PENgARUh KEDALAmAN PERENDAmAN TERhADAP KESTABILAN LERENg TERENDAm

dokumen-dokumen yang mirip
MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

BAB III PERHITUNGAN DAN VALIDASI SERTA ANALISIS HASIL SIMULASI

REKAYASA LERENG STABIL DI KAWASAN TAMBANG TIMAH TERBUKA PEMALI, KABUPATEN BANGKA UTARA, KEPULAUAN BANGKA

BAB IV SIMULASI PENGARUH PERCEPATAN GEMPABUMI TERHADAP KESTABILAN LERENG PADA TANAH RESIDUAL HASIL PELAPUKAN TUF LAPILI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE JANBU (STUDI KASUS : KAWASAN CITRALAND)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

PERHITUNGAN FAKTOR KEAMANAN DAN PEMODELAN LERENG SANITARY LANDFILL DENGAN FAKTOR KEAMANAN OPTIMUM DI KLAPANUNGGAL, BOGOR

EVALUASI KESTABILAN LERENG PADA TAMBANG TERBUKA DI TAMBANG BATUBARA ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL

Kestabilan Geometri Lereng Bukaan Tambang Batubara di PT. Pasifik Global Utama Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan

PEMODELAN PARAMETER GEOTEKNIK DALAM MERESPON PERUBAHAN DESAIN TAMBANG BATUBARA DENGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA

PERENCANAAN STRUKTUR TANGGUL KOLAM RETENSI KACANG PEDANG PANGKAL PINANG DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE OASYS GEO 18.1 DAN 18.2

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA JALAN REL SEPANCAR - GILAS STA 217 MENGGUNAKAN METODE IRISAN BISHOP DAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS ABSTRAK

RANCANGAN GEOMETRI LERENG AREA IV PIT D_51_1 DI PT. SINGLURUS PRATAMA BLOK SUNGAI MERDEKA KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR

BAB IV KRITERIA DESAIN

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE LOWE-KARAFIATH (STUDI KASUS : GLORY HILL CITRALAND)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

ANALISIS KETIDAKSTABILAN LERENG PADA KUARI TANAH LIAT DI MLIWANG PT. SEMEN INDONESIA (PERSERO) TUBAN JAWA TIMUR

ANALISIS KESTABILAN LERENG METODE MORGENSTERN-PRICE (STUDI KASUS : DIAMOND HILL CITRALAND)

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE FELLENIUS (Studi Kasus: Kawasan Citraland)

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) :

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

APLIKASI SLIDE SOFTWARE UNTUK MENGANALISIS STABILITAS LERENG PADA TAMBANG BATUGAMPING DI DAERAH GUNUNG SUDO KABUPATEN GUNUNGKIDUL

STUDI PENGARUH TEBAL TANAH LUNAK DAN GEOMETRI TIMBUNAN TERHADAP STABILITAS TIMBUNAN

DAFTAR ISI. SARI... i. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen Hingga

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2

ANALISIS ANGKA KEAMANAN (SF) LERENG SUNGAI CIGEMBOL KARAWANG DENGAN PERKUATAN SHEET PILE

STABILITAS LERENG (SLOPE STABILITY)

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN

Kornelis Bria 1, Ag. Isjudarto 2. Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Jogjakarta

III. KUAT GESER TANAH

ANALISA STABILITAS LERENG LIMIT EQUILIBRIUM vs FINITE ELEMENT METHOD

ANALISIS KESTABILAN LERENG DESAIN DISPOSAL XYZ TAHUN 2016 DI KABUPATEN TABALONG, KALIMANTAN SELATAN

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

Kelongsoran pada Bantaran Sungai Studi Kasus Bantaran Kali Ciliwung Wilayah Jakarta Selatan dan Timur

4 BAB VIII STABILITAS LERENG

Bab IV STABILITAS LERENG

ANALISIS STABILITAS BENDUNGAN SELOREJO AKIBAT RAPID DRAWDOWN BERDASARKAN HASIL SURVEY ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY (ERT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V STABILITAS BENDUNG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH MUKA AIR TANAH TERHADAP KESTABILAN LERENG MENGGUNAKAN GEOSLOPE/W Tri Handayani 1 Sri Wulandari 2 Asri Wulan 3

STUDI KASUS ANALISA KESTABILAN LERENG DISPOSAL DI DAERAH KARUH, KEC. KINTAP, KAB. TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS POTENSI LONGSOR PADA LERENG GALIAN PENAMBANGAN TIMAH (Studi Kasus Area Penambangan Timah Di Jelitik, Kabupaten Bangka)

ANALISIS KESTABILAN LERENG METODE BISHOP/TRIANGLE (STUDI KASUS : KAWASAN MANADO BYPASS)

BAB III LANDASAN TEORI. batu yang berfungsi untuk tanggul penahan longsor. Langkah perencanaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Dan Stabilitas Lereng Dengan Struktur Counter Weight Menggunakan program

BAB III METODE PENELITIAN

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Alternatif Perbaikan Perkuatan Lereng Longsor Jalan Lintas Sumatra Ruas Jalan Lahat - Tebing tinggi Km

Stabilitas Lereng Menggunakan Cerucuk Kayu

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

BAB III METODE KAJIAN

Pada ujung bawah kaki timbunan terlihat kelongsoran material disposal yang menutup pesawahan penduduk seperti terlihat pada Gambar III.27.

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

BAB III DATA DAN ANALISA TANAH 3.2 METODE PEMBUATAN TUGAS AKHIR

I. Tegangan Efektif. Pertemuan I

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan

DAYA DUKUNG TANAH UNTUK DISPOSAL DI TAMBANG BATUABARA DAERAH PURWAJAYA, KECAMATAN LOA JANAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Kegiatan penambangan yang dilakukan menggunakan sistem. dilakukan dengan cara memotong bagian sisi bukit dari

9/14/2016. Jaringan Aliran

ANALISA STABILITAS LERENG DENGAN METODE COUNTER WEIGHT LOKASI STA RUAS JALAN Sp.PERDAU-BATU AMPAR

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN SIMPLIFIED BISHOP METHOD dan JANBU MENGGUNAKAN PROGRAM MATHCAD

Gambar 5.20 Bidang gelincir kritis dengan penambahan beban statis lereng keseluruhan Gambar 5.21 Bidang gelincir kritis dengan perubahan kadar

PENGARUH REMBESAN DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP KERUNTUHAN LERENG

Mekanika Tanah I Norma Puspita, ST. MT.

