunia. Krisis ekonomi Amerika kemudian menjadi krisis global yang berpengaruh pada sektor riil di tingkat lokal. Karena centrum kekuatan akumulasi modal kapitalis berada di negara ini. AS merupakan pasar ekspor terbesar di dunia termasuk pasar ekspor Indonesia. Dari angka-angka ekspor nonmigas Indonesia ke AS selama ini yang tercatat di Badan Pusat Statistik dan diolah kembali oleh Departemen Perdagangan, sekilas terlihat betapa produk Indonesia sangat bergantung pada pasar Amerika karena ekspor Indonesia ke negara itu menduduki peringkat kedua terbesar setelah Jepang. Dampak langsung ke petani kelapa sawit atas krisis ekonomi global ini mengakibatkan permintaan minyak sawit dunia menurun, sehingga industri minyak sawit di Indonesia harus dikurangi untuk mengimbangi supply atas permintaan minyak sawit yang menurun. Di sisi lain turunnya permintaan minyak sawit berakibat turunnya harga minyak sawit karena daya beli dan permintaan yang menurun, artinya perusahaan tidak mau membeli TBS dari petani untuk menjaga supply mereka cenderung lebih mengutamakan TBS yang berasal dari kebun inti mereka. Ini mengakibatkan harga TBS di tingkat petani langsung terjun bebas. Berdasarkan permasalahan di atas peneliti tertarik untuk melihat bagaimana pengaruh globalisasi ekonomi dunia yaitu krisis keuangan global yang tengah menghantam dunia saat ini terhadap produksi CPO di Propinsi Sumatera Utara. 19

1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan penelitian yang akan dibahas adalah: 1. Bagaimana pengaruh harga jual domestik, upah riil dan tingkat bunga pinjaman terhadap penawaran domestik CPO Sumatera Utara? 2. Bagaimana pengaruh harga jual ekspor, harga jual domestik dan kurs terhadap penawaran ekspor CPO di Sumatera Utara? 3. Bagaimana pengaruh harga jual ekspor, total produksi dan kurs terhadap harga jual domestik CPO Sumatera Utara? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Untuk menganalisis pengaruh harga jual domestic, upah riil dan tingkat bunga pinjaman terhadap penawaran domestic CPO Sumatera Utara. 2. Untuk menganalisis pengaruh harga jual ekspor, harga jual domestik dan kurs terhadap penawaran ekspor CPO di Sumatera Utara. 3. Untuk menganalisis pengaruh harga jual ekspor, total produksi dan kurs terhadap harga jual domestik CPO Sumatera Utara. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai proses pembelajaran bagi peneliti untuk melatih kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah-masalah sosial ekonomi yang terjadi. 20

2. Sebagai masukan bagi pembuat kebijakan dan pengambil keputusan dalam merumuskan dan merencanakan kebijakan upaya meningkatkan produksi CPO untuk perbaikan taraf hidup. 3. Sebagai informasi bagi pembaca khususnya petani dan referensi bagi peneliti untuk penelitian berikutnya. 21