Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Salah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah. masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BABI PENDAHULUAN. Dalam menjalani suatu kehidupan, banyak orang yang mempunyai pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimana pada masa tersebut merupakan periode peralihan dan perubahan. Hurlock

BABI PENDAHULUAN. Manusia adalah rnakhluk sosial sehingga sejak dari lahir sudah terbentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEMANDIRIAN. dapat menjadi otonom dalam masa remaja. Steinberg (dalam Patriana, 2007:20)

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

HUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK DI RA/BA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 / 2011 SKRIPSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan

prestasi saat ini siswa cenderung dituntut oleh pihak sekolah untuk memenuhi target pencapaian prestasi, sehingga mereka cenderung jenuh terhadap

Setiap anak perlu untuk berkembang secara optimal dalam kehidupannya. Perkembangan optimal tersebut adalah dambaan semua orang tua, karena anak pada

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BABI. Kehidupan modem saat ini belum memungkinkan orangtua. sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada anak. Kebutuhan ekonomi

Perbedaan Kemandirian antara Anak Sulung, Anak Tengah dan Anak Bungsu pada Siswa SMU Mulia Pratama Medan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. masa sekolah. Masa ini disebut juga masa kanak-kanak awal, terbentang usia 3-6

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI BANGSAL MELATI RSUD TUGUREJO SEMARANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Remaja. Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa Latin adolescere yang

HUBUNGAN ANTARA SUASANA KELUARGA DENGAN MINAT BELAJAR PADA REMAJA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan tahapan-tahapan stimulasi yang perlu dilalui dan proses

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan orang lain. Setiap manusia akan saling ketergantungan dalam. individu maupun kelompok dalam lingkungannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. memandang remaja itu sebagai kanak-kanak, tapi tidak juga sebagai orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KEMANDIRIAN PADA ANAK TENGAH DARI LATAR BELAKANG BUDAYA YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI HALAMAN SAMPUL DEPAN

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang besar, dan masing-masing individu itu sendiri harus memulai dan mencoba

BAB 1 PENDAHULUAN. Siapakah saya? Apa potensi saya? Apa tujuan yang ingin saya capai di

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini,

0.01 sebaran tidak normal. Tehnik uji yang digunakan adalah uji z dari. Uji ini untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. konsisten dan kehadiran orang tua untuk mendukung dan mendampingi

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kepribadian siswa, yakni saat remaja menguasai pola-pola perilaku yang khas

BAB I PENDAHULUAN. termaksud juga di indonesia, namun masih menyimpan banyak persoalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

HUBUNGAN ANTARA URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN

Transkripsi:

BABI PENDAHULUAN

BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara mandiri dalam masyarakat. Pada dasamya pengasuhan orangtua sangat menentukan perilaku anak-anaknya di kemudian hari, tetapi selain cara orangtua mendidik anak ada juga pemikiran yang sudah lama terbentuk di masyarakat yang secara tidak langsung juga mempengaruhi sikap anak terutama dalam hal kemandirian, seperti pemikiran bahwa anak sulung pasti nantinya lebih mandiri dibandingkan dengan anak-anak yang lahir dibawahnya, khususnya anak bungsu. Dari pemikiran tersebut maka banyak orang yang memandang anak bungsu pasti lebih membutuhkan orang lain untuk membantunya dibandingkan dengan anak sulung, tetapi pandangan tersebut belum tentu benar karena ada kemungkinan anak bungsu dapat bersikap sama mandirinya dengan anak sulung bahkan dapat pula lebih mandiri daripada anak sulung. Semua anak yang bam dilahirkan berada dalam keadaan lemah, tidak berdaya, tidak bisa mengurus diri sendiri, dan tidak bisa memenuhi kebutuhankebutuhannya sendiri. anak tersebut tergantung sepenuhnya dari Iingkungan disekitamya, khususnya adalah keluarganya. Semua individu akan mengalami perkembangan dalam hidupnya, perkembangan- perkembangan tersebut mencakup perkembangan fisik, kognitif,

2 moral, emosi dan kepribadian. Perkembangan-perkemb~mgan tersebut dapat terlihat secara holistic dalam bentuk perilaku individunya. Perilaku itu sendiri dapat menunjukkan apakah aspek-aspek psikologis berkembang dengan baik, seperti perkembangan emosinya labil atau stabil, perkembangan pribadinya apakah relatif mandiri atau masih memiliki ketergantungan. Khusus untuk perilaku yang menunjukkan kemandirian ini merupakan salah satu bentuk yang dituntut, karena anak yang semula bergantung sepenuhnya dengan lingkungan sosial yang mengasuh, merawat dan mendidik, seiring dengan perubahannya dari bayi ke kanak-kanak kemudian ke remaja dan akhimya menjadi dewasa, ketergantungannya harus mulai berkurang, misalnya ketika anak masih kecil biasanya jika makan akan disuapi oleh ibunya, maka dengan perkembangan usia anak perilaku tersebut harus mulai berubah yaitu dengan mulai belajar makan sendiri, kemudian dengan makin bertambahnya lagi usia anak, perilaku kemandirian tersebut diharapkan makin mengalami perkembangan dalam berbagai aspek. Proses perubahan yang paling besar pertama terjadi adalah ketika seorang anak mulai menginjak masa remaja, dimana ia mulai meninggalkan dunia keluarga dan memasuki ruang lingkup kehidupan yang lebih luas, yaitu dunia luar, lingkungan sosial, dan lingkungan pergaulan (Gunarsa & Gunarsa, 2000: 112). Tapi dalam masa ini anak masih tetap membutuhkan campur tangan orang lain untuk membimbing dan memberi pengarahan kepadanya. Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti "tumbuh" atau "tumbuh menjadi dewasa" padahal sebenamya istilah remaja