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA BENDUNGAN TITAB

2/25/2017. Pengertian

Dosen pembimbing : Disusun Oleh : Dr. Ir. Ria Asih Aryani Soemitro,M.Eng. Aburizal Fathoni Trihanyndio Rendy Satrya, ST.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2

PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH

BAB 3 TAHAPAN ZONASI DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN METODE SINMAP

TOPIK BAHASAN 10 STABILITAS LERENG PERTEMUAN 21 23

PERBANDINGAN ANTARA METODE LIMIT EQUILIBRIUM DAN METODE FINITE ELEMENT DALAM ANALISIS STABILITAS LERENG ANDRY SIMATUPANG

SOIL BIOENGINEERING SEBAGAI ALTERNATIF METODA STABILISASI LONGSORAN

BAB II STUDI PUSTAKA

TEKANAN TANAH LATERAL

Transkripsi:

PENgARUh KEDALAmAN PERENDAmAN TERhADAP KESTABILAN LERENg TERENDAm Eko Pujianto Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara eko@tekmira.esdm.go.id SARI Penambangan di darat dan di dasar laut memiliki persamaan, khususnya penambangan cara tambang terbuka, yaitu dalam hal pembuatan bukaan tambang yang terdiri atas front, jalan dan lereng tambang. Perbedaannya, pada tambang di dasar laut, seluruh permukaan tambang dan semua material batuan berkontak dengan air. Pengaruh perendaman terhadap kestabilan lereng material batuan bawah laut dinyatakan berdasarkan besarnya nilai faktor keamanan (FK). Data sifat fisik dan mekanik batuan menggunakan percontoh dari Laut Cupat, Belinyu, Bangka Utara. Simulasi dilakukan pada tiga buah lereng tunggal (single slope) dengan tinggi lereng 45 m, masing-masing dengan kemiringan 5 o, 4 o dan o (disesuaikan rata-rata dimensi galian oleh alat gali penambangan, yaitu kapal keruk, bucket wheel dredger dan kapal isap). Kedalaman perendaman dibuat dalam delapan kondisi, yaitu pada elevasi m, m, 5 m, m, m, 45 m, m dan m. Pada elevasi m dan m, seluruh material lereng terendam air dengan kedalaman 1 m dan m pada lantai lereng atas, sedangkan untuk lantai lereng bawah, pada kedalaman 4 m dan 55 m. Pada elevasi 5 m, elevasi muka air tanah tepat sama dengan elevasi lantai lereng atas dan lantai bawah pada kedalaman 45 m. Elevasi muka air tanah pada lereng diasumsikan sesuai elevasi muka air tanah dan menurun secara proporsional mengikuti elevasi muka air yang merendam. Hasil simulasi menunjukkan bahwa lereng yang penuh terendam air ( m) menghasilkan FK tinggi untuk semua metode analisis kecuali metode Ordinary (Fellenius). FK yang dihitung dengan metode ini umumnya bernilai lebih rendah sebesar 5-2%, bahkan untuk lereng landai dan tekanan air pori yang tinggi, dapat mencapai %. FK paling tinggi dihasilkan dari kondisi lereng yang terendam tepat sampai lantai atas lereng (elevasi 5 m), meskipun nilainya tidak jauh berbeda dengan yang terendam penuh (elevasi m dan m). Hal ini disebabkan karena gaya hidrostatik dari berat air perendam membantu menahan kelongsoran dan berat batuan dalam kondisi minimal. Nilai FK terendah adalah pada kondisi lereng sedikit terendam, yaitu pada elevasi 45 m karena berkurangnya gaya hidrostatik dari berat air perendam yang membantu menahan kelongsoran. Kata kunci: lereng dasar laut, kestabilan lereng, lereng terendam, faktor keamanan 1. PENDAhULUAN Keberadaan cadangan endapan mineral di da rat makin lama semakin terbatas untuk bisa ditambang, karena berbenturan dengan berba gai kepentingan lain, misalnya karena letak nya yang berada di hutan lindung atau di area konservasi dan berada atau berdekatan de ngan permukiman penduduk. Di samping itu, jumlah cadangan endapan di darat juga memang sudah mulai sulit diperoleh, karena sudah banyak yang ditambang. Oleh karena 82

Sebagian besar kegiatan penambangan timah yang berada di laut untuk jarak lebih dari 4 mil laut dari garis pantai, menggunakan kapal isap (KiP), kapal keruk (KK) dan bucket wheel dredger (BWD). Untuk penggalian pada jarak kurang dari 4 mil laut dari pantai menggunakan ponton isap produksi (PiP). KiP umum nya beroperasi di lokasi-lokasi yang telah ditambang oleh KK. Kedalaman pengerukan oleh alat gali tercantum pada Tabel 1. Untuk memitu perlu segera mencari cadangan baru yang masih memungkinkan untuk ditambang, di antaranya adalah cadangan endapan mineral di laut (Simorangkir, D.P., 2). Sehubungan dengan hal tersebut perlu adanya penelitian, khususnya mengenai penambangannya. Banyak persamaan antara penambangan di darat maupun di laut, khususnya apabila penambangannya dengan cara tambang permukaan atau tambang terbuka. Di antara persoalan pokok dalam tambang terbuka adalah dalam pembuatan bukaan tambang, yang untuk tambang darat terdiri atas front tambang, jalan dan lereng tambang. Perbedaannya antara lain, pada tambang terbuka di darat, di permukaan tambang, seluruh batuan mayoritas berkontak dengan udara (ada juga yang berkontak dengan air, misalnya di tambang yang terdapat kolam, genangan air, sungai dan sebagainya), sedangkan untuk penambangan di dasar laut, seluruh permukaan tambang dan semua material batuan berkontak dengan air. Persamaan lainnya yaitu terbentuknya lereng tambang, baik berupa lereng tunggal (single bench) maupun bertingkat (multibench) hasil penggalian kapal keruk, bucket wheel dredger dan kapal isap. Hasil pengujian percontoh material pengeboran di laut diperoleh data bahwa komponen material terbanyak berukuran butir pasir dan lanau, selanjutnya lempung dan yang paling sedikit adalah kerikil. Karakteristik percontoh dari laut dan darat tidak sama (c dan Ø dari laut < c dan Ø dari darat). ini menunjukkan bahwa desain dan teknis untuk penambangan di laut akan cenderung berbeda dengan di darat. Berdasarkan pada kenyataan tersebut, apabila akan melakukan penambangan di dasar laut, diperlukan studi mengenai kestabilan lereng di dasar laut, agar dapat merencanakan desain bukaan yang baik, supaya proses penggalian dan pengambilan endapan mineral bisa dilakukan dengan aman dan produktif. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh perendaman terhadap kestabilan lereng material batuan pada berbagai kondisi perendaman. Tingkat kestabilan dinyatakan berdasarkan besarnya nilai faktor keamanan (FK) dan akan dibandingkan dengan nilai FK pada kondisi tidak terendam atau terendam air sebagian. Data sifat fisik dan mekanik batu an yang dipergunakan dalam simulasi diperoleh dari pengujian percontoh yang dihasilkan dari pengeboran dengan kapal bor PT. Timah Persero Tbk di Laut Cupat, Belinyu, Bangka Utara. 2. metodologi a. metode simulasi Seperti telah dipaparkan di atas, untuk penggalian di dasar laut, seluruh permuka galian akan terendam air laut. Oleh karena itu, untuk memprediksi tingkat kestabilannya, akan dihitung berdasarkan FK-nya dalam beberapa kondisi kedalaman perendaman dan dibandingkan dengan kondisi lereng yang tidak terendam air. Simulasi dilakukan dengan cara membuat tiga buah lereng tunggal, yaitu lereng tanpa undak dengan tinggi lereng 45 m. Dari ketiga lereng tersebut, masing-masing mempunyai kemi ringan berbeda, yaitu 5 o, 4 o dan o seperti yang terlihat pada Gambar 1 (a), (b) dan (c). Sebagai model dibuat lereng tunggal dengan tinggi 45 m adalah disesuaikan rata-rata dimensi galian yang biasanya oleh alat gali penambangan, yaitu kapal keruk, bucket wheel dredger dan kapal isap seperti yang terlihat pada Tabel 1. Untuk tinggi lereng yang sesuai dengan kemampuan gali maksimum peralatan penambangan di laut, yaitu sampai sekitar meter dengan bentuk lereng bertingkat, pada prinsipnya dapat dilakukan dengan cara yang sama. 8

kuarsa, 57putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur, 45pasir kuarsa, putih - abu-abu - coklat, halus - sedang, (a) 1 2 4 5 7 8 1 11 1 sir kuarsa, 57 putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur, (b) 1 2 4 5 7 8 1 11 1 asir kuarsa, 57 putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur, (c) 1 2 4 5 7 8 1 11 1 gambar 1. Kemiringan lereng masing-masing a=5 o, b=4 o dan c= o. prediksi kestabilan dari dimensi pit dan lereng hasil pengerukan oleh BWD maupun kapal keruk, maka simulasi ini dilakukan de ngan beberapa kondisi. Skema sistem pengerukan material pada BWD maupun kapal keruk dapat dilihat pada Gambar 2. Peralatan yang berfungsi sebagai penggali berada di anjungan kapal menggali material di bawah kapal, menaikkan material hasil galian ke atas kapal dan sekaligus memproses material tersebut (mineral dressing) dan membuang tailing di buritan kapal. Skema bentuk pit hasil penggalian BWB, KK dan kapal isap dapat dilihat pada Gambar. Tingkat kestabilan lereng tersebut direpresentasikan berdasarkan nilai FK pada berbagai kondisi lereng yang berbeda agar bisa dibandingkan. Perbedaan kondisi tersebut adalah sudut kemiringan lereng dan kedalaman peren daman lereng di dalam air apabila lerengnya terendam, seperti yang terlihat pada Tabel 1. Kemampuan alat gali di laut *) Jenis Kapal Kemampuan gali Umur Tambang KiP/KK 2 4 meter 5 1 tahun BWD 7 85 meter ± 2 tahun *) Suranto Wibowo, Distamben Provinsi Bangka-Belitung, Materi FGD Penambangan di laut, 2

TAILINg Kedalaman angali gali Max max - - m m FRoNT T KERJA A Sumber : agus P dan T. Situmorang, PT. Timah Persero Tbk, Materi FGD Penambangan di Laut, 2 gambar 2. Skema sistem kerja BWD Gambar 4 (a) sampai 4. (f) maupun dimisalkan apabila kondisi lereng tersebut dalam keadaan tidak terendam air seperti yang terlihat pada Gambar 4 (g) dan 4 (h). Untuk kedalaman perendaman dibuat dalam delapan macam kondisi seperti yang tercantum dalam Gambar 4 (a) sampai 4 (h), yaitu pada elevasi muka air m, m, 5 m, m, m, 45 m, m dan m. Pada elevasi m dan m seluruh material lereng terendam air masing-masing dengan kedalaman 1 m dan m pada lantai lereng bagian atas, sedangkan untuk lantai lereng bagian bawah, terendam air pada kedalaman 4 m dan 55 m. Pada elevasi 5 m, elevasi muka air tanah tepat sama dengan elevasi lantai lereng bagian atas dan lantai bagian bawah terendam pada kedalaman 45 m. Elevasi muka air tanah pada lereng yang terendam penuh, tentu saja sesuai dengan elevasi muka air yang merendam, seperti terlihat pada Gambar 4 (a), (b) dan (c), sedangkan elevasi muka air tanah pada lereng yang tidak terendam secara penuh, seperti yang tertera pada Gambar 4 (d), (e), (f), (g) dan (h), diasumsikan /disesuaikan elevasi muka air tanahnya menurun secara proporsional, yaitu muka air tanah diasumsikan menurun sesuai elevasi muka air tanah yang merendam. Sebagai contoh, ditampilkan berbagai kondisi perendaman dan elevasi muka air tanahnya pada lereng yang o. Data kondisi sifat fisik dan mekanik material bawah laut yang dibuat lereng, diperoleh berdasarkan hasil pengujian sifat fisik dan mekanik percontoh di laboratorium mekanika tanah. Percontoh merupakan hasil pengeboran di laut Cupat, Bangka Utara. Untuk bisa dibandingkan, yaitu hanya parameter sudut lereng dan kedalaman perendaman, maka parameter lain (tinggi lereng, sifat fisik, sifat mekanik, geometri dan kondisi lereng, posisi bidang lemah) dalam hal ini diasumsikan sama. Material batuan dasar laut diasumsikan terdiri dari empat lapisan/jenis material dengan susunan seperti pada Tabel 2, yaitu parameter kekuatan material batuan dibuat berdasarkan besarnya kuat ge ser material batuan, kohesi dan sudut geser dalam dan tekanan air pori, seperti terlihat pada Gambar 5 (a) sampai 5 (d). b. Perhitungan faktor keamanan lereng Perhitungan FK menggunakan beberapa metode, yaitu Fellenius (Ordinary), Janbu, Bishop, Morgenstern-Price dan Spencer (meng- 85