3 mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget ( dalam Hurlock, 1996: 206) : "Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orangorang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurangkurangnya dalam masalah hak, integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek afektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini". Kemandirian atau yang disebut juga otonomi adalah kebebasan individu untuk memilih, untuk menjadi kesatuan yang memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri (Chaplin, 2000: 48) dan juga sikap percaya pada kemampuan sendiri dan kemampuan untuk bertahan hidup tanpa bantuan orang lain. pada masa remaja akhir/lanjut, individu mulai masuk ke masa yang lebih dituntut untuk dapat berperilaku lebih mandiri dan masyarakat pun mulai menuntut individu untuk berperilaku seperti orang dewasa. Tetapi pada kenyataannya pacta kebudayaan kita, individu dan orangtua merasa bingung dalam tugas perkembangan ini karena individu ingin dianggap dewasa dan mulai hidup secara mandiri tapi dunia orang dewasa terkadang sangat membingungkan bagi mereka sehingga membuat mereka merasa ingin terus dilindungi oleh orang-orang yang ada disekitar mereka. Sedangkan orangtua ingin

4 anak-anak mereka tumbuh dewasa dan hidup dengan mandiri tapi mereka takut apabila anak-anak mereka menderita, terjerumus dalam hal-hal yang negatif dan banyak lagi, sehingga mereka merasa sangat sulit untuk melepaskan anakanaknya. Anak yang gaga! dalam mengatasi hambatan ini seringkali masih terikat dengan orangtuanya, tidak dapat membuat keputusan dalam masalah-masalah yang penting dalam hidupnya, masih dianggap anak kecil oleh orang-orang disekitamya, dan bisa jadi individu akan mengalami kegagalan dalam menjalin hubungan dengan ternan-ternan sebayanya juga dalam hal menjalin hubungan dengan Ia wan jenisnya. Hal ini terbukti dengan adanya surat dari Irwan ( dalam kompas, 2003 para. 1) yang dikirimkan untuk dibahas dalam konsultasi psikologi, yaitu ada seorang anak sulung yang oleh keluarganya ditekankan untuk bertanggungjawab dan memikirkan masa depan sejak kecil dan tidak boleh bergaul. Ketika anak tersebut menginjak usia dewasa, dia sering merasa jenuh, konsentrasi belajar terganggu dan kurang kreatif Sesungguhnya keinginan untuk mandiri telah ada dalam diri setiap individu, namun realisasinya dalam melakukan tugas sehari-hari tidak dapat terwujud begitu saja. Keinginan untuk mandiri tersebut perlu dipupuk dan dibantu oleh orangtua semaksimal mungkin, baik dengan perlakuan. dorongan maupun saransaran serta sikap yang dapat diterima anak sesuai usianya. Melihat kenyataan tersebut maka dapat dikatakan bahwa pola asuh orangtua juga sangat penting dalam proses pembentukan kemandirian individu karena orangtualah yang lebih banyak!besar porsmya dalam mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi mandiri. Disamping itu perkembangan individu

5 dimulai dati lingkungan keluarga yang kemudian meluas ke lingkungan masyarakat sosial, oleh karena itu pengaruh pola asuh dalam keluarga yang dipersepsikan tiap-tiap individu di keluarga tersebut sangat besar dalam proses perkembangan dan pertumbuhan bentuk atau potensi kepribadian pada individu. Mengingat masa anak-anak dan remaja merupakan masa yang penting dalam proses perkembangan kemandirian, maka pemahaman dan kesempatan yang diberikan orangtua kepada anak-anaknya dalam meningkatkan kemandirian sangatlah penting. Meski dunia pendidikanjuga turut berperan dalam memberikan kesempatan kepada individu untuk mandiri, keluarga tetap merupakan pilar utama dan pertama dalam membentuk individu untuk mandiri. Pembentukan individu dalam keluarga atau yang disebut sebagai pola asuh keluarga dapat dibedakan menjadi tiga macam pola asuh, yaitu: pola asuh otoriter, pola asuh otoritatif dan pola asuh permisif. Masing-masing pola asuh tersebut memiliki tingkat efektifitas yang tidak sama dalam membentuk kemandirian individu. Pola asuh otoriter ialah suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan menghukum, yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orangtua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Oran!,>tua yang otoriter menetapkan batasbatas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar kepada anak-anaknya untuk berbicara. Pola asuh otoritatif adalah pola asuh yang mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Musyawarah verbal yang ekstensif dimungkinkan, dan orangtua memperlihatkan kehangatan serta kasih saya:hg kepada anak. Sedangkan