Sumber : agus P dan T. Situmorang, PT. Timah Persero Tbk, Materi FGD Penambangan di Laut, 2 gambar. Bentuk galian penambangan oleh BWD dan KiP 8

pasir kuarsa, 57 putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur, (a) 1 2 4 5 7 8 1 11 1 pasir kuarsa, 57 putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur, (b) 1 2 4 5 7 8 1 11 1 asir kuarsa, 57 putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur, (c) 1 2 4 5 7 8 1 11 1 sir kuarsa, 57 putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur, (d) 1 2 4 5 7 8 1 11 1 sir kuarsa, 57 putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur, (e) 1 2 4 5 7 8 1 11 1 sir kuarsa, 57 putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur, 1 2 4 5 7 8 1 11 1 (f) pasir kuarsa, 57 putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur, (g) 1 2 4 5 7 8 1 11 1 pasir kuarsa, 57 putih - abu-abu, halus - sedang mengandung lumpur, (h) 1 2 4 5 7 8 1 11 1 gambar 4. Kondisi perendaman lereng dan muka airtanah untuk simulasi (masing-masing dengan elevasi m, m, 5 m, m, m, 45 m, m dan m) 87

Nomor Kedalaman (m) 1 - Tabel 2. Deskripsi percontoh material hasil pengeboran Deskripsi batuan Pasir kuarsa, putih-abu-abu, butir sangat halus-sedang, mengan dung lumpur, lepas 2-25 Pasir kuarsa, putih-abu-abu-coklat muda, butir halus-sedang, lepas 25-5 4 5-ke bawah Pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putih-abu-abu-coklat, halus-sedang-kasar Batuan dasar, pasir kuarsa mengandung lempung dan kasiterit, putihabu-abu-coklat tua, butir sedang-kasar 14 Kuat Geser (Tahanan Geser) 2 Strength Parameter of Material (Parameter Kekuatan Material Batuan) Shear Strength (kpa) 1 8 Cohesion (kpa) 1 14 4 1 2 8 1 2 4 5 7 8 1 2 4 5 7 8 Distance (m) Distance (m) (a) (b) 25 Strength Parameter of Material (Parameter Kekuatan Material Batuan) 55 Tekanan air Pori Friction angle ( ) 2 22 Pore-Water Pressure (kpa) 5 45 4 5 25 2 2 1 1 2 4 5 7 8 1 1 2 4 5 7 8 Distance (m) Distance (m) (c) (d) gambar 5. Sifat material batuan terhadap kedalaman (kuat geser, kohesi, sudut geser dan tekanan air pori) gunakan software Geoslope Versi 7.). Metode irisan merupakan metode yang popu ler dalam analisis kestabilan lereng serta membutuhkan data yang relatif sedikit diban dingkan dengan metode lainnya, seperti metode ele men hingga (finite element), metode beda hingga (finite difference) atau metode elemen diskrit (discrete element). 88

Fellenius (1) memperkenalkan metode irisan biasa dan setelah itu muncul beberapa metode irisan lainnya, antara lain yang dikembangkan oleh Janbu (4, 7), Bishop (5), Morgenstern dan Price (), Spencer (17), Sarma (1), Chen dan Morgenstern (18) dan Saifuddin arief (28). Terdapatnya beberapa macam variasi dari metode irisan disebabkan oleh adanya perbedaan asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungannya. asumsi tersebut digunakan karena analisis kestabilan lereng me rupakan persoalan statika tak-tentu (indefinite statics), sehingga diperlukan beberapa asumsi tambahan yang diperlukan dalam perhitungannya. 1. Metode irisan Biasa (Metode Fellenius) Metode irisan biasa (Fellenius, 1) merupa kan salah satu metode irisan yang juga dinamakan sebagai metode lingkaran Swedia. asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah resultan gaya antar irisan sama dengan nol dan bekerja sejajar dengan permukaan bidang runtuh dan bidang runtuh berupa sebuah busur lingkaran. Kondisi kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini hanya kesetimbangan momen untuk semua irisan pada pusat lingkaran runtuh. Persamaan untuk menghitung FK (F) adalah sebagai berikut (Fellenius, 1) : Persamaan (1-a) Persamaan (1-b) di mana: c = kohesi efektif φ = sudut gesek efektif u = tekanan air pori W = berat total irisan N = gaya normal total pada dasar irisan S m = gaya geser di dasar irisan yang diperlu kan agar irisan dalam kondisi tepat setimbang (a) (b) gambar. Gaya-gaya yang bekerja pada tiap irisan 8