6 pola asuh permisif adalah pola asuh dimana orangtua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak (Santrock, 2001: 258) Faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap perilaku mandiri pada individu adalah faktor urutan kelahiran anak dalam keluarga. Menurut Adler ( dalam Hall & Lindzey, 1978: 166), kepribadian anak sulung, tengah dan bungsu berbeda satu sama lainnya walau mereka berasal dari satu keluarga. Dan perbedaan tersebut terjadi karena pengalaman mereka yang berbeda-beda sebagai anggota dari suatu kelompok sosial. Menurut Gunarsa & Gunarsa (2000: 99), orangtua cenderung mencemaskan dan melindungi serta menyayangi anak sulung. Bila kondisi ini berlangsung terus hingga anak masuk pada tahap dewasa maka dapat menyebabkan ketergantungan anak pada orangtua. Kenyataan lain, bila anak sulung semakin bertambah besar, oran1:,>tua akan lebih membebani anak sulung dengan tanggung jawab yang lebih besar pula sehingga anak sulung tersebut menjadi lebih matang, lebih mandiri, lebih diam dan tekun dalam pekerjaannya. Selain itu ada pula beberapa pemikiran yang ada di masyarakat yang menyatakan bahwa anak sulung pastilah lebih mandiri dibandingkan dengan anak bungsu, karena anak sulung adalah anak yang tertua sehingga mereka pasti lebih bertanggungjawab, dapat mengarahkan, menjaga dan memberi teladan bagi adikadiknya, dan yang terpenting adalah anak sulung bisa hidup lebih mandiri. Sedangkan anak bungsu, karena lahir terakhir dan paling kecil sehingga masyarakat menganggap bahwa mereka pasti lebih dimanja, lebih dijaga, dan juga lebih banyak dibantu oleh keluarganya dalam banyak hal, sehingga anak bungsu pastilah anak yang manja dan kurang bisa hidup mandiri/selalu butuh bantuan

7 orang lain bila dibandingkan dengan kakak-kakaknya. Yang jadi pertanyaan sekarang adalah "apakah benar bahwa anak sulung lebih mandiri bila dibandingkan dengan anak bungsu?". Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang perbedaan perilaku mandiri antara anak: sulung dan anak: bungsu ditinjau dari persepsi anak terhadap pola asuh orangtuanya. 1.2. BATASAN MASALAH Dengan melihat latar belakang masalah diatas, maka peneliti ingin membatasi masalah pada sejauh mana perbedaan perilaku mandiri antara anak sulung dan anak bungsu ditinjau dari persepsi terhadap pola asuh orangtuanya.. 1.3. RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalahnya adalah : "Apakah ada perbedaan perilaku mandiri antara anak sulung dan anak bungsu ditinjau dari persepsi terhadap pola asuh orangtuanya? ". 1.4. TUJUAN PENELITIAN Dalam penulisan karya ilmiah ini yang menjadi tujuan adalah untuk mengetahui apakah antara anak sulung dan anak bungsu ada perbedaan perilaku mandiri. Dan untuk melihat apakah memang benar bahwa anak sulung lebih dapat berperilaku mandiri dibandingkan dengan anak yang bungsu.

8 1.5. MANFAAT PENELITIAN 1.5.1 Manfaat Praktis 1. 5.1.1. Bagi penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengertian yang mendalam mengenai perbedaan perilaku mandiri pada anak yang dilihat dari urutan kelahiran anak dalam keluarga dan juga ditinjau dari persepsi anak terhadap pola asuh orangtuanya. Dan untuk melihat apakah benar bahwa anak sulung lebih dapat berperilaku mandiri dibandingkan dengan anak bungsu. 1.5.1.2. Bagi Masyarakat dan Keluarga subyek Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pada masyarakat mengenai perbedaan perilaku mandiri pada anak sulung dan anak bungsu, sehingga nantinya dapat dijadikan acuan apakah label yang selama ini ada dalam masyarakat mengenai perbedaan perilaku mandiri antara anak sulung dan bungsu itu memang benar atau tidak. Dan untuk orangtua dapat memberikan masukan bagaimanakah sebaiknya agar orangtua dapat membantu anak untuk berperilaku mandiri. 1.5.1.3. Bagi Subyek Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi subyek penelitian yaitu anak sulung maupun anak bungsu agar

9 dapat lebih memahami sejauh mana perbedaan perilaku mandiri antara anak sulung dan anak bungsu. Kemandirian anak sulung belum tentu lebih tinggi dibandingkan dengan anak bungsu. 1.5.2. Manfaat Teoritis 1.5.2.1. Bagi Psikologi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bagaimana perbedaan perilaku mandiri antara anak sulung dan anak bungsu dengan melihat dari persepsi anak mengenai pola asuh orangtunya, sehingga nantinya dapat melihat pola asuh yang bagaimana yang baik bagi perkembangan perilaku mandiri pada anak.