E X = gaya antaririsan horizontal masingmasing untuk sebelah kiri dan kanan dari irisan = gaya antaririsan vertikal masing-masing untuk sebelah kiri dan kanan dari irisan kw = gaya seismik horizontal yang bekerja pada pusat massa irisan, k adalah koefisien seismik R = radius lingkaran untuk bidang runtuh busur lingkaran; atau lengan momen dari gaya geser S m terdapat pusat momen untuk bidang runtuh yang bukan busur lingkaran f = jarak tegak lurus dari gaya normal N terhadap pusat momen x = jarak horizontal dari pusat massa irisan terhadap pusat momen e = jarak vertikal dari pusat massa irisan terhadap pusat momen h = tinggi rata-rata irisan b = lebar irisan β = panjang dasar irisan (β = b sec α) a = jarak vertikal dari gaya hidrostatik terhadap pusat momen a = gaya hidrostatik pada retakan tarik α = sudut kemiringan dari garis singgung pada titik di tengah dasar irisan terhadap bidang horizontal. Sudut kemiringan bernilai positif, apabila searah dengan kemiringan lereng, dan bernilai negatif apabila berlawanan arah dengan kemiringan lereng apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang lebih teliti, seperti metode Bishop atau metode Spencer, FK yang dihitung dengan metode ini pada umumnya mempunyai nilai yang lebih rendah sebesar 5% sampai dengan 2%. Bahkan untuk lereng landai dengan tekanan air pori yang tinggi, perbedaannya dapat mencapai sekitar %. Untuk lereng dengan material yang mempunyai sudut gesek sama dengan nol (φ = ) metode ini dapat memberikan nilai FK yang sama akuratnya dengan Metode Bishop Yang Disederhanakan. Untuk lereng dengan dengan material yang mempunyai sudut gesek lebih besar daripada nol, metode ini sebaiknya tidak digunakan karena dapat menghasilkan rancangan lereng yang tidak ekonomis. 2. Metode Bishop Yang Disederhanakan (Sim plified Bishop Method) Di antara metode irisan lainnya, metode Bishop yang disederhanakan (Bishop, 5; Saifuddin arief, 28) merupakan metode yang paling populer dalam analisis kestabilan lereng. asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah besarnya gaya geser antaririsan sama dengan nol (X = ) dan bidang runtuh berbentuk sebuah busur lingkaran. Kondisi kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini adalah kesetimbangan gaya dalam arah vertikal untuk setiap irisan dan kesetimbangan momen pada pusat lingkaran runtuh untuk semua irisan, sedangkan kesetimbangan gaya dalam arah horizontal tidak dapat dipenuhi. Persamaan untuk gaya normal total (N) adalah sebagai berikut : Persamaan (2) Persamaan untuk menghitung faktor keamanan (F) sebagai berikut (Bishop, 5) : Persamaan () di mana N dihitung menggunakan persamaan (2). Pada persamaan () variabel FK (F) terdapat pada kedua sisi persamaan, sehingga perhitungan nilai F tidak dapat dilakukan secara langsung dan harus dihitung dengan menggunakan aproksimasi berulang (iterasi). aproksimasi berulang dilakukan beberapa kali sampai nilai perbedaan dari F pada kedua sisi persa-

maan lebih kecil dari nilai toleransi yang diberikan. Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode yang umum dalam analisis kestabilan lereng, karena perhitungannya yang sederhana, cepat dan memberikan hasil FK yang cukup teliti. Kesalahan metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti metode Spencer atau metode Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini cocok digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk busur lingkaran untuk mencari faktor keamanan minimum.. Metode Janbu Yang Disederhanakan (Simplified Janbu Method) Metode Janbu yang disederhanakan (Janbu, 17; Saifuddin arief, 28) juga termasuk salah satu metode yang populer dan sering digunakan dalam analisis kestabilan lereng. asumsi yang digunakan dalam metode ini yaitu gaya geser antaririsan sama dengan nol. Metode ini memenuhi kesetimbangan gaya dalam arah vertikal untuk setiap irisan dan kesetimbangan gaya dalam arah horizontal untuk semua irisan, namun kesetimbangan momen tidak dapat dipenuhi. Persamaan untuk gaya normal total (N) sebagai berikut: Persamaan (4) dan persamaan untuk menghitung faktor keamanan (F) adalah sebagai berikut: Persamaan (5) FK (F) terdapat pada kedua sisi dari persamaan di atas, sehingga perhitungannya harus dilakukan dengan menggunakan aproksimasi berulang, sampai diperoleh nilai perbedaan dari F pada sisi kiri dan kanan lebih kecil dari nilai toleransi yang diberikan. FK yang dihitung dengan persamaan (4) dan (5) merupakan faktor keamanan yang belum dikoreksi, sehingga setelah F dihitung kemudian harus dikalikan dengan faktor koreksi f o. gambar 7. Faktor koreksi untuk metode Janbu Yang Disederhanakan 1

Persamaan () F Janbu = f o. F Faktor koreksi dimasukkan sebagai koreksi dari pengabaian gaya geser antaririsan, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Persamaan (7) Besarnya gaya normal antaririsan pada sisi kanan irisan (E R ) dapat ditentukan dari kesetimbangan gaya pada arah horizontal untuk setiap irisan, yang dapat dinyatakan de ngan persamaan sebagai berikut: Persamaan () Dengan menggunakan persamaan (1-a), maka persamaan () dapat ditulis ulang menjadi : Persamaan (1) Besarnya nilai t bervariasi sesuai dengan jenis tanah yaitu sebagai berikut: t =, untuk tanah dengan c dan φ = t =,1 untuk tanah dengan c = dan φ t =,5 untuk tanah dengan c dan φ FK yang dihitung dengan metode ini apabila dibandingkan dengan metode yang teliti, seperti metode Kesetimbangan Batas Umum dan Morgenstern-Price, pada umumnya lebih rendah sekitar %, akan tetapi kadang dapat juga lebih besar sekitar 5%. 4. Metode Morgenstern-Price Metode Morgenstern-Price dapat digunakan untuk semua bentuk bidang runtuh dan te lah memenuhi semua kondisi kesetimbangan. Metode Morgenstern-Price menggunakan asumsi bahwa terdapat hubungan antara gaya geser antaririsan dan gaya normal antaririsan. Metode Morgenstern-Price, perhitungan FK dilakukan dengan menggunakan kondisi kesetimbangan gaya dan momen dari setiap irisan. Persamaan gaya normal total (N) setiap irisan adalah sebagai berikut (Morgenstern & Price, ; Saifuddin arief, 28) : Persamaan (8) Gaya geser antaririsan pada sisi kiri dan kanan untuk setiap irisan dapat dinyatakan sebagai berikut: Persamaan (11) Persamaan () X L = λ f (x L ) E L X R = λ f (x R ) E R Dengan menggunakan persamaan (8), (1), (11) dan () maka gaya normal antaririsan pada sisi kanan (E R ) dapat dinyatakan sebagai berikut: 2

Persamaan (1) Persamaan(1) di mana: Persamaan (14) Persamaan kesetimbangan momen pada titik tengah dasar irisan adalah sebagai berikut: Persamaan () Persamaan (1) dan (1) adalah persamaan yang digunakan dalam perhitungan FK. Kedua persamaan tersebut digunakan secara serentak, dimulai dari irisan persamaan sampai irisan terakhir. Dalam perhitungan tersebut digunakan syarat batas untuk irisan pertama sebagai berikut: Persamaan (17) E L (1) = E = Persamaan() y L (1) = y = di mana h c adalah tinggi pusat massa irisan dari titik tengah pada dasar irisan. Dari persamaan di atas, titik kerja gaya antaririsan pada sisi kanan irisan (y R ) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Untuk irisan terakhir syarat batas adalah sebagai berikut : Persamaan (1)

Persamaan (2) di mana h w adalah tinggi air yang mengisi retakan tarik. apabila tidak ada air yang mengisi retakan tarik maka E n = dan y n =. Prinsip dari perhitungan faktor keamanan dalam metode Morgenstern-Price adalah mencari pasangan nilai FK dan faktor skala ( λ), sehingga syarat batas pada irisan terakhir dapat dipenuhi. Persyaratan lainnya yang harus dipenuhi adalah tidak ada gaya normal pada dasar irisan yang mempunyai nilai negatif dan semua titik kerja gaya antaririsan harus berada di dalam massa gelinciran. 5. Metode Spencer Spencer (17) menganggap resultan gaya antaririsan pada semua irisan mempunyai sudut kemiringan tertentu yang sama. Hal ini secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: Persamaan () di mana adalah sudut kemiringan dari resultan gaya antaririsan. Oleh karena itu, metode Spencer dapat dianggap sebagai kasus khusus dari metode Morgenstern-Price dimana f (x) = 1. Metode Spencer dapat digunakan untuk sembarang bentuk bidang runtuh dan memenuhi semua kondisi kesetimbangan gaya dan kesetimbangan momen pada setiap irisan.. hasil DAN PEmBAhASAN Penentuan bidang runtuh kritis yang menghasilkan FK minimum adalah salah satu tahap penting dalam analisis kestabilan lereng menggunakan metode irisan. Lokasi dari bidang runtuh kritis tersebut dapat ditentukan dengan cara coba-coba atau dengan menggunakan metode optimasi. Prinsip dasarnya, sebuah bidang runtuh yang masuk akal dibuat, kemudian dihitung FK-nya. Kemudian proses tersebut diulangi untuk sejumlah bidang runtuh yang masuk akal lainnya. Dari semua bidang runtuh yang dicoba kemudian dipilih bidang runtuh yang menghasilkan faktor keamanan yang terkecil, bidang runtuh ini kemudian disebut sebagai bidang runtuh kritis. Lokasi bidang runtuh kritis yang berbentuk busur lingkaran dapat ditentukan antara lain dengan menggunakan dua metode, yaitu metode Grid and Radius dan metode Entry and Exit. Dalam metode grid dan radius, bidang runtuh busur lingkaran dibuat dengan menentukan titik pusat lingkaran dan radius lingkaran atau garis yang menyinggung lingkaran. Titik-titik pada grid digunakan sebagai pusat dari lingkaran-lingkaran yang akan dicoba. apabila digunakan adalah garis yang menyinggung lingkaran, maka radius lingkaran adalah jarak tegak lurus dari pusat lingkaran terhadap garis singgung. Garis singgung dapat berupa garis horizontal maupun garis miring, seperti yang terlihat pada Gambar 8 (a). Pada periode awal perkembangan metode irisan, FK dari semua bidang runtuh yang dianalisis ditampilkan dalam bentuk kontur FK, seperti yang terlihat di Gambar 8 (b). Setiap titik pada grid menggambarkan nilai FK minimum dari semua bidang runtuh yang berpusat pada titik tersebut. Kontur FK menggambarkan cakupan dari bidang runtuh yang telah dianalisis serta menunjukkan bahwa FK minimum telah diperoleh. Cara lain yang dapat digunakan untuk menampilkan FK dari semua bidang runtuh yang dianalisis adalah dengan menampilkan peta FK. Semua bidang runtuh yang masuk akal dari keseluruhan bidang runtuh yang dicoba dikelompokkan berdasarkan nilai FKnya. Nilai FK diurutkan dari yang paling besar ke yang paling kecil, kemudian dikelompokkan berdasarkan nilai interval tertentu, setiap interval diberi warna yang berbeda, seperti yang terlihat pada Gambar. Pada contoh 4

gambar 8. Bidang runtuh kritis busur lingkaran metode grid and radius menggunakan garis tangen ini (Gambar ), warna merah menunjukkan kelompok faktor bidang runtuh dengan keamanan yang paling kecil dan garis putih adalah lokasi dari bidang runtuh kritis. Kelebihan cara ini dapat ditunjukkan secara jelas lokasi dari bidang runtuh kritis terhadap semua bidang runtuh yang dicoba. Kelemahan metode grid and radius adalah tidak dapat digunakan untuk menentukan nilai FK minimum untuk lereng dengan material yang hanya mempunyai nilai sudut gesek saja (Ø >, c = ) atau lereng yang hanya mempunyai nilai kohesi saja (c >, Ø = ). Untuk kedua kasus tersebut nilai FK minimum akan terletak di pinggir dari grid titik-titik pusat lingkaran. Pada metode Entry and Exit, bidang runtuh busur lingkaran dalam metode ini dibuat dengan menentukan daerah di mana tempat busur lingkaran masuk (entry area) dan daerah di mana tempat busur lingkaran tersebut keluar (exit area). Daerah masuk dan daerah keluar tersebut kemudian dibagi ke dalam sejumlah titik, sehingga dihasilkan sejumlah titik masuk (entry points) dan titik keluar (exit points). Langkah selanjutnya dalam pembuatan busur lingkaran adalah dengan memilih sebuah titik masuk dan sebuah titik keluar. Kemudian dibuat garis yang menghubungkan kedua titik tersebut, setelah itu di tengah garis hubung ini dibuat sebuah garis baru yang tegak lurus terhadap garis hubung tersebut. Sepanjang garis yang tegak lurus terhadap garis hubung.8 57 45 1 2 4 5 7 8 1 11 1 gambar. Peta FK semua bidang runtuh busur lingkaran metode entry and exit 5

tersebut akan menjadi lokasi dari titik-titik radius. Dengan menggunakan tiga buah titik, yaitu titik radius, titik masuk dan titik keluar, maka dapat ditentukan pusat dan radius dari sebuah bidang runtuh. Dalam pembuatan titik radius, dikontrol sehingga tidak menghasilkan busur lingkaran yang mempunyai radius tak hingga (garis lurus) maupun bidang runtuh dengan sudut kemiringan pada titik masuknya tidak lebih besar dari o. Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan bidang runtuh kritis secara otomatis dengan menggunakan software/program komputer yaitu dapat menghasilkan bidang runtuh yang tidak masuk akal, bidang runtuh yang tidak sesuai dengan kondisi lereng yang sebenarnya atau menghasilkan mekanisme keruntuhan yang tidak mungkin terjadi sepanjang bidang runtuh yang dibuat. Untuk mengatasi hal ini, maka harus selalu diperiksa dan dipertimbangkan apakah bidang runtuh kritis dan FK yang dihasilkan oleh perangkat lunak masuk akal atau tidak. Hasil simulasi tersebut disajikan dalam Tabel dan grafik pada Gambar 1 (a) dan (b), memperlihatkan bahwa lereng yang terendam air secara penuh (elevasi meter) menghasilkan FK yang tinggi untuk semua metode analisis, kecuali metode Ordinary (Fellenius). Memang FK yang dihitung dengan metode ini pada umum nya mempunyai nilai yang lebih rendah sebesar 5% sampai dengan 2%. Bahkan untuk lereng landai dengan tekanan air pori yang tinggi, perbedaannya dapat mencapai sekitar %. Untuk lereng dengan material yang mempunyai sudut gesek sama dengan nol (φ = ) metode ini dapat memberikan nilai FK yang seakurat Metode Bishop Yang Disederhanakan. Untuk lereng dengan material yang mempunyai sudut gesek lebih besar daripada nol, metode ini dapat menghasilkan rancangan lereng yang terlalu landai. FK paling tinggi dihasilkan dari kondisi lereng yang terendam tepat sampai lantai atas lereng (elevasi 5 m, Gambar 4c) meskipun tidak jauh berbeda dengan yang terendam penuh (eleva- si m dan m). Hal ini disebabkan karena gaya hidrostatik yang berasal dari berat air perendam yang berfungsi sebagai pembantu penahan kelongsoran bekerja maksimal dan berat batuan dalam kondisi paling minimal, karena tidak ada penambahan beban oleh air di atasnya. Nilai FK terendah ditunjukkan pada kondisi lereng sedikit terendam (Gambar 4f), yaitu pada elevasi 45 meter. Hal ini disebabkan karena berkurangnya gaya hidrostatik yang berasal dari berat air perendam yang berfungsi sebagai pembantu penahan kelongsoran. Kedalaman perendaman tidak mengubah tegangan efektif di dalam tanah atau batuan. Berdasarkan perhitungan dapat dijelaskan bahwa sebuah titik yang terletak 5 m di bawah permukaan tanah dan berada di bawah air pada kedalaman 2 meter, maka total tekanan vertikal (σ v ) dapat dihitung sebagai σ v = yszs+ y w z w di mana z s adalah kedalaman di bawah permukaan dasar laut dan z w adalah kedalaman perendaman. Misalkan satuan total berat material batuan adalah 2 kn/m dan satuan berat air adalah 1 kn/m, maka total tekanan vertikal menjadi σ v = (5 m*2 knm ) + (2 m*1 knm ) = kpa. Sedangkan besarnya tekanan pori adalah u = z s y w + z w y w u = (5 m*1 knm ) + (2 m*1 knm ) = 7 kpa. Tekanan efektif (σ ) dapat dihitung sebagai σ = kpa 7 kpa = 5 Kpa Jika kedalaman perendaman dimisalkan diubah menjadi 1 meter, maka tekanan efektif dapat dihitung sebagai berikut : σ = (5 m * 2 knm ) + (1 m * 1 knm ) = 2 kpa u = (5 m * 1 knm ) + (1 m * 1 knm ) = kp a σ u = 2 kpa kpa = 5 kpa Dalam kedua kasus tersebut tekanan efektif adalah 5 kpa. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan efektif tanah tidak dipengaruhi kedalaman perendaman. Dalam hal kasus simulasi di atas, yang mempengaruhi besarnya nilai FK

Tabel. Pengaruh Elevasi Muka air Tanah dan Kemiringan Lereng pada Faktor Keamanan Lereng Nomor Faktor Keamanan pada Sudut Metode Elevasi MaT Kemiringan Lereng Kritis ( analisa (meter) ) 4 5 Keterangan 1 1,2,5, 2 1,,5,82 5 1,,,8 Maksimum 4,1,8, 5 Morgenstern-Price,8,,58 45,87,,5 Minimum 7,,1, 8,,857, 1,,8,5 Maksimum 2,,8,5 Maksimum 5,,8,52 4,,7,1 5,8,,555 Janbu 45,,8,52 Minimum 7,8,74, 8,8,747, 1 1,,4,77 2 1,1,5,77 5 1,1,5,7 Maksimum 4,,8,47 5,8,74,5 Bishop 45,874,,574 Minimum 7,,, 8,,85, 1,874,4,2 2,1,5,1 5,1,5,8 Maksimum 4,88,,14 5,82,,558 Ordinary 45,,71,1 Minimum 7,8,8, 8,8,771, 1 1,22,1,7 2 1,22,,8 5 1,2,5, Maksimum 4,5,84,5 5,877,82,582 Spencer 45,8,,574 Minimum 7,7,,5 8,7,85,5 7

adalah distribusi tekanan horizontal. Pada kasus lereng dengan rendaman tepat sama dengan elevasi lantai lereng atas, maka terdapat gaya tambahan penahan kelongsoran yang berasal dari berat air, bahkan seakan-akan batuan tersebut tidak mempunyai lereng, karena tertahan oleh massa air. Oleh karena itu, dalam kasus ini, pada elevasi 5 meter, FK memgambar 1. Pengaruh elevasi muka air tanah dan kemiringan lereng terhadap FK lereng pada beberapa metode analisis Dari pengujian percontoh, komponen material terbanyak adalah berukuran butir pasir dan la- punyai nilai yang paling tinggi pada semua metode analisis dan itu berarti kondisi lereng berada dalam keadaan paling stabil. 4. KESImPULAN 8

Kode Contoh Tabel 4. Hasil Pengujian Sifat Fisik dan Mekanik Percontoh Hasil Pengeboran di Laut Kedalaman (m) Tanggal Uji Cohesion, C Int. fric. angle, f L1-1. - 1. 7--2 Cohesion, C int. fric. angle, f L1-2. - 1. 7--2 Cohesion, C int. fric. angle, f L2-1. - 1. 7-28-2 Cohesion, C int. fric. angle, f L2-2. - 1. 7-28-2 Cohesion, C int. fric. angle, f BTM-1DS.-8. -2-214 Cohesion, C int. fric. angle, f KBT-8 8.-. -2-214 Cohesion, C int. fric. angle, f KBT-.-1. -2-214 Cohesion, C int. fric. angle, f KBT-1 1.-11. -2-214 Cohesion, C int. fric. angle, f KBT-11 11.-. -2-214 Cohesion, C int. fric. angle, f Peak (p) 17. 2.174 7.8555.882 11.145 1.82 1.88 1.1 5.42 2.5 1.55.8777 1. 2.447 1.2458 1.7787 2.1772 1. Satuan kpa degree kpa degree kpa degree kpa degree kpa degree kpa degree kpa degree kpa degree kpa degree material Sampel Berat Jenis Berat kn/m³. Pasir 2.7 2.4 Kedalaman (m) Pasir 2.8 2.282 - Pasir 2.7 2.4-25 Pasir 2.8 2.282 Pasir Kwarsa 2.52 2.2.71 25. - - 25 Pasir Kwarsa 2.5 25.88 25-5 Pasir Kwarsa 2. 2.8 25-5 Pasir Kwarsa 2. 2.8 Pasir Kwarsa 2.8 2.282 5 - kbwh 5 - kbwh Gaya gravitasi standar bervariasi ±½% dari garis ekuator ke kutub pada elevasi muka air laut yang bekerja pada suatu benda adalah.85 N/kg (±. N/kg). Jadi, misal density 1 kg/m³, maka gaya = 1 kg/m³ x.85 N/kg = N/m³ =.7 kn/m³. asumsi ini berlaku di pemukaan bumi pada elevasi air laut pada lintang sekitar 45 derajat 1 kg/cm² = 1 kg/cm² x.85 N/kgf x 14 cm²/m² x 1 kn/1 N = 8,5 kpa =,8 MPa (1 Pa = 1 N/m²). nau, selanjutnya lempung dan yang paling sedikit adalah kerikil. Karakteristik percontoh dari laut dan darat tidak sama (c dan Ø dari laut < c dan Ø dari darat). ini menunjukkan bahwa desain dan teknis untuk penambangan di laut cenderung berbeda dengan di darat dan memerlukan studi lebih lanjut. Tanpa memperhitungkan efek kemungkinan adanya pelapukan batuan, gerakan air dan sebagainya, lereng yang terendam air mempunyai FK lebih besar dibandingkan dengan lereng tidak terendam. Untuk mendapatkan nilai FK yang lebih tepat, perlu diperhitungkan pengaruh pelapukan, arus air dan sebagainya. Lereng yang terendam air tepat pada level yang sama dengan lantai atas lereng, mempunyai FK paling tinggi (paling stabil) untuk semua metode, kecuali analisis dengan metode Ordinary (Fellenius). Hal ini disebabkan karena adanya gaya hidrostatik dari berat air perendam, yang berfungsi sebagai pembantu penahan kelongsoran dan berat batuan juga dalam kondisi minimal karena tidak ada pembebanan air di atasnya. Nilai FK terendah ditunjukkan pada kondisi lereng yang sedikit terendam (Gambar 4f). Hal ini disebabkan karena berkurangnya gaya hidrostatik dari berat air perendam yang berfungsi sebagai gaya pembantu penahan kelongsoran. Hasil simulasi ini dapat dipakai sebagai gambaran mengenai pengaruh rendaman terhadap kestabilan lereng bawah air untuk mendisain lereng penambang an bawah air yang lebih baik.

UCAPAN TERImA KASIh Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada personil PT. Timah Persero Tbk dan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepaulauan Bangka Belitung yang telah memberikan data, kepada seluruh anggota tim penelitian dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian administrasi, pengambilan data di lapangan dan pengujian sampel di laboratorium mekanika tanah Puslitbang tekmira. DAFTAR PUSTAKA. agus Pratama dan Tonggo Situmorang,2, Penambangan Mineral Bawah Laut dangkal, PT. Timah Persero Tbk, FGD Penambangan Endapan Mineral Bawah Laut Dangkal, PTMB. Bishop, a.w., 5, The Use Slip Circle in the Stability analysis of Slopes, Geotechnique, Vol. 5, No. 1, hal 7-17. Donny P Simorangkir, 2, Penambangan Endapan Mineral Bawah Laut Dangkal, Konsep Pengelolaan aspek Teknis dan Lingkungan, Direktorat Teknik dan Lingkungan Minerba, FGD Penambangan Endapan Mineral Bawah Laut Dangkal, PTMB. Janbu, N., 17, Slope Stability Computations, in Embankment Dam engineering (edited by Hirschfeld, R. C. and Poulos, S. J.). John Wiley and Sons, New York, 47 8. Morgenstern, N.R., dan Price, V.E.,, The analysis of the Stability of General Slip Surfaces, Geotechnique, Vol., hal. 7-. Saifuddin arief, 28, analisis-kestabilan-lereng-dengan-metode-irisan, PT. inco, Sorowako, Sulawesi Selatan. Sarma, S., 1, Slope Stability Concepts, dalam Slope Stability and Stabilization Method, (abramson, L. W., dkk., editor). John Wiley & Sons, New York. Spencer, E., 17, Thrust Line Criterion in Embankment Stability analysis, Geotechnique 2, No.1, 85-1. Suranto Wibowo, 2, Konsep Pengelolaan Penambangan di Perairan Kep. BaBEL sesuai dengan UU No. 2 TaHUN 214, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Prop. Babel, FGD Penambangan Endapan Mineral Bawah Laut Dangkal, PTMB. Fellenius, W., 1, Calculation of the Stability of Earth Dams, Trans. 2 nd Cong. on Large Dams, Vol 4, p 445. 1